Pengaruh nya Merokok Terhadap Tingkat Kebugaran Tubuh pada Mahasiswa FK USU

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan
Teripang atau timun laut termasuk dalam filum Echinodermata merupakan
salah satu biota laut yang banyak ditemukan di perairan Indonesia, sebab secara
geografis perairan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia merupakan habitat terbaik untuk hewan teripang. (Conand dan Byrne,
1993). Uraian hewan meliputi sistematika hewan, sinonim hewan, habitat hewan,
morfologi hewan, reproduksi hewan, kandungan dan manfaat dan uraian kimia.
2.1.1 Sistematika hewan
Identifikasi sampel teripang di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Dengan
hasil sebagai berikut:
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida Grube, 1840
Famili : Holothuriidae Ludwig, 1894
Genus : Holothuria Linnaeus, 1767
Spesies : Holothuria atra Jaeger, 1833
2.1.2 Sinonim
Di seluruh dunia, teripang laut juga dikenali dengan nama-nama lain,

misalnya: lolly fish (FAO), Stylo noir (Madagascar), Kuchii attai (India), Sherman
(Mesir), Black beauty and Mani (Philippines), Black lollyfish (Africa), hoi-sum
(Hongkong), Kichupa (Tanzania) Loliloli (Fiji) (Purcell, dkk., 2012) dan kulong
(Aceh).

6
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Habitat
Teripang laut hampir ditemui pada semua habitat dalam lingkungan laut
tetapi lebih tersebar dan mempunyai distribusi yang besar pada kawasan terumbu
karang yang dangkal dengan kedalaman kira-kira 5 meter. Teripang laut bisa
dijumpai pada kawasan pasang surut hingga dasar lautan yang dalam (20 meter)
(Kwang, 2013).
2.1.4 Morfologi hewan
Teripang Holothuria atra mempunyai tubuh yang berbentuk langsing
memanjang. Warna tubuh hitam, dengan tentakel kekuning-kuningan sepanjang
15-20 cm. Jenis ini hidup di perairan atau diantara karang yang tertutup pasir.
Badannya tertutup pasir sehingga hanya nelayan yang biasa menangkapnya yang
tahu persis tempat persembunyiannya (Ghufran dan Kordi, 2010).

Bagian oral teripang laut dikenali dengan adanya tentakel di bagian
tersebut sedangkan bagian anus atau aboral teripang laut terdapat saluran kloaka.
Kebanyakan teripang laut merupakan pemakan endapan yang akan menelan
sedimen dan mengekstrak komponen organik dalam sedimen (Kwang, 2013).
Jenis kelamin teripang laut tidak dapat dibedakan secara morfologi luar
dan hanya dapat diidentifikasi dengan memperhatikan warna gonad di bawah
mikroskop dan secara histologi. Gonad jantan pada Holothuria atra berwarna
kuning sedangkan betina berwarna merah jambu (Kwang, 2013).
2.1.4 Reproduksi hewan
Teripang bersifat gonochoristic, yaitu ada hewan jantan dan hewan betina,
meskipun tidak terlihat adanya perbedaan bentuk luar secara jelas. Kebiasaan
berkembang biak pada setiap jenis teripang berbeda-beda. Teripang memijah pada
musim kemarau, dimana suhu air diperairan cukup tinggi dan stabil. Seekor induk

7
Universitas Sumatera Utara

betina berukuran 600 g dapat mengeluarkan telur 4-5 juta butir dengan ukuran
bervariasi antara 160-180 mikron (Ghufran dan Kordi, 2010).
Proses pembuahan terjadi diluar tubuh. Teripang betina biasanya

mengeluarkan telur-telurnya terlebih dahulu, kemudian langsung dibuahi oleh
sperma jantan. Beberapa jenis teripang di laut dalam, setelah telur dibuahi, telur
tersebut akan ditangkap kembali oleh betina dengan tentakelnya, kemudian
ditransfer kedalam kantung pengeraman. Telur tersebut akan berkembang dan
menetas 32 jam setelah pembuahan (Ghufran dan Kordi, 2010).
2.1.6 Kandungan dan manfaat
Teripang telah dimanfaatkan cukup lama di Indonesia terutama oleh
masyarakan sekitar pantai sebagai bahan makanan. Sebagai bahan pangan,
teripang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Manfaat teripang untuk
kesehatan juga sangat banyak, teripang memiliki kandungan Cell Growth factor
yang mampu merangsang regenerasi sel dan jaringan yang rusak. Teripang kering
mempunyai kadar protein tinggi, yaitu 82% dan mengandung asam lemak tidak
jenuh yang penting untuk kesehatan jantung dan mujarab memperkuat sel hati
untuk mengeluarkan antibodi. Teripang juga mengandung lebih dari 80% kolagen
menyebabkan teripang disebut imunomodulator (Widodo, 2013).
Kandungan lain teripang adalah saponin dan SOD (Super Oxide
dismutase). Saponin mempunyai struktur yang mirip dengan seyawa aktif dalam

gingseng, ganoderma, dan tumbuhan herbal terkenal lainnya. Senyawa ini
diketahui berfungsi sebagai anti kanker anti inflamasi. SOD adalah senyawa yang

bersifat antioksidan, yang diharapkan menjadi alternatif sumber antioksidan alami
bagi manusia dimasa mendatang yang mampu menangkal radikal bebas (Ghufran
dan Kordi, 2010).

8
Universitas Sumatera Utara

2.1.7 Uraian Kimia
a. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas
menyerupai sabun (bahasa latin sapo = sabun) (Robinson, 1995). Saponin adalah
glikosida yang aglikonnya disebut sapogenin. Keberadaan saponin sangat mudah
ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok
menimbulkan buih yang stabil. Saponin juga bersifat menghancurkan butir darah
merah lewat reaksi hemolisis darah (Farnsworth, 1966; Gunawan dan Mulyani,
2004).
Berdasarkan struktur dari aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi
dua macam,

yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.


Saponin

steroid/triterpenoid mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi tidak larut dalam
eter. Saponin steroid/triterpenoid tersusun dari suatu aglikon steroid/triterpenoid
(sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan
pentosa (Farnsworth, 1966). Hasil hidrolisisnya, yaitu sapogenin mudah larut
dalam pelarut organik (seperti kloroform, eter, n-heksan) dan tidak larut dalam air
(Trease dan Evans, 1983).
Manfaat saponin dalam bidang kesehatan pada saponin tertentu dan
turunannya memiliki fungsi sistem kekebalan tubuh spesifik pada 598 G. Francis,
dkk,. telah melakukan uji hewan . Saponin juga menunjukkan efek luas sitostatik
terhadap sel kanker. Kemampuan saponin untuk menurunkan tingkat kolesterol
serum hewan juga telah diteliti. Efek menguntungkan yang ditunjukkan saponin,
yang terdapat dalam makanan dan sebagai obat terhadap dua dari bahaya
kesehatan utama di banyak negara; obesitas dan kanker. Saponin juga memiliki
efek antiprotozoal sterol-dimediasi dan efek antijamur, dan efek molluscicidal dan

9
Universitas Sumatera Utara


antivirus, juga menawarkan potensi yang cukup besar dalam mengelola berbagai
penyakit (Francis, dkk., 2002).
b. Steroid/Triterpenoid
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi
makin banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan
(fitosterol). Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada hampir setiap
tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol, stigmasterol dan kampesterol (Harborne, 1987).
Beberapa senyawa steroid barangkali mempunyai peran dalam struktur
membrane, sebagai hormon kelamin dan feromon, pada tumbuhan steroid
berperan sebagai pelindung dari serangga (Robinson, 1995).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik
yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid
sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpena atau steroid yang
terutama terdapat sebagai glikosida. Triterpenoid merupakan senyawa yang
berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif, yang umumnya sukar
dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia. Sebagian besar senyawa ini
memberikan warna hijau-biru dengan pereaksi Liebermann-Burchard (asam asetat

anhidrida-asam sulfat pekat (Harborne, 1987).
Berbagai macam aktivitas fisiologis yang menarik ditunjukkan oleh
beberapa triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam
tumbuhan yang telah digunakan untuk penyakit tertentu termasuk diabetes,
gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati, malaria, antifungi,
antibakteri dan antivirus (Robinson, 1995).

10
Universitas Sumatera Utara

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahanbahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan
tertentu (Harborne, 1987).
Menurut Depkes RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
a. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap
perendaman antara dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan
ekstrak).
b. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pemanasan menggunakan
alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

11
Universitas Sumatera Utara

2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pda temperatur

lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50ºC.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian berulang-ulang dengan pelarut tertentu yang
mudah menguap, dilakukan dengan menggunakan soklet sehingga menjadi
ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan pemanasan menggunakan pelarut air
pada temperatur 90ºC selama 15 menit.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan pemanasan menggunakan pelarut
air pada temperatur 90ºC selama 30 menit.
2.2.1 Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik yang mana suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan pelarut kedua (biasanya pelarut
organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan, pada proses ini terjadi
pemindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) kedalam pelarut yang kedua.
Pemisahan yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat, dan mudah, yang
dapat dilakukan dengan cara mengocok-ngocok dalam sebuah corong pisah

selama beberapa menit (Bassett, dkk., 1994).
Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah
molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituent yang

12
Universitas Sumatera Utara

mudah mengalami ionisasi dan senyawa polar lainnya akan tertahan dalam fase air
Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut ialah pelarut yang mempunyai
kelarutan yang rendah dalam air (>10%), dapat menguap sehingga memudahkan
penghilangan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai
kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel
(Rohman, 2007)

2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat
tinggi, hal ini ditunjukkan dengan sifatnya yang segera menarik electron yang
disekelilingnya (Kosasih, dkk., 2004).
Senyawa ini sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang

tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein, lipida
atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul..
Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit
degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak dan
penyakit degenerasi saraf seperti parkinson (Silalahi, 2006).
Golongan senyawa oksigen reaktif antara lain adalah hidroksil (OH -),
superoksida (O2-), peroksidal (RO2-), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogen
peroksida (H2O2) (Ionita, 2005).
Menurut Kumalaningsih (2006), pembentukan radikal bebas melalui 3
tahapan reaksi, yaitu:
a. tahap inisiasi: tahap awal terbentuknya radikal bebas.
b. tahap propagasi: tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi
antara suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru.
13
Universitas Sumatera Utara

c. tahap terminasi: terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan radikal
bebas yang lain sehingga membentuk senyawa non-radikal yang biasanya
kurang reaktif dari radikal induknya.

2.4 Antioksidan
Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi
atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan
hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).
Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 (lima)
sebagai berikut.
a. Antioksidan primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas yang
baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang
berkurang dampak negatifnya. Seperti SOD, glutation peroksidase dan
katalase. Antioksidan primer sering disebut antioksidan enzimatis.
b. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal
bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi
kerusakan yang lebih besar. Contoh yang populer, antioksidan sekunder adalah
vitamin E, vitamin C dan β-karoten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.
c. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan
yang rusak karena serangan radikal bebas, biasanya yang termasuk kelompok
ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat
memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan
DNA pada penderita kanker.
14
Universitas Sumatera Utara

d. Oxygen scavenger

Antioksidan yang termasuk oxygen scavenger mengikat oksigen sehingga tidak
mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau sequesstrants

Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam
sitrat dan asam amino (Kumalaningsih, 2006).
2.4.1 Antioksidan alami
Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat
pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat
bioaktif ini bekerja secara sinergis, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi,
peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis
kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan,
antibakteri serta efek antivirus (Silalahi, 2006).
2.4.2 SOD (Superoxide dismutase)
Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu enzim antioksidan
penting yang berasal dari tubuh sendiri, berefek sangat kuat dan merupakan
pertahanan tubuh garis pertama dalam mengatasi stres oksidatif (Rajkumar, dkk.,
2008). SOD merupakan antioksidan pencegah yang dapat menghambat, sebelum
anion superoksida menyebabkan kerusakan. Cara kerja SOD adalah dengan
mengkonversi anion superoksida (O2-) menjadi komponen lain yang kurang
berbahaya, yaitu hidrogen peroksida (H2O2) yang selanjutnya dengan bantuan
katalase diubah menjadi air (H2O) (Behndig, dkk., 1998).
Terdapat beberapa jenis enzim SOD (Superoxide Dismutase), seperti
Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang terdapat di dalam sitosol terutama di
lisosom dan nukleus, manganese-SOD (Mn-SOD) yang terdapat di dalam

15
Universitas Sumatera Utara

mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-SOD) dan besi-SOD (Fe-SOD) yang hanya
ditemukan pada tumbuhan (Putra, 2014).
Enzim SOD terdapat dalam semua organisme aerob dan sebagian besar
berada dalam tingkat subseluler (intraseluler). Organisme aerob selalu
membutuhkan oksigen untuk hidupnya, namun dalam setiap aktivitasnya dapat
menimbulkan senyawa oksigen reaktif atau ROS. SOD merupakan enzim
antioksidan pencegah, yang merupakan suatu antioksidan metalloenzim. SOD
berefek sangat kuat dan merupakan pertahanan tubuh pertama dalam menghadapi
serangan radikal bebas. SOD adalah enzim antioksidan intraseluler utama yang
dapat digunakan untuk menetralisir aktivitas O2- (Putra, 2014).

2.5 Penentuan Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH
Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna
ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen
kolorimetri untuk proses redoks. DPPH sangat berguna dalam berbagai
penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat
antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan,
obat obat-obatan) dan untuk menghambat reaksi homolitik. DPPH berwarna
sangat ungu seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya yaitu 1,1-difenil-2picrylhydrazine (DPPH-H) yang berwarna oranye-kuning. DPPH tidak larut

dalam air (Ionita, 2005).
2.5.1 DPPH
DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri

dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394.32

16
Universitas Sumatera Utara

dengan rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam air. Penyimpanan dalam wadah
tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004).

Gambar 2.1 Rumus Bangun DPPH (Molyneux, 2004)
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar. Prinsip
metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, yaitu elektron ganjil pada molekul
DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm.
Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal
hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH
(Molyneux, 2004). Warna ungu larutan DPPH akan berubah menjadi kuning
lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang
dari senyawa antioksidan (Prakash, 2001). Reaksi radikal bebas DPPH dengan
antioksidan dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan (Prakash, 2001)
17
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Pelarut
Metode DPPH akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol
atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara
sampel

uji

sebagai

antioksidan

dengan

DPPH

sebagai

radikal

bebas

(Molyneux, 2004).
2.5.3 Pengukuran panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal (Gandjar dan Abdul,
2007). Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran
sampel uji pada metode pemerangkapan radikal bebas DPPH sangat bervariasi.
Menurut beberapa literatur, panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara
lain 515-520 nm (Molyneux, 2004).
2.5.4 Waktu pengukuran
Waktu pengukuran atau waktu kerja (operating time) bertujuan untuk
mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan pengukuran yakni saat sampel
dalam kondisi yang stabil. Waktu pengukuran yang digunakan dalam beberapa
penelitian sangatlah bervariasi, yaitu 1-240 menit. Waktu pengukuran yang paling
banyak direkomendasikan menurut literatur adalah 60 menit (Rosidah, dkk., 2008;
Molyneux, 2004; Marinova dan Batchvarov, 2011).

2.6 Spektrofotometri UV-Visibel
Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam
mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan
pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi
energi radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya
18
Universitas Sumatera Utara

pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day dan
Underwood, 1986).
Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator,
tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau
pencatat (Depkes RI, 1979). Spektrofotometer yang sering digunakan dalam dunia
industri farmasi salah satu adalah spektrofotometer ultraviolet dengan panjang
gelombang 200 - 400 nm dan visibel (cahaya tampak) dengan panjang gelombang
400-800 nm (Rohman, 2007).

19
Universitas Sumatera Utara