Penggunaan Sari Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm&Panzer) Swingle) sebagai Asam pada Pembuatan Granul Effervescent Vitamin C

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
2.1.1 Uraian
Pada mulanya jeruk nipis mempunyai nama Latin Citrus aurantium
subspesies aurantifolia. Dalam perkembangan selanjutnya, jeruk nipis dikenal
dengan nama Citrus aurantifolia Swingle. Kerabat dekat jeruk nipis antara lain
adalah jeruk lemon (Citrus lemon) yang sebelumnya dikenal dengan nama Citrus
medica varietas lemon dan jeruk sukade (Citrus medica) yang sebelumnya disebut
Citrus medica varietas proper (Rukmana, 2003).
Jeruk nipis termasuk tipe buah buni dan bakal buah berbentuk bulat.
Setelah menjadi buah berubah bentuk menjadi bundar seperti bola atau bulat
lonjong. Diameter buahnya sekitar 3-6 cm. Daging buah jeruk nipis bersegmen.
Segmen buahnya berdaging hijau kekuning-kuningan dan mengandung banyak
sari buah yang beraroma harum (Rukmana, 2003 dan Sarwono, 2001).
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) termasuk jenis tumbuhan perdu
yang banyak memiliki dahan dan ranting. Batang pohonnya berkayu ulet dan
keras. Sedangkan permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Tanaman
jeruk nipis pada umur 2½ tahun sudah mulai berubah. Bunganya berukuran kecilkecil berwarna putih dan buahnya berbentuk bulat sebesar bola pingpong
berwarna (kulit luar) hijau atau kekuning-kuningan. Buah jeruk nipis yang sudah

tua rasanya asam. Tanaman jeruk umumnya menyukai tempat-tempat yang dapat
memperoleh sinar matahari langsung (Arisandi dan Andriani, 2008).

5

2.1.2 Klasifikasi Jeruk Nipis
Adapun klasifikasi jeruk nipis adalah sebagai berikut (Dicky, 2012) :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Subdivisi

: Rosidae

Kelas


: Magnoliopsida

Bangsa

: Sapindales

Famili

: Rutaceae

Genus

: Citrus

Spesies

: Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle (Dicky, 2012).

2.1.3 Nama Daerah

Nama daerah buah jeruk nipis adalah lime (Inggris), lima (Spanyol),
limah (Arab), jeruk nipis (Indonesia), jeruk pecel (Jawa), dan limau asam (Sunda)
(Arisandi dan Andriani, 2008).
2.1.4 Jenis-jenis Jeruk Nipis
Jeruk nipis yang dibudidayakan di Indonesia dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu jeruk nipis biasa dan jeruk nipis non biji. Perbedaan kedua jenis jeruk
nipis tersebut terletak pada bentuk daun, buah, bunga dan bagian-bagian tanaman
yang lain (Rukmana, 2003).
1. Jeruk Nipis Biasa
Jeruk nipis biasa disebut juga jeruk nipis berbiji atau jeruk nipis
tradisional. Buah berbentuk bundar seperti bola atau bulat lonjong dan
berukuran kecil. Daging buah berwarna kuning kehijauan, banyak

6

mengandung air, sangat asam, beraroma sedap yang khas, memiliki
kandungan asam sitrat tinggi dan berbiji banyak (Rukmana, 2003).
2. Jeruk nipis Tanpa Biji (Non-biji)
Buah jeruk nipis tanpa biji berbentuk bulat seperti jeruk nipis berbiji dan
berukuran sebesar telur ayam atau sebanding dengan lemon. Buah masak

berwarna kuning mulus dengan daging buah berwarna kuning atau
kuning kehijau-hijauan. Kulit buah tipis dan berwarna kuning bersih.
Buah banyak mengandung air, tidak berbiji dan beraroma harum
(Rukmana, 2003).
2.1.5 Kandungan Jeruk Nipis
Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat.
Misalnya : limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren dan sitral. 100 gram
buah jeruk nipis mengandung : vitamin C 27 mg; kalsium 40 mg; fosfor 22 mg;
hidrat arang 12,4 g; vitamin B1 0,04 mg; zat besi 0,6 mg; lemak 0,1 g; kalori 37 g;
protein 0,8 g; dan air 86 g (Arisandi dan Andriani, 2008).
Sari buah jeruk nipis banyak mengandung air, berasa sangat asam,
vitamin C, zat besi, kalium, gula dan asam sitrat. Sari buahnya yang sangat asam
berisi asam sitrat berkadar 7-8 % dari berat daging buah. Ekstrak sari buahnya
sekitar 41 % dari bobot buah yang sudah masak dan berbiji banyak (Rukmana,
2003 dan Sarwono, 2001).
Buah jeruk nipis juga mengandung vitamin C, B dan A. Buah jeruk juga
mengandung zat bioflovanoid, pektin dan enzim, protein, lemak, pigmen (karoten
dan klorofil), dan minyak atsiri limonen. Buah matang berumur lebih dari 3 bulan,
terutama sari buahnya mengandung 7-8% asam sitrat dari berat. Ekstrak air 41%


7

dari berat buah, vitamin C 4,6%; air 91%; karbohidrat 5,9%; protein 0,5%; dan
lemak 2,4% (Dicky, 2012).

2.2 Uraian Sediaan Granul Effervescent
Menurut Ansel (1989), granula adalah gumpalan-gumpalan partikel kecil
yang dibuat dengan melembabkan serbuk yang diinginkan lalu melewatkannya
pada celah ayakan dengan ukuran lubang sesuai dengan ukuran granula yang
dihasilkan.
Effervescent menurut Yohanes Surya dapat diartikan sebagai sesuatu
yang berhubungan dengan gas atau gelembung. Jadi, suatu granul disebut granul
effervescent jika granul itu menghasilkan gelembung-gelembung gas ketika
dicelupkan dalam air. Gas yang keluar adalah gas karbondioksida (CO2) yang
biasanya diperoleh dari sumber basa. Menurut Sulaiman, gas yang terjadi karena
reaksi asam-basa yang terkandung dalam granul, selain untuk mempercepat
larutnya granul, juga untuk memberi sensasi rasa yang lebih segar (Supriyanto,
dkk., 2011).
Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan
gelembung gas, yang umumnya adalah karbon dioksida (CO2), sebagai hasil

reaksi kimia dalam larutan yang mengandung asam dan senyawa karbonat (Juita,
2008).
Garam effervescent merupakan garam atau serbuk kasar sampai kasar
sekali mengandung unsur obat dalam campuran kering biasanya terdiri dari bahan
obat, asam tartrat, asam sitrat, dan sodium bikarbonat (Lestari, 2006).

8

Reaksi yang terjadi pada pelarutan effervescent adalah reaksi antara
senyawa asam dan senyawa karbonat untuk menghasilkan gas karbondioksida
yang memberikan efek sparkle atau rasa seperti air soda. Reaksi ini dikehendaki
terjadi secara spontan ketika effervescent dilarutkan dalam air (Lestari, 2006).
Granul effervescent adalah salah satu bentuk sediaan farmasi yang diolah
dari zat aktif, campuran asam-asam organik dan natrium bikarbonat. Apabila
granul ini dimasukkan dalam air akan membentuk reaksi asam basa yang akan
langsung membebaskan karbondioksida yang ditandai dengan timbulnya buih,
keuntungannya

akan


menghasilkan

sensasi

menyegarkan

oleh

reaksi

karbondioksida, serta mampu menutupi rasa pahit dari bahan obat. CO2 yang
dihasilkan dapat mempercepat penyerapan bahan obat di dalam lambung (Palobo,
dkk., 2012).
Ansel (1989) menambahkan, larutan dengan karbonat yang dihasilkan
menutupi rasa garam atau rasa yang tidak diinginkan dari zat obat. Formula garam
effervescent resmi yang ada unsur pembentuk effervescent terdiri dari 53% sodium
karbonat, 28% asam tartrat, dan 19% asam sitrat.
Minuman dalam bentuk serbuk ini memiliki keunggulan yaitu kestabilan
produk dan massanya lebih kecil serta bisa memenuhi permintaan dalam skala
yang besar (Susilo, 2005).

Sediaan effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi asam sitrat dan
asam tartrat, karena pemakaian asam tunggal saja akan menimbulkan kesulitan
pada pembentukan granul. Apabila asam tartrat digunakan sebagai asam tunggal
maka granul yang dihasilkan mudah kehilangan kekuatannya dan hancur. Bila
asam sitrat saja yang digunakan akan menghasilkan campuran lekat dan sukar

9

menjadi granul. Perbandingan asam sitrat, asam tatrat, dan natrium bikarbonat
yang biasanya digunakan adalah 1:2:3 (Juita, 2008).
Reaksi antara asam sitrat dan natrium bikarbonat dapat dilihat sebagai
berikut :
H3C6H5O7 . H2O + 3NaHCO3

Na3C6H5O7 + 4H2O + 3CO2

2.3 Komposisi Granul Effervescent
Bahan-bahan yang dipakai harus tahan panas, mudah dikempa, dan larut
dalam air. Pada umumnya bahan baku yang dipakai pada proses pembuatan granul
effervescent terdiri dari zat aktif dan bahan tambahan yang terdiri dari :

1. Zat aktif : vitamin C (Asam Askorbat)
Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H8O6.
Pemerian : hablur atau serbuk; putih atau agak kuning, oleh pengaruh
cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering,
stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih
kurang 190°.
Kelarutan : mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol; tidak
larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Departemen
Kesehatan, RI., 2014).
2. Sumber asam : sari buah jeruk nipis
Sumber asam, meliputi food acid yaitu bahan yang mengandung asam
atau yang dapat membuat suasana asam pada effervescent mix seperti
asam sitrat, asam tatrat, asam malat, asam fumarat, dan asam suksinat.

10

Garam asam merupakan sumber asam tetapi hanya sebagai pengganti
bahan asam bila ternyata sediaan tidak dapat dibuat dengan asam saja,
seperti natrium dihidrogen fosfat dan dinatrium dihidrogen fosfat.

Sedangkan asam anhidrat merupakan sumber asam lain yaitu sebagai
asam yang tidak mengandung air seperti suksinat anhidrat dan sitrat
anhidrat (Juita, 2008).
3. Natrium metabisulfit
Natrium metabisulfit mengandung sejumlah Na2S2O5 setara dengan tidak
kurang dari 65,0% dan tidak lebih dari 67,4% SO3.
Pemerian : hablur putih atau hablur putih kekuningan, berbau belerang
dioksida.
Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam gliserin; sukar larut dalam
etanol (Departemen Kesehatan, RI., 2014).
4. Senyawa karbonat : natrium bikarbonat
Senyawa karbonat dibutuhkan dalam pembuatan sediaan effervescent
untuk menimbulkan gas CO2 bila direaksikan dengan asam. Bentuk
karbonat maupun bikarbonat keduanya diperlukan untuk menimbulkan
reaksi yang menghasilkan CO2 (Juita, 2008).
Natrium bikarbonat merupakan serbuk hablur, putih. Stabil di udara
kering, tetapi dalam keadaan lembab secara perlahan-lahan terurai.
Natrium bikarbonat larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Departemen
Kesehatan, RI., 1995).
Senyawa karbonat yang banyak digunakan dalam formulasi effervescent

adalah garam karbonat kering karena kemampuannya menghasilkan

11

karbondioksida. Garam karbonat tersebut antara lain Nabikarbonat, Nakarbonat, K-bikarbonat, Na-seskuikarbonat dan lain-lain. Nabikarbonat
(NaHCO3) dipilih sebagai senyawa karbondioksida dalam sistem
effervescent karena harganya murah dan bersifat larut sempurna dalam
air. Ansel (1989), menambahkan bahwa Na-bikarbonat bersifat non
higroskopis dan tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk
sampai bentuk granular dan mampu menghasilkan 52% karbondioksida.
Na-Bikarbonat (NaHCO3) merupakan serbuk kristal berwarna putih yang
mampu menghasilkan karbondioksida. Na-bikarbonat memiliki berat
molekul 84,01 (tiap gramnya mengandung 11,9 mmol natrium), Nabikarbonat anhidrat terkonversi pada suhu 250-300°C, pada Relative
Humidity (RH) di atas 85% akan cepat menyerap air dari lingkungannya
dan menyebabkan dekomposisi dengan hilangnya karbondioksida dapat
mengalami dekomposisi karena adanya panas yaitu pada suhu diatas
120°C (Wiyono, 2012).
Na-Bikarbonat sering disebut sebagai soda kue, terdapat dua macam soda
kue yaitu soda kue dengan aktifitas cepat (aktifitas tinggi) dan soda kue
dengan aktifitas lambat (aktifitas ganda). Perbedaan antara keduanya
adalah pada mudah tidaknya komponen asam larut dalam air dingin.
Untuk produk-produk effervescent digunakan soda kue dengan aktifitas
cepat karena memiliki kelarutan yang tinggi dalam air dingin, sehingga
pelepasan karbondioksidanya juga cepat (Winarno, 1997). Sedangkan
soda kue dengan aktifitas lambat banyak digunakan sebagai bahan
pengembang dalam adonan roti atau biskuit.

12

5. Maltodextrin
Maltodextrin sangat kompresibel, larut sempurna, dan mempunyai
karakteristik higroskopik yang sangat rendah (Siregar dan Wikarsa,
2010).
6. Pemanis : sakarin
Pemerian serbuk hablur; putih; tidak berbau atau agak aromatik; sangat
manis. Kelarutan larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 50 bagian etanol
(Depkes, RI., 1995).
7. Pelicin : polietilen glikol 6000 (PEG 6000)
PEG 6000 berbentuk serbuk putih serta memiliki tingkat higroskopisitas
yang sangat rendah dibandingkan PEG jenis lain dengan nomor yang
lebih rendah (Siregar dan Wikarsa, 2010).
8. Bahan pengisi : Laktosa
Bahan pengisi biasanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit karena
sediaan effervescent telah mengandung effervescent mix dalam jumlah
besar. Syarat yang harus dipenuhi bahan pengisi dalam sediaan
effervescent adalah mudah larut dalam air sehingga dapat membentuk
larutan yang jernih (Juita, 2008).
Laktosa hidrat merupakan pengisi yang paling luas digunakan dalam
formulasi sediaan tablet. Zat ini menunjukkan stabilitas yang baik dalam
gabungan dengan kebanyakan zat aktif hidrat ataupun anhidrat. Laktosa
hidrat mengandung kira-kira 5% air kristal. Laktosa merupakan eksipien
yang baik sekali digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif

13

berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang
homogen (Siregar dan Wikarsa, 2010).
9. Pewarna : Orange Pasta
Bahan pewarna biasanya digunakan untuk memperbaiki penampilan
warna yang kurang menyenangkan sehingga membuat produk menjadi
lebih menarik. Bahan pewarna tersebut harus dapat larut dalam air (Juita,
2008).

2.4 Metode Pembuatan Granul Effervescent
Secara umum pembuatan granul effervescent terbagi atas dua kelompok,
yaitu :
1. Granulasi kering
Metode granulasi kering adalah suatu cara memproses bahan zat aktif
dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi massa
padat (slug) yang selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan ukuran
partikel serbuk yang lebih besar (granul). Bentuk granul memiliki laju
alir yang lebih baik, dan ukuran partikel yang lebih seragam ukurannya
(Juita, 2008).
2. Granulasi basah
Yang termasuk metode ini adalah granulasi basah. Metode ini biasa
digunakan untuk bahan-bahan yang tahan air dan kelembaban dan
merupakan metode tertua yang sampai sekarang masih banyak dipakai.
Matode basah juga umum dipakai untuk zat aktif yang sulit dicampur
langsung karena sifat aliran dan kompresibilitas yang tidak baik. Prinsip

14

dari metode ini adalah membasahi massa dengan larutan pengikat sampai
mendapat tingkat kebasahan tertentu, kemudian massa basah digranulasi
(Juita, 2008).
Pada proses pembuatan granul effervescent dibutuhkan kondisi khusus
dimana nilai Relative Humidity (RH) maksimum yang memenuhi persyaratan
yaitu 25% pada suhu 25°C. Kondisi khusus ini diperlukan untuk menghindari
masalah yang timbul selama proses pembuatan akibat pengaruh kelembaban.
Kondisi tersebut diatas juga diperlukan pada penyimpanan hasil produksi karena
kondisi yang lembab dapat menginisiasi reaksi pembentukan gas CO2 (Juita,
2008).

15