Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksan Daun Jamblang (Syzygium cumini (L.) Skeels)
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TUMBUHAN JAMBLANG( Syzygium cumini (L.) Skeels )
2.1.1. Klasifikasi Tumbuhan Jamblang
Berdasarkan taksonomi, klasifikasi daun jamblang hasil identifikasi tumbuhan
dilaboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi
: Magnoiophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Bangsa
: Myrtales
Familia
: Myrtaceae
Genus
: Syzygium
Spesies : Syzygium Cumini (L.) Skeels
(Herbarium Medanense, 2016)
(a)
(b)
Gambar 2.1 (a) Pohon Jamblang (b) Daun Jamblang
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.2. Deskripsi Tumbuhan Jamblang
Pohon Jamblang tumbuh kokoh dengan tinggi 10-20 m dengan diameter
batang 40-90 cm, berdinding tebal, tumbuhnya bengkok dan bercabang banyak
(Dalimartha, 2003).
Kulit kayu yang berada dibagian bawah tanaman memiliki permukaan kasar
dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin keatas akan semakin licin dan berwarna
kelabu muda (Verheij dan Cornel, 1997). Daun jamblang merupakan daun tunggal
dan tebal dengan tangkai daun 1-3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau
bulat terbalik dengan pangkal lebar berbentuk baji, tepi rata, pertulangan menyirip,
panjang 7-16 cm, lebar 5-9 cm dan berwarna hijau. Tumbuhan jamblang memiliki
bunga majemuk berbentuk malai dengan cabang yang berjauhan, tumbuh diketiak
daun dan diujung percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda,
mahkota bentuk bulat telur, benang sari banyak, berwarna putih dan baunya
harum.Buahnya berupa buah buni, lonjong dengan panjang 2-3 cm, ketika masih
muda warnanya hijuan, setelah masak warnanya merah tua keunguan, rasanya agak
asam dan sepat. Berbiji satu dengan bentuk lonjong keras dan warnanya putih.
Tumbuhan jamblang berakar tunggang, bercabang-cabang dan berwarna coklat muda
(Dalimartha, 2003)
2.1.3.Manfaat Tumbuhan Jamblang
Daun Tumbuhan Jamblang (Syzygium cumini (L.) Skeels) merupakan salah
satu tumbuhan dari suku Myrtaceae yang tumbuh di sekitaran dataran tinggi
Kabupaten Deli Serdang khususnya di Taman Biro Rektor Universitas Sumatera
Utara, yang dipercaya khasiatnya sebagai obat diabetes, sembelit, keputihan, demam
serta untuk menghambat keluarnya darah dari feses. (Ayyanar, dkk, 2012)
Daunnya juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan sebagai makanan bagi
ulat sutra di India. Ekstrak daunnya menghasilkan minyak esensial yang digunakan
sebagai wewangian dalam sabun. (Chaudhary & Mukhophadyay, 2012).
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.4. Kandungan Kimia Daun Jamblang
Tanaman jamblang diketahui memiliki fitokimia yang beragam dan sebagian
besar telah diamati manfaat kesehatannya. Syzygium cumini yang termasuk kedalam
suku Myrtaceae ini mengandung senyawa kimia antara lain suatu alkaloid, flavonoid,
tanin, triterpenoid, monoterpen, minyak atsiri. Daun jamblang ini juga mengandung
β-sistosterol, kuarsetin, myresetin, myrisetin, flavonol glikosid, asilasi flavonol
glikosida, triterpenoid dan tanin. Daun jamblang ini juga kaya akan minyak essensial
seperti myrtenol serta mengandung asam ellagik, isoquarsetin, quarsetin dan
kampferol (Baliga et al, 2011)
2.2. Metabolit Sekunder
Tanaman menghasilkan metabolit yang berasal dari metabolit primer dan
metabolit sekunder selama pertumbuhan. Hasil metabolisme primer adalah senyawa
yang digunakan untuk pertumbuhan seperti karbohidrat, lemak, dan protein.
Senyawa-senyawa tersebut berada dalam jumlah yang besar pada tanaman mengingat
fungsinya yang sangat pokok bagi tumbuhan. Senyawa-senyawa yang termasuk hasil
dari metabolit sekunder adalah kelompok senyawa alkaloid, terpenoid, dan flavonoid.
Senyawa-senyawa inilah yang digunakan oleh manusia sebagai obat. Metabolisme
tersebut tidak digunakan bagi pertumbuhan tanaman, akan tetapi salah satu fungsinya
yaitu sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme patogen dan juga terhadap
herbivora maupun omnivora (Heldt, 1997).
Sifat-sifat utama senyawa sekunder pada tumbuhan adalah merupakan hasil
proses yang kompleks dan diatur dalam jaringan tertentu pada tingkatan
perkembangan tertentu.
1. Produknya dapat berbeda antar spesies, bahkan diantara organ yang
berbeda
2. Sangat spesifik
3. Tidak selalu merupakan produk akhir yang lembam, tetapi sering dapat
digunakan pada proses metabolismenya (Gunawan, 1991).
Universitas Sumatera Utara
8
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan
dialam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa alkaloida mengandung paling
sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar
atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
yang telah diisolasi berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf dan
beberapa seperti nikotin dan koniin berupa cairan. Kebanyakan alkaloid berwarna
tetapi
beberapa
senyawa
yang
kompleks,
spesies
aromatik
berwarna
( Sastrohamidjojo, 1996).
2.2.2 Flavonoid
Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoid ini berada didalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga
flavonoid yang terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu-kupu dengan anggapan bahwa flavonoid berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
didalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang
tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham,1988).
Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang
mempunyai 15 atom karbon, terdiridari dua cincin benzene yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa
flavonoid adalah senyawa 1,3 diaril propane, senyawa isoflavonoid adalah senyawa
1,2 diaril propane, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoid adalah 1,1 diaril
propane.
Flavonoida dapat bersifat sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal
bebas, sehingga sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan antara oksidan
dengan antioksidan didalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
9
2.2.3 Tanin
Tanin ialah pigmen pemberi warna coklat yang dapat diperoleh dari tumbuhan
maupun hewan. Tanin merupakan senyawa kompleks biasanya campuran polifenol
tidak mengkristal (tannin extracts). Tanin membentuk warna kehitaman dengan
beberapa ion logam misalnya ion besi, kalsium, tembaga dan magnesium. Senyawa
tanin tidak larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzene tetapi
mudah larut dalam air, dioksan aseton dan alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat.
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam
dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hapir terdapaat didalam paku-pakuan dan
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas
pada tumbuhan berkeping dua (Harborne, 1987).
2.2.4 Terpenoid
Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini
digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan
itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul
isoprene CH2 =C(CH3) –CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh
penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa – senyawa itu dipilah
– pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam
senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30) atau delapan (C40)
satuannya. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa , mulai dari komponen
minya atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan
C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak
menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40). Secara
kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel
tumbuhan (Harborne, 1987).
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.5 Saponin
Saponin berasal dari kata sapo yang berarti sabun, karena sifatnya menyerupai
sabun. Saponin adalah glikosida triterpenoid. Saponin merupakan senyawa yang
berasa pahit, berbusa dalam air serta larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut
dalam eter. Saponin paling cocok diekstraksi dengan menggunakan metanol dan
etanol (Robinson, 1995).
Saponin dapat digunakan sebagai racun dan antimikroba (jamur, bakteri, dan
virus). Saponi terdiri dari 2, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin
memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri jika mengunakan pelarut polar
seperti etanol 70%. Pada konsentrasi rendah saponin menyebabkan hemolisis sel
darah merah sehingga berfungsi sebagai antibakteri (Harborne, 1987).
2.3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan dua atau lebih komponen
dengan menambahkan suatu pelarut yang tepat. Pelarut yang umum dipakai adalah air
dan pelarut organik lain seperti kloroform, eter dan alkohol. Pemisahan secara
ekstraksi ada dua macam yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair atau
dikenal sebagai ekstraksi pelarut (Sudjadi, 1988). Ekstraksi dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu sokletasi, maserasi dan perkolasi.
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu sesuai
dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan kaidah
‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, tergantung dari tujuan
ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode
ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Pratiwi, 2008).
Pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode maserasi. Maserasi
adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Maserasi
bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak
tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip
Universitas Sumatera Utara
11
metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan
beberapa
kali
pengocokan
atau
pengadukan
pada
temperatur
ruangan
(Depkes RI. 2000).
2.4. Bakteri
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena
pengaruhnya yang membahayakan maupun menguntungkan. Bakteri tersebar luas
disekitar makhluk hidup yang sering dijumpai diudara, air dan tanah, dalam usus
binatang, pada lapisan lembab pada mulut, hidung dan tenggorokan, pada permukaan
tubuh dan tumbuhan.
Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa diantaranya hanya
memiliki diameter 0,4 µm (mikrometer). Sel berisi massa sitoplasma dan beberapa
bahan inti yang dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri, dinding
sel ini dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Kapsula terdiri atas polisakarida
dan polipeptida. Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok dasar tergantung
pada bentuk selnya yaitu :
1. Bentuk bulat (Coccus)
2. Bentuk batang (Bacillus)
3. Bentuk spiral (Spirillum)
4. Bentuk koma (Vibrio)
(Roger Y, dkk, 1982)
2.4.1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureusmerupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak
berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah
anggur. Ukuran Staphylococcus Aureusberbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya.
Apabila
ditumbuhkan
pada
media
agar,
Staphylococcus
Aureusmemiliki diameter 0,5-1 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung asam teikoat yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam
teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat
mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
Universitas Sumatera Utara
12
Staphylococcus Aureus adalah bakteri aerob, tetapi bila sudah berpindah ketempat
lain dapat bersifat anaerob fakultatif, mampu memfermentasikan manitol dan
menghasilkan enzim koagulase, hialurodinase, fosfatase, protease dan lipase.
Staphylococcus Aureusdapat tumbuh pada suhu 35oC- 37oC suhu minimum 6,7oC dan
suhu maksimum 45,4oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH mendekati 9,8 bila
substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini
membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya
dengan adanya thiamin.
Staphylococcus Aureus dapat dilihat seperti dalam gambar 2.2 dibawah ini,
hidup sebagai saprofit didalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia
dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan yang dapat dikeluarkan
pada saat batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dari
permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan
intoksikasi, Staphylococcus Aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam
infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, oteomielitis, pneumonia dan mastitis pada
manusia dan hewan. (Nasution M, 2014)
Gambar 2.2 Bakteri Staphylococcus aureus (Nasution M, 2014)
2.4.2. Salmonella typhi
Salmonella typhi dapat dilihat seperti dalam gambar 2.3 dibawah ini,
merupakan adalah salah satu bakteri gram negatif yang dapat menyerang saluran
gastrontestin yang mencakup perut, usus halus dan usus besar atau kolon. Terjadinya
sakit perut yang mendadak membedakannya dari sakit perut lain seperti disentri
basilar atau ameba. Salmonella typhi merupakan bakteri yang tidak memiliki spora,
Universitas Sumatera Utara
13
bergerak dengan flagel peritrik, bersifat intraseluler fakultatif fan anaerob fakultatif.
Ukurannya berkisarnantara 0,7-1,5 x 2-5 µm, memiliki antigen somatic (O), antigen
flagel (H) dengan 2 fase dan antigen kapsul (Vi). Terinfeksinya manusia oleh
salmonella hamper selalu disebaban mengkonsumsi makanan atau minuman
tercemar. Sumber salmonelosis terbesar yang merupakan gudang salmonella ialah
hewan-hewan tingkat rendah. (Pelczar,dkk, 2005)
Gambar 2.3. Bakteri Salmonella typhi (Pelczar, dkk, 2005)
2.4.3. Escherichia coli
Escherichia coli disebut juga Bacterium coli dapat dilihat seperti dalam
gambar 2.4 dibawah ini, merupakan bakteri gram negatif, aerob atau anaerob
fakultatif, panjang 1-4 μm, lebar 0,4-1,7 μm, berbentuk batang, tidak bergerak.
Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 370C tetapi dapat tumbuh pada suhu 8-400C,
membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata. Escherichia
coli biasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai flora normal. Bakteri ini dapat
menjadi patogen bila berada diluar usus atau dilokasi lain dimana flora normal jarang
terdapat (Jawetz, dkk., 2001).
Gambar 2.4. Bakteri Escherichia coli (Jaweetz, dkk, 2001)
Universitas Sumatera Utara
14
2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
1. Air. Bakteri memerlukan air dalam konsentrasi tinngi (cukup) disekitarnya
karena diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan. Air merupakan
pengantar semua bahan gizi yang diperlukan sel dan untuk membuang semua
zat-zat yang tak diperlukan keluar sel.
2. Garam-garam anorganik, diperlukan untuk mempertahankan keadaan koloidal
dan tekanan osmotik didalam sel, untuk memelihara keseimbangan asambasa, dan berfungsi sebagai bagian enzim atau sebagai aktivator reaksi enzim.
3. Mineral, selain karbon dan nitrogen, sel-sel hidup memerlukan sejumlah
mineral-mineral lainnya untuk pertumbuhannya.
Belerang (sulfur): seperti halnya dengan nitrogen, sulfur juga
merupakan substansi sel.
Fosfor-Fosfat (PO4): diperlukan sebagai komponen asam-asam
nukleat dan berupa ko-enzim.
Aktivator enzim: sejumlah mineral diperlukan sebagai aktivator
enzim seperti Mg, Fe juga K dan Ca.
4. Sumber Nitrogen, banyak isi sel terutama protein, mengandung nitrogen.Pada
bakteri, nitrogen mencapai 10% berat kering selbakteri. Nitrogen yang dipakai
oleh bakteri diambil dalam bentuk: NO3, NO2, NH3, N2 dan R-NH2 (Rradikal organik). Kebanyakan mikroorganisme menggunakan NH3 sebagai
satu-satunya sumber nitrogen.
5. CO2, diperlukan dalam proses-proses sintesis dengan timbulnya asimilasi CO2
didalam sel. (Nasution M,2014).
2.6. Media Bakteri
Medium mikrobiologi (media) merupakan makanan yang dapat digunakan
untuk mengkultur bakteri, jamur dan untuk mikroorganisme lainnya. Media pada
umumnya dapat berbentuk :
Universitas Sumatera Utara
15
-
Media Cair
Termasuk di dalamnya nutrient both, sitrat broth, glukosa broth, susu lakmus.
Media ini biasanya digunakan untuk pengembangbiakan mikroorganisme
dalam jumlah yang besar dan fermentasi.
-
Media Padat
Dapat dibuat dengan cara menambahkan agen pengeras termasuk agar, gelatin
ataupun silica gel menjadi yang cair. Agen pengeras yang baik adalah tidak
bisa digunakan oleh mikroorganisme, tidak menghambat pertumbuhan dari
bakteri dan juga tidak mencair pada suhu kamar. Nutrient agar, Blood agar
dan Sabouraus agar merupakan contoh dari media padat yang digunakan
untuk menumbuhkan koloni bakteri dan juga jamur.
-
Media Semipadat
Merupakan gabungan antara media padat dan media cair. Media ini lebih
cenderung sama dengan media padat yang mana didalamnya terdapat agen
pengeras yang juga termasuk agar dan gelatin (Brown, 2007)
2.7. Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan
atau menghambat aktivitas mikroorganisme. Antibakteri hanya dapat digunakan jika
mempunyai sifat toksik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan
penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya. Mekanisme kerja dari senyawa
antibakteri diantaranya yaitu:
1. Merusak dinding sel
2. Mengganggu permeabilitas sel
3. Menghambat aktivitas enzim
4. Menghambat sintesa asam nukleat dan protein
Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
bakteriostatik (zat antibakteri yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan
bakteri, namun tidak mematikannya) dan bakterisida (zat antibakteri yang
aktivitasnya membunuh bakteri) (Fardiaz , 2011).
Universitas Sumatera Utara
16
2.8. Metode Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dalam mengetahui senyawa murni yang
memiliki aktivitas antibakteri. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan
metode difusi dan pengenceran (dilusi) (Hermawan, dkk, 2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode
difusi dapat dilakkan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran
yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah
dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan
dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri
diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling lubang (Kusmayati,
dkk,. 2007).
Prinsip metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga
diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi
ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair. Perlakuan tersebut akan
diinkubasi dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan
terjaddinya kekeruhan. Larutan uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil yag
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar
Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibiory Concentration (MIC). Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24
jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai Kadar
Bunuh Minimal (KBM) atau Minimal Bactericidal Concentration (MBC) (Pratiwi,
2008).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TUMBUHAN JAMBLANG( Syzygium cumini (L.) Skeels )
2.1.1. Klasifikasi Tumbuhan Jamblang
Berdasarkan taksonomi, klasifikasi daun jamblang hasil identifikasi tumbuhan
dilaboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi
: Magnoiophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Bangsa
: Myrtales
Familia
: Myrtaceae
Genus
: Syzygium
Spesies : Syzygium Cumini (L.) Skeels
(Herbarium Medanense, 2016)
(a)
(b)
Gambar 2.1 (a) Pohon Jamblang (b) Daun Jamblang
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.2. Deskripsi Tumbuhan Jamblang
Pohon Jamblang tumbuh kokoh dengan tinggi 10-20 m dengan diameter
batang 40-90 cm, berdinding tebal, tumbuhnya bengkok dan bercabang banyak
(Dalimartha, 2003).
Kulit kayu yang berada dibagian bawah tanaman memiliki permukaan kasar
dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin keatas akan semakin licin dan berwarna
kelabu muda (Verheij dan Cornel, 1997). Daun jamblang merupakan daun tunggal
dan tebal dengan tangkai daun 1-3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau
bulat terbalik dengan pangkal lebar berbentuk baji, tepi rata, pertulangan menyirip,
panjang 7-16 cm, lebar 5-9 cm dan berwarna hijau. Tumbuhan jamblang memiliki
bunga majemuk berbentuk malai dengan cabang yang berjauhan, tumbuh diketiak
daun dan diujung percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda,
mahkota bentuk bulat telur, benang sari banyak, berwarna putih dan baunya
harum.Buahnya berupa buah buni, lonjong dengan panjang 2-3 cm, ketika masih
muda warnanya hijuan, setelah masak warnanya merah tua keunguan, rasanya agak
asam dan sepat. Berbiji satu dengan bentuk lonjong keras dan warnanya putih.
Tumbuhan jamblang berakar tunggang, bercabang-cabang dan berwarna coklat muda
(Dalimartha, 2003)
2.1.3.Manfaat Tumbuhan Jamblang
Daun Tumbuhan Jamblang (Syzygium cumini (L.) Skeels) merupakan salah
satu tumbuhan dari suku Myrtaceae yang tumbuh di sekitaran dataran tinggi
Kabupaten Deli Serdang khususnya di Taman Biro Rektor Universitas Sumatera
Utara, yang dipercaya khasiatnya sebagai obat diabetes, sembelit, keputihan, demam
serta untuk menghambat keluarnya darah dari feses. (Ayyanar, dkk, 2012)
Daunnya juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan sebagai makanan bagi
ulat sutra di India. Ekstrak daunnya menghasilkan minyak esensial yang digunakan
sebagai wewangian dalam sabun. (Chaudhary & Mukhophadyay, 2012).
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.4. Kandungan Kimia Daun Jamblang
Tanaman jamblang diketahui memiliki fitokimia yang beragam dan sebagian
besar telah diamati manfaat kesehatannya. Syzygium cumini yang termasuk kedalam
suku Myrtaceae ini mengandung senyawa kimia antara lain suatu alkaloid, flavonoid,
tanin, triterpenoid, monoterpen, minyak atsiri. Daun jamblang ini juga mengandung
β-sistosterol, kuarsetin, myresetin, myrisetin, flavonol glikosid, asilasi flavonol
glikosida, triterpenoid dan tanin. Daun jamblang ini juga kaya akan minyak essensial
seperti myrtenol serta mengandung asam ellagik, isoquarsetin, quarsetin dan
kampferol (Baliga et al, 2011)
2.2. Metabolit Sekunder
Tanaman menghasilkan metabolit yang berasal dari metabolit primer dan
metabolit sekunder selama pertumbuhan. Hasil metabolisme primer adalah senyawa
yang digunakan untuk pertumbuhan seperti karbohidrat, lemak, dan protein.
Senyawa-senyawa tersebut berada dalam jumlah yang besar pada tanaman mengingat
fungsinya yang sangat pokok bagi tumbuhan. Senyawa-senyawa yang termasuk hasil
dari metabolit sekunder adalah kelompok senyawa alkaloid, terpenoid, dan flavonoid.
Senyawa-senyawa inilah yang digunakan oleh manusia sebagai obat. Metabolisme
tersebut tidak digunakan bagi pertumbuhan tanaman, akan tetapi salah satu fungsinya
yaitu sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme patogen dan juga terhadap
herbivora maupun omnivora (Heldt, 1997).
Sifat-sifat utama senyawa sekunder pada tumbuhan adalah merupakan hasil
proses yang kompleks dan diatur dalam jaringan tertentu pada tingkatan
perkembangan tertentu.
1. Produknya dapat berbeda antar spesies, bahkan diantara organ yang
berbeda
2. Sangat spesifik
3. Tidak selalu merupakan produk akhir yang lembam, tetapi sering dapat
digunakan pada proses metabolismenya (Gunawan, 1991).
Universitas Sumatera Utara
8
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan
dialam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa alkaloida mengandung paling
sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar
atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
yang telah diisolasi berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf dan
beberapa seperti nikotin dan koniin berupa cairan. Kebanyakan alkaloid berwarna
tetapi
beberapa
senyawa
yang
kompleks,
spesies
aromatik
berwarna
( Sastrohamidjojo, 1996).
2.2.2 Flavonoid
Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoid ini berada didalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga
flavonoid yang terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu-kupu dengan anggapan bahwa flavonoid berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
didalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang
tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham,1988).
Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang
mempunyai 15 atom karbon, terdiridari dua cincin benzene yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa
flavonoid adalah senyawa 1,3 diaril propane, senyawa isoflavonoid adalah senyawa
1,2 diaril propane, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoid adalah 1,1 diaril
propane.
Flavonoida dapat bersifat sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal
bebas, sehingga sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan antara oksidan
dengan antioksidan didalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
9
2.2.3 Tanin
Tanin ialah pigmen pemberi warna coklat yang dapat diperoleh dari tumbuhan
maupun hewan. Tanin merupakan senyawa kompleks biasanya campuran polifenol
tidak mengkristal (tannin extracts). Tanin membentuk warna kehitaman dengan
beberapa ion logam misalnya ion besi, kalsium, tembaga dan magnesium. Senyawa
tanin tidak larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzene tetapi
mudah larut dalam air, dioksan aseton dan alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat.
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam
dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hapir terdapaat didalam paku-pakuan dan
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas
pada tumbuhan berkeping dua (Harborne, 1987).
2.2.4 Terpenoid
Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini
digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan
itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul
isoprene CH2 =C(CH3) –CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh
penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa – senyawa itu dipilah
– pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam
senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30) atau delapan (C40)
satuannya. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa , mulai dari komponen
minya atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan
C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak
menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40). Secara
kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel
tumbuhan (Harborne, 1987).
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.5 Saponin
Saponin berasal dari kata sapo yang berarti sabun, karena sifatnya menyerupai
sabun. Saponin adalah glikosida triterpenoid. Saponin merupakan senyawa yang
berasa pahit, berbusa dalam air serta larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut
dalam eter. Saponin paling cocok diekstraksi dengan menggunakan metanol dan
etanol (Robinson, 1995).
Saponin dapat digunakan sebagai racun dan antimikroba (jamur, bakteri, dan
virus). Saponi terdiri dari 2, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin
memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri jika mengunakan pelarut polar
seperti etanol 70%. Pada konsentrasi rendah saponin menyebabkan hemolisis sel
darah merah sehingga berfungsi sebagai antibakteri (Harborne, 1987).
2.3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan dua atau lebih komponen
dengan menambahkan suatu pelarut yang tepat. Pelarut yang umum dipakai adalah air
dan pelarut organik lain seperti kloroform, eter dan alkohol. Pemisahan secara
ekstraksi ada dua macam yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair atau
dikenal sebagai ekstraksi pelarut (Sudjadi, 1988). Ekstraksi dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu sokletasi, maserasi dan perkolasi.
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu sesuai
dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan kaidah
‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, tergantung dari tujuan
ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode
ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Pratiwi, 2008).
Pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode maserasi. Maserasi
adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Maserasi
bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak
tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip
Universitas Sumatera Utara
11
metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan
beberapa
kali
pengocokan
atau
pengadukan
pada
temperatur
ruangan
(Depkes RI. 2000).
2.4. Bakteri
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena
pengaruhnya yang membahayakan maupun menguntungkan. Bakteri tersebar luas
disekitar makhluk hidup yang sering dijumpai diudara, air dan tanah, dalam usus
binatang, pada lapisan lembab pada mulut, hidung dan tenggorokan, pada permukaan
tubuh dan tumbuhan.
Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa diantaranya hanya
memiliki diameter 0,4 µm (mikrometer). Sel berisi massa sitoplasma dan beberapa
bahan inti yang dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri, dinding
sel ini dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Kapsula terdiri atas polisakarida
dan polipeptida. Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok dasar tergantung
pada bentuk selnya yaitu :
1. Bentuk bulat (Coccus)
2. Bentuk batang (Bacillus)
3. Bentuk spiral (Spirillum)
4. Bentuk koma (Vibrio)
(Roger Y, dkk, 1982)
2.4.1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureusmerupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak
berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah
anggur. Ukuran Staphylococcus Aureusberbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya.
Apabila
ditumbuhkan
pada
media
agar,
Staphylococcus
Aureusmemiliki diameter 0,5-1 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung asam teikoat yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam
teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat
mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
Universitas Sumatera Utara
12
Staphylococcus Aureus adalah bakteri aerob, tetapi bila sudah berpindah ketempat
lain dapat bersifat anaerob fakultatif, mampu memfermentasikan manitol dan
menghasilkan enzim koagulase, hialurodinase, fosfatase, protease dan lipase.
Staphylococcus Aureusdapat tumbuh pada suhu 35oC- 37oC suhu minimum 6,7oC dan
suhu maksimum 45,4oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH mendekati 9,8 bila
substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini
membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya
dengan adanya thiamin.
Staphylococcus Aureus dapat dilihat seperti dalam gambar 2.2 dibawah ini,
hidup sebagai saprofit didalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia
dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan yang dapat dikeluarkan
pada saat batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dari
permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan
intoksikasi, Staphylococcus Aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam
infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, oteomielitis, pneumonia dan mastitis pada
manusia dan hewan. (Nasution M, 2014)
Gambar 2.2 Bakteri Staphylococcus aureus (Nasution M, 2014)
2.4.2. Salmonella typhi
Salmonella typhi dapat dilihat seperti dalam gambar 2.3 dibawah ini,
merupakan adalah salah satu bakteri gram negatif yang dapat menyerang saluran
gastrontestin yang mencakup perut, usus halus dan usus besar atau kolon. Terjadinya
sakit perut yang mendadak membedakannya dari sakit perut lain seperti disentri
basilar atau ameba. Salmonella typhi merupakan bakteri yang tidak memiliki spora,
Universitas Sumatera Utara
13
bergerak dengan flagel peritrik, bersifat intraseluler fakultatif fan anaerob fakultatif.
Ukurannya berkisarnantara 0,7-1,5 x 2-5 µm, memiliki antigen somatic (O), antigen
flagel (H) dengan 2 fase dan antigen kapsul (Vi). Terinfeksinya manusia oleh
salmonella hamper selalu disebaban mengkonsumsi makanan atau minuman
tercemar. Sumber salmonelosis terbesar yang merupakan gudang salmonella ialah
hewan-hewan tingkat rendah. (Pelczar,dkk, 2005)
Gambar 2.3. Bakteri Salmonella typhi (Pelczar, dkk, 2005)
2.4.3. Escherichia coli
Escherichia coli disebut juga Bacterium coli dapat dilihat seperti dalam
gambar 2.4 dibawah ini, merupakan bakteri gram negatif, aerob atau anaerob
fakultatif, panjang 1-4 μm, lebar 0,4-1,7 μm, berbentuk batang, tidak bergerak.
Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 370C tetapi dapat tumbuh pada suhu 8-400C,
membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata. Escherichia
coli biasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai flora normal. Bakteri ini dapat
menjadi patogen bila berada diluar usus atau dilokasi lain dimana flora normal jarang
terdapat (Jawetz, dkk., 2001).
Gambar 2.4. Bakteri Escherichia coli (Jaweetz, dkk, 2001)
Universitas Sumatera Utara
14
2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
1. Air. Bakteri memerlukan air dalam konsentrasi tinngi (cukup) disekitarnya
karena diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan. Air merupakan
pengantar semua bahan gizi yang diperlukan sel dan untuk membuang semua
zat-zat yang tak diperlukan keluar sel.
2. Garam-garam anorganik, diperlukan untuk mempertahankan keadaan koloidal
dan tekanan osmotik didalam sel, untuk memelihara keseimbangan asambasa, dan berfungsi sebagai bagian enzim atau sebagai aktivator reaksi enzim.
3. Mineral, selain karbon dan nitrogen, sel-sel hidup memerlukan sejumlah
mineral-mineral lainnya untuk pertumbuhannya.
Belerang (sulfur): seperti halnya dengan nitrogen, sulfur juga
merupakan substansi sel.
Fosfor-Fosfat (PO4): diperlukan sebagai komponen asam-asam
nukleat dan berupa ko-enzim.
Aktivator enzim: sejumlah mineral diperlukan sebagai aktivator
enzim seperti Mg, Fe juga K dan Ca.
4. Sumber Nitrogen, banyak isi sel terutama protein, mengandung nitrogen.Pada
bakteri, nitrogen mencapai 10% berat kering selbakteri. Nitrogen yang dipakai
oleh bakteri diambil dalam bentuk: NO3, NO2, NH3, N2 dan R-NH2 (Rradikal organik). Kebanyakan mikroorganisme menggunakan NH3 sebagai
satu-satunya sumber nitrogen.
5. CO2, diperlukan dalam proses-proses sintesis dengan timbulnya asimilasi CO2
didalam sel. (Nasution M,2014).
2.6. Media Bakteri
Medium mikrobiologi (media) merupakan makanan yang dapat digunakan
untuk mengkultur bakteri, jamur dan untuk mikroorganisme lainnya. Media pada
umumnya dapat berbentuk :
Universitas Sumatera Utara
15
-
Media Cair
Termasuk di dalamnya nutrient both, sitrat broth, glukosa broth, susu lakmus.
Media ini biasanya digunakan untuk pengembangbiakan mikroorganisme
dalam jumlah yang besar dan fermentasi.
-
Media Padat
Dapat dibuat dengan cara menambahkan agen pengeras termasuk agar, gelatin
ataupun silica gel menjadi yang cair. Agen pengeras yang baik adalah tidak
bisa digunakan oleh mikroorganisme, tidak menghambat pertumbuhan dari
bakteri dan juga tidak mencair pada suhu kamar. Nutrient agar, Blood agar
dan Sabouraus agar merupakan contoh dari media padat yang digunakan
untuk menumbuhkan koloni bakteri dan juga jamur.
-
Media Semipadat
Merupakan gabungan antara media padat dan media cair. Media ini lebih
cenderung sama dengan media padat yang mana didalamnya terdapat agen
pengeras yang juga termasuk agar dan gelatin (Brown, 2007)
2.7. Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan
atau menghambat aktivitas mikroorganisme. Antibakteri hanya dapat digunakan jika
mempunyai sifat toksik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan
penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya. Mekanisme kerja dari senyawa
antibakteri diantaranya yaitu:
1. Merusak dinding sel
2. Mengganggu permeabilitas sel
3. Menghambat aktivitas enzim
4. Menghambat sintesa asam nukleat dan protein
Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
bakteriostatik (zat antibakteri yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan
bakteri, namun tidak mematikannya) dan bakterisida (zat antibakteri yang
aktivitasnya membunuh bakteri) (Fardiaz , 2011).
Universitas Sumatera Utara
16
2.8. Metode Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dalam mengetahui senyawa murni yang
memiliki aktivitas antibakteri. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan
metode difusi dan pengenceran (dilusi) (Hermawan, dkk, 2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode
difusi dapat dilakkan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran
yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah
dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan
dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri
diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling lubang (Kusmayati,
dkk,. 2007).
Prinsip metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga
diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi
ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair. Perlakuan tersebut akan
diinkubasi dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan
terjaddinya kekeruhan. Larutan uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil yag
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar
Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibiory Concentration (MIC). Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24
jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai Kadar
Bunuh Minimal (KBM) atau Minimal Bactericidal Concentration (MBC) (Pratiwi,
2008).
Universitas Sumatera Utara