KEUTAMAAN MENCARI MAKANAN HALAL DAN KETE

KEUTAMAAN MENCARI MAKANAN HALAL DAN
KETERCELAAN MAKANAN HARAM
Allah Swt. berfirman, Makanlah dari makanan yang
baik-baik (thayyibah), dan kerjakanlah amal saleh (QS AlMu’minun [23]: 51). Untuk mendukung aktivitas(seharihari),Allah Swt. menyuruh kita untuk mengonsumsi makanan
yang tayyibah (sehat dan bergizi). Ada yang berpendapat,
tayyibah adalah makanan yang halal.
Ibn Mas’ud r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw.
bersabda, “Mencari sesuatu yanh halal adalah kewajiban bagi
setiap muslim.”
Nabi Saw. bersabda “barang siapa memakan makanan
yang halal selama empat puluh hari, niscaya Allah akan
menyinari hatinya dan mengalirkan sumber-sumber
kebijasanaan dari hatinya kelidahnya” (HR Abu Nu’ain).
Dalam riwayat lain ‘...,niscaya Allah menzuhudkan dirinya
dalam dunia.” [zuhud adalah lebih mengutamaan akhirat
daripada dunia--peny.]
Diriwayatkan bahea sa’ad pernah memohon rasulullah
Saw. agar mendoakan dirinya menjadi orang yang diijabah
doanya. Lalu, beliau berkata kepadanya, “Baguskanlah
makananmu, niscaya Allah menerima doamu” (HR AlThabarani dari Ibn’Abbas dalam Ausath; ada perawi hadis
yang tidak dikenal).

Ibn’abbas r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw.
bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki satu malaikat di
Bait Al-Maqdis yang berseru setiap malam, Barang siapa
memakan makanan haram, ibadah-ibadah fardu dan

sunnahnya tidak akan diterima” (tidak ketahui sumbernya;
ada dugaan hadis ini munkar, tidak diakui kesahihannya—
peny.).
Nabi Saw. bersabda, “setiap gaging yang tumbuh dari
makanan yang haram, api neraka lebih pantas baginya” (HR
Al-Tirmidzi)
Nadi Saw. bersabda, “Barang siapa tidak peduli dari
mana ia memperoleh hartanya, niscaya Allah tidak akan
paduli dari pintu mana Dia memasukkannya ke dalam
neraka” (HR Abu Manshur Al-Dailami).
Nabi Saw. bersabda, “ Ibadah terdiri dari sepuluh
bagian. Sembilan bagianya terdapat pada mencari barang
yang halal” (HR abu Manshur Al-Dailami). Hadis ini
disiwayat secara marfu (dinisbahkan kepada Nabi Saw.) dan
juga mauquf (sanadnya terhenti) pada sebagian sahabat.

Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa berjalan dengan lesu
pada sore hari Karena letih mencari harta halal, ia akan
melewati waktu malam dan pagi hiri dalam keadaan
diampuni dosanya. Dan Allah akan meridhai usahanya” (HR
Al-Tha-barani).
Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa memperoleh harta
dengan cara dosa, lalu ia menggunakannya untuk menjalin
silaturahmi, bersedekah, atau kepentingan di jalan Allah,
niscaya Dia akan menghimpun semua hartanya itu lalu
melemparkannya ke dalam neraka”(HR Abu Dawud)

Nabi Swa. Bersabda, “Satu dirham yang diperoleh dari
praktik riba lebih buruk di sisi Allah daripada tiga puluh kali
perzinaan dalam islam” (HR Ahmad dan Al-Daraquthni).
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw.
bersabda, “Perut adalah tenaga bagi raga. Pembuluhpembuluhlah darah berujung padanya. Jika perut sehat,
pembuluh-pembuluh itu akan sihat. Sebaliknya, jika perut
sakit, pembuluh darah akan sakit” (HR Al-Thabarani).
Perutamaan makanan dalam agama adalah seperti
fondasi pada bangunan. Jika fondasi itu kokok dan kuat,

bangunan pun akan berdiri tegah dah kokoh. Sebaliknya, jika
fondasi itu rapuh dan bengkok, bangunan itu pun runtuh dan
ambruk.
Diriwayatkan bahwa Abu Bakar Al-Shiddiq r.a. perhan
meminum susu dari hasil usaha sahayanya. Lalu dia bertanya
kepada sahayanya tentang hasil susu tersebut. Dia menjawab,
“Saaya telah meramalkan sesautu untuk sesuatu kaum, lalu
mereka memberi susu ini. “Mendengar jawad tersebut, Abu
Bakar langsung memasukkan jari ke dalam mulutnya sampai
ia muntah, sehingga seakan-akan nyawanya akan keluar.
Kemudian, dia berdoa, “Ya Allah, sungguh aku memohon
ampunan-Mu atas apa yang telah dibawa oleh pembuluhpembuluh darah dan yang tercampur dalam perut” (HR AlBukhari).
Menurut hadis lain, Nabi Saw. diberitahukan tentang
hal itu lalu beliau bersabda, “Tidakkah kamu tahu bahwa Abu
Bakar Al-Shiddiq hanya memasukkan makanan yang baik ke
dalam perutnya ?.

Al-fadhail berkata, “Barang siapa mengetahui apa yang
masuk ke dalam tubuhnya, niscaya Allah mencatatnya
sebagai orang yang benar-jujur (shiddiq). Oleh karena itu,

perhatikanlah, di tampat siapa kamu makan pagi, wahai orang
yang malang”
Yahya bin Mu’adz berkata, “Ketaatan merupakan salah
satu khazanah Allah. Kuncinya adalah doa, dan gerigi
kuncinya adalah memakan yang halal.”
Ibn’Abbas r.a. berkata “Allah tidak akan menerima
shalat seseorang yang di dalam perutnya terdapat makanan
halal.”
Seseorang ulama berkata, “Barang siapa memakan
syubhat selama empat puluh hari, niscaya hatinya menjadi
hitam.” Ini merupakan penafsiran dari firman Allah Saw.,
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka (QS AlMuthaffifin [83]:14).
Seseorang ulama salaf berkata, “Katika seseorang
mengonsumsi makanan shubhat, jantungnya terbalik lalu
membusuk laksana kulit yang disamak. Keadaannya tidak
kembali seperti semula selama-lamanya.”
Sahl r.a. berkata, “Barang siapa mengonsumsi makanan
haram, semua anggota tubuhnya berpaling darinya, senang
atau benci, tahu atau tidak tahu. Barang siapa mengonsumsi

makanan halal, semua anggota tubuhnya patuh kepadanya
dan mau berbuat baik.”

Sebuah khabar menyebutkan firman Allah Saw. di
dalam Taurat, “Barang siapa tidak peduli dari mana
makanannya berasal, niscaya Allah tidak akan peduli dari
pintu mana Dia akan memasukkan ka dalam neraka.”

Macam-Macam Makanan Halal
Perut Anda ketahui, perincian tentang perkara halal dan
haram dijelaskan di dalam kitab-kitab fiqih. Seseorang murid
yang hanya memiliki makanan tertentu tidak perlu mencari
penjelasan mendalam. Sebab, fatwa tentang kehalalannya
bisa diketahui (dalam kitab-kitab itu). Ia pun hanya
mengonsumsi makanan itu (tanpa perlu mengetahui makanan
yang lain). Sedangkan orang yang memiliki beberapa jelas
makanan membutuhkan ilmu tentang halal dan haram, seperti
dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. Kami akan menjelaskan
pembagian secara global, yaitu suatu makanan (benda) bisa
menjadi haram karena jenisnya yang haram atau karena cara

memperolehnya yang haram.
Bagian Pertama: haram karena sifat bendanya, seperti
khamar, babi, dan sebagainya. Makanan yang boleh dimakan
di bumi ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian.
Pertama, makanan yang diperoleh dari hasil tambang, seperti
garam dan tanah (air mineral). Kedua, makanan yang
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Ketiga, makanan yang
diperoleh dari hewah.
Barang tambang adalah bagian-bagian bumi dan semua
benda yang dihasilkan dirinya. Benda-benda itu tidak haram

dimakan kecuali jika menimbulkan bahaya bagi orang yang
memakannya.
Tumbuh-tunbuhan tidak diharamkan kecuali beberapa
jenis atau bagian tumbuhan yang dapat menghilangkan
kesadaran, menghilangkan nyawa, atau merusak kesadaran.
Sementara itu, hewan dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
hewan yang boleh dimakan dan hewan yang tidak boleh
dimakan. Hewan yang halal dimakan menjadi halal jika
disembelih berdasarkan ketentuan agama atau syariat, yaitu

dengan memenuhi syarat-syarat yang berkenaan dengan siapa
yang menyembelih, alat yang digunakan umtuk
menyembelih, dan tempat penyembelihannya.
Adapun hewan yang tidak disembelih bedasarkan
ketentuan syariat atau yang telah menjadi bangkai adalah
haram kecuali dua jenis: ikan dan belalang. Termasuk ke
dalam kategori terakhir ini ialah hewan yang sulit
dihalangkan dari makanan, seperti ulat buah, ulat cuka dan
ulat keju. Sebab, hewan ini tidak mungkin dihilangkan dari
makanan.
Hewan-hewan yang boleh dimakan meski telah
disembelih berdasarkan ketentuan syariat tidak semua
bagiannya halal. Ada bagian-bagian yang diharamkan, yaitu
darah, kotoran, dan setiap bagian yang menurut hokum
dimilai najis. Sementara itu, memakan benda yang najis
adalah haram sama sekali. Namun, tidak semua benda yang
mengandung sesuatu yang haram dalam najis kecuali pada
hewan.

Bagian Kedua: haram karena cara memperolehnya.

Harta bisa diperoleh dengan cara usaha,bisa juga dengan
tanpa usaha seperti harta warisan. Sedangkan, harta yang
diperoleh dengan tanpa usaha sepertibarang tambang, dan
bisa juga dari pemilik sebelumnya, dengan cara paksa dan
dengan cara sukarela.
Dari pembagian tersebut, ada enam klasifikasi harta
sebagai berikut.
1. Harta yang diperoleh tidak ada pemiliknya, jika terlepas
dari hak tersebut, barang-barang itu menjadi milik
pengambil.
2. Harta yang diperoleh dengan cara paksa dari orang yang
kehilangan perlingdungan (terhadap diri atau hartanya),
semua itu halal bagi kaum muslim jika mereka telah
mengeluarkan khumus (seperlimanya) yang dibagikan
kepada orang-orang yang berhak secara adil. Namun,
mereka tidak boleh mengambil harta orang kafir yang
mendapat perlingdungan, jamunan keamanan, dan
perjanjian damai dengan kaum muslim.
3. Harta yang diambil secara paksa untuk menuntuk hak
ketika seseorang tidak memenuhi kewajibanny. Harta

itu boleh diambil tanpa membutuhkan persetujuannya.
4. Harta yang diambil dengan persetujuan kedua belah
pihak disertai penggantian (barang atau jasa). Harta
tersebut halal jika telahdipenuhi semua syarat yang
berkenaan dengan barang yang ditukarkan, transaksi
kedua belah pihak, dan serah terima barang (ijab Kabul)
yang disertai niat ibadah berupa menjauhi syarat-syarat
yang merusak transaksi.

5. Harta yang diperoleh berdasarkan persetujuan tanpa
penggantian(penungkaran barang atau jasa). Harta
tersebut halal apabila memenuhi semua syarat yang
berkaitan dengan benda ditransaksikan (ma’qud’alaih),
kedua belah pihak yang bertransaksikan, dan butir-butir
perjanjiannya (akad), serta tidak mendatangkan mudarat
bagi ahli waris atau orang lain.
6. Harta tersebut halal jika pemberi waris merperoleh
hartanya melalui lima cara yang halal di atas (butir 1
sampai 5)
Inilah penjelasan tentang cara-cara memperoleh

harta yang halal dan haram.
Tingkatan Halal dan Haram
Patut Anda ketahui bahwa semua makanan yang
haram adalah buruk; bahkan sebagiannya lebih buruk
daripada sebagian yang lain. Sebaliknya, semua
makanan yang halal adalah baik, dan sebagian lebih
baik dan lebih murni daripada sebagian yang lain.
Seperti makanan yang manis; semuanya terasa manis
tetapi sebagiannya lebih manis daripada sebagian yang
lain. Berpendapat bahwa bersikap warak (menjaga diri)
terhadap makanan yang haram dapat diklasifikasikan ke
dalam empat tingkatan berikut.
1. Sikap warak orang-orang yang adil (adul), yaitu
menjaga diri dari perkara haram yang menyebabkan
pelakunya disebut fasik, tidak adil, pendosa, dan
berhak atas siksaan di neraka. Perkara tersebut
meliputi segala sesuatu yang diharamkan menurut
fatwa para fuqaha.

2. Sikap warak orang-orang yang saleh (shalihin), yaitu

menjaga diri dari hal-hal yang dapat menjatuhkan
seseorang ke dalam sesuatu yang diharamkan,
walaupum ulama fiqih memberikan keringatan untuk
mengambilnya. Pada umumnya, hal tersebut
termasuk perkara shubhat.
3. Sikap warak orang-orang yang taqwa (muttaqin),
yaitu menjaga diri dari sesuatu yang tidak
diharamkan oleh fatwa dan tidak diragukan
kehalalannya. Tetapi dikhawatirkan akan
mengantarkan pada keharaman.
4. Sikap warak orang-orang benar-jujur (shiddiqin),
yaitu menjaga diri dari sesuatu yang benar-benar
boleh dilakukan dan tidak dikhawatirkan terjebak
dalam sesuatu yang dilarang, tetapi tujuannya bukan
mencati keridhaan Allah dan bukan meningkatkan
ibadah kepada-Nya. Atau, yal itu menyebabkan
seseorang melakukan perkara makruh (dibenci) atau
kemaksiatan.
Inilah tingkatan-tingkatan halal secara umum