Pemeriksaan Formalin Pada Tahu Putih Secara Kualitatif di Pasar Sukaramai

(1)

Lampiran 1.GambarSampel


(2)

Lampiran 2. Gambar Alat


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L. (2010). Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. Bandung: Alfabeta. Hal. 31-33.

Cahyadi, W. (2008). Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 2-11, 254-262.

Munifa., Hapsari., Tarihoran., dan Fransiska. (2015). Gizi Kuliner Dasar.

Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 86-87.

Murdiati, A., dan Amaliah. (2013). Panduan Penyiapan Pangan Sehat Untuk

Semua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hal. 42, 165, 176-187.

Rauf, R. (2015). Kimia Pangan. Yogyakarta: Andi. Hal. 204-205.

Rosmauli., Wuri., dan EP Superteam. (2014). Ini Dia Zat Berbahaya di Balik

Makanan Lezat!. Jakarta: Bhafana. Hal. 18-19, 33-34.

Sembel, D. (2015). Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Hal. 229-230. Tarwotjo, S. (1998). Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo. Hal. 110-111. Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S. (2006). Alternatif Pengganti Formalin.

Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 2-5, 11-13, 56-57.

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi. Hal. 7-10, 34-47.


(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Pemeriksaan formalin pada tahu putih secara kualitatif, dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V Barat I No. 4 Medan Estate.

3.2 Alat

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan formalin ialah alat destilasi, erlenmeyer, hot plate, labu destilasi, neraca analitik dan tabung reaksi.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan formalin ialah akuades, asam fosfat, asam kromatropat, H2SO4 dan sampel tahu putih.

3.4 Prosedur Penelitian

a. Ditimbang 50 g tahu masukkan ke dalam labu destilasi b. Ditambahkan 100 mL akuades dan 5 mL asam fosfat

c. Dipasang alat destilasi, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat ±50 mL yang ditampung di dalam erlenmeyer (ujung pendingin harus tercelup ke dalam erlenmeyer)

d. Dilakukan test kualitatif terhadap destilat yaitu:


(6)

Dimasukkan ± 5 mL destilat ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan asam kromatropat dalam H2SO4 sampai terbentuk warna merah keunguan.


(7)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Formalin pada Tahu Putih Secara Kualitatif Di PasarSukaramai

No. Sampel Reaksi Hasil Keterangan

1. Tahu Putih Reaksi Asam Kromatropat

Merah Keunguan Positif Formalin

4.2 Pembahasan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, di dapat hasil bahwa pada pemeriksaan formalin pada tahu putih di pasar sukaramai yaitu positif mengandung formalin. Hal ini ditandai dengan tahu yang lebih kenyal, teksturnya lebih keras, menghasilkan bau khas yang merupakan bau dari formalin dan terjadi perubahan warna merah keunguan dalam reaksi asam kromatropat.

Selain produk tahu yang diteliti mengandung formalin, terdapat produk lain yang telah diteliti juga mengandung formalin yaitu ikan asin. Hal ini ditandai dengan ikan asin yang tidak cepat rusak hingga bertahan sampai satu bulan, bersih cerah dan tidak berbau seperti ikan asin dan terjadi perubahan warna merah keunguan dalam reaksi asam kromatropat.

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu,


(8)

alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan) (Cahyadi, 2008).

Saat membeli tahu sebaiknya dipilih yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formalin), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih. Sebelum disimpan sebaiknya tahu direbus dahulu kemudian disimpan dalam wadah kedap udara, direndam dalam air agar tidak kering dan disimpan dalam lemari pendingin (Murdiati dan Amaliah, 2013).

Tahu adalah bahan pangan yang tinggi protein dengan kadar air yang tinggi (85%) karena tahu itu tidak tahan lama. Satu hari setelah diproduksi tahu akan mulai rusak yang ditandai dengan berbau asam dan berlendir. Dengan merendam tahu pada air yang diberi formalin tahu akan awet sampai 7 hari. Jadi penggunaan formalin dapat dilakukan pada proses penggumpalan dan perendaman setelah jadi tahu (Widyaningsih dan Murtini, 2006).


(9)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan formalin pada tahu putih secara kualitatif di pasar Sukaramai dapat disimpulkan bahwa tahu putih yang diperiksa positif mengandung formalin. Hal ini dapat ditandai dengan adanya perubahan warna merah keunguan pada reaksi asam kromatropat dalam tahu putih yang mengandung formalin.

5.2 Saran

1. Disarankan kepada masyarakat agar lebih teliti dan berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi tahu putih yang beredar.

2. Disarankan kepada pemerintah yang berwenang agar lebih memperketat pengawasan terhadap makanan yang mengandung formalin.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan,

food additive, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Di dalam

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88 dijelaskan, bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredientatau komposisi, khas makanan, punya atau tidak punya nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Murdiati dan Amaliah, 2013).

Bahan Tambahan Makanan (BTM)adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan atau masa penyimpanan. Selain itu, bahan tambahan pangan juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Jenis-jenis bahan tambahan makanan yang sering diguna kan atau sering dipakai adalah bahan pengawet, pewarna, pemanis, antioksidan, pengikat logam, pemutih, pengental, pengenyal, zat gizi dan sebagainya. Bahan tambahan makanan yang digunakan dapat berupa bahan alami ataupun sintetik (bahan kimia atau buatan) yang diijinkan karena tidak berbahaya


(11)

atau aman bagi kesehatan sesuai Undang-Undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Menurut Yuliarti (2007), beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan (BTM) yaitu:

1. Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati.

2. Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. 3. Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta

telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman.

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2, yaitu GRAS (Generally

Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula

(glukosa). Sedangkan jenis lainnya, yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2008).

Menurut Yuliarti (2007), memilih Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang digunakan, ada baiknya kita mengenal beberapa Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang aman digunakan dan tidak berbahaya, yakni yang telah diizinkan oleh BPOM, di antaranya:

1. Pengawet: asam benzoat, asam propionat, natrium benzoat dan nisin 2. Pewarna: tartrazine


(12)

4. Penyedap rasa dan aroma: monosodium glutamat

5. Antikempal: aluminium silikat, magnesium karbonat dan trikalsium fosfat 6. Antioksidan: asam askorbat, alpa tokoferol

7. Pengemulsi, pemantap dan pengental: lesitin, potasium laktat.

Menurut Cahyadi (2008), Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan dan yang dilarang oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan di antaranya sebagai berikut:

1. Antioksidan (antioxidant)

2. Antikempal (anticaking regulator)

3. Pengatur keasaman (acidity regulator)

4. Pemanis buatan (artificial sweeterner)

5. Pemutih dan pematang telur (flour treatment agent)

6. Pengemulsi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener)

7. Pengawet (preservative)

8. Pengeras (firming agent)

9. Pewarna (colour)

10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer)

11.Sekuestran (sequestrant).

Menurut Cahyadi (2008), beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, diatur Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:

1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd)


(13)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)

4. Kloramfenikol (chlorampenicol)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9. Asam Salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt).

Sedangkan menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang, seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis) dan potasium bromat (pengeras).

2.2 Bahan Pengawet

Penggunaan berbagai macam bahan-bahan pengawet pada makanan oleh masyarakat sudah sangat mengkhawatirkan. Bahan kimia seperti formalin yang bukan merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan masyarakat untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan kualitas bahan pangan (Rauf, 2015).

Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteri dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan termasuk botulism yang membahayakan kehidupan manusia (Afrianti, 2010).


(14)

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan adanya bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, pemakaian bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh bersama bahan pangan yang dikonsumsi. (Cahyadi, 2008).

Menurut Cahyadi (2008), secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen

2. Memperpanjang umur simpan pangan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak melanggar PerMenKes yang telah diatur.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Menurut Mudiarti dan Amaliah (2013), pengawetan bahan pangan dapat dilakukan secara alami yaitu dengan cara makanan tersebut ditambahkan bahan-bahan alami maupun dengan cara pemasakan bahan-bahan pangan tersebut. Bahan alami


(15)

yang biasa digunakan antara lain gula, garamdan cuka. Cara pengawetan alami dengan pemasakan yaitu:

a. Pengeringan, dapat dilakukan dengan penjemuran, pemanasan, ataupun pengasapan. Pengeringan berarti menghilangkan air. Contoh: dendeng, ikan kering, sale pisang.

b. Pembekuan, pembekuan menyebabkan air membeku sehingga bakteri tidak dapat berkembang dan pertumbuhannya terhambat. Contoh: nugget, ikan beku, daging.

c. Pengalengan, bahan makanan dikemas rapat dalam kaleng yang kondisinya telah steril kemudian dipanaskan dan disterilkan. Contoh: berbagai buah kaleng dan ikan kaleng.

d. Penyinaran, menghambat/mematikan pertumbuhan bakteri dengan menyinarinya memakai sinar ultraviolet dan sinar gamma. Tidak menyebabkan kerusakan makanan. Contoh: kentang dan udang.

2.3 Formalin

Gambar 1.1 Struktur Formalin

Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan sudah muncul ke permukaan sejak beberapa tahun lalu. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan


(16)

telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan. Hasilnya beberapa jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, tahu dan ikan asin positif mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Formalin adalah bahan pengawet yang kerap dicampurkan dalam industri pangan. Penggunaan formalin dimaksudkan untuk mempertahankan kesegaran agar produk yang diawetkan bisa bertahan lama dan tidak cepat busuk. Formalin ini merupakan larutan yang mengandung formaldehid sekitar 37% (Rosmaul, dkk., 2014).

Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia CH2O. Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokandan rasa membakar. Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Sifatnya yangmudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen molekul air (Cahyadi, 2008).

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetik, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa.


(17)

Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat (Yuliarti, 2007).

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, air seni bercampur darah dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokkan dan mata (Cahyadi, 2008).

Suatu bahan pangan mengandung formalin atau tidak dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda fisik makanan tersebut (bau yang menyengat, tekstur yang kaku, warna yang lebih terang) dan tingkat keawetan produk yang lebih lama. Namun, tanda-tanda tersebut tidak akan terdeteksi bila kandungan formalin terlalu rendah. Karena itu uji laboratorium perlu dilakukan. Formalin akan bereaksi dengan asam kromatropik menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Caranya, bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan campuran antara asam kromatropik, asam


(18)

fosfat dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Menurut Mudiarti dan Amaliah (2013), beberapa produk dan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung formalin yaitu:

1) Ikan asin: tidak cepat rusak hingga bertahan sampai satu bulan, bersih cerah dan tidak berbau seperti ikan asin.

2) Mie basah: awet sampai beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin, baunya sangat menyengat (bau formalin), tidak lengket dan mie lebih mengilap dibandingkan mie normal.

3) Tahu: kenyal, bentuknya sangat bagus, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan tidak mudah basi.

4) Bakso: lebih tahan lama dan teksturnya lebih kenyal.

2.4 Tahu

Tahu adalah bahan pangan yang tinggi protein dengan kadar air yang tinggi (85%) karena tahu itu tidak tahan lama. Satu hari setelah diproduksi tahu akan mulai rusak yang ditandai dengan berbau asam dan berlendir. Dengan merendam tahu pada air yang diberi formalin tahu akan awet sampai 7 hari. Jadi penggunaan formalin dapat dilakukan pada proses penggumpalan dan perendaman setelah jadi tahu (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Tahu mengandung 7-8 gram zat protein dan 124 mg zat kalsium per 100 gram tahu. Tahu berasal dari negara Cina, yang disebut taufu. Tahu dibuat dari


(19)

kacang kedelai kuning atau dari kacang hijau. Secara garis besar, proses pembuatan tahu yaitu kedelai dibersihkan, dicuci, direbus, digiling atau dihaluskan sampai menjadi seperti bubur. Kemudian disaring, dicampur batu tahu atau cuka sehingga menjadi kental. Setelah kental, dicetak dan ditekan atau dipadatkan (Tarwotjo, 1998).

Menurut Munifa, dkk., (2015), menjaga keawetan tahu dapat dilakukan dengan cara:

a. Memenuhi kualitas dalam pembuatan tahu sehingga dapat bertahan selama 1-2 hari dengan cara disimpan di lemari es.

b. Direndam dalam air bersih untuk mencegah pengeringan dan menghalangi pencemaran mikroba pembusuk dari udara.

c. Merebus tahu selama 30 menit setelah itu direndam dalam air yang telah dimasak, keawetan tahu rebusan ini dapat bertahan selama 4 hari.

Penambahan formalin ke dalam tahu tujuannya adalah untuk membuat awet dan kenyal. Dengan zat pengawet di dalamnya, tahu akan tahan lebih lama. Pengusaha pun tidak harus membeli kedelai secara terus menerus untuk produksi tahu (Rosmauli, dkk., 2014).

Saat membeli tahu sebaiknya dipilih yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formlain), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih. Jika menyukai tahu yang berwarna kuning, misalnya pilih tahu yang warnanya tidak terlalu mencolok. Sebelum disimpan sebaiknya tahu direbus dahulu kemudian disimpan dalam wadah kedap udara, direndam dalam air agar tidak keringdan disimpan dalam lemari pendingin (Murdiati dan Amaliah, 2013).


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan “Bahan Tambahan Makanan” (BTM) yang disebut zat aditif kimia (food addition) (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang telah ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang (Yuliarti, 2007).

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/MenKes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai


(21)

teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).

Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya (Afrianti, 2010).

Penggunaaan berbagai bahan pengawet pada makanan oleh masyarakat sudah sangat mengkhawatirkan. Bahan kimia seperti formalin yang bukan merupakan bahan tambahan pangan telah digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan kualitas bahan pangan (Rauf, 2015).

Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan sudah muncul ke permukaan sejak beberapa tahun lalu. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan. Hasilnya beberapa jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, tahu dan ikan asin positif mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Formalin bagi tubuh manusia sangat beracun, karsinogenik yang menyebabkan kanker, mutagen, korosif dan iritatif. Paparan kronik formalin dapat menyebabkan sakit kepala, radang hidung kronis, mual-mual, gangguan pernapasan baik batuk atau sesak napas. Gangguan pada persyarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa dan sulit konsentrasi. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan (Sembel, 2015).


(22)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tahu putih di pasar sukaramai mengandung formalin atau tidak.

1.3 Manfaat Penelitian

Dapat mengetahui ciri-ciri dan bahaya dari formalin yang terdapat pada tahu putih yang beredar.


(23)

PEMERIKSAAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH SECARA

KUALITATIF DI PASAR SUKARAMAI

ABSTRAK

Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Salah satu jenis bahan tambahan makanan adalah bahan pengawet makanan, yang berfungsi untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dalam kasus-kasus tertentu ada produk makanan yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawetnya. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Salah satu produk yang ditemukan mengandung formalin yaitu tahu putih yang dijual di salah satu pasar tradisional di Kota Medan. Maka saat membeli tahu khususnya tahu putih sebaiknya memilih tahu yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formalin), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih.

Sampel yang dipakai yaitu tahu putih yang diambil dari salah satu pasar tradisional di kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode destilasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada tahu yang diteliti.

Hasil yang diperoleh bahwa terdapat kandungan formalin pada tahu putih yang diteliti. Hal ini dapat dibuktikan dengan reaksi asam kromatropat dengan adanya perubahan warna menjadi merah keunguan.


(24)

PEMERIKSAAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH SECARA

KUALITATIF DI PASAR SUKARAMAI

TUGAS AKHIR OLEH: CAMELIA NIM 132410045

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(25)

(26)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ditujukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah“Pemeriksaan formalin padatahuPutihsecarakualitatif di pasarsukaramai”.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis banyak mendapat bantuan, pengarahan, bimbingan, semangat dan motivasi yang penulis terima dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga tugas akhir ini selesai.


(27)

5. Bapak Drs. Syahniman, M.Si., selaku Koordinator Praktik Kerja Lapangan di Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

6. Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu saya dalam proses akademik.

7. Ayahanda Drs. Suryadi dan Ibunda Almh. Nani Swarni serta seluruh keluarga yang telah mendoakan dan banyak memberikan dorongan moral maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Teman-teman yang saya sayangi yaitu Jaka, Suci, Dita, Zura, Maria, Dwi,

Fadli dan seluruh teman-teman mahasiswa/i Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2013 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Waalaikumsalam Wr. Wb.

Medan, Juni 2016 Penulis

Camelia


(28)

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawahini, Nama : Camelia NomorIndukMahasiswa : 132410045

Program Studi : D-III AnalisFarmasidanMakanan

JudulTugasAkhir :Pemeriksaan Formalin PadaTahuPutihSecara Kualitatif Di PasarSukaramai

Denganinimenyatakanbahwatugasakhiriniditulisberdasarkan data darihasilpekerjaan yang sayalakukansendiri, danbelumpernahdiajukanoleh orang

lain untukmemperolehgelarAhlimahdiyah di perguruantinggilain, danbukanplagiatkarenakutipan yang ditulistelahdisebutkansumbernya di dalamdaftarpustaka.

Apabila di kemudianhariadapengaduandaripihaklainkarena di dalamtugasakhiriniditemukanplagiatkarenakesalahansayasendiri,

makasayabersediamenerimasanksiapapunoleh Program

StudiAnalisFarmasidanMakananFakultasFarmasiUniversitas Sumatera Utara, danbukanmenjaditanggungjawabpembimbing.

Demikianlahsuratpernyataaninisayaperbuatdengansebenarnyauntukdapatdigunaka njikadiperlukansebagaimanamestinya.

Medan, Agustus 2016 Yang membuatpernyataan,

Camelia


(29)

PEMERIKSAAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH SECARA

KUALITATIF DI PASAR SUKARAMAI

ABSTRAK

Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Salah satu jenis bahan tambahan makanan adalah bahan pengawet makanan, yang berfungsi untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dalam kasus-kasus tertentu ada produk makanan yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawetnya. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Salah satu produk yang ditemukan mengandung formalin yaitu tahu putih yang dijual di salah satu pasar tradisional di Kota Medan. Maka saat membeli tahu khususnya tahu putih sebaiknya memilih tahu yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formalin), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih.

Sampel yang dipakai yaitu tahu putih yang diambil dari salah satu pasar tradisional di kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode destilasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada tahu yang diteliti.

Hasil yang diperoleh bahwa terdapat kandungan formalin pada tahu putih yang diteliti. Hal ini dapat dibuktikan dengan reaksi asam kromatropat dengan adanya perubahan warna menjadi merah keunguan.


(30)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1LatarBelakang ... 1

1.2TujuanPercobaan ... 3

1.3ManfaatPercobaan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Bahan Tambahan Pangan ... 4

2.2Bahan Pengawet ... 7

2.3Formalin ... 9

2.4Tahu ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Tempat Penelitian ... 14


(31)

3.3 Bahan... 14

3.4 Prosedur Penelitian ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1Hasil ... 16

4.2Pembahasan ... 16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

5.1Kesimpulan ... 18

5.2Saran ... 18


(32)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Hasil Pemeriksaan Formalin pada Tahu Putih Secara Kualitatif


(33)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1.1 Struktur Formalin... 9


(34)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Gambar Sampel ... 20 2 Gambar Alat ... 21


(1)

PEMERIKSAAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH SECARA

KUALITATIF DI PASAR SUKARAMAI

ABSTRAK

Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Salah satu jenis bahan tambahan makanan adalah bahan pengawet makanan, yang berfungsi untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dalam kasus-kasus tertentu ada produk makanan yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawetnya. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Salah satu produk yang ditemukan mengandung formalin yaitu tahu putih yang dijual di salah satu pasar tradisional di Kota Medan. Maka saat membeli tahu khususnya tahu putih sebaiknya memilih tahu yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formalin), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih.

Sampel yang dipakai yaitu tahu putih yang diambil dari salah satu pasar tradisional di kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode destilasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada tahu yang diteliti.

Hasil yang diperoleh bahwa terdapat kandungan formalin pada tahu putih yang diteliti. Hal ini dapat dibuktikan dengan reaksi asam kromatropat dengan adanya perubahan warna menjadi merah keunguan.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1LatarBelakang ... 1

1.2TujuanPercobaan ... 3

1.3ManfaatPercobaan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Bahan Tambahan Pangan ... 4

2.2Bahan Pengawet ... 7

2.3Formalin ... 9

2.4Tahu ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Tempat Penelitian ... 14

3.2 Alat ... 14


(3)

3.3 Bahan... 14

3.4 Prosedur Penelitian ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1Hasil ... 16

4.2Pembahasan ... 16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

5.1Kesimpulan ... 18

5.2Saran ... 18


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Hasil Pemeriksaan Formalin pada Tahu Putih Secara Kualitatif

Di Pasar Sukaramai ... 16


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1.1 Struktur Formalin... 9


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Gambar Sampel ... 20 2 Gambar Alat ... 21