Aplikasi Beberapa Aktivator Untuk Merombak Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) Dari Danau Toba Menjadi Pupuk Organik

TINJAUAN PUSTAKA

Eceng Gondok
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) (Solms.) merupakan nama
daerah Sunda yang lebih dikenal dibandingkan dengan nama Indonesia (Melayu)
kehpuk, nama daerah lainnya adalah bengok, wewehan, lengok (Jawa). Eceng
gondok merupakan tumbuhan air yang terapung bebas atau tertanam dengan
sistem perakaran yang tertancap dalam lumpur pada perairan yang dangkal. Eceng
gondok sangat cepat memperbanyak diri secara vegetatif yaitu dengan
membentuk formasi tumbuhan baru melalui stolon. Pertumbuhan eceng gondok
sangat cepat dalam lingkungan yang menguntungkan. Hanya dalam waktu 6-15
hari kecepatan penutupan lahan dua kali lipat (Sutarno, et al., 1994)
Tanaman Eceng gondok dapat diklasifikasikan sebagai berikut Divisi:
Spermathophyta; Sub divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledonae; Suku:
Pontederiaceae, Genus: Eichornia; Jenis: Eichhornia crassipes. Eceng gondok
merupakan tanaman yang hidup mengapung di air tingginya sekitar 0,4-0,8 meter.
Tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan
pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan
daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk berbentuk
bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam.
Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar

serabut. Eceng gondok senang pada cahaya matahari dan tumbuh cepat dibawah
intensitas cahaya tinggi, serta toleran terhadap keberadaan komposisi kimia
diperairan, namun kurang toleran terhadap garam (Artati,et al., 2009)

4
Universitas Sumatera Utara

Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka.
Mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Beberapa
kerugian akibat pertumbuhan eceng gondok antara lain:
1. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daundaun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya
yang cepat.
2. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga
menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved
Oxygens).
3. Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan
sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
4. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang
kehidupannya masih tergantung dari sungai di beberapa daerah lainnya.
5. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.

6. Mengurangi keanekaragaman spesies yang tumbuh di perairan.
(Hajama, 2014).

Selain memberikan dampak negatif eceng gondok juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan pupuk kompos. Kandungan NPK yang dimiliki eceng
gondok (dalam % berat kering) masing- masing adalah 0,98 dan 1,52 N; 1,13 dan
1,945 P; 0,89 dan 1,39 K; 28,73 dan 15,36 C organik; serta rasio C/N 29,32 dan
10,11 ( Agneesia, 2009).
Menurut (Sutarno, et al., 1994) eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk
pupuk hijau, karena selain mengandung nitrogen dan fosfor juga kaya akan
kalium, dan juga dapat dimanfaatkan sebagai kompos dan mulsa, serta untuk

5
Universitas Sumatera Utara

6

memperbaiki kondisi lahan. Selain itu, daun dan tangkai yang muda dapat
digunakan sayur, pakan ternak, di perairan dapat dimanfaatkan untuk perangkap
ikan, mampu menyerap logam-logam berat yang mencemari perairan, dari tangkai

daunnya dapat diperoleh serat yang bisa digunakan untuk membuat barang
anyam-anyaman dan karung sebagai pengganti karung goni dan cocok pula
dicobakan untuk pembuatan kertas dan karton. Eceng gondok dapat juga
digunakan sebagai penghasil biogas dengan fermentasi anaerob yang baik.
Pemupukan
Menurut

Ilyin, et al., (2012)

usaha

yang

dapat

dilakukan

untuk

meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan pemupukan. Pupuk merupakan

material yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan
tanaman agar mampu berproduksi dengan baik, pupuk dapat dibuat dari bahan
organik ataupun an-organik. Bahan tersebut berupa mineral baik yang dihasilkan
oleh kegiatan alam atau diolah manusia dipabrik. Oleh karena itu, pengaruh pupuk
sangatlah besar, terutama menyangkut tiga hal yaitu membebaskan kation-kation
lain dari ikatannya, mempengaruhi struktur tanah, serta mempengaruhi
pertumbuhan dan daya tahan tanaman (Murbandono, 1992).
Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk
memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun
dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang, pupuk kompos). Terdapat dua
kelompok pupuk anorganik berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu
pupuk tunggal dan pupuk mejemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal terdapat
tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang

Universitas Sumatera Utara

7

berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K)
(Lingga dan Marsono, 2008).

Pupuk Organik
Pupuk organik atau disebut pula kompos adalah pupuk yang terbuat dari
bahan-bahan organik seperti daun-daun, batang ranting yang melapuk atau
kotoran ternak dan lain sebagainya (Indriani, 2004). Menurut Murbandono (1992),
pupuk organik merupakan hasil akhir atau hasil antara dari perubahan dan
penguraian bagian sisa-sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik berasal dari bahan
organik yang mengandung segala macam unsur baik makro maupun mikro, pupuk
organik diantaranya ditandai dengan ciri-ciri:
1.Nitrogen terdapat dalam bentuk persenyawaan organik sehingga mudah diserap
tanaman.
2. Tidak meninggalkan sisa asam anorganik di dalam tanah.
3. Mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi misalnya hidrat arang.
Berdasarkan keadaan fisiknya, pupuk organik dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat
adalah jenis pupuk organik yang bentuknya berupa padatan seperti pupuk
kandang, pupuk hijauan, kompos dan humus. Sedangkan, pupuk organik cair
adalah jenis pupuk organik yang bentuknya cairan. Contoh pupuk cair diantaranya
pupuk kandang, biogas, dan pupuk yang mengandung mikroorganisme seperti Bio
Sugih (Parnata, 2004). Menurut Lingga dan Marsono, (2008) sumber bahan
organik dapat berupa:

1. Pupuk kandang

Universitas Sumatera Utara

8

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa
kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing
(urine). Hal lain yang perlu diperhatikan dari pupuk kandang adalah adanya
istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas merupakan pupuk yang
penguraiannya berjalan sangat cepat sehingga terbentuk panas. Kelemahan dari
pupuk panas adalah mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai
secara sempurna sehingga banyak yang berubah menjadi gas. Sedangkan
pupuk dingin merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat lambat
sehingga tidak terbentuk panas.
2. Pupuk hijau
Disebut pupuk hijau karena yang dimanfaatkan yaitu bagian-bagian seperti
daun, tangkai dan batang tanaman tertentu yang masih muda. Tujuannya untuk
menambah bahan organik dan unsur-unsur lainnya kedalam tanah terutama
nitrogen.

3. Pupuk humus
Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, cabang dan batang yang
sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme di dalam tanah.
Ciri khas humus adalah berwarna hitam sampai cokelat tua, sifat humus tidak
berbeda dengan kompos yaitu humus mudah mengikat, merembeskan air dan
menggemburkan tanah.
3. Guano (kotoran burung liar)
Pupuk kotoran burung yang lazim disebut guano merupakan kotoran berbagai
jenis burung liar, kotoran burung banyak mengandung unsur hara bagi tanaman
karena berisi biji-bijian yang berasal dari tanaman. Salah satu kotoran burung

Universitas Sumatera Utara

9

yang hingga kini sangat terkenal kehebatannya sebagai pupuk adalah kotoran
kelelawar, pupuk ini kaya akan unsur hara seperti nitrogen 8-13%, fosfor 5-12
%, kalium 1,5-2,5%, kalsium 7,5-11%, magnesium 0,5-1% dan sulfur 2-3,5%. .
4. Kompos
Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan organik berupa

dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan dan sebagainya. Proses
pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia.
Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan
bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahanbahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain.
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk
hidup,pengunaan pupuk organik dapat memberikan banyak keuntungan
diantaranya:
1. Memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah
2. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air
3. Meningkatkan efektivitas mikroorganisme tanah
4. Sumber makanan bagi tanaman
5. Ramah lingkungan
6. Harganya lebih murah
7. Meningkatkan kualitas produksi
Selain dapat memberikan keuntungan, pupuk organik juga memiliki
beberapa kerugian yaitu:
1. Diperlukan dalam jumlah yamg sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara dari suatu tanaman.

Universitas Sumatera Utara


10

2. Pupuk organik yang berupa padatan memiliki kuantitas yang besar, sehingga
biaya pengangkutannya lebih mahal.
3. Kecepatan penyerapan unsur hara oleh tanaman lebih lama dibandingkan
dengan penyerapan unsur hara dari pupuk anorganik
4. Pada pupuk organik segar, penyebaran patogen penyebab penyakit lebih besar
dari pada pupuk organik yang telah mengalami proses fermentasi seperti
kompos.
5. Pada beberapa jenis pupuk organik kandungan hara yang terdapat didalamnya
beragam dan sulit diketahui secara pasti jumlahnya harus melalui proses
analisis.
(Parnata, 2004)
Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah pupuk yang sengaja dibuat oleh
manusia dalam pabrik dan mengandung unsur hara tertentu dalam kadar tinggi.
Pupuk anorganik digunakan untuk mengatasi kekurangan mineral murni dari alam
yang diperlukan tumbuhan dan pupuk anorganik dapat menghasilkan bulir hijau
dan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Mandasari, 2010).

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat secara komersil dengan
kandungan unsur-unsur yang terukur. Pupuk anorganik ada yang mengandung N
(ion amonium, ion nitrat, atau urea), P (ion phosphat dan K (ion kalium),
kelebihan dari pupuk ini adalah mudah pengangkutannya, penyimpanannya dan
penggunaannya. Sedangkan kelemahannya pupuk anorganik tidak menambah
humus tanah (Yulipriyanto, 2010). Menurut Murbandono, (1992) kandung unsur
hara dalam pupuk anorganik di bagi menjadi tiga golongan yaitu pupuk tunggal,

Universitas Sumatera Utara

11

pupuk majemuk dan pupuk Ca dan Mg. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang
mengandung satu jenis unsur hara misalnya Pupuk N, P, K. Pupuk majemuk
(compount fertilizer) merupakan pupuk yang mengandung NPK + unsur mikro.
Adapun pupuk Ca dan Mg adalah pupuk yang hanya mengandung Kalsium dan
Magnesium.
Menurut Lingga dan Marsono, (2008) keanekaragaman pupuk anorganik
sangat menguntungkan petani jika dipahami aturan pakainya, sifat-sifatnya dan
manfaatnya bagi tanaman. Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik yaitu

sebagai berikut:
1. Pemberiannya dapat terukur dengan cepat karena pupuk anorganik umumnya
takaran haranya pas.
2. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat.
3. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah yang cukup artinya kebutuhan akan
pupuk ini bisa dipenuhi dengan mudah asalkan ada uang.
4. Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlah relatifnya sedikit.
Kompos
Kompos disebut juga sebagai pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari
bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Sumber bahan organik yang umum dimanfaatkan
Asal
1. Pertanian

Bahan

- Limbah dan residu tanaman

Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan
tongkol jagung, semua bagian vegetatif
tanaman, batang pisang, sabut kelapa.

- Limbah dan residu ternak

Kotoran padat, limbah ternak cair,limbah
pakan ternak, cairan biogas.

- Pupuk hijau

Glirisida, terrano, mukuna, turi, lamtoro,

Universitas Sumatera Utara

12

- Tanaman air

- Penambat nitrogen
2. Industri
- Limbah padat

- Limbah cair

3. Limbah rumah tangga dan sampah

albisia, dll.
Azoka, gangang biru, eceng gondok, gulma
air dll.
Mikroorganisme, mikoriza, rhizobium, biogas
Serbuk gergaji kayu,blotong, kertas, ampas
tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan
makanan dan limbah pemotongan hewan
Alkohol, ajinomoto, limbah pengolahan kertas,
limbah pengolahan minyak kelapa sawit.
Tinja, urin, sampah rumah tangga, sampah
kota dll.

(Indriani, 2003)

Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi
bagi tanaman, bahan dasar kompos mengandung selulosa 15%-60%, hemiselulosa
10%-30%, lignin 5%-30%, protein 5%-40%, bahan mineral (abu) 3%-5%,di
samping itu terdapat bahan larut mineral air panas dan dingin (gula, pati, asam
amino, urea, garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan
alkohol, minyak dan lilin. Komponen organik ini mengalami dekomposisi
dibawah kondisi mesofolik dan termofolik (Sutanto, 2002).
Kandungan rata- rata hara kompos dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Kandungan rata-rata hara kompos
Komponen
Kadar air
C-Organik
N
P2O5
K2 O
Ca
Mg
Fe
Al
Mn

Kandungan (%)
41,00 – 43,00
4,83 – 8,00
0,10 – 0,51
0,35 – 1,12
0,32 – 0,80
1,00 – 2,09
0,10 – 0,19
0,50 – 0,64
0,50 – 0,92
0,02 – 0,04

Sumber : Dari beberapa pupuk organik yang beredar di pasaran s/d 2002 (Musnamar,

2003).

Universitas Sumatera Utara

13

Tanaman yang dipupuk dengan kompos cenderung lebih baik kualitasnya
dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia jenis lainnya. Kompos
memiliki banyak manfaat ditinjau dari berbagai macam aspek:
Aspek ekonomi
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bahan asalnya
Aspek lingkungan
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
(Nugroho, 2012).
Kompos juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan
dapat meningkatkan penyerapan unsur hara dari pupuk mineral oleh tanaman.
Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah
kandungan humusnya, humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya

Universitas Sumatera Utara

14

dapat melarutkan zat besi (Fe) dan alumanium (Al) sehingga fosfat yang terikat
besi dan alumanium akan lepas dan dapat diserap tanaman. Selain itu, humus
merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai
bahan makanan untuk tanaman. Jenis kandungan kimiawi kompos dapat dilihat
pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Analisis kimia kompos
Bahan
Nitrogen (%)
P2O5 (%)
K2O(%)
Humus(%)
Kalsium(%)
Zat besi(%)
Seng (ppm)
Timah (ppm)
Tembaga (ppm)
Kadmium (ppm)
pH

Kadar
1,33
0,83
0,36
53,70
5,61
2,1
285
575
65
5
7,2

(Djuarnani dkk.,2005)
Pengomposan
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pengomposan pada dasarnya
merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat
proses dekomposisi bahan organik. Mikroba tersebut adalah bakteri, fungi, dan
jasad renik lainnya. Pengomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama,
yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan, tergantung dari bahan dasarnya.
Pengomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan
bantuan mikroorganisme seperti, aktivator yang tersedia di pasaran antara lain:
OrgaDec, Stardec, EM-4, Fix-Up Plus, Harmony dll. Oleh karena itu, para ahli
melakukan berbagai upaya untuk mempercepat proses pengomposan, beberapa
hasil penelitian proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu 1-1,5
bulan tergantung dari bahan dasarnya (Indriani, 2003)

Universitas Sumatera Utara

15

Menurut Yulipriyanto, (2010) proses pengomposan dapat terjadi dalam
kondisi aerobik maupun anaerobik. Pengomposan aerobik adalah penguraian
bahan-bahan organik dalam keadaan ada oksigen (O2) di udara, sedangkan
pengomposan anaerobik dalam kondisi tanpa oksigen. Proses aerobik akan
menghasilkan CO2, air dan panas. Proses anerobik menghasilkan metana (alkohol)
CO2, dan senyawa antara seperti asam organik. Dalam Pengomposan anaerobik
sering menimbulkan bau yang tajam sehingga teknologi pengomposan banyak
ditempuh dengan cara aerobik.
Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat,
selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air 2) zat putih telur
menjadi amoniak, CO2 dan air 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa
yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar karbohidrat akan
hilang atau turun (Indriani, 2003). Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai
nisbah C/N bahan organik menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N
adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di
dalam suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang
memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat
diserap oleh tanaman (Djuarnani dkk, 2005).
Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan
1. Nilai C/N Bahan
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N)
dalam satuan bahan. Bahan organik yang mempunyai C/N yang tinggi berarti
masih mentah. Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan bila
langsung diberikan ke dalam tanah. Umumnya masalah utama pengomposan

Universitas Sumatera Utara

16

adalah kadar rasio C/N yang tinggi. Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan
perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik atau dengan
menambahkan kotoran hewan karena hewan mengandung banyak senyawa
nitrogen (Yuwono, 2005).
C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah. Penambahan bahan
organik yang nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan
karena mikroorganisme tanah menyerang sisa pertanaman. C/N juga berfungsi
menyeimbangkan ketersediaan nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Apabila bahan organik yang diberikan ke tanah mempunyai nisbah C/N yang
tinggi,

maka

mikroorganisme

tanah

dan

tanaman

akan

berkompetisi

memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah (Sutanto, 2002).
Menurut Yulipriyanto (2010), proporsi antara karbon dan nitrogen bahan
organik yang dikomposkan mempunyai kekhususan, karbon kadang-kadang
bertindak sebagai sumber energi penyusun penting bagi mikroorganisme dan
nitrogen sangat esensial untuk sintesa asam amino, protein dan asam nukleat.
Perbandingan

C/N

yang

ideal

adalah

sekitar

30

bagi

pertumbuhan

mikroorganisme.
2. Ukuran bahan
Semakin kecil ukuran bahan baku maka semakin cepat proses pengomposan
karena

permukaan

bahan

baku

akan

bertambah

dan

mempermudah

mikroorganisme melakukan penguraian atau dekomposisi. Bahan organik yang
memiliki ukuran yang besar sebaiknya dicacah, dirajang atau dibagi-bagi terlebih
dahulu namun pencacahan harus disesuaikan berdasarkan bahan organik tersebut.

Universitas Sumatera Utara

17

Bahan yang keras sebaiknya berukuran 0,5-1cm, sedangkan bahan yang tidak
keras dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm.
3. Jumlah mikroorganisme
Biasanya dalam proses ini mikroorganisme yang bekerja meliputi bakteri,
fungi, actinomycetes dan protozoa. Berikut ini beberapa mikroorganisme yang
terlibat di dalam proses pengomposan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 4. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok organisme

Organisme

Mikroflora

Bakteri
Aktinomicetes
Kapang
Protozoa
Jamur tingkat tinggi (fungi)
Cacing tanah, rayap, semut,
kutu dll.

Mikrofauna
Makroflora
Makrofauna

Jumlah/g
Kompos
108-109
105-108
104-106
104-105

Sumber : Sutanto, 2002
4. Kelembaban dan Aerasi
Menurut Mulyono, 2014 dalam hajama 2014 menyatakan bahwa kelembaban
memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan
secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Pada umumnya mikroorganisme
yang bekerja dengan kelembaban sekitar 40%-60%, kondisi tersebut perlu dijaga
agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih
rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak bekembang
atau mati.

Universitas Sumatera Utara

18

Aerasi merupakan salah satu kunci penting yang mempengaruhi proses
pengomposan. Aerasi berkaitan dengan pengaturan udara terutama pada proses
pengomposan aerobik yang memerlukan udara. Dalam pelaksanaannya aerasi
dilakukan dengan cara membolak balikkan bahan organik yang dikomposkan agar
seluruh bahan yang terdekomposisi dapat dialiri oksigen. Aerasi berguna untuk
memindahkan gas-gas limbah (CO2), memindahkan panas dan kelembapan, serta
menghasilkan energi. Kekurangan udara (anaerobik) akan mengakibatkan
perubahan jenis mikroorganisme, pH, dan kompos yang dihasilkan berbau.
(Yulipriyanto, 2010).
5. Temperatur
Temperatur adalah satu indikator penting atau kunci di dalam pembuatan
kompos. Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan
oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan
untuk mengukur seberapa baik system pengomposan bekerja, disamping itu juga
dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi, jika
kompos naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa
campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan nitrogen dan carbon dan
cukup mengandung air (kelembaban cukup) untuk menunjang pertumbuhan
mikroorganisme (Susetya, 2010).
Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 40°C - 50°C selama 3
minggu karena pada tingkatan suhu tersebut bakteri akan bekerja secara optimal
sehingga penurunan C/N rasio berjalan sempurna dan mampu memberantas
bakteri patogen maupun biji gulma. Menurut Indriani, (2003) temperatur optimal
sekitar 30-500C (hangat), bila temperatur terlalu tinggi mikroorganisme akan mati,
sebaliknya, bila temperatur relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja

Universitas Sumatera Utara

19

atau dalam keadaan dorman, maka proses pengomposan akan menghasilkan panas
sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan pembalikan.
6. Keasaman (pH)
Kisaran pH kompos yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral) karena dapat
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Oleh karena itu, tambahan kapur atau
abu dapur untuk menaikkan pH sering digunakan dalama proses pengomposan
(Sutedjo, 2002). Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses
dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral
sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5,5 sampai 8 tidak sama dengan
bakteri 6,0-7,5 maupun aktinomicetes pH