Formulasi Sabun Padat dengan Kombinasi Tepung Beras dan Eksrak Daun Kemuning (Murraya paniculata L. Jack) sebagai Anti Hiperpigmentasi pada Kulit

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kemuning
Secara geografis, tumbuhan kemuning berasal dari daratan India, Asia

Selatan (Iskandar, 2005). Kemuning tumbuh secara perdu dengan tinggi bisa
mencapai 8 meter. Selain itu juga kemuning tumbuh liar di semak belukar,
kemuning juga dapat ditanam orang sebagai tanaman hias. Tempat tumbuhnya
dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 400 meter di atas
permukaan laut.
Daun tumbuhan ini dapat digunakan sebagai penurun kadar kolesterol
dalam darah dengan kandungan kimianya berupa tannin, flavanoid, steroid, dan
alkaloid (Harmanto, 2005).
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan kemuning adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae


Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Sapindales

Famili

: Rutaceae

Genus

: Murraya


Spesies

: Murraya paniculata (L.) Jack.

Nama Lokal

: Daun Kemuning

5
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Nama lain
Tumbuhan kemuning mempunyai nama lain adalah sebagai berikut:
1. Nama ilmiah : Murraya paniculata (L) Jack.
2. Nama daerah
Jawa : kamuning (Sunda), kemuning (Jawa Tengah), kamoneng (Madura)
Sumatera : kemuning (Melayu), kemunieng (Minangkabau) Bali : kemuning Nusa
Tenggara : kemuni (Bima), kemuning (Sumba), Sukik (Roti) Sulawesi : kamuning
(Menado, Makasar), kamoni (Bare), palopo (Bugis) Maluku : eschi (Wetar),

fanasa (Aru), kamoni (Ambon, Ulias), kamone (Buru).
3. Nama Asing : Jiu Li Xiang, Yueh Chu (C), Orange Jasmine (I), Ekangi, Bibzar
Koonti, Thanethha, May-Kay, Honey Bush, Cosmetic Box (Dalimartha, 1999).
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Kemuning termasuk tanaman semak atau pohon kecil, kemuning
bercabang dan beranting banyak. Tinggi tanaman sekitar 3-8 m. Batang kemuning
keras, beralur, dan tidak berduri. Daunnya majemuk bersirip ganjil dengan jumlah
anak daun antara 3-9 helai dan letaknya berseling. Helaian daun bertangkai
berbentuk telur, sungsang, ujung pangkal runcing, serta tepi rata atau sedikit
bergerigi. Panjang daun sekitar 2-7 cm dan lebar antara 1-3 cm. Permukaan daun
licin, mengkilap, dan berwarna hijau. Bunga kemuning majemuk dan berbentuk
tandan yang terdiri dari 1-8 bunga. Warnanya putih dan berbau harum. Bunga
kemuning keluar dari ketiak daun atau ujung ranting.
Buah kemuning berbentuk bulat telur atau bulat memanjang dengan
panjang 8-12 mm. Bila masih muda, buah berwarna hijau dan setelah tua menjadi
merah mengkilap. Di dalam buah terdapat dua buah biji (Iskandar, 2005)

6
Universitas Sumatera Utara


2.1.4 Sifat dan khasiat tumbuhan
Kemuning bersifat pedas, pahit, dan hangat. Selain berkhasiat sebagai
penurun kolesterol, kemuning juga berkhasiat sebagai pemati rasa (anastesia),
penenang (sedatif), antiradang, antirematik, antitiroid, penghilang bengkak,
pelangsing tubuh, pelancar peredaran darah, dan penghalus kulit (Iskandar, 2005).
Daun kemuning berkhasiat sebagai antitiroida (Ditjen POM, 2000).
2.1.5 Kandungan kimia
Daun kemuning mengandung cadinena, metil-antranilat, bisabolena, βkariopilena, geraniol, carane-3, eugenol, citronelol, metil-salisilat, s-guaiazulena,
osthol, paniculatin, tanin, dan coumurrayin (Iskandar, 2005). Daun kemuning
mengandung minyak atsiri, damar, tanin, dan glikosida murrayin (Ditjen POM,
2000).
2.2 Beras
Beras adalah butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang
menjadi dedak kasar (Sediotama, 1989). Beras adalah gabah yang bagian kulitnya
sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan
penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).
Beras (Oryza Sativa L.) mengandung beberapa zat aktif yang telah lama
diketahui memiliki aktivitas yang sangat baik untuk kulit seperti:
1. Ceramide: dapat meningkatkan produksi kolagen dan merupakan faktor
kunci untuk pemeliharaan kelembaban dan elastisitas kulit serta memiliki

efek whitening lebih kuat daripada Asam Askorbat (Vitamin C), Arbutin
dan Asam Ellagic sehingga kulit terlihat lebih muda.

7
Universitas Sumatera Utara

2. Gamma Oryzanol: memiliki aktivitas antioksidan 4 kali lebih kuat
dibandingkan dengan Vitamin E.
3. Asam Ferulat: merupakan salah satu antioksidan kuat yang berasal dari
tanaman dan memiliki efek yang sinergis dengan Vitamin C.
4. Allantoin: berfungsi sebagai keratolitik (mengangkat sel-sel kulit mati)
efektif dalam melembutkan dan menghaluskan kulit.
5. PABA (Para Amino Benzoic Acid): Berfungsi sebagai tabir surya.
(Anonim, 2012).
2.3 Simplisia dan Ekstraksi
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
ditetapkan (Ditjen POM, 1979). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang
dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
2.4 Metode Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, dengan cara dingin
dan cara panas.
1. Cara dingin dapat dilakukan dengan cara:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

8
Universitas Sumatera Utara

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan

bahan,

tahapan

maserasi

antara,

tahap

perkolasi

sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang
jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.
2. Cara panas dapat dilakukan dengan cara:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
dan pada umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 400-500’C.

9
Universitas Sumatera Utara

d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98’C selama
waktu 15-20 menit di penangas air, dapat berupa bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih.
E. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 1979).
2.5 Sabun
Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu tahun yang lalu.
Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik
pembuatan sabun dilupakan orang dalam zaman kegelapan (Dark Ages), namun
ditemukan kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun mulai meluas pada
bad ke-18.
Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada
zaman yang lampau. Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan lindi
(natrium hidroksida) dan karenanya terhidrolisis menjadi gliserol dan garam
natrium dari asam lemak. Dulu digunakan abu kayu (yang mengandung basa
seperti kalium karbonat) sebagai ganti lindi (lye = larutan alkali) (Fessenden dan
Fessenden, 1992).
2.5.1 Definisi sabun
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asamasam lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga
mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Sekali
penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan

10
Universitas Sumatera Utara


dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai bahan
baku dalam industri farmasi dan kosmetik (sifat melembabkan timbul dari gugusgugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah
penguapan air itu). Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih
untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl, dan gliserol. Zat tambahan (additive)
seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Suatu molekul
sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian
hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar,
sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut
dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel,
yakni segerombolan (50-150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air (Fessenden dan Fessenden,
1992).
Deterjen berasal dari kata detergene yang berarti “membersihkan”, yang
sesuai dengan tujuan semula pembuatan campuran itu. Pada awal abad ke-19 di
Jerman ditemukan bahan sintetik, sebagai bahan pencuci pakaian, dan dipakai
sebagai bahan pengganti konvensional yang disebut sebagai deterjen sintetik.
Terdapat berbagai nama lain deterjen sintetik yaitu: cleanser bar,
detergent bar, synthetic toilet soap. Istilah tension yang popular di Eropa

merupakan istilah yang semula lebih bersifat teknis untuk menamai mekanisme
kerja bahan-bahan ini, yaitu aktif di tegangan permukaan namun di negara lain
lebih sering disebut sebagai surfaktan (Wisitaatmadja, 2007).
2.5.2 Komposisi sabun
Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan

11
Universitas Sumatera Utara

garam alkali serta sabun yang bersifat deterjen saat ini dibuat dari bahan sintetik,
biasanya mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodoran, warna, parfum,
pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus.
6. Surfaktan
Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang
dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun
(asam lemak C16-C18). Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang
berbeda, baik secara fisik maupun kimia.
7. Pelembab
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak
saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak,
misalnya asam lemak bebas, gliserol, lanolin, paraffin lunak, dan minyak almon,
bahan sintetik ester asam sulfosuksinat. Bahan-bahan tersebut selain meminyaki
kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai pelembab (weating
agent).
8.

Antioksidan
Untuk menghindari kerusakan lemak, terutama bau tengik, dibutuhkan

bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxytoluene.
9. Anti prespiran
Anti prespiran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun
oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang
digunakan adalah TCC ( trichloro carbinilide).
10. Warna
Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang

12
Universitas Sumatera Utara

ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,010,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk
menimbulkan efek berkilau.
11. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.
Pewangi ini harus berada dalam pH dan wana yang berbeda pula. Setiap pabrik
memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat
pemakainya.
12. Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat
menurunkan pH sabun.
13. Bahan tambahan khusus
Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen,
maupun segi ekonomi dapat dimasukkan kedalam formula sabun. Dewasa ini
dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya menambahkan sukrosa dan
gliserin (Wisitaadmadja,1997).
2.5.3 Cara kerja sabun
Kemampuan sabun untuk menyingkirkan lemak dari pakaian juga
berpangkal dari “sejenis melarutkan yang sejenis”. Bila sabun bersentuhan dengan
minyak atau lemak yang mengotori pakaian , ekor hidrofob dari anion larut dalam
lemak. Minyak berangsur- angsur terpisah dari serat pakaian dan terbungkus
dalam misel yang menjerat minyak didalamnya. Misel mengemulsikan minyak
dan mempertahankannya dalam suspensi sehinggga dapat terbawa oleh air bilasan
(Brady, 1994).

13
Universitas Sumatera Utara

Surfaktan adalah prinsip kerja dari setiap deterjen, yang jika dilarutkan
kedalam

cairan

cenderung

memekat

pada

permukaan

cairan

tersebut.

Kesanggupan ini disebabkan sifat fisiokimia yang dualistik, yaitu mempunyai
bagian yang senang pada pelarut (filik) dan bagian yang tidak senang pada pelarut
(fobik). Jika pelarutnya air, maka surfaktan akan berada di batas antara air dan
yang dilarutkan dan tegak lurus terhadap batas tersebut dengan bagian yang
bersifat filik berada dalam air.
Dua jenis surfaktan yang dikenal, yaitu:
1. Surfaktan ionik, yakni surfaktan yang bila terlarut dalam pelarut (air) akan
terurai menjadi ion negatif dan positif.
2. Surfaktan nonionik (tidak berionisasi), misalnya poliglikol ester dan
alkohol jenuh.
Selain sebagai pelarut, surfaktan dapat bekerja sebagai pembasah,
pembentuk busa, dan pengemulsi. Pada sabun, surfaktan bekerja sebagai pelarut
(kotoran dan lemak), pengemulsi, dan pembentuk busa. Meskipun banyaknya
busa tidak mempengaruhi daya larut dan daya bersih sabun, namun masih banyak
orang menyukai busa sabun dalam pencucian.
2.5.4 Kegunaan sabun
Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun.
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar,
seperti tetesan-tetesan minyak.

14
Universitas Sumatera Utara

2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung
anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak
dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Fessenden & Fessenden,
1992).
Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang
bersifat sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak
atau minyak . Jadi sabun dapat bersifat sebagai emulgator (Poedjaji, 2004).
2.6 Jenis-jenis Minyak Pada Pembuatan Sabun
Menurut Rohman (2009), beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa
dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya:
1. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari
warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free
Fatty Acid), bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan
kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah
asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow
berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow
dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
2. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-

15
Universitas Sumatera Utara

40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur
dengan bahan lainnya.
4. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak
dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa.
5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa.

16
Universitas Sumatera Utara

Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi
dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asamasam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan
asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
9. Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak
zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
10. Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat
sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.

17
Universitas Sumatera Utara

2.7 Hiperpigmentasi
Hiperpigmentasi merupakan gangguan pigmentasi kulit dimana warna
kulit berubah menjadi lebih gelap (kecoklatan, keabuan, kebiruan, atau
kehitaman). Kelainan ini dapat mengubah penampilan dan menimbulkan keluhan
estetika bahkan gangguan psikososial (Sulistia, 2005).
Jenis-jenis hiperpigmentasi di antara lain adalah:
1. Melasma/Chloasma/hiperpigmentasi

adalah bercak berwarna coklat

kehitaman di kulit muka yang sangat khas, terdapat di daerah pipi dan
dahi, kadang-kadang bibir atas. Melasma sering timbul selama kehamilan,
akibat kontrasepsi suntik, akibat pemakaian kosmetika dan sinar matahari.
Melasma salah satu dari tiga jenis bercak yang biasa hinggap di kulit
wajah.
2. Dua lainnya yaitu keratosis seboroik yang permukaannya menonjol dan
freckles yang permukaannya datar. Keratosis seboroik terjadi akibat
pengaruh usia, dan biasanya menyerang kulit wajah wanita berusia 35
tahun ke atas. Pemicunya faktor keturunan dan paparan sinar matahari
yang terlampau intens.
3. EpHilide/Freckle adalah bercak-bercak hiperpigmentasi dengan ukuran
sebesar jarum pentul sampai sebesar kacang polong atau lebih besar lagi
dengan warna kecoklatan, coklat tua, dan umumnya terdapat di daerah
yang terkena sinar matahari: muka, leher, lengan dan tangan bagian luar,
tungkai. Kelainan ini sering bergerombol simetris kiri dan kanan. Karena
sinar matahari, kelainan ini bertambah hitam dan banyak.

18
Universitas Sumatera Utara

4. Pada orang tua disebut Ephelide senilis atau Liver Spot atau Lentigo
Senilis Sifat kelainan ini diturunkan. Timbul pada usia dewasa dan Tua.
Penyebabnya juga faktor keturunan dan bahkan bisa muncul sejak masih
kanak-kanak. Warnanya bervariasi mulai dari merah, kuning, cokelat
muda, sampai hitam. Yang jelas, bercak ini selalu lebih gelap
dibandingkan dengan warna kulit akibat dari timbunan pigmen gelap yang
disebut melanin. Seiring bertambahnya usia, freckles akan memudar jika
tidak terpapar sinar matahari.
2.7.1

Penyebab hiperpigmentasi
Penyebab hiperpigmentasi di antara lain adalah:

1. Faktor keturunan
2. Sinar matahari. Hal ini tergantung pada kuatnya sinar matahari (terutama
jam 09.00-15.00 ) dan lamanya terkena sinar matahari.
3. Kehamilan, akibat peningkatan hormon yang memacu produksi pigmen
kulit.
4. Obat-obat hormonal untuk Kontrasepsi (tablet, suntikan, susuk)
5. Kosmetik dengan bahan tertentu.
2.7.2

Daerah hiperpigmentasi:
Umumnya hiperpigmentasi sering menyerang daerah-daerah sebagai
berkut:

1.

Hiperpigmentasi umumnya menyerang bagian pipi, dahi, bibir bagian atas,
hidung, dan dagu. Meski bisa pula menyerang lelaki, flek ini lebih suka
hinggap di kulit wajah mulus perempuan.

19
Universitas Sumatera Utara

2.

Ia muncul ketika kulit dirangsang untuk memproduksi pigmen melanin
(zat pewarna tubuh) akibat kulit terpapar sinar ultraviolet (UV) dari
matahari. Oleh sebab itu, mereka yang tinggal di daerah tropis berpeluang
lebih besar terkena melasma ketimbang mereka yang tinggal di daerah
subtropics. (Suparyanto, 2010)

3. Melanin yang diproduksi di melanosit atau sel kulit ini berfungsi
melindungi lapisan kulit bagian dalam dari sinar jahat UV itu. Jika kulit
terus-menerus

terpapar

sinar

matahari,

otomatis

melanosit

terus

memproduksi melanin yang akhirnya menumpuk dan menimbulkan nodanoda hitam di wajah. Jika tidak ditangani, noda ini akan semakin melebar.
Selain bisa menimbulkan melasma, paparan sinar matahari yang terusmenerus pada kulit yang tidak terlindung bisa membuat kulit menjadi tua
sebelum waktunya (Narendra, 2008).
2.7.3

Pembagian hiperpigmentasi
Secara umum, hiperpigmentasi dapat dibedakan atas:

1. Hiperpigmentasi dangkal/epidermal. Terletak di lapisan epidermis kulit
paling sering berupa bercak kecil kecoklatan di daerah terpapar sinar
matahari (Efelid/freckles).
2. Hiperpigmentasi dalam/dermal. Terletak di lapisan dermis kulit. Misalnya
Nevus Ota.
3. Hiperpigmentasi bawaan
4. Hiperpigmentasi campuran. Dapat terletak di lapisan epidermis, dermis
maupun keduanya, seperti pada melasma (bentuk lebar pada dahi, pipi,
hidung, dan diatas bibir).

20
Universitas Sumatera Utara

5. Hiperpigmentasi pasca radang. Menyertai semua proses inflamasi kulit
seperti trauma, infeksi, gigitan serangga, jerawat, dll (Sheila, 2008).
2.7.4 Cara mencegah hiperpigmentasi
Cara mencegah hiperpigmentasi di antara lain:
1. Menghindari pemicu flek, yakni paparan sinar matahari, terutama pada
pukul 12.00-15.00. Jika terpaksa tidak bisa menghindari aktivitas di luar
ruangan pada siang hari, gunakanlah tabir surya atau sunblock.
2. Memperhatikan asupan makanan. Jangan memanjakan mulut, tapi
melupakan kulit. Maksudnya, konsumsi buah-buahan dan sayuran yang
mengandung antioksidan.
3. Berolahraga secara teratur.
4. Istirahat cukup.
5. Menghindari stres dengan melakukan yoga atau meditasi misalnya, serta
menggunakan perawatan dari dalam.
6. Dapat menggunakan krim yang berfungsi mengontrol penggandaan jumlah
sel kulit dan melanin berlebih (Narendra, 2008).
2.7.4

Dampak hiperpigmentasi:
Dampak dari hiperpigmentasi adalah wanita merasa tidak pede (percaya

diri) dengan penampilan wajahnya yang dihinggapi bintik-bintik hitam sehingga
banyak wanita yang berusaha untuk menghilangkan noda hitam dengan
menggunakan kosmetik yang sangat berbahaya. Kebanyakan wanita setelah
menggunakan kosmetik tidak menjadi putih terkadang bertambah hitam.
(Suparyanto, 2010).

21
Universitas Sumatera Utara

2.7.6 Pengobatan hiperpigmentasi:
Pengobatan Hiperpigmentasi bisa dilakukan dengan cara:
Pengobatan yang terbaik adalah pengobatan kausal, sehingga penting dicari faktor
penyebabnya. Selain itu penatalaksanaannya meliputi aspek kuratif dan preventif.
Perlu diingat, makin dalam letak pigmen dalam kulit, akan makin sulit
pengobatannya.
Secara umum penatalaksanaan hiperpigmentasi meliputi:
1. Pemakaian sun block/sun screen spektrum luas.
2. Terapi topikal, dengan menggunakan zat-zat pemutih seperti hidrokuinon
2-5% atau kombinasi dengan zat lain seperti tretinoin, steroid, dll.
3. Chemical peeling.
4. Mikrodermabrasi.
5. Laser (Q-Switched Ruby, Q-Switch-Nd).
Pemakaian tabir surya yang benar:
1.

Dioleskan ½ jam sebelum terkena matahari, sehingga diperoleh
perlindungan yang optimal.

2.

Oleskan tabir surya agak tebal terutama bila akan beraktifitas di bawah
sinar matahari.

3.

Kemampuan krim tabir surya melindungi wajah sekitar 4-5 jam sehingga
pemakaiannya perlu diulang.

4.

Bila melakukan olah raga berat atau berenang, pemakaian tabir surya perlu
diulang tiap 2 jam (Maramis, 2005).

2.8

Skin Analyzer
Skin analyzer

merupakan

sebuah

perangkat

yang dirancang untuk

22
Universitas Sumatera Utara

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi
untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,
melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.
Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasan pada skin analyzer
menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).
Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan
menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara
langsung disesuaikan dengan parameter dari masing-masing pengukuran yang
telah diatur sedemikian rupa pada alat tersebut. Ketika hasil pengukuran muncul
dalam bentuk angka, maka secara bersamaan kriteria hasil pengukuran akan
keluar dan dapat dimengerti dengan mudah oleh pengguna yang memeriksa
ataupun pasien. Parameter hasil pengukuran skin analyzer dapat dilihat pada Tabel
2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Pengukuran

Parameter

Moisture

Dehidrasi

Normal

Hidrasi

(kadar air)

0 – 29

30 – 50

51- 100

Evenness

Halus

Normal

Kasar

(Kehalusan)

0 – 31

32 – 51

52 – 100

Pore

Kecil

Besar

Sangat besar

(Pori)

0 – 19

20 – 39

40 – 100

Spot

Sedikit

Beberapa noda

Banyak noda

(Noda)

0 – 19

20 – 39

40 – 100

Wrinkle
(Keriput)

Tidak berkeriput
0 – 19

Berkeriput
20 – 52

Banyak keriput
53 – 100

(Sumber: Aramo, 2012)

23
Universitas Sumatera Utara