Tinjauan Yuridis Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dikelola Badan Hukum Yayasan Chapter III V

di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Demikian yayasan hanyalah dapat
mempunyai tujuan di tiga sektor ini

BAB III
HUBUNGAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN YAYASAN
BESERTA MASALAH YANG DAPAT TERJADI
3.1 Hubungan Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Badan Hukum Yayasan

Universitas Sumatera Utara

Pada prinsipnya hanya warganegara Indonesia yang memiliki hubungan
sepenuhnya dengan tanah. Warga negara dan badan hukum Indonesia mempunyai
hak untuk mengerjakan dan mengusahakan tanah atau dalam arti tidakobadan
hukum dapat memiliki hak atas tanah di Indonesia. Hanya orang Indonesia yang
dapat memiliki tanah dan badan hukum tidak dapat memiliki tanah akan tetapi
mempunyai hak untuk mengerjakan dan mengusahakan tanah (Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria)
Menurut Undang–undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan
berhubungan dengan Undang Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang–
undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan,Yayasan adalah badan hukum yang
terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan

tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai
anggota. Kekayaan Yayasan dapat berupa uang dan/atau barang dan/atau kekayaan
lain. Barang yang dimaksud ini dapat berupa barang bergerak maupun tidak
bergerak dalam hal ini tanah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan
Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, Yayasan
sebagai suatu badan hukum keagamaan dan sosial adalah suatu pengecualian dari
Undang-undang Pokok Agraria yang diberikan oleh pemerintah.
Untuk mendapatkan hak milik atas tanah, Yayasan terlebih dahulu harus
mempunyai surat keputusan penunjukan sebagai badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah. Keputusan penunjukan yang diterbitkan oleh
Kepala Badan Pertanahan ini dapat diperoleh dengan mengajukan surat

Universitas Sumatera Utara

permohonan untuk menjadi badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas
tanah dengan melampirkan Akta Anggaran Dasar Yayasan, Surat Pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Surat Rekomendasi dari Departemen
Agama dan Surat Rekomendasi dari Menteri Sosial. Setelah didapatkanya surat
penunjukkan maka Yayasan baru dapat memiliki hak milik atas tanah.

Perolehan hak atas tanah tersebut dapat dilakukan yayasan melalui lembaga
hibah, hibah wasiat dan lembaga peralihan lainnya yang tidak bertentangan dengan
undang-undang dan anggaran dasar yayasan. Peralihan lainnya termasuk juga
lembaga jual beli.Selain dapat memiliki kekayaan berupa hak milik atas tanah
melalui lembaga tersebut, yayasan juga dapat memiliki tanah melalui lembaga
wakaf. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang–
undang tentang Yayasan berhubungan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008
tentang Pelaksanaan Undang undang tentang Yayasan, menyatakan bahwa Yayasan
dapat menerima kekayaan berupa wakaf atau bertindak sebagai nazhir (penerima
wakaf dari wakif). Oleh karena itu perbuatan perolehannya harus tunduk pada
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Kekayaan Yayasan pada prinsipnya tidak dapat dialihkan kepada pihak
manapun oleh pengurus yayasan. Untuk mengalihkan kekayaan yayasan dalam hal
ini tanah milik yayasan maka pengurus yayasan harus mendapat persetujuan dari
pembina yayasan. Pengalihan harta kekayaan yayasan kepada Pembina, Pengurus,
dan Pengawas dilarang bahkan diancam pidana paling lama 5 (lima) tahun berikut
kewajiban mengembalikan harta kekayaan yang dialihkan dan diperolehnya kepada
yayasan. Akan tetapi terhadap pengalihan harta kekayaan yayasan kepada pengurus


Universitas Sumatera Utara

dikecualikan apabila pengurus bukanlah pendiri dan tidak ada hubungan atau
terafliasi dengan pendiri, pembina dan pengawas. Pengcualian ini harus dinyatakan
dalam anggaran dasar yayasan. Jadi pengalihan harta kekayaan kepada pihak III
diperkenankan dengan persetujuan Pembina sedangkan pengalihan kepada
Pengurus diperkenankan dengan syarat dan ketentuan sebagaimana ditentukan oleh
undang-undang.
Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (“UU Yayasan”), Pengurus
tidak berwenang:
1. mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;
2. mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina;
dan
3. membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.
Ini berarti bahwa aset atau kekayaan yayasan dapat dijual kepada pihak lain
selama memenuhi ketentuan pada Pasal 37 ayat (1) huruf b UU Yayasan, yaitu
bahwa pengurus harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pembina.
Cara yang dilakukan adalah dengan jual beli tanah pada umumnya, tetapi
sebelum melakukan jual beli tersebut, harus mendapatkan persetujuan dari Pembina

yang sebaiknya dibuat secara tertulis.
Akan tetapi perlu Anda ketahui, bahwa kekayaan Yayasan dapat juga
berasal wakaf (Pasal 26 ayat [2] UU Yayasan). Oleh karena itu, sebelum menjual
tanah aset Yayasan, harus dilihat terlebih dahulu apakah tanah tersebut merupakan

Universitas Sumatera Utara

tanah wakaf atau tidak. Jika tanah tersebut adalah tanah wakaf, maka berlaku
ketentuan mengenai wakaf.
Pasal 26 UU Yayasan
1. Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan
dalam bentuk uang atau barang.
2. Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan
Yayasan dapat diperoleh dari:
a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. wakaf;
c. hibah;
d. hibah wasiat; dan
e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku
ketentuan hukum perwakafan.
4. Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (“UU Wakaf”)
dikatakan bahwa harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
1. dijadikan jaminan;
2. disita;
3. dihibahkan;
4. dijual;

Universitas Sumatera Utara

5. diwariskan;
6. ditukar; atau
dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Atas

ketentuan


dalam

Pasal

40

UU

Wakaf

tersebut,

terdapat

pengecualiannya dalam Pasal 41 UU Wakaf, yaitu atas benda wakaf dapat
dilakukan pertukaran apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan
untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR)
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan syariah. Hal ini hanya dapat dilakukan setelah memperoleh
izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Harta benda

wakaf yang sudah diubah statusnya tersebut wajib ditukar dengan harta benda yang
manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf
semula.
Jadi, pada dasarnya tanah aset Yayasan dapat dijual oleh Pengurus kepada
pihak lain selama telah ada persetujuan dari Pembina. Akan tetapi, perlu dilihat juga
status tanah tersebut, apakah tanah tersebut adalah tanah wakaf atau bukan. Jika
tanah tersebut adalah tanah wakaf, maka tanah tersebut tidak dapat dijual.
3.2 Status Hak Atas Tanah Milik Yayasan Yang Diadakan Proses Pengadaan Tanah
Oleh Pemerintah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan
Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, Yayasan
sebagai suatu badan hukum keagamaan dan sosial adalah suatu pengecualian dari
Undang-undang Pokok Agraria yang diberikan oleh pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Untuk mendapatkan hak milik atas tanah, Yayasan terlebih dahulu harus
mempunyai surat keputusan penunjukan sebagai badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah. Keputusan penunjukan yang diterbitkan oleh
Kepala Badan Pertanahan ini dapat diperoleh dengan mengajukan surat

permohonan untuk menjadi badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas
tanah dengan melampirkan Akta Anggaran Dasar Yayasan, Surat Pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Surat Rekomendasi dari Departemen
Agama dan Surat Rekomendasi dari Menteri Sosial. Setelah didapatkanya surat
penunjukkan maka Yayasan baru dapat memiliki hak milik atas tanah.
Sebelum di bahas lebih lanjut mengenai yayasan yang diadakan proses
pengadaan tanah. Mari kita bahas mengenai pengadaan tanah tersebut. Berdasarkan
Undang undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pengadaan Tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak.
Dalam UU ini pengadaan tanah adalah untuk kepentingan Umum, artinya
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap
menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. Pengadaan tanah untuk
kepentingan umum diselenggarakan oleh Pemerintah.Pihak yang berhak wajib
melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum setelah pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atau berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tanah yang
selanjutnya dibangun sesuatu untuk kepentingan umum akan menjadi milik


Universitas Sumatera Utara

Pemerintah/Pemerintah Daerah atau menjadi mili BUMN apabila dipergunakan
untuk kepentingannya.
Tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1
Undang Undang nomor 2 tahun 2012 adalah untuk pembangunan:
1. pertahanan dan keamanan nasional;
2. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api;
3. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
4. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
5. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
6. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
7. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
8. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
9. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
10. fasilitas keselamatan umum;
11. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;

12. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
13. cagar alam dan cagar budaya;
14. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
15. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta
perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
16. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
17. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

Universitas Sumatera Utara

18. pasar umum dan lapangan parkir umum.
Untuk mengerjakan pembangunan seperti di atas, kecuali untuk pertahanan dan
keamanan nasional yang diatur oleh perundang – undangan, maka hal tersebut
diselenggarakan oleh Pemerintah yang dapat bekerja sama dengan BUMN,
BUMD, dan Badan Usaha Swasta.
Jenis jenis dan bentuk ganti kerugian yang diberikan oleh pemerintah Menurut
Pasal 36 Undang Undang No. 2 Tahun 2012, bentuk ganti kerugian yang
diberikan kepada pemilik hak atas tanah yang tanahnya digunakan untuk
pembangunan bagi kepentingan umum adalah:
1. Uang

2. tanah pengganti;
3. pemukiman kembali;
4. Kepemilikan saham; atau
5. bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Pengadaan tanah oleh pemerintah untuk kepentingan umum juga memiliki
berbagai prosedur dan tata cara dengan berlakunya Perpres No.65/2006, maka ada
perbedaan dalam tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Menurut
Pasal 2 Perpres No.65/2006 menyatakan bahwa:
1. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan
cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
2. Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan

Universitas Sumatera Utara

dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati
secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut Undang Undang No 2
tahun 2012, bahwa khusus untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum yang
dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dan diberikan ganti rugi yang sepantasnya
oleh keputusan panitia, sedangkan pengadaan tanah selain untuk kepentingan
umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, dalam hal ini
dilakukan oleh pihak swasta, maka dilaksanakan dengan jual beli, tukar menukar,
atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Sebelum berlakunya Keppres No.55/Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum, maka landasan yuridis yang digunakan dalam
pengadaan tanah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No.15/1975.Sebelum
Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 ditetapkan, belum ada definisi yang jelas tentang
kepentingan umum yang baku. Secara sederhana dapat diartikan bahwa
kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau
kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan
tersebut terlalu umum dan tidak ada batasnya.Kepentingan dalam arti luas diartikan
sebagai “public benefit” sedangkan dalam arti sempit public use diartikan sebagai
public access, atau apabila public access tidak dimungkinkan, maka cukup “if the
entire public could use the product of the facility”.Pelaksanaan pengadaan tanah
dalam PMDN Nomor. 15 Tahun 1975 dalam pengadaan tanah dikenal istilah
pembebasan tanah, yang berarti melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat
diantara pemegang atau penguasa atas tanah dengan cara memberikan ganti rugi.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan didalam pasal 1 butir 2 Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 menyatakan
bahwa :“pelepasan atau penyerahan hak adalah kegiatan melepaskan hubungan
hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan
memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah”.Setelah berlakunya Keppres
Nomor. 55 Tahun 1993 istilah tersebut berubah menjadi pelepasan hak atau
penyerahan hak atas tanah.Oleh karena itu, segi-segi hukum materiilnya
pelaksanaan pelepasan hak atau pelepasan hak atas tanah pada dasarnya sama
dengan pembebasan tanah yaitu Hukum Perdata.Dengan perkataan lain bahwa
keabsahan atau ketidak absahan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagai
cara pengadaan tanah ditentukan ada tidaknya kesepakatan diantara kedua belah
pihak yang berarti sah tidaknya perbuatan hukum yang bersangkutan, berlaku
antara lain syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Perbedaannya yaitu pembebasan tanah pada umumnya berdasarkan pada
PMDN Nomor. 15 Tahun 1975, sedangkan pelepasan atau penyerahan hak-hak atas
tanah berdasarkan Keppres Nomor. 55 Tahun 1993. Secara hukum kedudukuan
Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 sama dengan PMDN Nomor. 15 Tahun 1975, yaitu
sebagai peraturan dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum yang didalamnya mengatur mengenai ketentuan-ketentuan mengenai tata
cara untuk memperoleh tanah dan pejabat yang berwenang dalam hal tersebut.
Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 merupakan penyempurnaan dari peraturan
sebelumnya yaitu PMDN Nomor. 15 Tahun 1975 yang memiliki kekurangan atau
kelemahan khususnya hal-hal yang mengenai pihak-pihak yang boleh melakukan
pembebasan tanah, dasar perhitungan ganti rugi yang didasarkan pada harga dasar,

Universitas Sumatera Utara

tidak adanya penyelesaian akhir apabila terjadi sengketa dalam pembebasan tanah,
khususnya mengenai tidak tercapainya kesepakatan tentang pemberian ganti rugi.
Oleh sebab itu kedudukan Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 sama dengan PMDN
Nomor. 15 Tahun 1975 sebagai dasar hukum formal dalam pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah yang pada waktu berlakunya PMDN No. 15/1975
disebut pembebasan tanah. Namun seiring berjalannya waktu Keppres No. 55/1993
kemudian digantikan dengan Peraturan baru dengan tujuan mencari jalan untuk
meminimalisir potensi konflik yang mungkin timbul dalam implementasi
pengadaan tanah menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan umum.
Namun Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 memiliki peraturan
yang memberatkan sekali terhadap pihak yang terkena pengadaan tanah karena
pada peraturan tersebut ganti rugi terhadap pihak yang dikenakan pengadaan tanah
melalui NJOP yang merupakan rata rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, jika terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau
Nilai Jual Objek Pajak Pengganti yang sangat merugikan pihak yang terkena
pengadaan tanah karena ganti rugi yang sangat tidak sesuai dengan tanah yang
dilakukan pengadaan tanah, oleh karena itu dalam Undang Undang Nomor 2 tahun
2012 ganti rugi terhadap pihak yang terkena pengadaan tanah ditentukan oleh
panitia yang berwenang untuk menentukan ganti rugi terhadap pihak yang
dikenakan pengadaan tanah tersebut dan pihak tersebut juga dapat mengajukan
upaya hukum kepada pemerintah apabila ganti rugi yang diberikan tidak

Universitas Sumatera Utara

sepantasnya atau tidak sesuai dengan nilai tanah yang akan dilakukan pengadaan
tanah tersebut.
3.3 Hak dan Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Oleh Badan Hukum Yayasan
Apabila Dilakukan Pengadaan Tanah Ditempatnya
Menurut UU No.2 tahun 2012 dan PP No. 71 tahun 2013 Perencanaan
pengadaan tanah untuk Kepentingan umum didasarkan atas Rencana Tata Ruang
Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang
bersangkutan.

Perencanaan

pengadaan

tanah

untuk

kepentingan

umum

sebagaimana dimaksud dalam disusun dalam bentuk dokumen perencanaan
pengadaan tanah, yang paling sedikit memuat:
1. maksud dan tujuan rencana pembangunan;
2. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
Pembangunan
Badan hukum Yayasan juga dapat mengupayakan Konsultasi pada pihak yang
berwenang saat pihak pemerintah melakukan konsultasi publik rencana
pembangunan mereka. Konsultasi publik adalah proses komunikasi dialogis atau
musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan
kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk
mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak
dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta
dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat

Universitas Sumatera Utara

yang disepakati. Pelibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan
dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana
pembangunan. Setelah mencapai kesepakatan, maka dituangkan dalam bentuk
berita acara kesepakatan. Kemudian Instansi yang memerlukan tanah dapat
mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Gubernur sesuai dengan
kesepakatan tersebut. Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak di terimanya pengajuan permohonan
penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah.
Pihak Pemerintah juga akan memberikan ganti rugi yang sepantasnya kepada
pihak yang terkena dampak pembebasan tanah baik peorangan ataupun badan
hukum.Lembaga Pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Lembaga Pertanahan mengumumkan penilai yang telah
ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah. Penilai yang
ditetapkan wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan
dan apabila terdapat pelanggaran dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh penilai dilakukan bidang per
bidang tanah, meliputi:
1. Tanah
2. Ruang atas tanah dan bawah tanah
3. Bangunan
4. Tanaman
5. Benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau

Universitas Sumatera Utara

6. Kerugian lain yang dapat dinilai.
Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat
pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Besarnya
nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan kepada
Lembaga Pertanahan dengan berita acara dan menjadi dasar musyawarah penetapan
ganti kerugian. Dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah
terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan
penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas
bidang tanahnya.
Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai
disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian. Berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil
kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada
pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.
Pada dasarnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan
dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil sebagaimana dikatakan dalam
Pasal 9 ayat (2) UU 2/2012.Penilaian besarnya nilai ganti kerugian atas tanah yang
terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditetapkan oleh Penilai (Pasal
33 jo. Pasal 32 UU 2/2012). Penilai ini ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan (Pasal
31 ayat (1) UU 2/2012). Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan
nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan
umum (Pasal 34 ayat (1) UU 2/2012).

Universitas Sumatera Utara

Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana
Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik
tersebut (Pasal 63 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum).Nilai ganti
kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai tersebut menjadi dasar musyawarah
penetapan ganti kerugian (Pasal 34 ayat (3) UU 2/2012).
Penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian dilakukan dengan
musyawarah antara Lembaga Pertanahan dengan pihak yang berhak dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari (Pasal 37 ayat (1) UU 2/2012). Pihak yang berhak
adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah (Pasal 1 angka
3 UU 2/2012).Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti
kerugian kepada pihak yang berhak. Hasil kesepakatan tersebut dimuat dalam berita
acara kesepakatan (Pasal 37 ayat (2) UU 2/2012).Jika tidak terjadi kesepakatan
mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat
mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama
14 (empat belas) hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian (Pasal 38 ayat
(1) UU 2/2012). Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti
kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya
pengajuan keberatan (Pasal 38 ayat (2) UU 2/2012).
Jika pihak yayasan keberatan dengan putusan pengadilan negeri, maka
pihak yang keberatan tersebut, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja,
dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia (Pasal 38
ayat (3) UU 2/2012). Selanjutnya, Mahkamah Agung wajib memberikan putusan

Universitas Sumatera Utara

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi
diterima (Pasal 38 ayat (4) UU 2/2012).
Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian kepada Yayasan
ataupun pihak yang keberatan (Pasal 38 ayat (5) UU 2/2012).
Jika pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian,
tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu yang telah ditetapkan dalam Pasal
38 ayat (1) UU 2/2012, maka karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima
bentuk dan besarnya ganti kerugian hasil musyawarah (Pasal 39 UU 2/2012).
Melihat dari ketentuan-ketentuan di atas, jika Yayasan ataupun pihak yang
lain tidak setuju dengan besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil perundingan,
maka Anda dapat mengajukan Upaya hukum pada pengadilan negeri setempat.
Menurut Peraturan menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 Tahun 1994 tentang ketentuan pelaksanaan keputusan presiden
republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi
pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Mengenai tanah Yayasan
yang diperoleh dari wakaf. Maka ganti kerugian yang diberikan dalam bentuk
tanah, Bangunan dan Perlengkapan yang diperlukan diserahkan kepada Nadzir
yang bersangkutan.

BAB IV
PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Universitas Sumatera Utara

4.1 Hak Milik Atas Tanah Menurut Hukum Adat
Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan
terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan, sampai sekarang belom ada peraturan yang
mengatur khusus mengenai pelaksanaan jual beli tanah.
Dalam Pasal 5 UUPA terdapat pernyataan bahwa Hukum Tanah Nasional
kita adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas – asas, lembaga
hukum dan sistem hukum adat. Hukum adat yang dimaksud tentunya hukum adat
yang telah di sanner yang dihilangkan cacat – cacatnya / disempurnakan. Jadi,
pengertian jual beli tanah menurut hukum tanah nasional kita adalah pengertian jual
beli tanah menurut hukum adat.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sumber –sumber hukum tanah
nasional kita berupa norma – norma hukum yang berbentuk tertulis dan tidak
tertulis. Sumber – sumber hukum yang tertulis berupa undang – undang dasar 1945,
UUPA, Peraturan – peraturan pelaksanaan UUPA, dan peraturan – peraturan lama
yang masih berlaku. Adapun sumber – sumber hukum yang tidak tertulis adalah
norma – norma Hukum Adat yang telah di-saneer dan hukum kebiasaan baru,
termasuk yurisprudensi.
Dengan demikian ada dua fungsi atau peranan dari hukum Adat , yaitu
sebagai sumber utama pembangunan hukum tanah Nasional dan sebagai pelengkap
dari ketentuan – ketentuan hukum tanah yang belom ada peraturannya 21agar tidak

                                                            

    Boedi  Ha so o  a   Huku   Ag a ia:  “eja ah  Pe
Dja ata , 
, hl .
 

e tuka   isi  da   Pelaksa aa

ya,  Jaka ta  : 

Universitas Sumatera Utara

terjadi kekosongan hukum karena hukumnya belum diatur sehingga kegiatan
masyarakat yang berhubungan dengan hukum tanah tidak terhambat karenanya.
Menurut hukum adat, Jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan
hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan
hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepada adat, yang berperan sebagai pejabat
yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut
sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa
perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak.
Oleh karena itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan,
atau baru dibayar sebagian ( tunai dianggap tunai ). Dalam hal pembeli tidak
membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual
beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang22.
Kadang – kadang seorang pembeli tanah dalam pelaksanaan jual belinya
belom tentu mempunyai uang tunai sebesar harga tanah yang ditetapkan. Dalam hal
yang demikian ini berarti pada saat terjadinya jual beli, uang pembayaran dari harga
tanah yang ditetapkan belum semuanya terbayar lunas ( hanya sebagian saja).
Belum lunasnya pembayaran harga tanah yang ditetapkan tersebut tidak
menghalangi pemindahan haknya atas tanah, artinya pelaksanaan jual beli telah
dianggap telah selesai. Adapun sisa uang yang harus dibayar oleh pembeli kepada
penjual dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual, jadi hubungan ini
merupakan hubungan utang piutang antara penjual dengan pembeli. Meskipun
pembeli masih menanggung utang kepada penjual berkenaan dengan jual belinya

                                                            

 “oe jo o soeka to, huku  adat i do esia  Jaka ta:  aja ali, 

 hl  

 

Universitas Sumatera Utara

tanah penjual, namun hak atas tanah tetap telah pindah dari penjual kepada pembeli
saat terselesainya jual beli.
Dalam hukum adat, jual beli tanah dimaksukkan dalam hukum benda,
khusususnya hukum benda tetap atau hukum tanah, tidak dalam hukum perikatan
khususnya hukum perjanjian, hal ini karena23.
1. Jual beli tanah menurut Hukum adat bukan merupakan suatu perjanjian
sehingga tidak mewajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli
tersebut.
2. Jual beli tanah menurut hukum adat tidak menimbulkan hak dan kewajiban,
yang ada hanya pemindahan hak dan kewajiban atas tanah. Jadi apabila
pembeli baru membayar harga tanah sebagian dan tidak membayar sisanya
maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah
tersebut.
Ciri – ciri yang menandai dari jual beli tersebut antara lain, jual beli tersebut
serentak selesai dengan tercapainya persetujuan atau persesuaian kehendak (
konsensus) yang diikuti dengan ikrar / pembuatan kontrak jual beli di hadapan
kepala persekutuan hukum yang berwenang, dibuktikan dengan pembayaran
harga tanah oleh pembeli dan disambut dengan kesediaan penjual untuk
memindahkan hak miliknya kepada pembeli. Dengan terjadinya jual beli
tersebut, hak milik atas tanah telah berpindah, meskipun formalitas balik nama
belum terselesaikan. Kemudian ciri yang kedua adalah sifatnya yang terang,
berarti tidak gelap. Sifat ini ditandai dengan peranan dari kepala persekutuan,

                                                            
 I id. 

Universitas Sumatera Utara

yaitu menanggung bahwa perbuatan itu sudah cukub tertib dan ckup sah
menurut hukumnya. Adanya tanggungan dari kepala Persekutuan tersebut
menjadikan perbuatan tersebut terangkat menjadi suatu perbuatan yang
mengarah pada ketertiban hukum umum sehingga menjadikannya di dalam lalu
lintas hukum yang bebas dan terjamin.
Adapaun prosedur jual beli tanah itu diawali dengan kata sepakat antara
calon penjual dengan pembeli mengenai objek jual belinya yaitu tanah hak milik
yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui musyawarah diantara
mereka snediri. Setelah mereka sepakat akan harga dari tanah itu, biasanya
sebagai tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjer. Pemberian panjar tidak
diartikan sebagai harus dilaksanakan jual beli itu. Dengan demikian panjer di
sini fungsinya adalah hanya sebagai tanda jadi akan dilaksanakannya jual beli.
Dengan adanya panjer, para pihak akan merasa mempunyai ikatan moral untuk
melaksanakan jual beli tersebut. Apabila telah ada panjer, maka akan timbul
hak ingkar. Bila yang ingkar si pemberi panjer, maka panjer akan menjadi milik
penerima panjer.sebaliknya bila keingkaran tersebut ada pada pihak penerima
panjer, maka panjer harus dikembalikan kepada pemberi panjer. Jika para pihak
tidak menggunakan hak ingkar tersebut, dapatlah diselenggarakan pelaksanaan
jual beli tanahnya, dengan calon penjual dan calon pembeli menghadap kepala
desa (Adat) untuk menyatakan maksud mereka itu. Inilah yang dimaksud
dengan terang. Kemudian oleh penjual dibuat suatu akta bermeterai yang
menyatakan bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk selama
lamanya kepada pembeli dan bahwa benar ia telah menerima harga secara
penuh. Akta tersebut turut ditandatangani oleh pembeli dan kepala desa ( adat

Universitas Sumatera Utara

). Dengan telah ditandatanganinnya akta tersebut, maka perbuatan jual beli itu
selesai. Pembeli kini menjadi pemegang hak atas tanahnya yang baru dan
sebagai tanda buktinya adalah surat jual beli tersebut.
Transaksi tanah, di lapangan hukum harta kekayaan merupakan salah satu
bntuk perbuatan tunai dan berojek tanah. Intinya adalah penyerahan benda (
sebagai prestasi ) yang berjalan serentak dengan penerimaan pembayaran tunai
( seluruhnya, kadang – kadang sebagian, selaku kontra prestasi ). Perbuatan
menyerahkan itu diyatakan dengan istilah jual ( Indonesia) , adol, sade ( jawa).24
Transaksi jual tanah dalam sistem hukum adat mempunyai 3 muatan,
yakni:25
A. Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai sedemikian rupa
dengan hak untuk mendapatkan tanahnya kembali setelah membayar
sejumlah uang yang pernah dibayarnya. Antara lain menggadai, menjual
gade, adil sende, ngejual akad dan gade.
B. Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai tanpa hak untuk
membeli kembali, jadi menjual lepas untuk selama lamanya. Antara lain
adol plas, runtemurun, menjual saja
C. Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran dengan perjanjian bahwa
setelah beberapa tahun panen dan tanpa tindakan hukum tertentu tanah akan
kembali ( menjual tahunan, Adol oyodan).

                                                            

 I a  “udiyat, Huku  Adat “ketsa A“A“,   Yogyaka ta : li e ty, 
 Op  it., “oe jo o “oeka to, hl . 
 

 hl .

 

Universitas Sumatera Utara

Bentuk bentuk pemindahan hak milik menurut sistem hukum adat sebagai berikut.
A. Yang mengakibatkan pemindahan hak milik untuk selama lamanya
a. Jual lepas : Jual lepas merupakan proses pemindahan hak atas tanah
yang bersifat terang dan tunai, dimana semua ikatan antara bekas
penjual dngan tanahnya menajadi lepas sama sekali.26 Biasanya
pada jual lepas calon pembeli memberikan suatu tanda sebagai
pengikat yang di sebut panjer. Meskipun telah ada panjer, perjanjian
pokok belom terlaksana hanya dengan panjer semata mata. Dengan
demikian panjer di sini fungsinya hanya sebagai tanda jadi akan
terlaksananya jual beli. Apabila telah ada panjer, konsekuensinya
manakala jual beli tidak jadi maka panjer tersebut menetap pada
calon menjual, apabila keingkaran terdapat pada penjual maka
penjual harus mengembalikan panjer tersebut bahkan 2 kali lipat dari
nilai panjer tersebut
B. Yang mengakibatkan pemindahan hak milik yang bersifat sementara
a. Jual Gadai : merupakan suatu perbuatan pemindahan hak secara
sementara atas tanah kepada pihak lain yang dilakukan secara terang
dan tunai sedemikian rupa, sehingga pihak yang melakukan
pemindahan hak mempunyai hak untuk menebeus kembali tanah
tersebut.27 Dengan demikian, maka pemindahan hak atas tanah pada
jual gadai bersifat sementara, walaupun kadang kadang tidak ada
patokan tegas mengenai sifat sementara tersebut. Pada umunya
                                                            
 I id. 
 I id., hl . 



Universitas Sumatera Utara

tanah dikembalikan dalam keadaan seperti semula pada waktu tanah
itu diserakan. Transaksi ini terdapat di seluruh indonesia. Dalam
pasal 7 perpu No. 56 Tahun 1960 tentang penetapan luas tanah
pertanian, ditetapkan bahwa tanah yang sudah digadaikan selama 7
tahun atau lebih, harus dikembalikan kepada pemilik tanah / penjual
gadai, tanpa ada kewajiban baginya untuk membayar uang tebusan.
Pengembalian tanah itu dilakukan dalam waktu sebulan setelah
tanaman yang terdapat di situ selesai dipetik hasilnya. Mengenai
gadai yang berlangsung kurang dari 7 tahun, si pemilik tanah dapat
memintanya kembali setiap waktu setelah selesai pemetikan hasil
tanaman yang ada di situ, dengan membayar uang tebusan yang
besarnya di hitung menurut rumusan : ( 7 + ½) minus waktu
berlangsungnya gadai x uang gadai. Pelanggaran terhadap ketentuan
itu diberi sanksi berupa pidana kurungan selama lamanya 3 bulan
dan / atau denda sebanyak banyaknya 10.000,00 ( sepuluh ribu ).28
b. Jual tahunan : merupakan suatu perilaku hukum yang berisikan
penyerahan hak atas sebidang tanah tertentu kepada subjek hukum
lain, dengan menerima sejumlah uang tertentu dengan ketentuan
bahwa sesudah jangka waktu tertentu maka tanah tersebut akan
kembali dengan sendirinya tanpa melalui perilaku hukum tertentu.
Dalam hal ini, terjadi peralihan hak atas tanah yang bersifat
sementara waktu.29 Kewenangan yang dibperoleh si pembeli

                                                            
 Op.  it., I a  “udiyat, hl . 
 I id., hl  .




Universitas Sumatera Utara

tahunan adalah mengolah tanah, menanami dan memetik hasilnya,
dan berbuat dengan tanah itu seakan akan miliknya sendiri dalam
jangka waktu yang diperjanjikan. Transaksi tanah ini di luar jawa
tidak bgitu dikenal. Selain dari 3 bentuk jual tanah di atas, Prof.
Soerjono soekanto menambahkan bentuk jual gangsur. Menurutnya
pada jual gangsur ini, walaupun telah terjadi pemindahan hak atas
tanah kepada pembeli, akan tetapi tanah masih tetap berada di tangan
penjual. Artinya, bekas penjual masih tetap mempunyai hak pakai
yang bersumber pada ketentuan yang disepakati oleh penjual dengan
pembeli.30
4.2 Jual Beli Tanah Menurut UUPA
Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang
menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal pasal lainnya tidak ada kata
yang menyebutkkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian
dialihkan

menunjukkan

suatu

perbuatan

hukum yang

disengaja

untuk

memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar
menukar dan hibah wasiat. Jadi meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan,
termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena
jual beli.
Apa yang dimaksud jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara
jelas, akan tetapi mengingat dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum tanah
nasional kita adalah hukum adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas asas,

                                                            
 I id., hl . 



Universitas Sumatera Utara

lembaga hukum, dan sistem hukum adat. Maka pengertian jual beli tanah menurut
hukum tanah nasional adalah pengertian jual beli tanah menurut hukum adat.
Hukum adat yang dimaksud pasal 5 UUPA tersebut adalah hukum adat yang telah
di saneer yang dihilangkan dari cacat cacatnya / hukum adat yang sudah
disempurnakan/ hukum adat yang telah dihilangkan sifat kedaerahannya dan diberi
sifat nasional.
Pengertian jual beli tanah menurut hukum adat merupakan perbuatan
pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti bahwa
penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat riil
berarti bahwa dengan mengucapkan kata kata dengan mulut saja belumlah terjadi
jual beli, hal ini dikuatkan dengan putusan MA No. 271/K/Sip/1956 dan No.
840/K/Sip/197. Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual beli
di muka kepala kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah
yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual.31 Sifat terang dipenuhi
pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu disaksikan oleh kepala desa,
karena kepala dsa dianggap orang yang mengetahui hukum dan kehadiran kepala
desa mewakili warga masyarakat desa tersebut. Sekarang sifat terang berarti jual
beli itu dilakukan menurut peraturan tertulis yang belaku.
Sejak berlakunya PP No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, jual beli
dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya.
Dengan dilakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang ( bukan

                                                            

  Boedi  Ha so o,  d   Pe ke a ga   Huku   Ta ah  Adat  Melalui  Yu isp ude si ,  Ce a ah 
disa paika   pada  si posiu   U da g  U da g  pokok  Ag a iada   keduduka   Ta ah  Ta ah  adat 
de asa i i, Ba ja asi ,   Okto e  
, hl .  . 

Universitas Sumatera Utara

perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi sembunyi). Akta
jual beli yang ditanda tangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan
hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah
memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan
hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan
bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk semala
lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan
merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan
bahwa penerima hak ( pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan
tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya, karenanya juga baru
mengikat para pihak dan ahli warisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup
bagi umum.32
Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil.
1. Syarat materiil : syarat materilll sangat menentukan akan sahnya jual beli
tanah tersebut, antara lain
a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan yang bermaksud
adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk
memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau
tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya
tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak
milik, hak guna banguna, atau hak pakai. Menurut UUPA, yang
dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara

                                                            
 Op.  it., Boedi Ha so o, hl . 



Universitas Sumatera Utara

Indonesia tunggal dan badan badan hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah ( Pasal 21 UUPA). Jika pembeli mempunyai
kewarganegaraan asing di samping kewarganegaraan indonesianya
atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh
pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah
jatuh kepada negara ( Pasal 26 ayat 2 UUPA)
b. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan , yang berhak
menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang ang sah dari hak
atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang
tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah
itu. Akan tetapi, bila pemilik tanah adalah dua orang maka yang
berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu bersama sama tidak
boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.33
c. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak
sedang dalam sengketa, mengenai tanah tanah hak apa saja yang
boleh diperjual belikan telah ditentukan dalam UUPA yaitu hak
milik (pasal 20), hak guna usaha (Pasal 28), hak guna bangunan (
Pasal 35), hak pakai ( Pasal 41). Jika saah satu syarat materiil ini
tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang
berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi
syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah atau tanah yang
diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang
tidak boleh diperjual belikan, maka jual beli tanah tersebut adalah
                                                            

 Effe di pe a gi , P aktik Jual Beli Ta ah,  Jaka ta : Raja G afi do Pe sada,

 hl .  . 

Universitas Sumatera Utara

tidak sah, jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak
adalah batal demi hukum yang artinya, sejak semula hukum
mengaggap tidak pernah terjadi jual beli.34
2. Syarat formal : setelah semua persyaratan materill dipenuhi maka PPAT
(penjabat pembuat akta tanah) akan membuat akta jual belinya. Akta jual
beli menurut pasal 37 PP24/1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang
dilakukan tanpa di hadapan PAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada
hukum adat ( Pasal 5 UUPA) sedangkan dalam hukum adat sistem yang
dipakai adalah sistem yang konkret/kontan/nyata/riil. Kendatipun demikian,
untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan
hak atas tanah, PP No 24 tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari
UUPA telah menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang
dibuat oleh dan di hadapan PPAT.35 Sebelum akta jual beli dibuat
PPAT,maka disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat surat
yang diperlukan kepada PPAT, Yaitu
a. Jika tanahnya sudah bersetifikat : sertifikat tanahnya yang asli dan
tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.
b. Jika tanahnya belum bersetifikat : surat keterangan bahwa tanah
tersebut belum bersetifikat, surat surat tanah yang ada yang
memerlukan penguatan oleh kepala desa dan camat, dilengkapi
dengan surat surat yang membuktikan identitas penjual dan

                                                            

 I id. 
 Ba htia  Effe di, Ku pula  Tulisa  te ta g huku  Ta ah,  Ba du g : Alu

i, 

, hl  

.  

Universitas Sumatera Utara

pembelinya yang diperlukan untuk persetifikatan tanahnya setelah
selesai dilakukan jual beli.
Setelah akta dibuat, selambat lambatnya 7 hari kerja sejak akta tersebut
ditanda tangani, PPAT menyerahkan akta tersebut kepada kantor
pendaftaran tanah untuk pendaftaran pemindahan haknya ( Pasal 40 PP Np.
24 tahun 1997)
Mengenai fungsi akta PPAT dalam jual beli, Mahkamah Agung
dalam putusannya No. 1363/ K/ Sip/1997 berpendapat bahwa pasal 19 PP
No. 10 tahun 1961 secara jelas menetukan bahwa akta PPAT hanyalh suatu
alat bukti dan tidak menyebutkan bahwa akta itu adalah syarat mutlak
tentang sah tidaknya suatu jual beli tanah. Menurut boedi harsono, akta
PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah
dilakukannya jual beli. Jual beli tersebut masih dapat dibuktikan dengan alat
pembuktian yang lain. Akan tetapi, dalam sistem pendaftaran tanah menurut
PP No. 10 tahun 1961 ( yang sekarang sudah disempurnakan dengan PP No.
24 Tahun 1997), pendaftaran jual beli itu hanya dapat dilakukan dengan akta
PPAT sebagai buktinya. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan
dengan akta PPAT tidak akan memperoleh sertifikat, biarpun jual belinya
sah menurut hukum.36 Tata usaha PPAT bersifat tertutup untuk umum,
pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlaku terbatas pada para
pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan para ahli
warisnya.37
                                                            
 Op.  it., Boedi Ha so o, hl . 
 Op.  it., Boedi Ha so o, hl . 





Universitas Sumatera Utara

Dalam yurisprudensi MA No. 123/K/Sip/1971, pendaftaran tanah
hanyalah perbuatan administrasi belaka, artinya bahwa pendaftaran bukan
merupakan syarat bagi sahnya atau menentukan saat berpindahnya hak atas
tanah dalam jual beli. Menurut ketentuan UUPA, pendaftaran merupakan
pembuktian yang kuat mengenai sahnya jual beli yang dilakukan terutama
dalam hubungannya dengan piha ketiga yang beritikad baik. Administrasi
pendaftaran

bersifat

terbuka

sehingga

setiap

orang

dianggap

mengetahuinya.38
Pasal 19 UUPA mengatur mengenail pendaftaran tanah. Dan
sebagai pelaksanaan dari pasal 19 UUPA mengenai pendaftaran tanah itu
dikeluarkanlah pasal 9 PP No. 24 tahun 1997 disebutkan bahwa objek
pendaftaran tanah adalah bidang bidang yang dipunyai dengan hak milik,
HGU, HGB, Hak pakai, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun, hak tanggungan dan tanah negara. Didaftar maksudnya
dibukukan dan diterbitkan tanda bukti haknya. Tanda bukti hak itu disebut
sertifikat hak tanah yang terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang
dijilid menjadi satu dalam satu sampul. Sertifikat itu merupakan alat
pembuktian yang kuat, maksudnya bahwa keterangan keterangan yang
terantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima
sebagai keterangan yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat
pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
kekuatan sertifikat sebagai alat bukti sebagaimana penjelasan pasal 32 ayat
(1) PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa sertifikat merupakan
                                                            
 Op.  it., hl . 



Universitas Sumatera Utara

surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,
dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan
data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang
benar, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang
ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Bagi tanah tanah yang telah bersetifikat, proses pendaftaran
peralihan hanyalah dengan cara membubuhkan catatan pada lajur lajur yang
terdapat pada halaman ketiga dari buku tanah dan sertifikat hak atas
tanahnya. Kalau peralihan hak itu untuk pertama kali, maka selain mencatat
peralihan hak itu, nama pemegang hak yang tertulis pada halaman dua
dicoret. Proses pendaftaran bagi tanah yang belum bersetifikat tentunya
memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan proses pendafataran
tanah yang sudah bersetifikat karena diperlukan penerbitan sertifikatnya
dulu sebelum mencatat peralihan haknya. Adapun untuk menerbitkan
sertifikatnya itu harus melalui proses seperti pengumuman, pengukuran
tanahnya, dan sebagainya.
Buku tanah memuat data yuridis mengenai tanahnya yaitu mengenai
status tanah, pemegang haknya dan hak hak lain yang membebaninya,
sedangkan surat ukur memuat data fisik mengenai letak, batas batas dan luas
tanah yang bersangkutan serta bangunan bangunan penting yang ada
diatasnya.39

                                                            
 Op.  it., Boedi Ha so o, hl . 



 

Universitas Sumatera Utara

Pasal 37 PP No. 24 tahun 1997 menyebutkan bahwa peralihan hak
atas