Uji Kualitatif Kandungan Formalin Pada Tahu Kuning Di Pasar 'X' Kota Bandung Tahun 2014.
ABSTRACT
FORMALIN QUALITATIVE TESTING ON YELLOW TOFU IN “X” TRADITIONAL MARKET, BANDUNG, 2014
Hadijanto, 2014 Tutor: Grace Puspasari, dr., M. Gizi Background. Tofu is a food product made from white soy which is boiled, ground, and molded. The provision of tofu is one of the Indonesian government’s effort to fulfill the population’s need for protein in place of animal proteins. Unfortunately, the nutrition-rich tofu is a highly perishable product, forcing several producers to add formalin to delay the decaying process. The addition of formalin is a very dangerous practice since it could cause cell and eventually systemic damage.
Aim. The aim of this study is to determine the number of yellow tofu samples which contain formalin in the “X” traditional market, Bandung.
Methods. This study is a descriptive, cross-sectional study performed on yellow tofu samples from the “X” traditional market, Bandung. Formalin content is qualitatively tested using chromotropic acid method.
Results. A total of 14 samples were taken. Out of the 14 samples, none showed a positive result on the qualitative testing.
Conclusion. There is no indication of formalin addition on yellow tofu samples in the “X” traditional market, Bandung.
(2)
ABSTRAK
UJI KUALITATIF FORMALIN DALAM TAHU KUNING DI PASAR “X” KOTA BANDUNG TAHUN 2014
Hadijanto, 2014 Pembimbing: Grace Puspasari, dr., M. Gizi Latar belakang Tahu adalah makanan dari kedelai putih yang digiling halus, direbus, dan dicetak. Tahu merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan protein sebagai pengganti protein hewani di Indonesia. Namun disamping manfaatnya, perlu diingat tahu ini mudah busuk sehingga seringkali ditambahkan formalin sebagai bahan pengawet. Penggunaan formalin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan sel dan berlanjut hingga kerusakan organ tubuh. Tujuan Mengetahui banyaknya produk tahu kuning yang mengandung formalin di Pasar “X” Kota Bandung.
Metode penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan penelitian cross sectional. Kandungan formalin diuji secara kualitatif dengan metode asam kromatropat.
Hasil Sampel yang diambil sebanyak 14 sampel. Dari 14 sampel yang telah dilakukan pemeriksaan tidak ada sampel positif.
Kesimpulan Tidak ada sampel tahu kuning dari Pasar “X” Kota Bandung yang positif mengandung formalin.
(3)
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3
1.4.1 Manfaat Akademis ... 3
1.4.2 Manfaat Praktis ... 3
1.5 Landasan Teori ... 3
BAB II ... 5
2.2 Tahu ... 7
2.2.1 Proses Pembuatan Tahu... 8
2.3 Bahan Tambahan Pangan ... 12
2.3.1 Pengertian dan Tujuan Penggunaan ... 13
2.3.2 Batas Pemakaian... 14
2.3.3 Jenis Bahan Tambahan Pangan ... 14
2.4 Bahan Pengawet ... 16
(4)
2.4.2 Penyalahgunaan Bahan Pengawet ... 17
2.5 Formalin ... 18
2.5.1 Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan ... 20
2.6 Metode Deteksi Formalin ... 21
2.7 Usaha Pemerintah Memberantas Penggunaan Formalin dalam Makanan .... 21 BAB III ... 28
3.1 Bahan dan Subjek Penelitian ... 28
3.1.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 28
3.1.2 Subjek Penelitian ... 28
3.1.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29
3.2.1 Desain Penelitian ... 29
3.2.2 Definisi Operasional ... 29
3.2.3 Prosedur Kerja ... 29
BAB IV ... 32
4.1 Hasil Penelitian... 32
4.2 Pembahasan ... 33
BAB V ... 34
5.1 Kesimpulan ... 34
5.2 Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
LAMPIRAN ... 37
(5)
7
19
31 DAFTAR TABEL
2.1. Kecukupan energi baku bagi orang Indonesia berdasarkan Komisi Ahli FAO/WHO 1973
2.2. Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan
4.1. Hasil Analisis Kandungan Formalin dalam Tahu Kuning yang Dibeli pada Tanggal 29 Agustus 2014
(6)
5
19 DAFTAR GAMBAR
2.1. Manfaat Zat Makanan Bagi Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik 2.2. Struktur Kimia Formalin
(7)
DAFTAR SINGKATAN
1. NTU : Net Protein Utility 2. BTP : Bahan Tambahan Pangan 3. BMR : Basal Metabolic RatE
4. BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan 5. PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan 6. UU : Undang-undang
7. FAO : Food Agriculture Organization 8. WHO : World Health Organization
(8)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dewasa ini, pemberitaan tentang penggunaan formalin dalam berbagai jenis produk makanan semakin menjadi perhatian masyarakat. Menurut penelitian, paparan formalin terhadap jaringan tubuh akan menimbulkan kerusakan seperti iritasi sampai terjadi keganasan. Pada umumnya produk pangan yang dilaporkan menggunakan formalin adalah bahan pangan segar atau makanan olahan yang mengandung kadar air tinggi, yang tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, terutama jika disimpan pada suhu ruang. Produk pangan yang sering diawetkan dengan formalin antara lain ikan segar (kadar air sekitar 80%), tahu (kadar air sekitar 85%), mie basah mentah/mie segar (kadar air sekitar 30%), atau mie basah matang (kadar air sekitar 60%) (Eddy S. M., 2014).
Tahu adalah makanan dari kedelai putih yang digiling halus, direbus, dan dicetak (KBBI). Tahu merupakan salah satu makanan sumber protein yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Kandungan protein nabati yang tinggi pada tahu dianggap dapat menggantikan protein hewani. Tetapi dibalik keuntungan tersebut, tahu belum tentu aman dikonsumsi secara terus-menerus. Tahu merupakan produk makanan yang rentan rusak maka tak jarang produk berbahan dasar tahu ditambahkan pengawet seperti formalin agar lebih tahan lama (Ferry K., 2010).
Tahu kuning adalah salah satu produk olahan kedelai yang setelah matang dan dicetak diberi pewarna kuning, biasanya digunakan kunyit. Menurut Gani (2006), kunyit juga memiliki kekuatan pengawet yang sama dengan formalin. Kekurangan kunyit adalah warnanya dapat berubah setelah beberapa hari, sehingga untuk mencegah perubahan warna tersebut ditambahkan zat pengawet buatan, salah satu diantaranya adalah formalin.
(9)
2
Bahan pengawet makanan merupakan salah satu bahan tambahan pangan (BTP). Menurut Food Agriculture Organization (FAO) di dalam Furia (1980), BTP adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dalam jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan utama (Wijaya,2011). Formalin adalah salah satu jenis pengawet yang sering disalahgunakan dan secara hukum dilarang keras digunakan untuk mengawetkan produk pangan. Ironisnya, formalin ini sangat mudah ditemukan dengan harganya yang murah, sehingga sering digunakan oleh produsen dan pedagang tahu untuk mengawetkan produknya. Hal ini menyebabkan keresahan dan kecemasan di masyarakat mengingat efek samping konsumsi formalin dapat membahayakan kesehatan (Eddy S. M., 2014). Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persentase jumlah tahu yang mengandung formalin.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah tahu kuning pada Pasar “X” mengandung pengawet formalin. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah tahu kuning berformalin yang beredar di pasar “X” di kota Bandung.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademis
(10)
3
Memberikan informasi tentang tahu kuning yang mengandung formalin khususnya di Pasar “X” Kota Bandung.
1.4.2 Manfaat Praktis
Karya tulis ilmiah ini diharapkan bisa dijadikan sumber informasi bagi masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui efek buruk dari penggunaan formalin serta cara mengidentifikasi tahu kuning yang tidak mengandung formalin.
1.5 Landasan Teori
UU Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud disini mencakup bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Salah satu makanan yang sering dikonsumsi masyarakat adalah tahu. Tahu merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena kandungan proteinnya yang tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein hewani. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai NPU (Net Protein Utility) tahu yang mencerminkan banyaknya protein yang dimanfaatkan tubuh, yaitu sekitar 65%, di samping mempunyai daya cerna tinggi sekitar 85 – 98% (Eddy S.T., 2014). Kandungan air yang tinggi pada tahu mempermudah mikroba untuk hidup dan berkembang biak, sehingga untuk memperpanjang masa simpankebanyakan industri tahu menambahkan zat aditif makanan, misalnyabahan pengawet. Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/1988, yang dimaksud zat aditif adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan
(11)
4
mutu makanan. Meski demikian bahan pengawet yang ditambahkan tidak terbatas pada pengawet yang diizinkan, tapi banyak pula yang menambahkan formalin yang merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaanya dalam makanan menurut peraturan, Undang-undang Menteri Kesehatan No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia. Efek samping yang biasanya sering dikeluhkan setelah konsumsi makanan yang mengandung formalin beberapa diantaranya adalah mual, muntah, keram perut, flatus, melena, dan lain-lain (U.S. Department of Health and Human Services, 1999).
(12)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sebanyak 14 sampel tahu kuning dari Pasar “X” Kota Bandung tidak ada yang positif mengandung formalin.
5.2 Saran
1. Diharapkan pencarian sampel dilakukan di pasar lain yang lebih kecil atau terletak dipinggir kota Bandung.
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat dicoba pengujiankadar formalin dengan metode lain yang lebih sensitive yaitu metode spektrofotometri
3. Dilakukan penelitian tentang efek paparan formalin terhadap jaringan tubuh pada hewan coba.
(13)
Universitas Kristen Maranatha
RIWAYAT HIDUP
Nama : Kartika Hadijanto
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 17 Maret 1993 Alamat : Jl. Setraindah II no. 15
Agama : Kristen
Riwayat Pendidikan :
o Tahun 1999, lulus TK Kristen Paulus, Bandung o Tahun 2005, lulus SD Kristen I/II Paulus, Bandung o Tahun 2008, lulus SMP Kristen 1 BPK Penabur, Bandung o Tahun 2011, lulus SMA Kristen 2 BPK Penabur, Bandung
o Tahun 2011 – sekarang, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
(14)
Universitas Kristen Maranatha
UJI KUALITATIF FORMALIN DALAM TAHU KUNING DI PASAR “X” KOTA BANDUNG TAHUN 2014
FORMALIN QUALITATIVE TESTING ON YELLOW TOFU IN “X”
TRADITIONAL MARKET, BANDUNG, 2014
Grace Puspasari, Kartika Hadijanto
Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
Abstrak
Latar belakang Tahu adalah makanan dari kedelai putih yang digiling halus, direbus, dan dicetak. Tahu merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan protein sebagai pengganti protein hewani di Indonesia. Namun disamping manfaatnya, perlu diingat tahu ini mudah busuk sehingga seringkali ditambahkan formalin sebagai bahan pengawet. Penggunaan formalin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan sel dan berlanjut hingga kerusakan organ tubuh.
Tujuan Mengetahui banyaknya produk tahu kuning yang mengandung formalin di Pasar “X” Kota Bandung.
Metode penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan penelitian cross sectional. Kandungan formalin diuji secara kualitatif dengan metode asam kromatropat.
Hasil Sampel yang diambil sebanyak 14 sampel. Dari 14 sampel yang telah dilakukan pemeriksaan tidak ada sampel positif.
Kesimpulan Tidak ada sampel tahu kuning dari Pasar “X” Kota Bandung yang positif mengandung formalin.
(15)
Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
Background. Tofu is a food product made from white soy which is boiled, ground, and molded. The provision of tofu is one of the Indonesian government’s effort to fulfill the population’s need for protein in place of animal proteins. Unfortunately, the nutrition-rich tofu is a highly perishable product, forcing several producers to add formalin to delay the decaying process. The addition of formalin is a very dangerous practice since it could cause cell and eventually systemic damage.
Aim. The aim of this study is to determine the number of yellow tofu samples which contain formalin in the “X” traditional market, Bandung.
Methods. This study is a descriptive, cross-sectional study performed on yellow tofu samples from the “X” traditional market, Bandung. Formalin content is qualitatively tested using chromotropic acid method.
Results. A total of 14 samples were taken. Out of the 14 samples, none showed a positive result on the qualitative testing.
Conclusion. There is no indication of formalin addition on yellow tofu samples in the “X” traditional market, Bandung.
Keywords: qualitative testing, formalin, yellow tofu
Pendahuluan
Dewasa ini, pemberitaan tentang penggunaan formalin dalam berbagai jenis produk makanan semakin menjadi perhatian masyarakat. Menurut penelitian, paparan formalin terhadap jaringan tubuh akan menimbulkan kerusakan seperti iritasi sampai terjadi keganasan. Pada umumnya produk pangan yang dilaporkan menggunakan formalin adalah bahan pangan segar atau makanan olahan yang mengandung kadar air tinggi, yang tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama, terutama jika disimpan pada suhu ruang. Produk pangan yang sering diawetkan dengan formalin antara lain ikan segar (kadar air sekitar 80%), tahu (kadar air sekitar 85%), mie basah mentah/mie segar (kadar air sekitar 30%), atau mie basah matang (kadar air sekitar 60%) (Eddy S. M., 2014).
Tahu adalah makanan dari kedelai putih yang digiling halus, direbus, dan dicetak (KBBI). Tahu merupakan salah satu makanan sumber protein yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Kandungan protein nabati
(16)
Universitas Kristen Maranatha
yang tinggi pada tahu dianggap dapat menggantikan protein hewani. Tetapi dibalik keuntungan tersebut, tahu belum tentu aman dikonsumsi secara terus-menerus. Tahu merupakan produk makanan yang rentan rusak maka tak jarang produk berbahan dasar tahu ditambahkan pengawet seperti formalin agar lebih tahan lama (Ferry K., 2010).
Tahu kuning adalah salah satu produk olahan kedelai yang setelah matang dan dicetak diberi pewarna kuning, biasanya digunakan kunyit. Menurut Gani (2006), kunyit juga memiliki kekuatan pengawet yang sama dengan formalin. Kekurangan kunyit adalah warnanya dapat berubah setelah beberapa hari, sehingga untuk mencegah perubahan warna tersebut ditambahkan zat pengawet buatan, salah satu diantaranya adalah formalin. Bahan pengawet makanan merupakan salah satu bahan tambahan pangan (BTP). Menurut Food Agriculture Organization (FAO) di dalam Furia (1980), BTP adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dalam jumlah dan
ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan utama (Wijaya,2011).
Formalin adalah salah satu jenis pengawet yang sering disalahgunakan dan secara hukum dilarang keras digunakan untuk mengawetkan produk pangan. Ironisnya, formalin ini sangat mudah ditemukan dengan harganya yang murah, sehingga sering digunakan oleh produsen dan pedagang tahu untuk mengawetkan produknya. Hal ini menyebabkan keresahan dan kecemasan di masyarakat mengingat efek samping konsumsi formalin dapat membahayakan kesehatan (Eddy S. M., 2014). Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persentase jumlah tahu yang mengandung formalin.
(17)
Universitas Kristen Maranatha
Bahan dan Cara
Alat yang dibutuhkan berupa : mortar alu, labu kjeldahl, labu Erlenmeyer, alat destilasi, gelas ukur 100ml, pipet tetes, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, rak tabung, dan waterbath.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah : sampel tahu, asam fosfat 10%, asam sulfat 60%, asam kromatropat 0,5%, aquadest 100ml, dan larutan formalin.
1. Alat-alat yang dibutuhkan disiapkan untuk pengambilan sampel, misalnya plastik kertas dan alat tulis.
2. Sampel yang terdiri dari
beberapa jenis tahu kuning yang dijual di Pasar “X” Kota
Bandung dikumpulkan.
3. Sampel dibawa ke laboratorium dengan tujuan pemeriksaan yang dikehendaki.
4. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Biopangan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Pasundan pada
tanggal 29 Agustus 2014 dengan metode asam kromatropat.
Kontrol positif uji kualitatif formalin dibuat dengan memasukkan larutan asam kromatropat standar ke dalam bubuk formalin yang telah dicampurkan aquadest yang akan membentuk warna ungu.
Sampel tahu yang telah disiapkan ditumbuk sampai halus menggunakan mortar alu. Setelah hancur dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambah aquadest dan asam sulfat 60%. Dikocok sampai rata, dan dipanaskan diatas alat destilasi dengan tujuan menghancurkan protein yang ada dalam tahu. Pemanasan bertujuan menguapkan kandungan formalin yang ada dalam tahu, dan alat destilasi berfungsi menambahkan air pada uap tersebut sehingga didapatkan tetes-tetes air di ujung alat destilasi dan ditampung menggunakan tabung reaksi. Setelah didapatkan sekitar 2 ml, ditambahkan 5 ml asam kromatropat dan diperhatikan apakah ada perubahan warna. Jika belum didapatkan perubahan warna, dicoba
(18)
Universitas Kristen Maranatha
dipanaskan kembali sekitar 10 menit dalam penangas air, dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan lagi asam kromatropat sebanyak 5 ml. Hasil positif akan menunjukkan warna ungu sesuai dengan kontrol positif yang telah disiapkan.
Hasil dan Pembahasan
Analisis formalin pada tahu kuning yang dijual di Pasar “X” Kota Bandung dilakukan pada 14 sampel yang berasal dari produsen yang berbeda. Hasil analisis formalin secara kualitatif ditampilkan pada tabel 4.1. Hasil pengukuran kadar asam urat serum mencit per kelompok perlakuan disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Analisis Kandungan Formalin dalam Tahu Kuning yang Dibeli pada Tanggal 29 Agustus 2014
Kode Sampel Hasil Analisis
A Negatif
B Negatif
C Negatif
D Negatif
E Negatif
F Negatif
G Negatif
H Negatif
I Negatif
J Negatif
K Negatif
M Negatif
N Negatif
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 14 (empat belas) sampel yang diperiksa, tidak ada sampel yang mengandung formalin. Cara yang digunakan adalah dengan menggunakan reaksi dengan asam kromatropat, jika hasil positif akan didapatkan kompleks sampel berwarna ungu. Seluruh sampel tahu yang diambil jika dilihat secara fisik memiliki warna kuning yang segar, memiliki aroma kedelai yang khas, dan saat ditekan terasa kenyal namun jika ditekan sedikit keras permukaan tahu mudah pecah atau hancur.
Simpulan
Sebanyak 14 sampel tahu kuning dari Pasar “X” Kota Bandung tidak ada yang positif mengandung formalin.
(19)
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Amri. (2011). Identifikasi Formalin Dalam Produk Mie Basah dan Tahu dengan Metode Kualitatif Larutan KmnO4. Tasimak, 2,16. 2. Billah, M. T., Ir., M.Sc. (2013). Buletin Konsumsi Pangan Volume 4 No.3. Pusat Data dan Sistem Pertanian, 4-16. Jakarta.
3. Cakrawati, D., & H., M. N. (2012). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan, Bandung: CV Alfabeta.
4. Depkes. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011.
5. Detikhealth (Kamis, 30 Juli 2009). Penertiban Formalin dan Boraks Pada Makanan Tidak Maksimal. Diakses tanggal 20
Agustus 2014 dari
m.detik.com/health/read/2009/ 07/30/153354/1174495/763/2/p
enertiban-formalin-dan- boraks-pada-makanan-tidak-maksimal
6. Dwi, S.A. (2011). Analisis Permintaan Kedelai. Universitas Indonesia. Jurnal, 1, 2.
7. Eddy S. M., (2014). Tahu, Makanan Favorit yang
Keamanannya Perlu
Diwaspadai. Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga. Diakses tanggal 23 September 2014 dari http://itd.unair.ac.id/index.php/
health-news-archive/134-tahu- makanan-favorit-yang- keamanannya-perlu-diwaspadai-.html
8. Effendi, S. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Bandung: CV Alfabeta.
9. Ferry K. (6 Juli 2010). Solusi untuk Mengatasi Penggunaan Formalin Dalam Pangan. Diakses tanggal 15 Juli 2014 dari
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id/ind ex.php?option=com_content&t ask=view&id=121&Itemid=10 0
10.Hastuti, S. (2010, Agustus). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek, 132-137.
11.Kartasapoetra, G., & Marsetyo, H. (2012). Ilmu Gizi, Korelasi Gizi dan Produktifitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
12.Kompas (Rabu, 1 Desember 2010). Peredaran Formalin Harus Diawasi Ketat. Diakses tanggal 9 September 2014 dari m.kompas.com/health/read/201 0/12/01/0329400/Peredaran.% 20Borkas.Harus.Diawasi 13.Moezaffar, B. (2012).
Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha atas Makanan
Berformalin yang
Diperdagangkan Dalam Perspektif Kesehatan Masyarakat. Jurnal. 2-5.Cirebon. Universitas Swadaya Gunung Jati.
(20)
Universitas Kristen Maranatha
14.Salim, E. (2012). Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai ( Pertama ed.). Jogjakarta: Lily Publisher, 8-20.
15.Triwahyuni, E., & Susilowati, E. (2006). Identifikasi Zat Warna Sintetis pada Agar-agar Tidak Bermerk yang Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan Metode Kromatografi Kertas. Litbang, 4, 26,27.
16.U.S. Department Of Health and Human Services, Public Health Service, Agency for Toxicity Substances and Disease Registry. (1999, July). Toxicological Profile For Formaldehyde. Diakses tanggal
8 Juli 2014 dari
http://www.atsdr.cdc.gov/toxpr ofiles/tp111-p.pdf
17.Wijaya, C. H., Mulyono, N., & Afandi, F. A. (2012). Bahan Tambahan Pangan Pengawet (Pertama ed.). Bogor: IPB Press.
18.Wijaya, D. (2011). Waspadai Zat Aditif dalam Makananmu. Jogjakarta: Bukubiru.
19. Wikanta, W. (2010, November 2). Persepsi Masyarakat Tentang
Penggunaan Formalin Dalam
Bahan Makanan dan
Pelaksanaan Pendidikan Gizi dan Keamanan Pangan. Jurnal, 1.
(21)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Amri. (2011). Identifikasi Formalin Dalam Produk Mie Basah dan Tahu dengan Metode Kualitatif Larutan KmnO4. Tasimak, 2,16.
Billah, M. T., Ir., M.Sc. (2013). Buletin Konsumsi Pangan Volume 4 No.3. Pusat Data dan Sistem Pertanian, 4-16. Jakarta.
Cakrawati, D., & H., M. N. (2012). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan, Bandung: CV Alfabeta.
Depkes. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011.
Detikhealth (Kamis, 30 Juli 2009). Penertiban Formalin dan Boraks Pada Makanan Tidak Maksimal. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari m.detik.com/health/read/2009/07/30/153354/1174495/763/2/penertiban-formalin-dan-boraks-pada-makanan-tidak-maksimal
Dwi, S.A. (2011). Analisis Permintaan Kedelai. Universitas Indonesia. Jurnal, 1, 2. Eddy S. M., (2014). Tahu, Makanan Favorit yang Keamanannya Perlu Diwaspadai.
Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga. Diakses tanggal 23 September 2014 dari http://itd.unair.ac.id/index.php/health-news-archive/134-tahu-makanan-favorit-yang-keamanannya-perlu-diwaspadai-.html
Effendi, S. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Bandung: CV Alfabeta.
Ferry K. (6 Juli 2010). Solusi untuk Mengatasi Penggunaan Formalin Dalam Pangan.
Diakses tanggal 15 Juli 2014 dari
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=121 &Itemid=100
Hastuti, S. (2010, Agustus). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek, 132-137.
Kartasapoetra, G., & Marsetyo, H. (2012). Ilmu Gizi, Korelasi Gizi dan Produktifitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
(22)
Kompas (Rabu, 1 Desember 2010). Peredaran Formalin Harus Diawasi Ketat.
Diakses tanggal 9 September 2014 dari
m.kompas.com/health/read/2010/12/01/0329400/Peredaran.%20Borkas.Harus.Di awasi
Moezaffar, B. (2012). Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha atas Makanan Berformalin yang Diperdagangkan Dalam Perspektif Kesehatan Masyarakat. Jurnal. 2-5.Cirebon. Universitas Swadaya Gunung Jati.
Salim, E. (2012). Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai ( Pertama ed.). Jogjakarta: Lily Publisher, 8-20.
Triwahyuni, E., & Susilowati, E. (2006). Identifikasi Zat Warna Sintetis pada Agar-agar Tidak Bermerk yang Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan Metode Kromatografi Kertas. Litbang, 4, 26,27.
U.S. Department Of Health and Human Services, Public Health Service, Agency for Toxicity Substances and Disease Registry. (1999, July). Toxicological Profile For Formaldehyde. Diakses tanggal 8 Juli 2014 dari http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp111-p.pdf
Wijaya, C. H., Mulyono, N., & Afandi, F. A. (2012). Bahan Tambahan Pangan Pengawet (Pertama ed.). Bogor: IPB Press.
Wijaya, D. (2011). Waspadai Zat Aditif dalam Makananmu. Jogjakarta: Bukubiru. Wikanta, W. (2010, November 2). Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan
Formalin Dalam Bahan Makanan dan Pelaksanaan Pendidikan Gizi dan Keamanan Pangan. Jurnal, 1.
(1)
Bahan dan Cara
Alat yang dibutuhkan berupa : mortar alu, labu kjeldahl, labu Erlenmeyer, alat destilasi, gelas ukur 100ml, pipet tetes, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, rak tabung, dan
waterbath.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah : sampel tahu, asam fosfat 10%, asam sulfat 60%, asam kromatropat 0,5%, aquadest 100ml, dan larutan formalin.
1. Alat-alat yang dibutuhkan disiapkan untuk pengambilan sampel, misalnya plastik kertas dan alat tulis.
2. Sampel yang terdiri dari
beberapa jenis tahu kuning yang dijual di Pasar “X” Kota
Bandung dikumpulkan.
3. Sampel dibawa ke laboratorium dengan tujuan pemeriksaan yang dikehendaki.
4. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Biopangan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Pasundan pada
tanggal 29 Agustus 2014 dengan metode asam kromatropat.
Kontrol positif uji kualitatif formalin dibuat dengan memasukkan larutan asam kromatropat standar ke dalam bubuk formalin yang telah dicampurkan aquadest yang akan membentuk warna ungu.
Sampel tahu yang telah disiapkan ditumbuk sampai halus menggunakan mortar alu. Setelah hancur dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambah aquadest dan asam sulfat 60%. Dikocok sampai rata, dan dipanaskan diatas alat destilasi dengan tujuan menghancurkan protein yang ada dalam tahu. Pemanasan bertujuan menguapkan kandungan formalin yang ada dalam tahu, dan alat destilasi berfungsi menambahkan air pada uap tersebut sehingga didapatkan tetes-tetes air di ujung alat destilasi dan ditampung menggunakan tabung reaksi. Setelah didapatkan sekitar 2 ml, ditambahkan 5 ml asam kromatropat dan diperhatikan apakah ada perubahan warna. Jika belum didapatkan perubahan warna, dicoba
(2)
Universitas Kristen Maranatha
dipanaskan kembali sekitar 10 menit dalam penangas air, dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan lagi asam kromatropat sebanyak 5 ml. Hasil positif akan menunjukkan warna ungu sesuai dengan kontrol positif yang telah disiapkan.
Hasil dan Pembahasan
Analisis formalin pada tahu kuning yang dijual di Pasar “X” Kota Bandung dilakukan pada 14 sampel yang berasal dari produsen yang berbeda. Hasil analisis formalin secara kualitatif ditampilkan pada tabel 4.1. Hasil pengukuran kadar asam urat serum mencit per kelompok perlakuan disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Analisis Kandungan Formalin dalam Tahu Kuning yang Dibeli pada Tanggal 29 Agustus 2014
Kode Sampel Hasil Analisis
A Negatif
B Negatif
C Negatif
D Negatif
E Negatif
F Negatif
G Negatif
H Negatif
I Negatif
J Negatif
K Negatif
M Negatif
N Negatif
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 14 (empat belas) sampel yang diperiksa, tidak ada sampel yang mengandung formalin. Cara yang digunakan adalah dengan menggunakan reaksi dengan asam kromatropat, jika hasil positif akan didapatkan kompleks sampel berwarna ungu. Seluruh sampel tahu yang diambil jika dilihat secara fisik memiliki warna kuning yang segar, memiliki aroma kedelai yang khas, dan saat ditekan terasa kenyal namun jika ditekan sedikit keras permukaan tahu mudah pecah atau hancur.
Simpulan
Sebanyak 14 sampel tahu kuning dari Pasar “X” Kota Bandung tidak ada yang positif mengandung formalin.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Amri. (2011). Identifikasi Formalin Dalam Produk Mie Basah dan Tahu dengan Metode Kualitatif Larutan KmnO4. Tasimak, 2,16.
2. Billah, M. T., Ir., M.Sc. (2013). Buletin Konsumsi Pangan Volume 4 No.3. Pusat Data dan Sistem Pertanian, 4-16. Jakarta.
3. Cakrawati, D., & H., M. N. (2012). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan, Bandung: CV Alfabeta.
4. Depkes. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011.
5. Detikhealth (Kamis, 30 Juli 2009). Penertiban Formalin dan Boraks Pada Makanan Tidak Maksimal. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari
m.detik.com/health/read/2009/ 07/30/153354/1174495/763/2/p
enertiban-formalin-dan- boraks-pada-makanan-tidak-maksimal
6. Dwi, S.A. (2011). Analisis Permintaan Kedelai. Universitas Indonesia. Jurnal, 1, 2.
7. Eddy S. M., (2014). Tahu, Makanan Favorit yang
Keamanannya Perlu
Diwaspadai. Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga. Diakses tanggal 23 September 2014 dari
http://itd.unair.ac.id/index.php/
health-news-archive/134-tahu- makanan-favorit-yang- keamanannya-perlu-diwaspadai-.html
8. Effendi, S. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Bandung: CV Alfabeta.
9. Ferry K. (6 Juli 2010). Solusi untuk Mengatasi Penggunaan Formalin Dalam Pangan. Diakses tanggal 15 Juli 2014 dari
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id/ind ex.php?option=com_content&t ask=view&id=121&Itemid=10 0
10.Hastuti, S. (2010, Agustus). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek, 132-137.
11.Kartasapoetra, G., & Marsetyo, H. (2012). Ilmu Gizi, Korelasi Gizi dan Produktifitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
12.Kompas (Rabu, 1 Desember 2010). Peredaran Formalin Harus Diawasi Ketat. Diakses tanggal 9 September 2014 dari
m.kompas.com/health/read/201 0/12/01/0329400/Peredaran.% 20Borkas.Harus.Diawasi
13.Moezaffar, B. (2012). Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha atas Makanan
Berformalin yang
Diperdagangkan Dalam Perspektif Kesehatan Masyarakat. Jurnal. 2-5.Cirebon. Universitas Swadaya Gunung Jati.
(4)
Universitas Kristen Maranatha
14.Salim, E. (2012). Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai ( Pertama ed.). Jogjakarta: Lily Publisher, 8-20.
15.Triwahyuni, E., & Susilowati, E. (2006). Identifikasi Zat Warna Sintetis pada Agar-agar Tidak Bermerk yang Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan Metode Kromatografi Kertas. Litbang, 4, 26,27.
16.U.S. Department Of Health and Human Services, Public Health Service, Agency for Toxicity Substances and Disease Registry. (1999, July).
Toxicological Profile For Formaldehyde. Diakses tanggal
8 Juli 2014 dari
http://www.atsdr.cdc.gov/toxpr ofiles/tp111-p.pdf
17.Wijaya, C. H., Mulyono, N., & Afandi, F. A. (2012). Bahan Tambahan Pangan Pengawet (Pertama ed.). Bogor: IPB Press.
18.Wijaya, D. (2011). Waspadai Zat Aditif dalam Makananmu. Jogjakarta: Bukubiru.
19. Wikanta, W. (2010,
November 2). Persepsi Masyarakat Tentang
Penggunaan Formalin Dalam Bahan Makanan dan Pelaksanaan Pendidikan Gizi dan Keamanan Pangan. Jurnal, 1.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Amri. (2011). Identifikasi Formalin Dalam Produk Mie Basah dan Tahu dengan Metode Kualitatif Larutan KmnO4. Tasimak, 2,16.
Billah, M. T., Ir., M.Sc. (2013). Buletin Konsumsi Pangan Volume 4 No.3. Pusat Data dan Sistem Pertanian, 4-16. Jakarta.
Cakrawati, D., & H., M. N. (2012). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan, Bandung: CV Alfabeta.
Depkes. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011.
Detikhealth (Kamis, 30 Juli 2009). Penertiban Formalin dan Boraks Pada Makanan Tidak Maksimal. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari
m.detik.com/health/read/2009/07/30/153354/1174495/763/2/penertiban-formalin-dan-boraks-pada-makanan-tidak-maksimal
Dwi, S.A. (2011). Analisis Permintaan Kedelai. Universitas Indonesia. Jurnal, 1, 2. Eddy S. M., (2014). Tahu, Makanan Favorit yang Keamanannya Perlu Diwaspadai.
Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga. Diakses tanggal 23 September 2014 dari
http://itd.unair.ac.id/index.php/health-news-archive/134-tahu-makanan-favorit-yang-keamanannya-perlu-diwaspadai-.html
Effendi, S. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Bandung: CV Alfabeta.
Ferry K. (6 Juli 2010). Solusi untuk Mengatasi Penggunaan Formalin Dalam Pangan.
Diakses tanggal 15 Juli 2014 dari
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=121 &Itemid=100
Hastuti, S. (2010, Agustus). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek, 132-137.
Kartasapoetra, G., & Marsetyo, H. (2012). Ilmu Gizi, Korelasi Gizi dan Produktifitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
(6)
Kompas (Rabu, 1 Desember 2010). Peredaran Formalin Harus Diawasi Ketat.
Diakses tanggal 9 September 2014 dari
m.kompas.com/health/read/2010/12/01/0329400/Peredaran.%20Borkas.Harus.Di awasi
Moezaffar, B. (2012). Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha atas Makanan Berformalin yang Diperdagangkan Dalam Perspektif Kesehatan Masyarakat. Jurnal. 2-5.Cirebon. Universitas Swadaya Gunung Jati.
Salim, E. (2012). Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai ( Pertama ed.). Jogjakarta: Lily Publisher, 8-20.
Triwahyuni, E., & Susilowati, E. (2006). Identifikasi Zat Warna Sintetis pada Agar-agar Tidak Bermerk yang Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan Metode Kromatografi Kertas. Litbang, 4, 26,27.
U.S. Department Of Health and Human Services, Public Health Service, Agency for Toxicity Substances and Disease Registry. (1999, July). Toxicological Profile For Formaldehyde. Diakses tanggal 8 Juli 2014 dari
http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp111-p.pdf
Wijaya, C. H., Mulyono, N., & Afandi, F. A. (2012). Bahan Tambahan Pangan Pengawet (Pertama ed.). Bogor: IPB Press.
Wijaya, D. (2011). Waspadai Zat Aditif dalam Makananmu. Jogjakarta: Bukubiru. Wikanta, W. (2010, November 2). Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan
Formalin Dalam Bahan Makanan dan Pelaksanaan Pendidikan Gizi dan Keamanan Pangan. Jurnal, 1.