KONDISI DANAU DI INDONESIA DAN STRATEGI (1)

KONDISI DANAU DI INDONESIA DAN STRATEGI
PENGELOLAANNYA
Gadis Sri Haryani
Pusat Penelitian Limnologi-LIPI
gadis@limnologi.lipi.go.id

ABSTRAK
Danau merupakan ekosistem perairan darat yang keberadaannya sangat penting bagi
kehidupan manusia. Selain sebagai sumber air minum dan sumber air untuk keperluan seharihari, danau juga dimanfaatkan sebagai sumber air baku industri, sarana transportasi air, irigasi,
pariwisata, serta sumber protein dari perikanan. Pemanfaatan yang multisektor serta adanya
aktivitas di kawasan sekitar danau menyebabkan kondisi ekosistem danau mengalami degradasi
yang semakin berat hingga saat ini. Indonesia sebagai negara yang memiliki lebih dari 840 danau
yang indah dan unik, perlu melakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan di
ekosistem danau agar danau tetap dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Ada 8 strategi
yang diusulkan dalam tulisan ini sebagai alternatif solusi pengelolaan danau secara
berkelanjutan.
Kata Kunci: danau, Indonesia, strategi, pengelolaan

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat besar, salah
satunya adalah ekosistem danau. Jumlah danau di Indonesia lebih dari 740 buah

dengan luas genangan lebih dari 685.700 ha. Ekosistem danau merupakan
tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya di masa kini
dan masa mendatang, karena ekosistem danau menyediakan sumberdaya alam
yang produktif baik sebagai sumber air baku untuk minum dan kebutuhan seharihari, sumber protein, mineral dan energi, media transportasi, maupun sebagai
kawasan wisata.Tipologi danau di Indonesia sangat bervariasi dan sebagian besar
danau di Indonesia merupakan danau alami .
Jumlah danau di Indonesia mencapai 840 danau besar dan kecil. Di Pulau
Sumatera terdapat 170 danau dengan jumlah luas maksimum 3.700 km2, di Pulau
Kalimantan 139 danau dangan luas maksimum 1.142 km2, di Pulau Jawa dan Bali
sebanyak 31 danau luas total 62 km2, di Pulau Sulawesi ada 30 danau dengan luas
1.599 km2, dan di Pulau Papua ada 127 danau dengan luas lebih dari 600 km2
(Giesen, 1991). Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa Sumatera
memiliki paling banyak danau dan Sulawesi memiliki luas rata-rata danau yang
paling besar. Sumatera memiliki danau yang terbesar yaitu Danau Toba dengan
!"

1

luas badan air hampir 1.200 km2, kedalaman maksimum yang diukur pada tahun
2002 adalah 505 m (529 m pada tahun 1933) dengan permukaan air danau pada

902,5 m di atas permukaan laut (Haryani & Hehanussa, 2002).
Banyak danau di Sumatera merupakan danau tektonik dan volkanotektonik dengan kolom air yang oligotrofik dengan kedalaman besar, tebing dasar
danau yang curam dan dasar yang rata seperti terlihat di Danau Toba, Singkarak,
dan Maninjau. Di Sulawesi juga dijumpai sejumlah danau tektonik dengan sifat
badan air oligotrofik, tebing sekeliling danau dan dinding dasar danau yang curam
seperti Danau Matano, Towuti, Poso, dan Lindu. Sejumlah danau di Papua juga
memperlihatkan dasar danau yang curam seperti di Danau Sentani dan Paniai
meski dengan kedalaman yang tidak terlalu besar. Di Pulau Kalimantan pada
umumnya danau dangkal dan tidak terkait dengan gerak tektonik. Anomali yang
terlihat di Jawa karena tidak ada danau besar. Pulau Bali memiliki empat danau
yang unik karena tidak ada aliran sungai yang mengalir keluar, sedang di Lombok
terdapat Danau Segara Anak pada lereng Gunung Rinjani dengan kedalaman
200m.
Pembangunan yang merupakan proses perubahan untuk meningkatkan taraf
hidup manusia, juga tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam
seperti ekosistem danau. Aktivitas ini sering menyebabkan perubahan-perubahan
yang berdampak terhadap ketersediaan sumberdaya alam dan memberikan
pengaruh pada kualitas lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan, makin
tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan semakin besar pula
perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup. Eksploitasi danau sebagai

sumberdaya alam yang tidak disertai kearifan menimbulkan berbagai masalah
besar, seperti kerusakan sumberdaya alam, hilangnya sumberdaya dan timbulnya
berbagai limbah, yang berakibat pada penurunan kualitas lingkungan hidup.
Di Indonesia, seperti halnya di negara-negara lain di dunia, pemanfaatan
ekosistem danau semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang
saat ini sudah mencapai 250 juta orang. Hal ini akan mendorong meningkatnya
permintaan terhadap kebutuhan sumberdaya dan jasa lingkungan. Selain itu,
pemanfaatan, danau di Indonesia bersifat multistakeholders dan ekosistem danau
sebagian besar melintasi batas administrasi pemerintahan. Hal ini mengakibatkan

!"

2

ekosistem danau mengalami tekanan yang berlebihan sehingga berakibat pada
terjadinya kerusakan danau dan lingkungannya. Laju kerusakan danau-danau di
Indonesia sangat cepat (pencemaran air oleh limbah KJA/Karamba Jaring Apung,
domestik, peternakan dan pertanian, pariwisata, pendangkalan dan penyusutan
luas, dll). Rusaknya lingkungan danau disebabkan oleh kurangnya pemahaman
kaidah-kaidah


lingkungan,

khususnya

penanganan

permasalahan

yang

mempengaruhi ekosistem danau.
Pemanfaatan kawasan sumberdaya ekosistem danau seyogyanya selaras
dengan pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan keberlanjutan ekologi.
Untuk itu diperlukan pengelolaan danau terpadu yang berbasis pada pendekatan
ekologis.

Pengelolaan danau secara terpadu merupakan suatu pendekatan

pengelolaan wilayah perairan danau yang tidak hanya pada wilayah badan airnya

saja, namun juga termasuk daerah tangkapan air dan juga daerah tepian danau
(zona

ekoton

riparian),

serta

sumberdaya,

dan

kegiatan

pemanfaatan

(pembangunan) secara terpadu dengan lingkungannya. Dengan demikian
pengelolaan danau secara terpadu merupakan landasan dalam pembangunan
berkelanjutan maupun kelestarian lingkungan.

PERANAN DANAU DALAM SIKLUS HIDROLOGI
Air yang ada di bumi ini jumlahnya senantiasa tetap dan mengalami suatu
pergerakan dalam suatu siklus yang disebut siklus hidrologi atau daur air. Siklus
hidrologi dimulai dengan penguapan air dari permukaan air (baik air laut maupun
air tawar). Uap yang dihasilkan diangkut oleh udara yang bergerak, pada kondisi
tertentu uap tersebut dipadatkan membentuk awan-awan, yang selanjutnya
berubah menjadi presipitasi. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebagian
mengenai tanaman, dan sebagian lagi langsung ke permukaan bumi, air ini ada
yang dikembalikan lagi ke atmosfer melalui penguapan (evaporation), dari
permukaan tanah atau permukaan air, dan penguapan melalui tanaman yang kita
sebut transpirasi (transpiration). Sebagian lagi mengalir melalui permukaan dan
bagian atas tanah menuju aliran sungai, sementara lainnya masuk lebih jauh ke
dalam tanah menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh
gaya gravitasi, aliran air permukaan (surface run-off) dan air tanah sama-sama
bergerak menuju tempat yang lebih rendah yang pada akhirnya menuju laut.
!"

3

Tetapi sebagian air tersebut, sebelum sampai ke laut, dikembalikan lagi ke

atmosfer oleh penguapan dan transpirasi. Sirkulasi yang kontinu antara air laut
dan air daratan ini berlangsung terus-menerus. Air permukaan dan air tanah yang
dibutuhkan untuk kehidupan adalah air yang terdapat dalam proses siklus
hidrologi. Jadi jika sirkulasi ini tidak merata baik ruang maupun waktu, maka
akan terjadi bermacam-macam kesulitan. Jika terjadi sirkulasi yang lebih, seperti
banjir, maka harus dilakukan pengendalian banjir. Jika terjadi sirkulasi yang
kurang, maka kekurangan air ini harus ditambah dalam suatu usaha pemanfaatan
air.
Pada dasarnya air tawar (air sungai, air danau, dan air tanah) yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia hanya sebagian kecil dari total air yang ada di bumi
yaitu kurang lebih hanya 0,61 %, yang berbentuk es sebesar 2,14 %, dan yang
terbesar adalah air laut 97,3 %. Volume air danau hanya 0,1% dari jumlah air
yang ada di bumi. Jumlah air di bumi yang melimpah sebagian besar tidak dapat
dimanfaatkan oleh manusia karena bagian terbesar berupa air asin (97%)
sedangkan air tawar hanya 2,15% yang sebagian terbesar berbentuk es di kutub
dan gletser, dan hanya 0,3% air tanah dan 0,00001% di sungai, termasuk air danau
yang 0,1% (US Geological Survey dalam Haryani & Hehanussa, 1999).
Indonesia merupakan negara dengan air tawar terbesar kelima di dunia,
dengan potensi ketersediaan air sebanyak 3.221 miliar m3/tahun. Jumlah air yang
dibutuhkan mencapai 16.000 m3/kapita/tahun (Atlas Nasional Indonesia, 2010).

Ada lebih dari 840 danau alami di Indonesia, dengan volume total air mencapai
500 km³ atau 500 milyar m3, dimana Lake Toba sebagai danau terbesar dengan
volumenya 240 km3 (Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah,
2004, Haryani & Hehanussa, 1999, 2009). Volume beberapa danau di Indonesia
disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

!"

4

Tabel 1. Beberapa Danau di Indonesia dan Volumenya
Nama Danau

1

Batur

2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Bratan
Buyan
Diatas
Dibawah

Kerinci
Limboto
Maninjau
Matano
Poso
Ranau
Rawa
Sentani
Singkarak
Tamblinga
Tempe
Toba
Tondano
Towuti

Luas
(km2)

Kedalaman
Maksimum

(m)

Volume
(Juta
m3 )

Kategori
Volume Danau

15,9

88

820

Medium

3,85
3,9
12,3
11,2
46
56
97,9
164,1
323,2
125,9
25
93,6
107,8
1,9
350
1.130
50
561,1

22
87
44
309
97
2,5
169
590
450
229
14
42
268
90
5
529
20
203

49
160
1600
159.566
10.400
55.015
21.950
52
16.100
27
240.000
-

Kecil
Medium

Besar
Besar
Besar
Besar
Besar
Kecil
Besar
Kecil
Sangat Besar

Sumber : Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008)
- = tidak tersedia data

KEUNIKAN EKOSISTEM DANAU
Seringkali ekosistem danau dianggap merupakan bagian dari ekosistem
sungai. Hal ini merupakan kebenaran khususnya untuk beberapa tipe danau seperti
danau paparan banjir. Namun demikian danau memiliki keunikan tertentu
sehingga perlu diketahui dan dipahami agar dalam pengelolaannya tidak
disamakan dengan pengelolaan sungai. Adapun keunikan ekosistem danau adalah
sebagai berikut.
Pertama. Danau memiliki masa tinggal (retention time) air yang dapat
mencapai tahunan hingga puluhan tahun. Sedangkan air sungai dan reservoir
masa tinggalnya hanya dalam hitungan hari, minggu hingga beberapa bulan.
Perbedaan waktu retensi ini sangat penting dalam penyusunan rencana

!"

5

pengelolaan, terutama hal-hal yang menyangkut pencegahan dan pengendalian
pencemaran. Air di sebuah sungai yang tercemari akan mengalir ke hilir sehingga
waktu kontaminasinya relatif singkat, sedangkan pencemaran yang terjadi ke
badan air danau akan tinggal, tersembunyi, dan tersimpan lebih lama dalam badan
air itu.
Kedua. Danau tidak selalu merupakan bagian dari sungai karena proses
geologi pembentukan danau yang berbeda. Ada danau yang sama sekali tidak
memiliki sungai yang mengalirkan airnya ke laut, contohnya Danau Batur,
kompleks Danau Bratan-Buyan-Tamblingan di Bali. Danau ini disebut danau
tertutup/danau terkungkung (enclosed lake).
Ketiga. Pada beberapa danau di Indonesia yang kedalamannya lebih besar
dari 100 m memiliki lapisan termoklin yang merupakan lapisan air yang tipis,
dimana pada lapisan air tersebut terjadi penurunan suhu air sangat tajam (lebih
besar dari 1oC). Contohnya adalah Danau Toba di Sumatra Utara, Danau Poso di
Sulawesi Tengah, dan Danau Matano di Sulawesi Selatan. Lapisan termoklin
umumnya hanya terdapat di danau-danau di daerah beriklim sedang.
Keempat. Banyak danau yang memiliki kedalaman jauh lebih besar daripada
sungai, bahkan ada danau yang dasarnya berada di bawah permukaan laut
(Cryptodepression). Contohnya Danau Sentani di Papua, dan Danau Matano di
Sulawesi Selatan yang masing-masing memiliki dasar danau yang berada 70 m
dan 200 m di bawah permukaan laut (Haryani & Hehanussa, 1997).
Mengingat ekosistem danau cukup menarik dan unik bahkan bila
dibandingkan dengan danau yang ada di negara-negara lain, maka sangat
diperlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya.

!"

6

PEMANFAATAN DANAU
Pemanfaatan air danau di Indonesia sangat beragam di antaranya adalah
sebagai sumber energi khususnya energi listrik yang telah dilakukan di beberapa
danau seperti yang ditampilkan di tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Pemanfaatan air danau sebagai PLTA
di beberapa danau besar di Indonesia
No

Danau

Kapasitas terpasang

1.

Toba

640 MW

2.

Maninjau

68 MW

3.

Singkarak

172 MW

4.

Kerinci

180 MW (potensi)

5.

Tondano

14,34 MW (68,88 MW potensi)
2 х 9 MW
2 х 9,5 MW

6.

Poso

640 MW (potensi)

7.

Tempe

137 MW

8.

Matano

3 х 65,46 MW

9.

Rawa Pening

4 х 5,12 MW
3 х 4 MW

Sumber: Modifikasi dari data KLH (2010)

Kesimbilan

danau

tersebut

juga

merupakan

danau-danau

yang

dimanfaatkan untuk pariwisata mengingat keindahan alam yang dimilikinya.
Selain sebagai sumber pembangkit listrik, ekosistem danau juga merupakan
sumber perikanan bagi masyarakat. Pada tahun 2011 produksi perikanan tangkap
di danau-danau yang ada diseluruh Indonesia mencapai 56.006 ton dengan nilai
Rp. 642.480.967.000,- (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Bila
ditambahkan dengan produksi dari perikanan budidaya yaitu mencapai 3,5 juta ton
pada tahun 2008, maka fungsi danau sebagai sumber protein hewani dan sumber
ekonomi sangat potensial.

!"

7

Danau Poso bila dilihat dari aspek perikanan, memiliki keunikan
dibandingkan danau lainnya di Indonesia karena adanya populasi ikan sidat yang
hidup di danau Poso yang produksinya mencapai 41,5 ton pada tahun 1990. Pada
saat ini yaitu 20 tahun kemudian, produksi ikan sidat hanya mencapai 6,49 ton
pada tahun 2009 (Lukman, 2012). Hal ini disebabkan tingkat penangkapan yang
tinggi terutama pada masa-masa ikan sidat akan bermigrasi untuk memijah,
dengan cara memasang perangkap berbentuk pagar di sepanjang mulut sungai
Poso yang merupakan outlet danau. Hal ini semakin diperparah dengan adanya
kerusakan lingkungan sekitar dan telah dibangun PLTA bagian hilir danau Poso,
yang secara langsung akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan populasi
ikan sidat di Danau Poso, karena menghambat alur migrasi ikan sidat baik yang
akan memijah ke laut maupun ikan sidat muda yang akan kembali naik ke danau
dari laut melalui sungai Poso.

PROFIL KRITIS DANAU INDONESIA
Bila sebelum abad ke 20 kebutuhan manusia terhadap keberadaan sumber
daya air masih bersifat terbatas pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti
kebutuhan air dan makanan yang ada di dalam perairan darat seperti danau, maka
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka pemanfaatan
ekosistem danau untuk memenuhi kebutuhan manusia pun ikut berkembang. Hal
ini dapat dilihat dengan dimanfaatkannya tenaga air yang bersumber dari danau
sebagai pembangkit tenaga listrik seperti yang telah diuraikan di atas, dan untuk
berbagai keperluan industri yang berkembang di sepanjang tepi danau termasuk
industri pariwisata serta aktivitas lainnya. Hal ini mengakibatkan aktivitas yang
dilakukan oleh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung
menghasilkan dampak yang cukup signifikan terhadap eksistensi ekosistem
danau.
Dampak aktivitas antropogenik
Aktivitas antropogenik seperti intensitas dan teknik eksploitasi diberbagai
aspek seperti perikanan tangkap dan perikanan budidaya, transportasi air, aktivitas
industri, pertanian, dan domestik, serta perubahan tata ruang di hulu dan di daerah
aliran sungai (DAS) sangat berdampak negative terhadap keseluruhan ekosistem
!"

8

danau baik di ekosistem daerah tangkapan air (DTA) danau, badan air, maupun di
daerah sempadan danau.
Dampak yang terlihat adalah turunnya kualitas fisik dan kimiawi air, dan
turunnya kemampuan daya dukung ekosistem untuk mendukung produktivitas
perairan. Minimal, teridentifikasi empat dampak limnologis akibat terlampauinya
daya dukung ekosistem danau yaitu:
1. penurunan produksi perikanan,
2. berkembang pesatnya gulma air dan terjadinya marak alga (algae blooming),
3. tercemarnya sumber air dan hilangnya plasma nutfah,
4. pendangkalan dan penyusutan luas danau.
Produktivitas perikanan di danau mengalami penurunan akibat dari
pencemaran, pendangkalan, dan eksploitasi penangkapan ikan yang berlebihan.
Pencemaran mengakibatkan turunnya kualitas air danau, padahal organisme
perairan seperti halnya ikan, mempunyai daya toleransi tertentu terhadap
perubahan lingkungan. Masuknya padatan tersuspensi yang menimbulkan
kekeruhan air menyebabkan musnahnya sumberdaya perikanan di daerah
pemijahan maupun di daerah penangkapan. Selain pengaruh langsung terhadap
biota ikan, pencemaran, kekeruhan, dan pendangkalan juga menyebabkan
musnahnya organisme air lainnya seperti fitoplankton, zooplankton, bentos, dll,
yang merupakan mata rantai makanan bagi ikan. Pendangkalan juga menyebabkan
berkurangnya ruang hidup ikan terutama di lahan basah tepian danau sehingga
memusnahkan lingkungan khusus daerah tempat pemijahan ikan. Ikan danau
selain merupakan sumberdaya protein hewani juga merupakan sumber plasma
nutfah ikan hias serta merupakan ikan endemik. Keragaman ikan hias yang tinggi
berperan langsung dalam perekonomian masyarakat dan sumber pendapatan
daerah.
Tumbuhan air yang berkembang pesat seperti eceng gondok (Eichornnia
crassipes) di beberapa perairan danau, disebabkan oleh kondisi danau yang terlalu
subur karena masukan nutrien dari limbah domestik dan juga berasal dari
pertanian yang menggunakan pupuk secara tidak terkendali. Apabila sebagian
besar permukaan danau tertutup oleh tumbuhan akan menghambat penetrasi
!"

9

cahaya matahari ke dalam air. Hal ini menyebabkan terganggunya proses
fotosintesis sehingga mengakibatkan turunnya produktivitas perairan. Tanaman
air juga mengganggu jalur transportasi air dan proses penangkapan ikan.
Pencemaran organik dan non-organik yang masuk ke badan air danau
berasal dari aktivitas manusia seperti buangan limbah domestik, limbah pertanian,
dan limbah industri yang terdapat di sekeliling danau dan sepanjang aliran sungai
yang terbawa masuk ke dalam danau. Kegiatan budidaya perikanan di dalam
danau juga menghasilkan pencemaran organik yang berasal dari sisa pakan dan
feses ikan. Bahan organik yang masuk ke dalam danau mengakibatkan perairan
menjadi terlalu subur yaitu eutrofikasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya
ledakan populasi fitoplankton. Marak alga atau algae blooming ini menyebabkan
terganggunya kehidupan ikan serta biota lainnya di danau dan juga mengurangi
keindahan danau. Kehidupan ikan di danau juga terganggu karena berkurangnya
kadar oksigen terlarut dalam air karena pemakaian oksigen oleh bakteri untuk
dekomposisi populasi alga yang mati. Pencemar lainnya yaitu logam berat sangat
berbahaya bagi kehidupan manusia yang mengkonsumsi air danau maupun
dampak tidak langsung karena mengkonsumsi ikan dan biota akuatik lainnya yang
mengakumulasi logam berat itu dalam tubuhnya.
Pendangkalan yang terjadi di danau semakin hari semakin parah. Hal ini
disebabkan masukan sedimen yang berasal dari sekitar danau (daerah sempadan
danau) maupun akibat erosi di wilayah DAS di daerah hulu. Aktivitas manusia
seperti penebangan hutan yang dilakukan secara intensif dan kegiatan pengolahan
tanah untuk lahan pertanian di tepi danau mengakibatkan sedimentasi danau.
Pendangkalan

danau menimbulkan terhambatnya

atau

terputusnya jalur

transportasi kapal melalui danau, berkurangnya habitat ikan, sehingga
mengganggu produktivitas perikanan dan juga dapat menyebabkan gulma air
tumbuh dengan subur.

!"

10

Dampak Perubahan Iklim
Selain aktivitas antropogenik, perubahan iklim juga memberikan dampak
terhadap ekosistem danau. Berdasarkan kajian, ada 4 jenis dampak perubahan
iklim terhadap ekosistem danau (Vincent, 2009), sebagaimana yang diuraikan di
bawah ini.
• Dampak terhadap karakteristik fisik danau
Penurunan curah hujan sebagai variabel input komponen DAS akibat gejala
penyimpangan iklim global akan mempengaruhi debit aliran sungai yang
selanjutnya akan mempengaruhi level air danau yang umumnya mendapat aliran
air masukan dari aliran sungai (Ludwig & Moench, 2009). Danau-danau yang
terkoneksi dengan sungai akan terputus akibat musim kemarau yang panjang,
yang mengakibatkan ekosistem akan terganggu dan akan berimplikasi terhadap
penurunan produktivitas perikanan. Peningkatan suhu dan kecepatan evaporasi
akan mempengaruhi stratifikasi danau khususnya dalam hal ketebalan dan
pergeseran lapisan termoklin, serta tingkat dan laju kelarutan gas-gas di dalam air.
• Dampak terhadap karakteristik kimia danau
Hujan lebat yang semakin sering terjadi akan meningkatkan aliran air
masuk ke danau, akan menyebabkan terbawanya kontaminan dan sedimen
kedalam danau atau sungai yang mengakibatkan degradasi kualitas air. Akibatnya
polutan dari pertanian dan sumber lainnya akan semakin memperparah
pencemaran di danau. Walaupun peningkatan aliran air selama musim hujan akan
mengencerkan polutan sehingga akan memperbaiki kualitas air, Namun ketika
aliran sungai berkurang, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi polutan di
dalam danau.
Masa tinggal air di danau mempengaruhi komposisi kimiawi air danau
serta proses dan durasi interaksi biogeokimia dengan sedimen danau dan daerah
litoral. Pada danau yang biasanya memiliki dasar danau yang anoksik, dengan
semakin panjangnya masa tinggal air yang diakibatkan berkurangnya presipitasi
dan aliran masuk, akan menyebabkan akumulasi fosfor dan eutrofikasi.
Sebaliknya pada daerah yang mengalami peningkatan presipitasi dan aliran
masuk, maka akan terjadi peningkatan pencucian nutrien dan fitoplankton yang
akan menyebabkan turunnya produktivitas alga. Pengaruh lanjutan adalah
meningkatan erosi dari daerah tangkapan dan pengayaan nutrien tanah yang
masuk ke danau.

!"

11

• Dampak terhadap karakteristik biologi danau
Perubahan suhu akan mempengaruhi fungsi ekosistem terutama ketika
berinteraksi dengan pencemaran kimia. Ketika air yang lebih hangat berasosiasi
dengan nutrien yang berlebihan yang berasal dari pupuk pertanian (yang terbawa
ke danau karena hujan), maka akan dapat terjadi eutrofikasi dan ledakan
pertumbuhan plankton di permukaan danau yang akan menurunkan oksigen
terlarut di perairan sehingga membahayakan kehidupan organisme lainnya dalam
ekosistem danau (Jeppesen et al., 2007). Perubahan iklim juga berpotensi
mengubah struktur fisik ekosistem danau, sehingga menyebabkan hilangnya atau
berubahnya

biota

akuatik.

Berkurangnya

luasan

danau

yang

dangkal,

menyebabkan hilangnya sebagian besar habitat, demikian pula halnya dengan
danau dalam, dapat kehilangan elemen ekologi penting karena fluktuasi tinggi air.
Banyak spesies ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu walaupun
kecil, dan adanya peningkatan suhu karena pemanasan global diduga
menyebabkan pergeseran distribusi geografi berbagai taksa. Perubahan iklim juga
mempengaruhi kebiasaan migrasi beberapa spesies ikan karena adanya perubahan
sistem pola curah hujan dan musim yang berimplikasi terhadap pergeseran
konektivitas danau dengan sungai yang merupakan jalur migrasi spesies tsb.
Akibat terganggunya jalur migrasi ikan dari danau ke sungai atau sebaliknya maka
ikan akan mengalami kesulitan untuk mencari makan atau bereproduksi sesuai
tujuan migrasinya.
• Dampak Perubahan Iklim Terhadap Danau Berdasarkan Tipe Genesa Danau
Perubahan iklim yang berdampak pada kondisi air danau, tergantung pada
tipe danau, perbandingan luas danau dengan luas daerah tangkapan air (DTA), dan
ketinggian dari permukaan laut. Danau paparan banjir pada umumnya
mempunyai ketinggian dari permukaan laut rendah dan fluktuasi muka air danau
sangat dipengaruhi oleh musim, sehingga luasan danau sangat dinamis.
Sedangkan danau tipe vulkanik atau tektonik pada umum mempunyai kedalaman
yang tinggi dan fluktuasi muka air danau juga relatif kecil. Danau yang dalam dan
memiliki volume yg besar sensivitasnya relatif rendah terhadap stres skala besar
seperti variasi iklim, banjir, perkembangan suhu, stres oksigen dan perubahan pH,
karena kemampuan sebagai penyangga terhadap tekanan tersebut.

!"

12

Perubahan iklim akan mengubah kualitas dan kuantitas ekosistem danau,
sebagian di antaranya mungkin tidak dapat dipulihkan. Perubahan ini juga akan
memperparah kerusakan lingkungan yang sedang berlangsung. Terkait dengan
kondisi tersebut, tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa diperlukan
kemampuan prediksi tinggi untuk antisipasi dampak yang ditimbulkan perubahan
iklim terhadap semua aspek kehidupan, termasuk di dalamnya lingkungan
perairan darat. Kemampuan prediksi itu tentu saja hanya dapat dicapai dengan
pengetahuan yang memadai tentang perubahan iklim itu sendiri dan proses yang
terjadi pada lingkungan ekosistem danau.

PENGELOLAAN DANAU UNTUK PEMANFAATAN
YANG BERKELANJUTAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN
Pembangunan adalah perwujudan dari upaya dan budidaya manusia
melalui penguasaan serta penerapan ilmu pengetahuan dan ketrampilan teknologi
disertai kepedulian sosial, ekonomi dan budaya dalam memanfaatkan sumberdaya
alam untuk kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan diri dan masyarakat
(Soerjani, 2005). Ekosistem danau sebagai salah satu sumberdaya alam sangat
berperan dalam mewujudkan pembangunan manusia Indonesia. Sumberdaya alam
dan lingkungan danau diperlukan untuk menunjang suksesnya berbagai bidang
dalam program pembangunan di antaranya bidang pertanian, perikanan,
perhubungan, pariwisata, dan lain lain.
Sejak dipopulerkan istilah pembangunan berkelanjutan oleh komisi
Brundland, yang didefinisikan sebagai ‘pembangunan yang mencukupi kebutuhan
generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhan mereka’, maka keberlanjutan lingkungan merupakan syarat
mutlak agar tujuan pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana. Dengan
demikian diperlukan strategi pengelolaan danau untuk mencapai keberlanjutan
pembangunan dan keberlanjutan lingkungan atau sumber daya alam. Ada 8
strategi pengelolaan yang telah diusulkan (Haryani, 2013) sebagai berikut:
Strategi pertama. Pengelolaan sebuah danau, mulai dari saat perencanaan,
pengelolaan, hingga ke evaluasi harus diupayakan dilakukan secara terpadu dan
holistik (gambar 1).

!"

13

Gambar 1. Satuan wilayah sungai (WS) sebagai unit pengelolaan danau / reservoir

Rencana pengelolaan sebuah danau atau reservoir tidak patut hanya terbatas
pada badan air danau atau reservoir itu saja tetapi harus memasukkan daratan
yang mengapitnya baik di hulu maupun di hilir. Satuan pengelolaan yang dapat
dipakai ialah sebuah Wilayah Sungai (WS) sebagaimana yang ditetapkan dalam
Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air. Pemikiran yang melandasi
penetapan satuan itu ialah kesepakatan untuk melaksanakan manajemen
konjungtif (conjunctive management) antara air permukaan dan air tanah termasuk
air hujan, kedalam satu kesatuan pengelolaan. Wilayah Sungai (WS) adalah satu
kesatuan wilayah, terdiri dari satu atau gabungan beberapa DAS, yang disusun
dalam satu rencana pengelolaan. Sebuah DAS dimana danau atau reservoir itu
berada (dalam membentuk WS itu), diperlakukan sebagai bagian dari rencana
keseluruhan pengelolaan WS. Pengelolaan DAS dapat dirinci kedalam satuan
wilayah yang lebih kecil yaitu pengelolaan di Sub-DAS daerah sebelah hulu
danau dan di Sub-DAS hilir danau. Lebih terinci pengelolaan di sebuah danau
dapat dibedakan menjadi (1) manajemen kegiatan di sekeliling, di tepi, dan di
pantai/sempadan danau; (2) manajemen badan air danau secara keseluruhan; dan
(3) kegiatan yang terkait dengan manajemen kualitas air danau.

!"

14

Strategi kedua. Untuk mengantisipasi dampak kegiatan antropogenik dan
dampak perubahan iklim terhadap ekosistem danau adalah dengan mengevaluasi
secara seksama dan pemetaan dengan mengidentifikasi eskalasi bahaya yang
mengancam, kerawanan yang terpapar terhadap bahaya tersebut, serta risiko dan
dampak yang akan dan telah terjadi di danau. Keragaman permasalahan yang
khas untuk masing-masing wilayah perlu dipayungi dalam satu koordinasi
kebijakan pengelolaan ekosistem danau secara nasional yang utuh. Kebijakan
tersebut menjadi acuan bersama penyusunan program lintas sektoral dan lintas
regional dalam upaya pengelolaan ekosistem danau dan antisipasi berbagai.
Strategi ketiga. Pemanfaatan danau sebagai sumber daya perikanan baik
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya harus selaras dengan karakteristik
ekologis danau serta daya dukungnya sehingga optimalisasi manfaat ekonomi
dari sumber daya perikanan untuk kepentingan masyarakat dapat terwujud dengan
memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan ekosistem serta sumberdaya
perikanan danau.
Strategi keempat. Menetapkan danau-danau yang kritis terhadap perubahan
lingkungan dan iklim dan diprioritaskan dalam melakukan upaya pengelolaan
secara terpadu. Wilayah yang dikelola bukan hanya badan air danau dan reservoir
tetapi meliputi seluruh wilayah, mulai dari badan air danau, pesisirnya, subwilayah sungai di hulu maupun di hilir, hingga keterpaduan pola pengelolaan
dalam satu Wilayah Sungai. Hal ini juga yang menjadi satu kesepakatan bersama
antar 9 kementerian di Indonesia, yang ditandatangani dalam Konferensi
Nasional Danau Indonesia tahun 2009 di Bali, dengan menetapkan 15 danau
prioritas (KLH, 2012) berdasarkan kondisi danau. Ke-9 kementerian bersamasama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan
masyarakat saling mengisi dalam mengatasi permasalahan di ke 15 danau prioritas
tersebut.
Strategi kelima, menetapkan zonasi kawasan danau menjadi kawasan
pemanfaatan dan kawasan konservasi serta kawasan penyangga sehingga
pengelolaan menjadi lebih fokus tetapi terintegrasi dengan menjaga kesatuan
fungsi dan keterpaduan antara ekosistem danau, sungai,

!"

hutan, dan biota

15

disekitarnya serta manusia sebagai bagian dari ekosistem. Hal ini juga untuk
mengakomodir semua kepentingan terhadap keberadaan dan fungsi ekosistem
danau secara harmonis. Ekosistem danau sangat erat kaitannya dengan ekosistem
alam di sekitarnya karena daerah disekitar danau merupakan daerah tangkapan air
yang berfungsi sebagai pengumpul air yang merupakan sumber air danau.
Keterkaitan antara badan air danau dengan lingkungan sekitarnya termasuk daerah
tangkapan air demikian eratnya sehingga gangguan pada suatu ekosistem akan
berdampak negatif pada ekosistem lainnya, demikian pula terhadap flora, fauna
serta masyarakat yang ada di sekitarnya yang menjadi bagian dari ekosistem. Oleh
karena itu danau sebagai unit ekologis tidak dapat dipisahkan pengelolaannya
berdasarkan batasan administratif serta diperlukan satu dasar pengetahuan yang
komprehensif untuk dapat mengelola danau secara baik dan benar sehingga
pemanfaatan danau dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Strategi keenam, membangun sistem informasi serta basis dan asimilasi data
danau yang diperkuat dengan pembangunan sistem online monitoring kondisi
kualitas dan kuantitas air danau sebagai bagian dari sistem peringatan dini
terhadap perubahan lingkungan ekosistem danau. Dengan adanya sistem ini akan
mempercepat kesiapan dalam mengantisipasi kemungkinan bencana yang akan
terjadi di danau. Selain itu adanya basis data danau yang akurat yang mutakhir
mempermudah dan mengefektifkan pengelolaan yang tepat sasaran.
Strategi ketujuh, peningkatan pemahaman dan persepsi menyeluruh oleh
pemangku kepentingan

serta pemberdayaan dan peningkatan peran serta

masyarakat, sehingga semua fihak terutama pemerintah daerah dan masyarakat
sekitar danau sebagai bagian independen dapat menjadi penentu yang efektif
dalam pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem danau berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakat dengan memperkuat kearifan lokal seperti halnya
upacara meopudi di danau Matano, Sulawesi Selatan.
Strategi kedelapan, perlu dibentuk kelembagaan dan mekanisme koordinasi
sebagai pengelola danau di tingkat daerah dan nasional yang mengkoordinir
kepentingan seluruh pihak terkait dalam pengkajian, monitoring, supervisi
pengelolaan ekosistem danau dan perubahan iklim. Lembaga ini bersifat
independen namun mempunyai otoritas dan kewenangan dalam mengakses

!"

16

keberbagai sumber informasi terkait masalah danau dan memiliki kemampuan
merancang perencanaan pemanfaatan danau jangka panjang hingga pengelolaan
dan evaluasinya dengan melibatkan berbagai pengguna danau (semua instansi
terkait dan masyarakat). Dengan terintegrasi maka akan diperoleh luaran yang
menyebabkan beban dan biaya pembangunan yang lebih rendah.

PENUTUP
Sebagai penutup dari keseluruhan bahasan di atas, dapat dicatat bahwa ada
beberapa hal penting untuk menyelaraskan pemanfaatan kawasan sumberdaya
ekosistem danau dengan pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan
keberlanjutan ekologi.
Yang pertama adalah adanya perhatian yang mulai terbangun terhadap
pengelolaan ekosistem danau oleh berbagai pihak yang tercermin dari adanya
kesepakatan Penyelamatan Danau di Indonesia, sesuatu yang patut dijaga bersama
dan menjadi program yang berkesinambungan sehingga keberadaan danau di
Indonesia dapat tetap lestari.
Upaya penyelamatan danau di Indonesia yang telah disepakati bersama
sebaiknya segera diterapkan secara simultan dan terintegrasi antar lembaga terkait
pada saat yang bersamaan di satu danau tertentu misalnya danau Toba yang
merupakan danau yang terbesar di Asia Tenggara. Danau Toba dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan yang terkait dengan 9 instansi yang telah bersepakat
sehingga akan lebih terlihat hasil aksi penyelamatan danau bila ke 9 instansi
bersama-sama pemerintah Daerah Pusat dan pemerintah Kabupaten beserta
masyarakat melakukan kegiatan di lokasi tsb.
Yang kedua adalah perlunya perhatian yang lebih khusus dalam bentuk
perencanaan yang matang dalam pemanfaatan ekosistem danau yang kondisinya
masih sangat alamiah, belum terkena dampak negatif aktivitas pembangunan
(pristine) seperti Danau Tolire di Ternate, dan Danau Paniai di Enarotali, Provinsi
Papua, untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan dan penurunan jasa
ekosistem di sejumlah danau tersebut.

!"

17

Yang ketiga adalah perlunya manajemen berbasis risiko dan dampak
bencana pada danau-danau di seluruh Indonesia, antara lain melalui pemantauan
secara on-line & real time, dan melakukan pembangunan Sistem Peringatan Dini
pada 15 danau prioritas di Indonesia, khususnya terhadap bencana ekologis –
ekonomi dan peningkatan kapasitas kesiapsiagaan dan pengurangan risiko pada
masyarakat yang bergantung pada ekosistem danau berupa pelatihan bencana dan
pemberdayaan melalui ketrampilan dalam kegiatan produktif yang selaras dengan
jasa lingkungan. Ini sejalan dengan pergeseran paradigma dari konservasi
ekosistem danau berwawasan lingkungan ke berwawasan bencana. Manajemen
danau dilakukan dengan mengidentifikasi bahaya eksternal yang mengancam,
memetakan kerentanan (fisik, kimia, biologis, sosial ekonomi, dan kelembagaan)
yang terpapar terhadap bahaya, estimasi risiko dan dampak yang timbul bila
bahaya berubah menjadi bencana, dan meningkatkan kesiapsiagaan guna
mengurangi risiko dan dampak kehilangan nyawa dan kerugian aset. Dalam
konteks pemansan global dan perubahan iklim, berbagai kegiatan konservasi
lingkungan dan pengurangan risiko bencana diintegrasikan dengan serangkaian
kegiatan yang bersifat mitigasi dan adaptasi. Dengan demikian diharapkan
masalah kerusakan ekosistem danau dapat dikurangi bahkan dihindari, sesuai
batas kemampuan daya dukung ekosistem untuk keberlanjutan kehidupan manusia
di bumi.

DAFTAR PUSTAKA
Giesen, 1991. Indonesian Major Freshwater Lakes: A Review of Current
Knowledge, Delevopment Processes and Threats, Conservation and
Management of Tropical Inland Water Problems, Hongkong.
Haryani Gadis Sri, 2013. Danau Sebagai Dasar Pijak Pengelolaan Sumber Daya
Ikan Air Tawar Berkelanjutan. Naskah Orasi Pengukuhan Profesor Riset.
LIPI. 57 hal.
Haryani G.S. and P.E. Hehanussa, 1997, Preliminary Ecotone Studies of Two
Tectonic Lakes in Sulawesi island, Its Relevance to Lake Management
Planning. Proceedings of Workshop on Ecological Approach for Lake and
Reservoir Management in Indonesia, UNESCO-IHP-LIPI-PU, Bali,
Indonesia.Limnologi-LIPI. Bogor.Hal: xiii-xxvi.

!"

18

Haryani Gadis Sri & P.E. Hehanussa, 1999. Pendekatan Ekohidrologi, Paradigma
Baru Implementasi Penataan Ruang Untuk Pengelolaan Danau dan Waduk.
Prosiding Semiloka nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan
Waduk. PPLH-LP, IPB. Hal: IX-1-IX-7.
Haryani, Gadis Sri dan P.E. Hehanussa, 2002. Masalah, Tantangan, dan Kendala
Pengelolaan Danau di Indonesia. dalam Peluang dan Tantangan Pengelolaan
Sumberdaya Air di Indonesia. Sutopo P.N., Seno Adi, Bambang Setiadi
(editor). P3-TPSLK BPPT & HSF, Jakarta. 183-211.
Hehanussa, P.E. dan G.S. Haryani. 2009. Klasifikasi Morfogenesis Danau di
Indonesia untuk Mitigasi Dampak Perubahan Iklim. Prosiding Konferensi
Nasional Danau Indonesia I, Bali, 13-15 Agustus 2009. Hal.290-302.
Jeppesen, E., Meerhoff, M., Jakobsen, B.A., Hansen, R.S., Søndergaard, M.,
Jensen, J.P., Lauridsen, T.L., Mazzeo, N., Branco, C. 2007. Restoration of
shallow lakes by nutrient control and biomanipulation. the successful
strategy varies with lake size and climate. Hydrobiologia 581(1): 269-285.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012. Statistik Kelautan dan Perikanan
2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia. Jakarta.
272 hal.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2012. Grand Design
Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia. 72 hal.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, 2008. Pedoman Pengelolaan
Ekosistem Danau. Jakarta. 119 hal.
Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah, 2004. Strategi Nasional
dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 153 hal.
Ludwig F & M. Moench. 2009. The Impact of climate change on Water dalam
Climate change adaptation in the water sector. Eds. Ludwig, Pavel Kabat,
Henk van Schaik & Michael van der Valk.. 274 p.
Lukman, 2012. Konsep Pengelolaan Perikanan Sidat di Perairan Poso Sulawesi
Tengah. Timbangan Ilmiah. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI. 48 hal.
Soerjani, M.2005. Ilmu Lingkungan sebagai Pendukung Pembangunan. Dalam
Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Editor: Hehanussa et al.). Jakarta:
LIPI Press. 113 hal.
Vincent, W.F. 2009. Effects of Climate change on Lakes. Elsevier Inc. 55-60 p.

!"

19