PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN. docx

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN METODE
COOPERATIVE LEARNING STANDAR KOMPETENSI
DZIKIR DAN DO’A SETELAH SHOLAT PADA SISWA KELAS
IV SD NEGERI KEBONSARI
KABUPATEN LAMONGAN
KARYA ILMIAH
Diajukan guna melengkapi sebagai persyaratan pengusulan angka kredit
(dari golongan IV/a ke golongan IV/b)

Disusun Oleh:
MUHARTATIN, S.Pd.I
NIP. 19621206 198504 2 003

Unit Kerja:

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN LAMONGAN
SEKOLAH DASAR NEGERI KEBONSARI
TAHUN PELAJARAN 2013/2014


HALAMAN PUBLIKASI

DISERAHKAN UNTUK DIPUBLIKASIKAN
DIPERPUSTAKAAN SEKOLAH DASAR NEGERI KEBONSARI
KECAMATAN SUKODADI KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR REGISTER

:

TANGGAL

: 05 Juni 2014

Lamongan, 05 Juni 2014
PETUGAS PERPUSTAKAAN
SDN Kebonsari

RISKA DWI IRMAWATI


HALAMAN PENGESAHAN
PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH

Nama

: MUHARTATIN, S.Pd.I

NIP

: 19621206 198504 2 003

Tempat/Tanggal Lahir

: Lamongan, 06 Desember 1962

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pangkat / Golongan


: Pembina (IV/a)

Jabatan

: Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Unit Kerja

: SDN Kebonsari Kabupaten Lamongan
PENULISAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS / PTK

Disahkan di

: Kebonsari

Pada Tanggal : 05 Juni 2014
Kepala SD Negeri Kebonsari

B U W O N O, S.Pd

NIP. 19600108 198303 1 009

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Penelitian
Tindakan Kelas dengan judul “PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN METODE COOPERATIVE
LEARNING STANDAR KOMPETENSI DZIKIR DAN DO’A SETELAH
SHOLAT PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI KEBONSARI KABUPATEN
LAMONGAN”.
Penulisan

Penilitian

Tindakan

Kelas

ini


merupakan

salah

satu

pengembangan profesional guru dalam rangka Pengembangan Profesi Keguruan.
Peneliti dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas berkolaborasi dengan teman
sejawat guru kelas IV SD Negeri Kebonsari Kabupaten Lamongan. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepala SD Negeri Kebonsari Kabupaten Lamongan
2. Rekan Kolaborator Peneliti
3. Bapak dan Ibu Guru SD Negeri Kebonsari Kabupaten Lamongan
Peneliti menyadari bahwa Penelitian Tindakan Kelas ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu peneliti berharap adanya saran dan kritik yang bersifat
membangun guna kesempurnaan hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya.
Lamongan, 05 Juni 2014
Peneliti


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………….
HALAMAN PUBLIKASI ………………………………………………
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………..
KATA PENGANTAR …………………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
ABSTRAK ………………………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………...
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….
E. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………….
F. Sistematika Laporan ……………………………………………..
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Metode Cooperative Learning …………………………………..
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri
Kebonsari………………………………………………………...
C. Pelaksanaan Metode Cooperative Learning ……………………..

BAB III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian …………………………………………...
B. Waktu Dan Tempat Penelitian …………………………………..
C. Populasi dan Sampel …………………………………………….
D. Pengumpulan Data ……………………………………………...
E. Analisis Data……... ……………………………………………..
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Penelitian ………………………………………..
B. Pembahasan ……………………………………………………..
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan

i
ii
iii
iv
v
vi
1
4

4
5
5
5
7
13
21
24
24
25
25
30
32
38
39

………………………………………………………
B. Saran – saran ……………………………………………………. 40
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 41
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………… 43


ABSTRAK

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DENGAN METODE COOPERATIVE LEARNING STANDAR
KOMPETENSI DZIKIR DAN DO’A SETELAH SHOLAT PADA SISWA
KELAS IV SD NEGERI KEBONSARI KABUPATEN LAMONGAN

Nama : MUHARTATIN

Menyadari bahwa hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Kebonsari dalam
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada pokok bahasan Dzikir dan Do;a
setelah sholat masih kurang optimal. Guru mencoba untuk melalukan berbagai
cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu cara yang digunakan oleh
guru adalah dengan menggunakan salah satu metode yakni cooperative learning
dalam menyampaikan konsep Dzikir dan Do;a setelah sholat. Penelitian ini
memiliki tujuan untuk 1) Untuk menemukan pola pembelajaran Pendidikan
Agama Islam yang efektif dan efisien di SD Negeri Kebonsari dengan
menggunakan pendekatan Cooperative Learning; 2) Untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan profesional guru dalam pembelajaran Pendidikan

Agama Islam; 3) Untuk meningkatkan kepemilikan hasil belajar siswa baik dari
segi cakupan ranah maupun kualitas dan kuantitas.
Jenis penelitian ini adalah classroom action research dengan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Dengan subjek penelitian siswa kelas IV SD Negeri
Kebonsari sejumlah 33 siswa. Instrumen penelitian ini menggunakan tes dan
lembar observasi. Tes digunakan untuk memperoleh hasil pemahaman siswa
sedangkan lembar observasi digunakan untuk memperoleh data keefektivan
penggunaan metode cooperative learning.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa kelas IV
pada pokok bahasan Dzikir dan Do’a setelah sholat dapat ditingkatkan melalui
penggunaan metode cooperative learning. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
1) Hasil belajar pada pokok bahasan Dzikir dan Do’a setelah sholat mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan metode cooperative learning
pada siswa kelas IV SD Negeri Kebonsari cenderung mengalami peningkatan
pada setiap siklus perbaikan pembelajaran dan 2) Penggunaan metode cooperative
learning dapat meningkatkan pemahaman serta keterlibatan siswa dalam proses
belajar mengajar. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar guru menggunakan
metode cooperative learning ataupun metode yang beragam agar dapat
meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Dzikir dan

Do’a setelah Sholat khususnya.

Kata kunci: Motivasi, Cooperative Learning, Dzikir dan Do’a

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.
Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang
bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama
bagi kehidupan umat manusia, maka internalisasi nilai-nilai agama dalam
kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui
pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlaq mulia. Akhlaq mulia mencakup
etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama.
Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman dan penanaman
nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada
optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Pendidikan
Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan
kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada
Allah SWT dan berakhlaq mulia serta bertujuan untuk menghasikan manusia
jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan
produktif baik personal maupun sosial. Tuntunan visi ini mendorong
dikembangkannya standar kompetensi sesuai dengan jenjang persekolahan yang
secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:
1. Lebih menitikberatkan pencapaian kompetensi secara utuh selain
penguasaan materi
2. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan
yang tersedia

3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan
untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan dan ketersediaan sumber daya pendidikan.
Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu
berupaya menyempurnakan iman, takwa dan akhlaq serta aktif membangun
peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban
bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam
menghadapi tantangan, hambatan dan perubahan yang muncul dalam pergaulan
masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran
sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh
kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua
unsure sekolah, orang tua, siswa dan masyarakat sangat penting dalam
mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.
Terwujudnya sumber daya manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT serta memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif
merupakan suatu keniscayaan dalam pembangunan nasional. Untuk mewujudkan
tujuan tersebut, Pendidikan Agama Islam menjadi faktor yang sangat penting.
Pendidikan Agama Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan tentang
ajaran pokok islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta
memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai,
baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. (Depag : 2004).
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi
pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di
sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,
diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran.
dalam konteks ini, guru dituntut untuk membentuk suatu perencanaan kegiatan
pembelajaran sistematis yang berpedoman pada kurikulum yang saat itu
digunakan.

Pada pelaksanaannya dilapangan, proses pembelajaran yang ada masih
banyak menerapkan metode konvensional dengan menggunakan ceramah dalam
menyampaikan materi. Sehingga dengan metode ini siswa hanya akan
mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Dapat dikatakan siswa
menjadi individu yang pasif. Sementara itu, kurikulum yang ada saat ini (KTSP)
menuntut siswa yang berperan aktif dalam membangun konsep dalam diri. Jadi
menurut KTSP kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan
fasilitator di dalamnya agar suasana kelas menjadi hidup.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri
dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswasiswa berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk
meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang
dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar
apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersamasama mencapai keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua anggota
kelompok berhasil memahami dan melengkapinya. Model pembelajaran
kooperatif

dikembangkan

untuk

mencapai

setidak-tidaknya

tiga

tujuan

pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan
individu, dan pengembangan keterampilan sosial. Prinsip model pembelajaran
kooperatif

yaitu 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab

perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses
kelompok (Lie, 2000).
Manfaat dari Cooperative Learning antara lain: meningkatkan aktivitas belajar
siswa dan prestasi akademiknya, membantu siswa dalam mengembangkan
keterampilan berkomunikasi secara lisan, mengembangkan keterampilan sosial
siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, membantu meningkatkan hubungan
positif antar siswa.
Agar kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam berjalan lancar
mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, maka diperlukan metode
pembelajaran yang efektif. Diantara metode pembelajaran yang penulis anggap

cocok adalah metode cooperative learning.

Dari permasalahan diatas maka

penulis mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “PENINGKATAN
MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN METODE
COOPERATIVE LEARNING STANDAR KOMPETENSI DZIKIR DAN DO’A
SETELAH SHOLAT PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI KEBONSARI
KABUPATEN LAMONGAN”.
B. RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari permasalahan tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa kelas IV mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
Standar Kompetensi Dzikir dan Do’a sesudah sholat pada SD Negeri
Kebonsari Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Bertitik tolak dari rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan utama
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Untuk menemukan pola pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang efektif
dan efisien di SD Negeri Kebonsari dengan menggunakan pendekatan
Cooperative Learning.
2. Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kebonsari.
3. Meningkatkan kepemilikan hasil belajar siswa baik dari segi cakupan ranah
maupun kualitas dan kuantitas.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil yang diperoleh penelitian ini akan memberikan data empirik yang
dapat dipergunakan oleh beberapa pihak diantaranya:
1. Bagi Sekolah
a. Pengembangan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi guru dalam
menyelenggarakan pembelajaran.

2. Bagi Guru
a. Diharapkan guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
metode Cooperative Learning.
b. Dapat dijadikan dasar bagi pengembangan pembelajaran, yang dapat
dijadikan bekal strategi belajar mengajar dan pengelolaan kelas.
3. Bagi Siswa
a. Memberikan rangsangan kepada siswa untuk belajar aktif dan mandiri,
bekal tambahan pengembangan diri menuju kehidupan yang lebih sehat
dan bertanggung jawab menyongsong masa depan yang lebih baik.
b. Pengembangan budaya belajar dikalangan siswa.
c. Meningkatkan kemampuan belajar siswa, sehingga akan meningkatkan
prestasi belajar siswa.
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Lingkup Penelitian Tindakan Kelas ini adalah bagaimana cara
menerapkan metode Cooperative Learning dan apa pengaruhnya terhadap
hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV di SD Negeri
Kebonsari Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan.
F. SISTEMATIKA LAPORAN
Pelaporan hasil kajian dan penelitian ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut:
Bab I, sebagai bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang
lingkup penelitian dan sistematika laporan.
Bab II, berisi kajian pustaka yang menguraiakan materi penelitian dari
segi teoritis, yaitu tentang pembelajaran Cooperative Learning.
Bab III, menguraikan langkah dan metode yang dipakai dalam
penelitian ini, diantaranya rancangan penelitian, penentuan populasi dan
sample, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknik analisa
data.

Bab IV, merupakan bab inti berupa pembahasan empiris dalam bentuk
paparan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisa datanya.
Bab V, merupakan bab penutup dari keseluruhan pembahasan yang
berisi kesimpulan dan saran-saran yang dianggap perlu.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. METODE COOPERATIVE LEARNING
1. Pengertian Metode Cooperative Learning
Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan secara aktif
adalah metode Cooperative Learning. Menurut Johnson dalam Santoso,
Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompokkelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada
pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun
kelompok (Santoso, B: 1999). Sedangkan menurut Evelyn Jacobs,
Cooperative Learning adalah metode pembelajaran yang terdiri dari
kelompok kecil yang bekerja sama untuk memecahkan dan menyelesaikan
tugas akademiknya (Jacob, Evelyn : 1999). Ada juga yang berpendapat
bahwa Cooperative Learning adalah merupakan strategi pembelajaran
yang dilakukan agar dapat berinteraksi satu sama lainnya untuk memahami
kebermaknaan isi pelajaran dan bekerja secara aktif dalam menyelesaikan
tugas atau pelajaran (Hanim, Zainab : 1997).
Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa,
pembelajaran Cooperative Learning merupakan metode pembelajaran
yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Selain itu juga untuk
memecahkan soal dalam memahami suatu konsep yang didasari rasa
tanggung jawab dan berpandangan bahwa semua siswa memiliki tujuan
sama. Aktivitas belajar siswa yang komunikatif dan interaktif, terjadi
dalam kelompok-kelompok kecil.
Metode

cooperative

learning

dibangun

atas

dasar

teori

konstruktivis sosial dari Vygotsky, teori konstruktivis personal dari Piaget
dan teori motivasi. Menurut prinsip utama teori Vygotsky, perkembangan
pemikiran merupakan proses sosial sejak lahir. Anak dibantu oleh orang
lain (baik orang dewasa maupun teman sebaya dalam kelompok) yang
lebih

kompeten

di

dalam

ketrampilan

dan

teknologi

dalam

kebudayaannya. Bagi Vygotsky, aktivitas kolaboratif diantara anak-anak

akan mendukung pertumbuhan mereka, karena anak-anak yang sesusia
lebih senang bekerja dengan orang yang satu zone dari pada yang lain.
(Usman, HB:2001).
Sedangkan Piaget juga melihat pentingnya hubungan sosial dalam
pembentukan pengetahuan. Interaksi kelompok berbeda secara kualitatif
dan juga lebih kuat daripada interaksi orang dewasa dan anak dalam
mempermudah perkembangan kognitif. Posisi teori Piaget dalam belajar
kooperatif dintujukan terutama kepada siswa yang berkemampuan tinggi
agar mampu membangun pengetahuan sendiri melalui interaksi dengan
lingkungan. Dengan demikian ia mampu menjadi perancah (scaffolding)
bagi teman-temannya yang lain.
Menurut teori motivasi yang dikemukakan Slavin, bahwa motivasi
belajar pada pembelajaran Cooperative Learning difokuskan terutama pada
penghargaan atas struktur tujuan tempat peserta didik beraktivitas.
Menurut pandangan ini, memberikan penghargaan kepada kelompok
berdasarkan

penampilan

kelompok

akan

menciptakan

struktur

penghargaan antar perorangan dalam suatu kelompok sedemikian rupa,
sehingga anggota kelompok itu saling memberi pungutan sosial sebagai
respon terhadap upaya-upaya yang berorientasikan kepada tugas
kelompok.
Metode Cooperative Learning diterapkan melalui kelompok kecil
pada semua mata pelajaran dan tingkat umur, disesuaikan dengan kondisi
dan situasi pembelajaran. Keanggotaan kelompok terdiri dari siswa yang
berbeda (heterogen), baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin dan
etnis. Latar belakang sosial dan ekonomi. Dalam hal kemampuan
akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning biasanya terdiri
dari satu orang berkemampuan tingga, dua orang dengan kemampuan
sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademi kurang.
Tentang pengelompokan heterogen ini Johnson dalam Hanim berpendapat,
bahwa cooperative learning bertujuan untuk mengkomunikasikan siswa
belajar. Menghindari sikap persaingan dan rasa individualitas siswa,
khususnya bagi siswa yang berprestasi rendah dan tinggi. (Hanim:1997).

2. Unsur-unsur Metode Cooperative Learning
Menurut Roger dan David Johnson dalam Anita Lie, tidak semua
kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Leraning. Untuk memperoleh
manfaat yang diharapkan dari implementasi pembelajaran kooperatif,
Johnson dan Roger menganjurkan lima unsur penting yang harus dibangun
dalam aktivitas instruksional, mencakup:
a. Saling ketergantungan positif (positif interdependence)
b. Interaksi tatap muka (face to face interaction)
c. Tanggung jawab individual (individual accountability)
d. Ketrampilan sosial (social skill) dan,
e. Evaluasi proses kelompok (group debrieving) (Lie,Anita:2002)
Ad. 1 Saling ketergantungan positif (positive interdependence)
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap
anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar
perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok
harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan
mereka. Dalam metode jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota
kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan empat anggota ini
ditugaskan menjaga bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu
berkumpul

dan

bertukar

informasi.

Selanjutnya

pengajar

akan

mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, maka
setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya
agar yang lain dapat berhasil.
Ad. 2 Interaksi tatap muka (face to face interaction)
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka
dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajaran
untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil
pemikiran beberapa orang akan lebih kaya dari pada hasil pemikiran sari
satu orang saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar
daripada jumlah hasil masing-masing.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing.
Ad. 3 Tanggung jawab individual (individual accountability)
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model Cooperative
Learning setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan
yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan
guru dalam menyusun tugas. Dalam teknik Jigsaw, bahan bacaan dibagi
menjadi empat bagian dan masing-masing pembelajara mendapat dan
membaca satu bagian. Dengan cara demikian, pembelajar yang tidak
melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah. Rekanrekan dalam satu kelompok dapat membantu dan memberikan dorongan
untuk memahami materi serta akan menuntut untuk melaksanakan
tugasnya agar tidak menghambat yang lain.
Ad. 4 Keterampilan sosial (social skill)
Yang dimaksud dengan ketrampilan sosial adalah ketrampilam
dalam berkomunikasi dalam kelompok. Sebelum menugaskan siswa dalam
kelompok pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak
setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.kberhasilan
suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk
saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya
pembelajar

perlu

diberitahu

secara

eksplisit

mengenai

cara-cara

berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana cara menyanggah
pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut.
Ad. 5 Evaluasi proses kelompok (group debrieving)
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini
tidak perlu diadakan setiap kali ada belajar kelompok. Melainkan bisa
diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat
dalam kegiatan.
3. Teknik-teknik dalam Cooperative Learning

Terdapat beberapa teknik dalam

metode cooperative learning.

Meskipun demikian guru tidak harus terpaku pada satu strategi saja. Guru
dapat memilih dan memodifikasi sendiri teknik-teknik dalam metode
cooperative learning sesuai dengan situasi kelas. Dalam satu jam 1 sesi
pelajaran, guru bisa memakai lebih dari satu teknik. Beberapa teknik
belajar dalam cooperative learning adalah:
a. STAD (Student Team Achieve Devision)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya
di Universitas John Hopkin. Guru yang menggunakan STAD, juga
mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa setiap mingguu menggunakan presentasi
verbal dan teks. Dalam satu kelompok terdiri dari 4-5 orang yang
heterogen. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi dan kemudian
saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran
melalui tutorial, kuis atau diskusi. Secara individual setiap minggu
siswa diberi kuis. Kuis diskor dan setiap individu diberi skor
perkembangan (Ibrahim, Muslimin : 2000).
b. Jigsaw
Jigsaw dikembangkan oleh Aronson. Teknik ini dapat
digunakan dalam pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan atau
berbicara. Teknik ini menggabungkan keempatnya. Teknik ini juga
dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran. Seperti ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama dan
bahasa. Dalam satu kelompok siswa memiliki latar belakang
heterogen. Dalam teknik ini siswa menjadi “tenaga ahli” tentang
sebuah topic dengan cara bekerja sama dengan para anggota dari
kelompok lain yang telah ditetapkan sesuai dengna keahlian dengan
topic tersebut.
c. Group Investigation (Investigasi Kelompok)
Model ini pertama kali dicetuskan oleh John Dewey, kemudian
model ini lebih dipertajam dan dikembangkan beberapa tahun

kemudian oleh Sholmo dan Yael Sharan serta Rachel Hertz
Alazarowitz di Israel (Slavin RE:1995). Teknik ini memerlukan norma
dan struktur kelas yang lebih rumit serta mengajarkan siswa
ketrampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Dalam
investigasi kelompok guru membagi siswa dalam beberapa kelompok
yang anggotanya heterogen. Selanjutnya siswa memilih topik untuk
diselidiki

dan

kemudian

menyiapkan

serta

mempresentasikan

laporannya kepada seluruh kelas (Ibrahim, Muslimin : 2000).
d. Numbered head together
Teknik

ini

dikembangkan

oleh

Spencer

Kagan

untuk

melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam satu pembelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap
isi pelajaran tersebut. Guru melempar pertanyaan, lalu para siswa
berkonsultasi sekedar untuk menyakinkan apakah setiap siswa tersebut
telah mengetahui jawaban dari soal tersebut. Setelah ini seorang siswa
dipanggil untuk menjawab pertanyaan.
e. Thin - Pair – Share (Berpikir – berpasangan – berbagi)
Teknik ini merupakan teknik yang sederhana, namun sangat
bermanfaat. Telah dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas of
Maryland. Sesuai dengan namanya, teknik ini dilakukan dalam tiga
tahapan. Guru memberikan pelajaran untuk seluruh kelas, siswa berada
pada timnya masing-masing. Kemudian guru mengajukan pertanyaan
untuk seluruh kelas, siswa memikirkan jawabannya sendiri-sendiri
(think). Kemudian siswa berpasangan dengan teman sebayanya untuk
saling mencocokkan jawabannya (Pair). Dan akhirnya guru meminta
siswa untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah
dibicarakan (share).
B. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI
KEBONSARI KECAMATAN SUKODADI KABUPATEN LAMONGAN
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama
guru. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dimyati dan Mujiono (1999),
bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjukkan
untuk membelajarkan siswa. Adapun pembelajaran berasal dari kata dasar
“ajar”, yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya
diketahui. Dari kata “ajar” ini lahirlah kata kerja “belajar” yang berarti
berlatih atau berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Dan kata
“pembelajaran” berasal dari kata “belajar” yang mendapatkan awalan
“pem” dan akhiran “an”, yang merupakan konfiks nominal (bertahan
dengan prefix verbal “meng”) yang mempunyai arti proses (Depdikbud :
1990).
Berikut ini beberapa definisi tentang pembelajaran akan penulis
sampaikan dari para ahli, antara lain:
a. Menurut Degeng dalam Muhaimin (2002), pembelajaran (atau
ungkapan yang lebih dikenal sebelumnya dengan “pengajaran”)
adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
b. Dalam bukunya “Strategi belajar mengajar” Muhaimin dkk
(1996) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan

siswa

untuk

belajar.

Kegiatan

ini

mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih
efektif dan efisien.
c. Pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasi lingkungan
sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa (Hamalik,
Oemar : 2001).
Adapun Pendidikan Agama Islam, menurut Oemar Muhammad Al
Taumy Al Syaebany dalam Arifin (1987), diartikan sebagai usaha
mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui
proses pendidikan. Perubahan ini dilandasi dengan nilai-nilai Islami.
Sedangkan dalam GBPP Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati
dan mengamalkan Agama Islam melalui kegiatan bimbingan , pengajaran

atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati Agama
lain dalam hubungan kerukunan umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional (Depdikbud : 1994).
Dikaitkan dengan pengertian pembelajaran, maka diperoleh sebuah
pengertian bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya
membelajarkan siswa untuk dapat memahami dan mengamalkan nilai-nilai
Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan.
Dengan kata lain pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu
upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar,
terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus
mempelajari Agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana
cara beragama yang benar maupun mempelajari islam sebagai
pengetahuan (Muhaimin : 2002).
2. Karakteristik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang dapat
membedakan dengan mata pelajaran lainnya. Adapun karakteristik mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah: ‘
a. Secara umum PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari
ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam. Ajaran-ajaran
dasar tersebut terdapat dalam Al – Qur’an dan Al Hadits. Untuk
kepentingan pendidikan dengan melalui proses ijtihad, para ulama’
mengembangkan materi PAI pada tingkat yang lebih rinci.
b. Prinsip-prinsip dasar PAI tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran
islam, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlaq. Aqidah merupakan
penjabaran konsep islam, dan akhlaq merupakan penjabaran dari
konsep iman. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagi
kajian keislaman, termasuk kaijan yang terkait dengan ilmu dan
teknologi serta seni budaya.
c. Mata pelajaran PAI tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk
menguasai berbagai ajaran islam, tetapi yang terpenting adalah
bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam

kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran PAI menekankan keutuhan dan
keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor dan afektifnya.
d. Tujuan diberikannya mata pelajaran PAI adalah untuk membentuk
peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki
pengetahuan luas tentang Islam dan berakhlaqul karimah. Oleh karena
itu semua mata pelajaran hendaknya sering dan sejalan dengan tujuan
yang ingin dicapai oleh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
e. Tujuan akhir dari mata pelajaran PAI di SD Negeri Kebonsari adalah
terbentuknya peserta didik yang memliki akhlak mulia, rajin beribdah.
Tujuan inilah yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi
Muhammad SAW. Dengan semikian pendidikan akhlaq yang karimah
(mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Sejalan dengan
tujuan ini, maka semua mata pelajaran atau bidang studi yang
diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan
pendidikan akhlaq dan setiap guru haruslah memperhatikan akhlaq
atau tingkah laku peserta didiknya.
Tentang struktur keilmuan PAI dapat dilihat pada gambar berikut
ini:

PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM

AL – HADITS

AL – HADITS

AL – HADITS

PENDIDIKAN
AQIDAH

PENDIDIKAN
SYARI’AH

PENDIDIKAN
AKHLAQ

TARIKH ISLAM

3. Dasar Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam mempunyai dasar yang
kuat, yaitu:
a. Dasar religius, yaitu dasar yang bersumber dari Al – Qur’an atau Al –
Hadits. Di dalam Al – Qur’an Surat An Nahl : 125 Allah berfirman:

Artinya : “Ajaklah kepada agama Tuhanmu dengan cara yang
bijaksana dan dengan nasehat yang baik, dan bermujadallah dengan
cara yang lebih baik.”
Sedangkan rasulullah telah menegaskan dalam sebuah hadits beliau
yang berbunyi :

Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan itu telah membawa fitrah
beragama (perasaan percaya kepada Allah), maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani
atau Manjusi” (HR. Baihaqi).
b. Dasar yuridis formal (ideal, konstitusional dan operasional)
Dasar ideal pelaksanaan Pendidikan Agama Islam adalah dasar
Negara, yaitu Pancasila, yang sila pertamanya berbunyi Ketuhanan
Yang Maha Esa. Untuk melaksanakan sila pertama tersebut harus
melalui proses pendidikan, yaitu pendidikan agama. Untuk itu
Pendidikan

Agama

Islam

sangat

diperlukan

dalam

rangka

melaksanakan nilai-nilai pancasila, khususnya sila pertama.
Dasar konstitusionalnya adalah Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu pasal 29 ayat (2) berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dasar operasional adalah undang-undang no.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 3 menyatakan bahwa

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban manusia yang bermartabat dalam
rangka

mencerdaskan

kehidupan

bangsa,

bertujuan

untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Untuk mewujudkan tujuan
pendidikan tersebut, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa serta
berakhlaq mulia hanya bisa melalui proses Pendidikan Agama Islam.
c. Dasar sosiologis psikologis
Yang dimaksud dengan dasar sosiologis psikologis adalah
bahwa manusia adalah makhluk sosial yang mendalam mencukupi
kebutuhannya sangat bergantung kepada manusia lain, termasuk
kebutuhan mengembangkan potensi/fitrah beragamanya. Oleh karena
itu Pendidikan Agama Islam berfungsi mengembangkan dan menjadi
sumber nilai, agar fitrah tersebut berkembang sesuai kodratnya.
4. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam di SD bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan, pengetahuan
dan penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang
Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang
dalam hal keimanan,ketaqwaannya kepada Allah SWT. Serta berakhlaq
mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi
(Depag :4).
Tujuan Pendidikan Agama Islam tersebut mendukung dan menjadi
bagian dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh
pasal 3 bab II Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Tujuan umum Pendidikan Agama Islam ini terbagi
untuk masing-masing jenjang satuan pendidikan dan jenjangnya, dan
kemudian dijabarkan menjadi kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai
oleh siswa.
5. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam di sekolah umum berfungsi:

a. Pengembangan , yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta
didik kepada Allah SWT. Yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga. Pada dasarnya usaha menanamkan keimanan dan ketaqwaan
menjadi tanggung jawab setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah
berfungsi untuk menumbuh kembangkan kemampuan yang ada pada
diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan
dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
b. Pemyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara
optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan orang
lain.
c. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangankekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengalaman ajaran Agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan
menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia yang
seutuhnya.
e. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Agama Islam.
f. Sumber nilai, yaitu memberikan pedpman hidup untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Depag : 5).

6. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama di SD
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilaksanakan
terhadap proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri
Kebonsari Kabupaten Lamongan Kelas IV dapat diketahui bahwa:
a. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan oleh
guru adalah metode ceramah dan penugasan.

b. Siswa yang sering menjawab pertanyaan guru hanya siswa yang pandai
saja, sedang siswa yang kurang pandai tidak berani bertanya dan tidak
berusaha menjawab pertanyaan.
c. Siswa kurang dapat bekerja sama satu sama lain pada kegiatan
mengerjakan latihan-latihan soal pada lembar kerja siswa. Soal – soal
tersebut diselesaikan sendiri-sendiri oleh siswa.
Memang metode ceramah ada segi kelemahannya di samping ada
kebaikannya. Diantara kebaikan atau keuntungan metode ceramah adalah:
1) Guru dapat menyampaikan sejumlah fakta dan pendapat yang tidak
tertulis dan tercatat dalam buku catatan.
2) Bahan pengajaran yang disampaikan cukup banyak, sementara waktu
yang tersedia sangat terbatas.
3) Guru dapat merangkum pokok-pokok penting pelajaran yang telah
dipelajari, sehingga diharapkan siswa memahami dan mengerti secara
gamblang.
4) Guru dapat memperkenalkan pokok pelajaran yang baru dan
menghubungkannya dengan materi pelajaran yang lalu.
5) Jika guru seorang pembicara yang baik, akan memikat siswa dan siswa
penuh antusias (Yusuf, Tayar : 1997).
Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SD adalah untuk menumbukan dan
meningkatkan

keimanan,

melalui

pemberian

dan

pemupukan,

pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang agama islam
sehingga menjadi muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketaqwaannya kepada Allah SWT. Serta berakhlaq mulia dalam kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan negara, serta untuk dapat
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam diharapkan ada aspek-aspek sosial
seperti suka memberi pertolongan dalam kebaikan dan ketaqwaan. Untuk
itu dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut diharapkan adanya
keterlibatan secara langsung dari siswa, sehingga siswa mendapatkan
pengalaman konkrit tentang kerjasama dan saling tolong menolong. Jadi
siswa tidak hanya mendapatkan konsep tanpa mempraktekkan secara
langsung. Dalam metode ceramah kondisi siswa hanya mendengarkan dan

mencatat, dan ini berarti komunikasi hanya satu arah, hanya berpusat pada
guru sedangkan siswa kurang aktif.
C. PELAKSANAAN METODE COOPERATIVE LEARNING
Metode Cooperative Learning dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD yang antara
lain untuk memahami, mengahayati, meyakini dan mengamalkan ajaran islam,
sehingga siswa akan menjadi muslim yang beriman, bertaqwa kepada Allah
SWT, berakhlaq mulia dan pada saat yang sama siswa dapat bekerja sama
dengan orang lain serta dapat meningkatkan prestasi akademiknya.
Penelitian substansial pada berbagai tingkatan dan sejumlah mata
pelajaran telah membuktikan keefektifan pembelajaran kooperatif. Misalnya
Steven dan Slavin melakukan penelitian selama dua tahun dengan
menggunakan model sekolah dasar kooperatif yang menerapkan kerja sama
sebagai filosofi untuk mengubah organisasi sekolah dan ruang kelas serta
proses instruksionalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dua
tahun siswa memiliki prestasi akademik yang jauh lebih tinggi pada beberapa
mata pelajaran. Selain itu siswa juga memiliki hubungan sosial yang baik,
mereka dapat saling bekerja sama, saling bahu membahu, dan mendorong
untuk memberikan semangat belajar di kelas (Sumaryanto:1998).
Dalam peneliian ini, peneliti menggunakan teknik Jigsaw, Teknik
Think – Pair – Share yang dimodifikasikan dengan Jigsaw. Pemikiran dasar
dari teknik Jigsaw adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk berbagi
dengan teman yang lain, mengajar serta diajar oleh sesame siswa merupakan
bagian

terpenting

dalam

proses

belajar

dan

sosisalisasi

yang

berkesinambungan. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif
dengan model Jigsaw adalah:
1) Langkah I
Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi beberapa
bagian
2) Langkah II
Guru membagi siswa dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari
empat orang siswa, sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap

penguasaan setiap komponen sub topik yang ditugaskan guru dengan
sebaik-baiknya
3) Langkah III
Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap
sub topik yang sama memmbentuk kelompok lagi yang terdiri dari tiga
atau lima orang. Siswa-siswa tersebut bekerja sama untuk menyelesaikan
tugas kooperatifnya dalam:
(a) Belajar dalam menjadi ahli dalam sub topik bagiannya;
(b)Merencanakan bagaimana mengajarkan sub topik bagianna kepada
anggota kelompoknya semula.
4) Langkah IV
Siswa tersebut kembali ke kelompok masing-masing sebagai ahli dalam
sub topiknya dan mengajarkan informasi penting dalam sub topik tersebut
kepada temannya. Ahli dalam sub topik lainnya juga bertindak serupa,
sehingga

seluruh

siswa

bertanggung

jawab

untuk

menunjukkan

penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru.
Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik
pelajaran secara keseluruhan.
5) Langkah V
Evaluasi terhadap materi yang diperoleh secara individu
6) Langkah VI
Penghargaan (Sakdiyah, Halimatus : 2002)
Sedangkan langkah-langkah teknik berpikir-berpasang-berbagi adalah
sebagai berikut:
1) Langkah I
Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada semua kelompok
2) Langkah II
Siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut mandiri
3) Langkah III
Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya

4) Langkah IV
Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok untuk berbagi. Siswa
mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya ke kelompok.
5) Langkah V
Penghargaan (Lie, Anita : 2002)

BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Setting Penelitian
1. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV
SD Negeri Kebonsari Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan yang
berjumlah 33 orang.
2. Objek Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa
dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan pokok bahasan
Bacaan Dzikir dan Do’a setelah Sholat.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam bulan April - Mei tahun 2014.
Penentuan waktu penelitian sesuai dengan program semester II Tahun
Pelajaran 2013/2014, Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV,
maka standar kompetensi yang menjadi agenda penelitian ini jatuh pada
bulan April - Mei.
Tabel 3.1
Waktu Pelaksanaan Penelitian Tiap Siklus
Siklus ke-

Tanggal

Materi Pembelajaran

1

Sabtu, 26 April 2014

Bacaan

2

Sabtu, 03 Mei 2014

Do’a setelah sholat

Dzikir

dan

4. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Negeri Kebonsari , Jl. Raya Kebonsari
No. 32 Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan.
B. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah berupa Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). yaitu penelitian yang dilakukan di dalam kelas dengan pemberian

tindakan dan bertujuan untuk memperbaiki serta meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Seperti yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2002) bahwa
Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari 3 kata : Penelitian + Tindakan + Kelas.
Penelitian adalah mencermati suatu objek menggunakan aturan, metodologi
tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk
meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat secara sistematis dan
penting bagi peneliti. Tindakan yaitu sesuatu gerak kegiatan yang sengaja
dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian berbentuk rangkaian
siklus kegiatan. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.
C. Prosedur / Langkah-langkah Penelitian
Prosedur atau langkah-langkah penelitian yang dilakukan terbagi
dalam 2 siklus masing-masing siklus meliputi empat kegiatan pokok yaitu
Perencanaan, Pelaksanaan, Tindakan, Pengamatan, dan Refleksi. Secara
keseluruhan Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Gambar 3.1
Bagan Alur Penelitian Tindakan Kelas

(1) Pra Penelitian :



Membuat Surat Izin dari kepala sekolah untuk melaksanakan PTK,



Menyusun Proposal Penelitian



Menyiapkan Kolaborator, berbincang dengan siswa bahwa akan dilakukan
penelitian.

(2) Pelaksanaan
a) Siklus I (Sabtu, 26 April 2014)
1. Perencanaan


Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)



Menyiapkan Lembar Observasi



Menyiapkan Lembar Kerja Siswa



Menyiapkan Buku Sumber

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pada tahapan ini dilakukan tindakan berupa pelaksanaan program
pembelajaran, melaksanakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran
sesuai RPP, mengisi lembar observasi, mengumpulkan dan menganalisis
hasil tes. Langkah-langkah pelaksanaan Siklus I dengan menggunakan
Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw melalui tahapan berikut :
(a) Kegiatan Awal :


Memeriksa Kebersihan dan kelengkapan kelas



Memeriksa kehadiran siswa



Apersepsi



Motivasi

(b) Kegiatan Inti :


Guru membagi kelas dalam 9 kelompok , setiap kelompok terdiri
dari 4 siswa.



Guru membagi kartu soal kepada seluruh siswa



Siswa yang memiliki kartu soal dengan pokok masalah yang sama,
berkumpul membentuk kelompok baru yang disebut dengan
kelompok “ tim ahli”



Masing-masing tim ahli mendiskusikan permasalahan yang sudah
diberikan



Setelah Tim Ahli mendiskusikan pokok masalah dan mendapatkan
jawabannya, masing –masing siswa yang tergabung dalam tim ahli,
kembali ke kelompok asal dan memprensentasikan hasil diskusi
kepada kelompoknya.secara bergiliran.

(c) Kegiatan Akhir :


Refleksi : Guru dan siswa menyimpulkan materi yang dibahas



Informasi: Memberitahukan materi yang akan datang.

(3) Pengamatan Siklus I : mengamati dan mencatat aktivitas siswa dalam
pembelajaran dan melakukan tes diakhir siklus untuk mengetahui hasil
belajar siswa. Aspek yang diamati adalah sebagai berikut :


Aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran



Aktivitas guru yang meliputi : kegiatan pendahuluan, keagiatan inti
dan kegiatan akhir



Kendala yang dihadapi selama kegiatan pembelajaran



Ketuntasan Belajar Klasikal

(4) Refleksi / Evaluasi Siklus I :
Pada tahapan ini dilakukan refleksi pembelajaran, mencatat kekurangan –
kekurangan dan kendala yang dihadapi sehingga dapat melakukan tindak
lanjut untuk dianalisis dan dijadikan sebagai acuan pada pembelajaran di
siklus II.
Pada kegiatan pembelajaran di siklus I masih terdapat kendala dan
kekurangan khususnya pada siklus I pertemuan pertama, sehingga
kegiatan pembelajaran tidak berjalan secara efektif, diantaranya :


Guru belum menyampaikan tujuan pembelajaran



Pada pertemuan pertama siswa masih kelihatan bingung dengan
metode jigsaw



Pembagian kelompok siswa terlalu banyak sehingga terbentuk
kelompok tim ahli yang anggotanya terlalu banyak, mengakibatkan
diskusi tidak efektif.



Masih ada beberapa siswa yang tidak mengikuti pembelajaran
seperti mengerjakan tugas mata pelajaran lain, diam saja.



Penentuan materi untuk dibahas tim ahli terlalu banyak sehingga
tidak ada kelompok tim ahli yang selesai merumuskan materi yang
diberikan



Siswa tidak sempat presentasi



Siswa tidak sempat menyimpulkan materi



Pembelajaran dianggap gagal dan pada pertemuan berikutnya harus
ada revisi materi yang diberikan.

b) Siklus II ( Sabtu, 03 Mei 2014)
(1) Perencanaan :


Menyusun instrumen penelitian berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)



Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)



Menyiapkan Lembar Observasi



Menyiapkan Buku Sumber



Menyusun Soal Tes



Melaksanakan Tes Siklus II pada tanggal 03 Mei 2014

(2) Pelaksanaan :
Pada tahap ini dilakukan tindakan pelaksanaan program sesuai dengan
langkah-langkah dalam RPP yang sudah mengalami perubahan dan
perbaikan-perbaikan. Kekurangan pada siklus I ditindaklanjuti pada
tahap ini. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berik

Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

PERBEDAAN MOTIVASI BERPRESTASI ANTARA MAHASISWA SUKU JAWA DAN SUKU MADURA

6 144 7

MOTIVASI BERTINDAK KRIMINAL PADA REMAJA(STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK BLITAR)

3 92 22

HUBUNGAN ANTARA KONDISI EKONOMI WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 100 15

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62