Respon Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Family Development Session (FDS) di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan permasalahan kesejahteraan sosial yang kompleks dan

multidimensional,

yang

dapat

ditandai

dengan

keberadaan

pengangguran,


keterbelakangan dan ketidakberdayaan masyarakat. Kemiskinan tidak hanya
dipahami sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak
dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam
menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang dimaksud secara
umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, dan pendidikan.
Kemiskinan yang dialami masyarakat dalam jangka waktu yang lama dapat
mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat hingga dapat menyebabkan
terbentuknya budaya miskin. Mental masyarakat yang sudah terkena budaya miskin
akan melemah dan muncul sikap fatalistik. Lebih jauh lagi kemiskinan akan menjadi
sebuah lingkaran yang tidak ada ujungnya.
Kemiskinan menjadi masalah serius yang dihadapi oleh Indonesia.
Kemiskinan bahkan menjadi perhatian utama bagi seluruh penduduk dunia. Adanya
Pertemuan Puncak Milenium di New York pada September 2000 telah menghasilkan
Deklarasi Milenium. Dalam deklarasi tersebut dirumuskan The Millenium
Development Goals (MDGs) yang merupakan delapan tujuan yang hendak
diwujudkan sampai tahun 2015. Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem
ditempatkan pada urutan pertama dalam delapan tujuan tersebut. Kemiskinan
menjadi momok yang menakutkan bagi siapa saja dan menjadi masalah
1

Universitas Sumatera Utara

ketidakberhasilan

dalam

pembangunan

ekonomi

sehinggakemiskinanyang

menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang terjadi di masyarakat, seperti
kelaparan (Kompasiana, 2015).
Menurut data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah penduduk Indonesia
yang ada pada garis kemiskinan di daerah perkotaan naik sebanyak 0,29 juta orang
(dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta orang pada Maret
2015), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta
orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015). Jumlah ini
berarti 11,22% dari keseluruhan penduduk di Indonesia. Dan jumlah ini seringkali

bertambah jika ternyata ada kebijakan kenaikan BBM atau kenaikan bahan pokok
makanan. Kondisi seperti ini berdampak negatifpada aspek kesehatan dan
pendidikan. Kemiskinan mengakibatkan sulitnya mengakses pelayanan kesehatan
dan pendidikan. Jadi, Indonesia secara nyata menghadapi masalah kemiskinan yang
berdampak pada masalah kesehatan dan pendidikan (Badan Pusat Statistik, 2015).
Tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat
pendidikan dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin
menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan
kesehatan untuk taraf minimal sekalipun. Dampak selanjutnya dari kondisi tersebut
adalah menurunnya produktivitas keluarga. Keluarga miskin akhirnya terjebak dalam
lingkaran kemiskinan. Keluarga miskin tidak berdaya untuk keluar dari kemiskinan.
Keluarga miskin membutuhkan intervensi dari pihak lain untuk dapat keluar dari
lingkaran kemiskinan tersebut.
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil pada keluarga sangat miskin sering tidak
memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan
atau bahkan sampai menyebabkan kematian bayi dan kematian ibu. Tingginya angka

2
Universitas Sumatera Utara


kematian ibu ini disebabkan oleh tidak adanya kehadiran tenaga medis pada
kelahiran, fasilitas kesehatan yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan tindakan, atau
masih banyaknya rumah tangga miskin yang lebih memilih tenaga kesehatan
tradisional daripada tenaga medis lainnya.
Begitu juga dengan kebutuhan pendidikan, keluarga sangat miskin tidak dapat
memenuhi pendidikan anaknya. Rendahnya kondisi kesehatan keluarga sangat
miskin berdampak dengan tidak optimalnya proses tumbuh kembang anak, terutama
pada usia 0-5 tahun. Gizi kurang berdampak buruk pada produktivitas dan daya tahan
tubuh seseorang sehingga menyebabkannya terperangkap dalam siklus kesehatan
yang buruk. Seringnya tidak masuk sekolah karena sakit dapat menyebabkan anak
putus sekolah. Kondisi kesehatan dan gizi mereka yang umumnya buruk juga
menyebabkan mereka tidak dapat berprestasi di sekolah. Sebagian dari anak-anak
keluarga sangat miskin ada juga yang sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah
karena harus membantu keluarganya mencari nafkah. Meskipun angka partisipasi
sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus sekolah
atau tidak melanjutkan ke SMP/MTs. Kondisi ini menyebabkan kualitas generasi
penerus keluarga miskin senantiasa rendah dan akhirnya terperangkap dalam
lingkaran kemiskinan.
Berbagai indikator pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya bidang pendidikan
dan kesehatan bagi RTSM perlu ditingkatkan sejalan dengan upaya pemerintah

dalam membangun sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan serta
meluncurkan program-program yang ditujukan bagi keluarga miskin yang
menyebabkan keterbatasan pengetahuan dari anak tersebut.

3
Universitas Sumatera Utara

Dalam

rangka

percepatan

penanggulangan

kemiskinan

sekaligus

pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, Pemerintah Indonesia sejak

tahun 2007 telah melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). Selama
perjalanannya, PKH mulai dikenal dan terkenal hampir di pelosoknegeri Indonesia.
Adapun untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, PKH beroperasi semenjak tahun
2008, yakni Kota Medan, Kabupaten Nias dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Diakhir
tahun 2014, sudah tercatat 21 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara
yang telah bergabung. Pada tahun 2015, seluruh kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Sumut telah bergabung sebanyak 33 kabupaten/kota (Rakor, 2015).

60.463
(25%)
2.598
(1%)

126.940
(52%)
55.237
(23%)
ANAK SD
ANAK SMP
IBU HAMIL

BALITA

Diagram Persentase Anggota Rumah Tangga KSM Program Keluarga Harapan Tahap I Tahun
2015 di Provinsi Sumatera Utara

Dari penjelasan diagram persentase di atas, dapat dilihat bahwa bahwa anggota
rumah tangga peserta PKH tahap I tahun 2015 di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari
4 kategori, yaitu ibu hamil, balita, anak usia SD dan anak usia SMP. Jumlah
terbanyak adalah anggota rumah tangga dengan kategori anak usia SD (52%),
selanjutnya adalah kategori balita (25%), kemudian kategori anak usia SMP (23%).
Jumlah paling sedikit adalah kategori ibu hamil (1%) dari semua anggota rumah
tangga peserta PKH (Rakor, 2015).
4
Universitas Sumatera Utara

Diagram tersebut juga menjelaskan bahwa partisipasi pada kategori ibu hamil
sangat minim.Salah satu penyebab dalam hal ini ialah kesalahan paradigma dan
kekeliruan pada mindset (pola pikir) dari peserta tersebut mengenai tujuan dan
manfaat dari PKH itu sendiri. Masih banyak rumah tangga miskin yang lebih
memilih tenaga kesehatan tradisional daripada tenaga medis lainnya. Hal tersebut

mencerminkan bahwa PKH belum mampu merubah pola pikir. Pada konteks ini
diperlukan upaya peningkatan pengetahuan bagi para penerima program.
Secara nyata PKH memang berdampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan
dasar keluarga sangat miskin, namun masih belum optimal terutama yang berkaitan
dengan faktor kultural dalam kemiskinan. PKH belum menyentuh perubahan pola
pikir keluarga terhadap masa depan dan peningkatan etos kerja melalui pendidikan
keluarga. Dalam penelitian yang dilakukan, Bappenas juga menyebutkan perlunya
pendekatan multidimensi dalam PKH. Pada konteks ini diperlukan upaya
peningkatan pengetahuan bagi para penerima program. Salah satu cara yang bisa
dikembangkan dalam PKH adalah dengan memberikan pengetahuan tambahan bagi
para pendamping tentang “best practice” pendidikan dan kesehatan sehingga mereka
bisa mendesiminasikan informasi tersebut kepada ibu-ibu peserta program
(Bappenas, 2009:59).
Pelaksanaan PKH menggunakan strategi transformasi. Program ini patut
dibanggakan dan didukung karena mengupayakan perubahan perilaku yang lebih
baik melalui pemberian bantuan dengan syarat-syarat tertentu dalam bidang
pendidikan dan kesehatan. Sampai saat ini program ini terus dikembangkan ke
daerah-daerah lain sehingga Kementerian Sosial terus melaksanakan rekrutmen
pendamping sampai tahun 2014. Hal ini dikarenakan program ini cukup berhasil
menurunkan angka kemiskinan di Indonesia (Kemensos, 2014).


5
Universitas Sumatera Utara

Sesuai siklus manajemen program, pada tahun 2013 telah dilaksanakan
kegiatan resertifikasi kepesertaan PKH yang direkrut pada tahun 2007 untuk
menentukan fase pendampingan kepada KSM. Data yang diperoleh dari hasil
resertifikasi akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan
keberlanjutan kepesertaan dalam PKH. Resertifikasi yang dilakukan pada tahun ke-6
kepesertaan dimaksud akan menghasilkan 2 bentuk implikasi. Pertama adalah status
transisi,

yaitu

KSM

dikategorikan

masih


berada

dalam

kondisi

yang

mengharuskannya tetap berada dalam program. Untuk KSM yang pada tahun ke-6
masih dalam status transisi dimaksud disamping masih mendapatkan bantuan PKH,
juga diberikan penguatan kapasitas keluarga dalam bentuk sesi pengembangan
keluarga. Dengan ini, KSM akan dihubungkan dengan program Family Development
Session (FDS) yang nantinya diharapkan dapat mengubah pola pikir KSM untuk bisa
menjalani kehidupan keluarga yang sederhana dan mapan tanpa ada lagi bantuan dari
PKH, yang meliputi 4 aspek, yaitu pendidikan, ekonomi, kesehatan dan perlindungan
anak. Kedua adalah status graduasi, yaitu KSM yang sudah dinyatakan “lulus”
(graduated) dan dirujukkan untuk mendapatkan pelayanan lanjutan berupa
penguatan dan pemberdayaan sosial ekonomi melalui Kelompok Usaha Bersama
(KUBE) dan Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi lainnya (Kemensos, 2014).
Program FDS ini akan menjadi program baru oleh Kementerian Sosial yang

bekerja sama dengan World Bank dan Unicef untuk memberikan pelatihan kepada
KSM melalui pendampingnya agar KSM tersebut mengerti tentang pola hidup yang
sederhanan dan mapan. KSM akan mengimplementasikan materi-materi FDS
tersebut dalam kehidupan sehari hari sehingga masalah-masalah sosial yang
membelitnya bisa teratasi dan dapat menjalani pola hidup yang terus maju untuk
terlepas dari garis kemiskinan. Adanya program FDS dalam PKH ini menjadi

6
Universitas Sumatera Utara

salahsatu upaya pemerintah melakukan pendekatan multidimensional dalam
penanggulangan kemiskinan (Kemensos, 2014).
Program FDS ini belum dijalankan di seluruh kecamatan di Kota Medan
dikarenakan hasil resertifikasi yang belum rampung untuk peserta PKH di wilayah
tersebut dan seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa pendamping PKH yang
boleh menjalankan program ini harus mengikuti diklat FDS terlebih dahulu. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana respon peserta PKH terhadap
program FDS yang tergolong program baru ini.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pendamping, kecamatan Medan Amplas
merupakan salah satu kecamatan yang sudah menjalankan program ini. KSM yang
terdaftar mengikuti PKH dan mengikuti program FDS di kecamatan Medan Amplas
ada 733 KSM. Dalam hal ini peneliti memilih lokasi penelitian di kelurahan Timbang
Deli karena di lokasi ini seluruh peserta PKH sudah mengikuti program FDS dan
menurut peneliti di kelurahan ini masih banyak peserta PKH yang belum memiliki
mindset (pola pikir) yang maju dalam mengubah paradigma peserta menjadi lebih
baik.
Menurut Bapak Parningotan Harahap, selaku pendamping di Kelurahan
Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas bahwasanya penting untuk menjalankan
program FDS sejak dini. Pendamping berasumsi dengan menjalankan program FDS
sejak dini, maka akan mempercepat penyelesaian masalah kemiskinan khususnya
yang berkaitan dengan pola pikir keluarga miskin. FDS dianggap sebagai strategi
yang tepat untuk mengubah pola pikir keluarga miskin. Semakin dini program FDS
dijalankan, maka semakin cepat pula PKH akan mengentas kemiskinan.

7
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disajikan, penulis tertarik untuk
mengangkat judul “Respon Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Family
Development Session (FDS) di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan
Amplas”.

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana respon masyarakat
dalam pelaksanaan program Family Development Session (FDS) di Kelurahan
Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas?”

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon masyarakat

dalam pelaksanaan program Family Development Session (FDS) di Kelurahan
Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
rangka:
a. Secara akademis, menambah referensi dalam pengembangan model kebijakan
sosial, khususnya mengenai program Family Development Session (FDS).
b. Secara praktis, memberikan kontribusi dalam pengembangan konsep dan teori
yang berkenaan dengan kebijakan sosial.

8
Universitas Sumatera Utara

1.4

Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I

:

PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.

BAB II

:

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep dan teori yang berkaitan
dengan masalah/objek yang diteliti, kerangka pemikiran,
definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III

:

METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis
data.

BAB IV

:

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana
penulis melakukan penelitian.

BAB V

:

ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian serta analisis pembahasannya.

BAB VI

:

PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
yang telah dilakukan.

9
Universitas Sumatera Utara