Studi Deskriptif Mengenai Self-Concept pada Lesbian di Daerah "X" Kota Bandung Utara.

(1)

iv

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai Self – Concept pada lesbian daerah “X” kota Bandung Utara. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei. Self - Concept yang digunakan adalah berdasarkan teori Self – Concept dari William Fitts (1971) yang menjelaskan bahwa Self – Concept terdiri dari dari dimensi internal dengan 3 aspek yaitu Identity – Self, Behavior – Self, dan Judging – Self. Selain itu Self - Concept terdiri dari dimensi Eksternal yaitu Physical – Self, Moral Ethical – Self, personal – Self, Family - Self, dan Sosial – Self. Penelitian ini dilaksanakan pada sampel responden lesbian di daerah “X” Kota Bandung Utara yang berada di rentang usia dewasa awal ( 19 – 30 tahun). Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 30 orang responden.

Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data adalah bentuk adaptasi dan dari kuesioner TSCS (Teneesee Self Concept Scale) yang diturunkan dari teori Self – Concept William Fitts (1971). Alat ukur terdiri dari 100 item yang di uji cobakan kepada 15 orang lesbian. Perhitungan validitas dengan Spearman’s menunjukkan kisaran item antara 0,450 hingga 0,835. Setelah mengalami penyesuaian terdapat jumlah total item digunakan sebanyak 60 item.

Hasil penelitian menunjukan sebanyak 16 orang lesbian atau sekitar 52.5 % memiliki Self – Concept yang positif, dan sebanyak 14 orang atau sekitar 47,5 % memiliki Self – Concept yang negatif. Peneliti menyimpulkan bahwa sebanyak 16 orang Lesbian daerah X kota Bandung Utara memiliki Self – Concept yang positif. Disarankan kepada lesbian daerah X kota Bandung Utara agar menggunakan informasi dalam penelitian ini ketika melakukan diskusi kelompok yang seringkali diadakan, serta menyarankan untuk lesbian dengan Self – Concept yang negatif untuk mengikuti Self – Concept Assertive Training atau kegiatan – kegiatan positif lain sebagai sarana untuk pengembangan diri, dan berbagi informasi mengenai Self – Concept, serta memanfaatkan kegiatan tersebut untuk membentuk Self – Concept yang lebih positif.


(2)

v

DAFTAR ISI Lembar Judul

Lembar Pengesahan……….. i

Pernyataan keaslian karya tulis skripsi ………. ii

Pernyataan publikasi laporan penelitian ……… iii

Abstrak ………..………..…… iv

Kata Pengantar………. v

Daftar Isi……….. viii

Daftar Tabel……… xi

Daftar Bagan……….………... xii

Daftar Lampiran………...……..………. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………..………... 1

1.2 Identifikasi Masalah………..………...…… 9

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian………….………....……..……… 9

13.2 Tujuan Penelitian………... 9

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis……..………... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis……..………. 9

1.5 Kerangka Pemikiran………….………11


(3)

vi BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Self – Concept ………. 23

2.1.1 Dimensi Self – Concept ……….…… 23

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Self – concept ……...……… 30

2.2 Pengertian Sample Penelitian 2.2.1 Definisi Homoseksuality ………...………. 32

2.2.2 Type – Type Homosexuality ……… 32

2.2.3 Faktor penyebab Homosexuality ….………....……… 35

2.3 Teori perkembangan dewasa awal ……… 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian………..……….……….…… 40

3.2 Skema Rancangan Penelitian ……… 40

3.3. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel penelitian ………... 41

3.3.2. Definisi Operasional ………... 41

3.4 Alat Ukur 3.4.1 Kisi –kisi alat ukur ………... 43

3.4.2 Indikator TSCS ………... 46

3.4.3. Prosedur Pengisian Kuesioner ………. 52

3.4.4. Data Penunjang ……… 54

3.5. Validitas, dan reliabilitas 3.5.1 Validitas Alat Ukur ……… 54


(4)

vii

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ………. 55

3.6 Populasi Sasaran dan Teknik Pengambilan Sample 3.6.1 Populasi Sasaran ……….. 56

3.6.2 Karakteristik Sample ………. 56

3.6.3 Teknik Pengambilan Sample ……… 56

3.7 Teknik Analisis Data ……… 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………....……..………. 58

4.1.2 Gambaran Dimensi Self – Concept ………....……..………. 59

4.1.3 Cross Tabulasi antara data penunjang dengan Self – Concept ……… 60

4.2. Pembahasan ………...62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………..……… 76

5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoritis ………...………....……… 76

5.2.2 Saran Praktis ………..………....……..………. 77

DAFTAR PUSTAKA ………..………....……..………... 78

DAFTAR RUJUKAN ………..………....……..………... 79


(5)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel. 3.4.1 Tabel kisi – kisi alat ukur TSCS ... 42

Tabel 3.4.1.2 Tabel kisi – kisi alat ukur TSCS fix ... 43

Tabel 3.4.2 Indikator Dimensi Operasional ……… 44

Tabel 3.4.4 Sistematika Penilaian ………... 51

Tabel 4.1. Gambaran Rentang usia Responden ……….………. 56

Tabel 4.2. Dimensi Self – Concept Keseluruhan ………. 57


(6)

ix

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Kerangka Berfikir ………. 20


(7)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Kuesioner Self - Concept dan data penunjang Lampiran II : Data dimensi Self – Concept

Lampiran III : Tabulasi silang data penunjang dengan Self - Concept

Tabulasi silang data tambahan dengan dimensi Self - Concept Lampiran IV : Data Microsoft Excel alat ukur utama

Lampiran V : Pemindai surat persetujuan pengambilan data subjek penelitian Lampiran VI : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Self - Concept


(8)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak dapat terlepas antara satu individu dengan individu lain. Manusia memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan individu lain di sekitar lingkungan tempat individu tersebut hidup, memerlukan adanya kontak dengan sosial, berkomunikasi, lalu berinteraksi dengan individu lain (Didang 2008). Kontak sosial yang dilakukan pada akhirnya membawa individu tersebut untuk berusaha memiliki hubungan mendalam dengan individu lain, hal ini tidak terlepas pada individu yang memasuki tahap dewasa awal yang memerlukan suatu kontak sosial yang mendalam dengan individu lain.

Erikson (1968), menjelaskan bahwa individu pada tahap dewasa awal memiliki Basic strength berupa Cinta, individu dalam tahap usia tersebut akan berusaha mencari orang lain untuk mencari kedekatan secara lebih dalam dengan individu lain maka individu dalan tahap dewasa awal akan dihadapkan pada tugas perkembangan dewasa awal yaitu pemenuhan Intimacy. Pemenuhan Intimacy adalah tahap seorang individu untuk mencoba menjalin suatu relasi, atau hubungan yang lebih mendalam lagi dengan individu lain. Pemenuhan hubungan secara mendalam ini tidak hanya berupa hubungan heterosexual kepada lawan jenis, tapi juga dapat berupa hubungan homosexual atau kepada sesama jenis. Istilah homosexual pertama kali dikemukakan


(9)

oleh seorang dokter Hongaria bernama Karoly Maria Benkert pada tahun 1869. Sebagaimana yang dikutip oleh Spencer (2004) dalam buku “Histoire de

I’homosexualité: De I’antiquité à nos jours” mengatakan bahwa selain hasrat

laki-laki dan perempuan yang normal, alam dengan segenap kekuasaannya telah memberi dorongan pada sebagian orang lelaki dan perempuan dengan suatu hasrat tertentu untuk mencintai sesama jenis.

Istilah homosexual juga dijelaskan oleh Kinsey (1953), yang membagi homosexual ke dalam dua jenis, yaitu homosexsual untuk pria, dan homosexsual untuk wanita yang disebut juga dengan lesbian. Kinsey (1953) mengatakan bahwa lesbian adalah suatu keadaan yang mendorong perempuan untuk memiliki kecenderungan lebih besar menyukai sesama jenis, merupakan suatu keadaan ketika seorang wanita kurang terbiasa mencintai, dan melakukan kontak dengan melibatkan ketertarikan sexual terhadap lawan jenisnya. Lesbian ini juga pada kehidupan keseharian akan dibagi dalam berbagai peran seksual ketika menjalani sebuah hubungan dengan pasangan masing – masing. Keneradaankaum lesbian ini juga telah tersebar di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia hanya saja untuk di Indonesia para lesbian ini tidak secara terang - terangan menampilkan identitas diri mereka, namun mereka ada di tengah – tengaj masyarakat Indonesia.

Keberadaan lesbian yang telah dijelaskan diatas juga terdapat di Jawa Barat, keberadaan lesbian tersebut dapat dijumpai di sepanjang daerah X kota Bandung Utara. Daerah ini merupakan sentral tempat pertemuan para lesbian, juga menjadi


(10)

ajang berkomunikasi antara sesama lesbian. Namun penyebarannya tidak berkumpul hanya berada di satu titik keramaian, para lesbian di daerah X tersebar di sepanjang titik – titik keramaian daerah tersebut. Berdasarkan wawancara dengan Dr salah satu pemberdaya lesbian yang cukup berpengaruh di daerah X, mengatakan bahwa untuk daerah X terdapat beberapa komunitas kecil lesbian, namun belum ada komunitas resmi yang menaungi para lesbian di daerah ini. Dr mengatakan untuk jumlahnya terdapat sekitar 80 orang lebih lesbian yang tersebar disepanjang daerah ini, namun secara resmi belum didapatkan data secara pasti mengenai jumlah total dari para lesbian yang berada di daerah X tersebut, hal ini disebabkan para lesbian tersebut cenderung menolak untuk di data.

Pada saat ini keberadaan para lesbian daerah X Kota Bandung, belum dapat diterima seutuhnya oleh masyarakat di sekitar kawasan daerah ini. Hal ini ditegaskan dengan hasil survey yang dilakukan kepada 30 orang masyarakat di sepanjang daerah X Kota Bandung, terhadap keberadaan para Lesbian ini. Hasilnya 23 orang (89,91 %) mengatakan bahwa masyarakat menentang keberadaan para lesbian, masyarakat akan menerima segala bentuk kegiatan di daerah tersebut selama hal tersebut dianggap tidak merusak akhlak. Masyarakat merasa keberatan, karena merasa tidak dapat menerima keberadaan wanita lesbian, terutama jika melihat adanya dua wanita sesama jenis berpegangan tangan, berpelukan, walaupun para lesbian tidak melakukan hal tersebut secara terbuka. Masyarakat di sekitar daerah X kota Bandung


(11)

mengatakan bahwa tidak seharusnya seorang individu berpacaran dengan sesama jenis, karena dianggap merusak tatanan sosial, dan agama.

Sedangkan sebanyak 7 orang (23,31 %) mengatakan dapat menerima keberadaan para lesbian. Masyarakat merasa dapat menerima keberadan para lesbian, selama para lesbian tersebut tidak secara terang – terangan menunjukan perilaku “tidak senonoh” di depan masyarakat umum, serta selama dianggap tidak merugikan, maka masyarakat dapat memberikan toleransi terhadap keberadaan lesbian di daerah X, kota Bandung.

Sedangkan dari sudut pandang para lesbian di daerah ini menjelaskan bahwa, seringkali mereka menerima stigma negatif dari masyarakat yang menganggap bahwa lesbian adalah suatu perilaku sexual yang merusak moral, karena dianggap mencemarkan nama baik sendiri, juga nama baik suatu daerah tempat lesbian ini berada, bahkan ketika berinteraksi dengan lingkungan seringkali para lesbian ini tidak mendapatkan pengakuan oleh masyarakat, menerima penolakan secara langsung dari keluarga, dan masyarakat. Para lesbian tersebut seringkali merasakan banyaknya tekanan, gunjingan dari masyarakat yang terlalu menghakimi mereka, dan tidak membantu memberikan jalan keluar, sehingga para lesbian daerah X seringkali merasa terpojok terhadap keadaan ini. Perilaku negatif dari masyarakat tersebut seringkali membuat para lesbian ini merasa dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarga sendiri. Para lesbian di daerah X kota Bandung Utara, mengatakan bahwa kondisi yang dialami tersebut, pada akhirnya cenderung mempengaruhi bagaimana


(12)

cara lesbian dalam mengenali, menampilkan, lalu menghayati identitas diri mereka sendiri, atau dalam psikologi hal ini disebut Self - Concept.

Fitts (1971), menjelaskan pengertian Self – Concept sebagai suatu cara bagaimana individu mengenali, menunjukan, lalu menghayati kondisi identitas diri yang dimiliki individu tersebut. Fitts (1971) membagi Self – Concept menjadi dua dimensi yaitu internal, dan eksternal. Dimensi internal terdiri dari tiga hal yaitu, Identity – Self merupakan bagian dari Self - Concept yang mempertanyakan mengenai pengenalan identitas diri, Behavioral – Self merupakan dimensi yang berisikan kesadaran mengenai “apa yang akan dilakukan” mencakup perilaku yang akan ditampilkan sesuai dengan Identity – Self yang dimiliki, dan Judging – Self merupakan bagian dari evaluasi, dan penerimaan diri. Dimensi eksternal dibagi kedalam lima bentuk, dimensi eksternal pertama yaitu Physical - Self merupakan dimensi penilaian terhadap kondisi fisik yang dimiliki, Moral Ethical - Self merupakan dimensi penialaian terhadap norma – norma yang ada, Personal – Self merupakan penilaian terhadap kondisi kepribadian yang dimiliki, Family - Self merupakan penilaian terhadap kondisi keluarga, dan Social – Self merupakan dimensi penilaian terhadap kondisi lingkungan sosial / lingkungan masyarakat.

Berdasarkan survey yang dilakukan kepada sekitar 67 orang lesbian, di daerah X Kota Bandung Utara, didapatkan data bahwa 55 orang atau sekitar (81,95 %), masih merasa bingung dengan kondisi yang mereka alami. Untuk dimensi internal terdapat 21 orang (31,29 %) lesbian memiliki permasalahan dalam Identity – Self,


(13)

karena masih merasa bingung mengenai identitas diri sebagai lesbian. Sebanyak 25 orang para lesbian (37,25 %) masih mencoba untuk menyangkal mengenai kondisi diri, merasa tidak nyaman dengan kondisi yang dialami (Judging – Self). Sisanya sebanyak 9 orang lesbian (13,41 %) yang mengalami permasalahan dalam Behavioral – Self, masih mencoba menutupi cara mereka dalam berpenampilan, dan berperilaku, terutama jika sedang meluangkan waktu dengan pasangannya.

Untuk dimensi eksternal, diantara 55 orang diatas terdapat 10 orang lesbian (14,90 %) memiliki permasalahan dalam (Moral Ethical – Self) karena masih memikirkan tentang dosa, serta memiliki pertentangan nilai moral yang dimilikinya dengan nilai moral yang ada di masyarakat. Terdapat 12 orang lesbian (17,88 %) merasa tertekan, dengan pandangan, serta perkataaan masyarakat yang tidak mau menerima keberadaan para lesbian ini (Social- Self). Terdapat 11 orang lesbian (16,39 %) merasa bingung karena harus merahasiakan identitas, dan permasalahan yang dihadapi dari keluarga, atau terdapat juga keluarga yang mengetahui kondisi mereka sebagai lesbian, bahkan mengucilkan keberadaan lesbian ini (Family – Self). Untuk Personal – Self sebanyak 10 orang lesbian (14,90 %) mengatakan bahwa seringkali kurang dapat menerima pendapat atau pandangan, nasihat yang diberikan orang lain, atau seringkali mengurung diri, ketika mendapatkan tekanan dari lingkungan. Untuk Physical – Self terdapat 2 orang (2,98 %) menjawab bahwa mereka merasa ada bagian tubuh yang kurang menunjang identitas mereka sebagai lesbian.


(14)

Sisanya sekitar 12 orang atau sekitar 17, 88 %, merasa sudah tidak lagi memusingkan mengenai kondisi yang dialami sebagai seorang lesbian. Untuk dimensi Internal Identity - Self , keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) menjawab telah menetapkan identitas diri mereka sebagai lesbian, menemukan peran apa yang mereka jalani sebagai lesbian. Untuk Behavioral – Self, keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) menjawab telah dapat menampilkan identitas dirinya melalui perilaku keseharian, berpenampilan seperti apa adanya, berpacaran sebagaimana adanya lesbian berpacaran, hanya tidak ditampilkan secara umum dengan alasan kesopanan. Sedangkan dari Judging – Self, keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) menjawab telah dapat menerima kondisi yang dialami, mulai merasakan adanya suatu kenyamanan dengan kondisi yang dimiliki sekarang.

Untuk dimensi eksternal Family – Self, keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) mengatakan bahwa keluarga telah mengetahui identitas mereka sebagai lesbian, dan memberikan izin untuk menjadi lesbian. Keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) menjawab tidak terlalu memusingkan mengenai moral, serta kondisi sosial di lingkungan (Moral Ethical - Self) dengan anggapan bahwa menjadi lesbian adalah pilihan hidup yang menjadi tanggung jawab masing – masing individu. Untuk Social – Self, keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat di sekitar tempat tinggal perlahan menerima keberadaan para lesbian ini


(15)

karena mereka dianggap memiliki suatu keahlian yang sangat membantu masyarakat sekitar. Demikian juga untuk Personal - Self, keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) mengatakan bahwa mereka mulai belajar untuk dapat menerima masukan orang lain, tidak mengurung diri ketika mengalami tekanan dari masyarakat yang belum menerima mereka. Tidak terkecuali untuk Physical – Self, keseluruhan dari 12 orang para lesbian atau sekitar (17, 88 %) menjawab seringkali para lesbian ini merasa memiliki bentuk badan yang dianggap menunjang identitas peran mereka sebagai lesbian.

Fitts (1971) mengatakan bahwa permasalahan Self- Concept ini terjadi karena adanya kesenjangan antara Real- Self (diri yang sebenarnya), dengan Ideal - Self (bagaimana diri yang seharusnya dianggap ideal). Fitts juga mengatakan pentingnya Self – Concept sebagai suatu “main frame yang memiliki peranan penting dalam kehidupan suatu individu, yang nantinya akan menjadi “cikal bakal” lahirnya berbagai macam permasalahan psikologis yang akan memiliki efek kepada tingkah laku, dan kepercayaan diri individu dalam berkecimpung di masyarakat. Maka berdasarkan uraian tersebut di atas peneliti memiliki ketertarikan, dan rasa ingin tahu untuk meneliti mengenai bagaimana sebenarnya gambaran dari keadaan Self - Concept yang dimiliki oleh wanita lesbian ini.


(16)

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui seperti apakah gambaran Self -Concept pada Lesbian di daerah X, Kota Bandung.

1.3. Maksud, dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran Self - Concept pada Lesbian di daerah X, Kota Bandung Utara.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh informasi mengenai gambaran Indentity - Self, Behavioral - Self, dan Judging - Self, pada lesbian di daerah X, Kota Bandung Utara.

Untuk memperoleh informasi mengenai Physical- Self, Sosial- Self, Family- Self, Moral Ethical - Self, Personal - Self, pada wanita Lesbian di daerah X, Kota Bandung Utara.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

Memberikan masukan pada bidang Psikologi Sosial mengenai Self - Concept pada lesbian di kota bandung.


(17)

 Memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut serta menambah wawasan dan informasi, khususnya informasi mengenai Self - Concept , dan berbagai macam informasi mengenai wanita Lesbian.

1.4.2. Kegunaan Praktis Bagi Sample Penelitian

Memberikan Informasi mengenai pengertian, dan pentingnya Self - Concept kepada para Lesbian daerah X, Kota Bandung.

 Diharapkan dengan mengetahui informasi mengenai pengertian, dan pentingnya Self – Concept, para lesbian bisa membentuk “main frame’ yang lebih positif terhadap image dirinya, sehingga diharapkan nantinya para Lesbian daerah “X” Kota Bandung Utara membentuk Self – Concept kearah yang positif.

Bagi masyarakat umum

Agar dapat memiliki / memberikan informasi mengenai Self – Concept sebagai salah satu sudut pandang untuk membahas relasi sosial seorang individu lesbian dewasa awal ketika berinteraksi dengan pasangan sesama jenis, ataupun ketika berintraksi dengan masyarakat dalam batasan teoritis.


(18)

Memberikan Informasi mengenai pengertian, dan pentingnya Self – Concept pada ahli yang berkompeten di bidangnya untuk dapat membantu dalam proses konseling jika memang diperlukan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Erikson (1968), menjelaskan bahwa setiap individu yang berusia 19 – 30 tahun akan melewati salah satu tahap perkembangan yang dilalui yaitu tahap perkembangan dewasa awal. Erikson (1968), mengatakan bahwa cinta merupakan salah satu hal yang menjadi ciri khas perkembangan pada masa dewasa awal, sehingga pada tahapan dewasa awal ini seseorang individu akan memiliki tugas perkembangan berupa pemenuhan kebutuhan untuk menjalin hubungan secara mendalam atau disebut dengan Intimacy. Demikian juga pada lesbian yang mulai memasuki tahap perkembangan dewasa awal, pada tahap ini seorang lesbian mulai mencoba untuk memenuhi kebutuhan Intimacy nya, namun diarahkan kepada sesama jenis yaitu sesama perempuan atau disebut dengan lesbian.

Kinsey (1953), menjelaskan bahwa lesbian adalah suatu keadaan yang mendorong perempuan untuk memiliki kecenderungan lebih besar menyukai sesama jenis, merupakan suatu keadaan ketika seorang wanita kurang terbiasa mencintai, dan melakukan hubungan mendalam / kontak secara sexual dengan lawan jenisnya. Para wanita yang memutuskan menjadi lesbian seringkali dihadapkan pada stigma negatif masyarakat yang membuat para lesbian ini merasa dikucilkan oleh masyarakat,


(19)

bahkan oleh keluarga mereka sendiri, hal ini dikarenakan keberadaan Lesbian di Indonesia belum dapat diterima, dan belum dapat diakui sepenuhnya oleh masyarakat. Banyaknya tekanan, perlakuan, dan stigma negatif yang diberikan masyarakat terhadap para lesbian, dianggap terlalu memojokan mereka. Para Lesbian mengatakan bahwa kondisi yang mereka alami, pada akhirnya cenderung mempengaruhi mengenai bagaimana cara mereka dalam mengenali, menunjukan, lalu menghayati diri mereka sendiri, atau dalam psikologi hal ini disebut Self - Concept.

Fitts (1971), menjelaskan pengertian Self – Concept sebagai suatu cara bagaimana individu mengenali, menunjukan, lalu menghayati kondisi identitas diri yang dimiliki individu tersebut. Fitts (1971), mengatakan bahwa Self - Concept merupakan suatu aspek penting dalam kehidupan seseorang. Self – Concept merupakan kerangka dasar yang acuan dalam berinteraksi dengan lingkungannya, dan dapat memberikan efek terhadap tingkah laku seseorang. Lesbian dengan Self – Concept positif akan mampu mengenali Identitas dirinya sebagai seorang lesbian, mampu menjadi dirinya sendiri sesuai identitas apa yang dia hayati, serta mampu menampilkan perilaku sesuai dengan identitas yang dihayati, tidak memiliki kesenjangan yang terlalu jauh antara Real - Self yang dimiliki dengan Ideal - Self yang mereka inginkan. Para lesbian ini telah dapat menerima identitas diri sebagai apa yang diyakini, dan seperti apa yang dihayati.

Fitts (1971), membagi Self - Concept ke dalam dua dimensi yaitu dimensi Internal, dan dimensi Eksternal. Dimensi internal terbagi menjadi tiga, yang pertama


(20)

adalah Identity - Self. Merupakan bagian dari Self - Concept yang mempertanyakan mengenai pengenalan identitas diri, mengenai “siapa saya ?” mencakup juga bagaimana label penilaian yang diberikan oleh diri sendiri untuk menggambarkan bagaimana identitas dirinya. Wanita dewasa awal yang memilih menjadi lesbian biasanya akan terlebih dahulu mencoba mengenali jati dirinya bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Lesbian dengan Identity – Self yang positif akan mampu untuk mengenali identitas diri, mengakui, dan membangun identitas diri yang dimiliki dengan segala kekurangan, dan kelebihannya. Lesbian dengan Identity - Self positif juga akan mampu menentukan identitas peran seksual mereka ketika menjalani suatu hubungan, ataupun ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial, sehingga sudah tidak lagi mengalami konflik identitas peran sebagai lesbian. Namun lesbian dengan Identity – Self negatif akan kurang mampu mengenali, mengakui, dan membangun identitas diri yang baik, sehingga kurang dapat melihat siapa dirinya. Lesbian dengan Identity - Self negatif nantinya akan kurang mampu memantabkan identitas peran seksual mereka bahkan dapat menyebabkan terjadinya konflik identitas peran ketika menjalin sebuah hubungan ataupun ketika berinteraksi dengan masyarakat.

Dimensi yang kedua adalah Behavioral - Self, merupakan dimensi yang berisikan kesadaran mengenai “apa yang akan dilakukan” dimensi ini sangat erat kaitannya dengan Identity - Self. Hal ini mencakup perilaku yang akan ditampilkan lesbian sesuai dengan Identity – Self mereka, dapat dikatakan bahwa perilaku yang ditampilkan dapat mencerminkan bagaimana Identity – Self yang dimiliki lesbian


(21)

dalam perilaku keseharian. Lesbian yang memiliki Behavioral - Self positif akan lebih mampu menampilkan Identity - Self dalam perilaku mereka sebagai lesbian di kehidupan keseharian, perilaku tersebut nantinya dapat terlihat melalui aktivitas yang diikuti, kegiatan keseharian yang dilakukan, juga termasuk bagaimana cara lesbian berpenampilan, ataupun bersikap ketika melakukan interaksi sosial. Sebaliknya seorang lebian yang memiliki Behavioral - Self negatif, akan kurang dapat menampilkan Identitty – Self mereka dalam perilaku, menjadi lebih tertutup kepada lingkungan sosial. Lesbian dengan Behavioral – Self negatif akan berpenampilan kurang sesuai dengan “pencerminan” Identity – Self yang dimiliki sebagai seorang lesbian.

Dimensi Internal yang terakhir adalah Judging - Self yaitu kondisi penerimaan diri, sebagai evaluasi untuk menilai, dan mengamati kondisi diri. Judging - Self ini merupakan salah satu bagian yang melakukan evaluasi terhadap dimensi Self Concept lainnya. Juding – Self lebih berperan sebagai penilai (evaluasi) mengenai bagaimana kepuasan, penerimaan seseorang terhadap dirinya, dan rasa kenyamanan terhadap penghayatan perilaku yang telah ditampilkan lesbian sebagai “pencerminan” akan identitas dirinya. Lesbian yang memiliki Judging - Self positif akan memiliki kesadaran diri mengenai kondisi yang dialaminya, lebih menerima kenyataan mengenai apa yang sedang dia hadapi. Mampu melakukan evaluasi diri, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Lesbian yang memiliki Judging - Self positif mampu merasakan adanya kepuasan, serta rasa nyaman pada kondisi dirinya sebagai


(22)

sebuah langkah untuk dapat memfokuskan perhatian pada perencanaan masa depan. Sedangkan seorang lesbian yang memiliki Judging - Self negatif akan berusaha untuk “denial / menyangkal” terhadap identitas diri yang dimiliki sehingga kurang dapat menerima dirinya, merasa tidak memiliki kepuasan, dan kurangnya rasa nyaman karena merasa dirinya seorang wanita yang dianggap keluar dari jalur yang seharusnya.

Selain dimensi internal, terdapat dimensi eksternal. Dimensi Eksternal yang pertama adalah Physical - Self, yaitu penilaian lesbian terhadap kondisi fisik tubuh yang dimilikinya. Menyangkut penilaian lesbian terhadap kondisi fisik berupa keadaan kesehatan, bentuk badan, juga keadaan kondisi seksual mereka. Seorang lesbian yang memiliki Physical – Self positif akan lebih mampu untuk mengembangkan rasa percaya diri ketika berada di lingkungan dengan kondisi fisik yang mereka miliki, sedangkan lesbian yang memiliki Physical – Self negatif akan kurang dapat mengembangkan rasa percaya diri ketika berada di lingkungan, karena merasa memiliki kekurangan fisik, atau merasa memiliki bagian tubuh tertentu yang kurang diusukai dan tidak ingin diperlihatkan kepada orang lain.

Dimensi kedua adalah Moral Ethical - Self , yaitu kondisi yang menyangkut penilaian, dan penghayatan seorang Lesbian dengan nilai – nilai moral yang dipegangnya atau yang berlaku di masyarakat, terutama nilai agama yang merupakan batasan antara baik, dan buruk. Lesbian yang memiliki Moral Ethical - Self positif akan memiliki penilaian yang positif terhadap nilai – nilai yang berlaku di


(23)

masyarakat, juga memiliki penilaian positif terhadap nilai – nilai yang dia miliki. Lesbian dengan Moral Ethical - Self positif akan berusaha untuk mempertanggung jawabkan keputusan menjadi lesbian berdasarkan nilai – nilai tertentu yang dimiliki, akan bisa mengambil pembelajaran atau hikmah dari keadaan yang dialaminya, dengan berusaha untuk terus memperbaiki diri, dan mencari jalan keluar untuk keadaannya. Sedangkan lesbian yang memiliki Moral Ethical - Self negatif seringkali mempertanyakan mengenai kondisi yang menimpa dirinya tersebut karena merasa dirinya berdosa, dan bertentangan dengan nilai keagamaan. Lesbian dengan Moral Ethical - Self negatif seringkali mempertanyakan nilai – nilai yang berlaku baik dari nilai keagamaan, atau nilai sosial yang berlaku di lingkungan yang dianggap bertentangan dengan kondisi dirinya.

Dimensi ketiga adalah Family - Self , yaitu kondisi mencakup penilaian, dan penghayatan antara dirinya dengan penerimaan, atau support yang diterima dari keluarganya. Melihat bagaimana keadaan yang dialami Lesbian dalam ruang lingkup keluarga. Lesbian yang memiliki Family - Self yang positif, akan memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga. Selian itu juga akan memiliki penilaian positif terhadap support, dan dukungan yang diberikan keluarga, dapat merasa lebih dekat dengan keluarga untuk dapat mengatasi keadaan dirinya sebagai sesuatu yang harus dihadapi, dijalani, atau bahkan dapat dirubah. Lesbian yang memiliki Family - Self negatif akan menunjukan penilaian negatif bahkan penolakan kepada keluarga. Kondisi ini akan membuat lesbian sulit menjalin komunikasi terhadap permasalahan


(24)

yang dimilikinya, sehingga lesbian ini akan merasa kurang nyaman untuk dapat lebih dekat dengan dengan keluarga karena memiliki penghayatan terhadap kurangnya perhatian atau dukungan yang diberikan oleh keluarga mereka.

Dimensi selanjutnya adalah Personal - Self, merupakan penilaian, dan pengayatan mengenai bagaimana cara lesbian memandang keadaan diri pribadi melalui kepribadian yang dimilikinya. Wanita lesbian dengan Personal - Self positif akan merasa mampu menampilkan kepribadian yang tepat ketika berhadapan pada bermacam situasi tertentu, lebih terbuka mencermati setiap kritik dengan tidak bertindak terlalu emosional dalam setiap situasi yang diterima. Sedangkan lesbian dengan Personal – Self negatif akan kurang mampu menampilkan dirinya sebagai individu yang memiliki kepribadian kurang menarik dalam keseharian, kurang dapat menerima kritik, dan menunukan pola perilaku yang cenderung lebih emosional terhadap nasihat, atau kritikan yang diterima.

Dimensi terakhir adalah Social - Self yang merupakan penilaian, dan penghayatan lesbian terhadap perlakuan yang mereka terima di masyarakat, dan lingkungan sekitar. Seorang lesbian dengan Social - Self positif akan memiliki penilaian yang positif terhadap perlakuan yang diberikan lingkungan sosial tempat mereka tinggal. Lesbian dengan Sosial – Self positif akan cukup mampu memiliki pergaulan yang cukup luas di lingkungan tempat tinggal, dapat melakukan interaksi sosial dengan lebih baik, dengan lingkungan sosialnya. Sedangkan lesbian yang memiliki Social - Self negatif akan memiliki penilaian negatif terhadap perlakuan


(25)

yang didapatkan dari lingkungan sosial tempat tinggalnya. Kondisi ini dapat membuat lesbian tersbut akan lebih tertutup, memiliki pergaulan yang tidak terlalu luas dengan lingkungan sosial tempat tinggal. Selain itu juga para lesbian akan kurang dapat membuka diri terhadap masyarakat bahkan menurunnya minat untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial.

Selain dimensi yang ada di atas, terdapat juga tiga faktor yang memiliki pengaruh dalam pembentukan Self – Concept. Faktor yang pertama adalah pengalaman, kata pengalaman mengacu kepada segala sesuatu hal, atau peristiwa yang dialami oleh individu di masa lalunya, baik dukungan / perlakuan orang tua, pola asuh, penerimaan lingkungan sosial, dan perlakuan yang didapatkan dari lingkungan. Fitts (1971) mengatakan bahwa jika seorang individu memiliki sebagian besar pengalaman positif sepanjang rentan hidupnya maka akan memiliki penilaian yang positif terhadap Self - Concept yang dimiliki. Jika seorang lesbian lebih banyak mendapatkan pengalaman positif maka lesbian tersebut akan mampu mempersepsikan secara positif pengalaman yang didapatnya sehingga mampu mengolah pengalaman yang dimiliki untuk membentuk penilaian yang juga positif terhadap image diri mereka. Sehingga nantinya dapat berinteraksi lebih baik dengan keluarga, teman, dan masyarakat di lingkungannya.

Faktor yang kedua adalah kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Kata aktualisasi mengacu kepada proses dimana individu dapat mengenali, kemudian melatih, menggali potensi yang yang dimiliknya dalam kehidupan nyata. Fitts (1971)


(26)

mengatakan bahwa jika individu memiliki kesempatan yang positif dalam mengaktualisasikan dirinya maka akan memiliki penilaian yang positif terhadap Self – Concept yang dimiliki. Jika Lesbian merasa memiliki kesempatan positif untuk dapat mengaktualisasikan dirinya, maka lesbian tersebut akan dapat berusaha mengenali potensi, kondisi dirinya melalui kegiatan atau aktivitas bermanfaat yang diminati, hal tersebut akan membentuk penilaian yang positif terhadap diri lesbian tersebut. Terlebih lagi jika lesbian tersebut mampu memanfaatkan kesempatan aktualisasi diri yang diberikan dengan maksimal maka lesbian tersebut mampu mengenali potensi yang dimilikinya, sehingga akan membentuk penilian yang positif terhadap Self – Concept yang dimiliki.

Faktor yang terakhir adalah kompetensi yang diakui. Kata kompetensi mengacu kepada kepada skill, atau kemampuan tertentu yang dimiliki lesbian. Fitts (1971), mengatakan bahwa jika seorang individu memiliki kompetensi yang diakui oleh lingkungan maka akan membantu individu membentuk penilaian yang positif terhadap Self – Concept yang dimiliknya. Seorang lesbian yang memiliki kompetensi tertentu dalam suatu bidang, serta mampu menggunakan kompetensi tersebut untuk memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi orang lain, masyarakat akan dapat belajar menerima keberadaan lesbian di tengah – tengah mereka sehingga menimbulkan perasaan – perasaan positif yang diterima. Pengakuan positif dari masyarakat terhadap kompetensi yang dimiliki akan membantu membentuk penilaian positif terhadap Self - Concept seorang lesbian.


(27)

Dimensi Self – Concept tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus dilihat secara keseluruhan dimensi yang ada, seseorang lesbian dapat dikatakan memiliki Self – Concept yang positif adalah jika sebagian besar dimensi yang terdapat dalam Self – Concept menunjukan keadaan yang positif, demikian juga sebaliknya, seseorang lesbian dikatakan memiliki Self – Concept yang negatif adalah jika dari hasil pengukuran sebagian besar dimensi yang terdapat dalam Self – Concept menunjukan keadaan yang yang negatif.


(28)

(29)

1.6. Asumsi

1. Setiap lesbian memiliki Self - Concept yang berbeda beda. Self - Concept tersebut dapat berupa Valensi positif, dan negatif

2. Self - Concept terdiri dari dua dimensi yaitu Internal (Identity - Self, Behavioral - Self, Judging - Self ), dan Eksternal (Physical - Self, Moral Ethical - Self, Family - Self, Personal - Self, Sosial - Self).

3. Pembentukan Self - Concept dalam diri lesbian, nantinya akan memiliki efek terhadap cara berperilaku keseharian para lesbian, dalam berinteraksi dengan lingkungan


(30)

76

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai gambaran Self – Concept pada lesbian di daerah X kota Bandung yaitu:

1. Sebanyak 16 orang (52,5 %) di daerah X kota Bandung memiliki Self – Concept yang positif.

2. Dukungan / arahan keluarga merupakan salah satu pengalaman positif yang membantu dalam pembentukan Self – Concept positif bagi lesbian di daerah X kota Bandung Utara.

3. Jika faktor pembentuk Self – Concept yaitu pengalaman, kesempatan aktualisasi diri, dan kompetensi adalah positif maka akan membentuk Self – Concept yang juga positif. Sebaliknya jika pengalaman, kesempatan aktualisasi diri, dan kompetensi yang negatif maka akan membentuk Self – Concept yang juga negatif.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan variable dan sampel yang sama, peneliti dapat menggunakan data penelitian ini untuk dijadikan sebagai informasi awal dalam penelitiannya.


(31)

2. Disarankan untuk melakukan penelitian mengenai Self - Concept di tempat – tempat berkumpul lain di Kota Bandung.

3. Disarankan untuk peneliti lain melakukan penelitian kualitatif agar dapat menjaring Self – Concept dengan lebih dalam lagi.

5.2.2. Saran Praktis

1. Untuk komunitas lesbian daerah X kota Bandung Utara disarankan untuk memanfaatkan data dalam penelitian ini sebagai sarana informasi dalam kegiatan diskusi kelompok yang seringkali diadakan oleh komunitas lesbian daerah X kota Bandung Utara untuk membantu rekan – rekan yang lain membentuk Self – Concept yang lebih positif.

2. Untuk lesbian yang memiliki Self – Concept negatif disarankan untuk mengikuti Self – Concept Assertive Training atau kegiatan – kegiatan positif lain sebagai sarana untuk pengembangan diri, dan berbagi informasi mengenai Self – Concept, serta memanfaatkan kegiatan tersebut untuk membentuk Self – Concept yang lebih positif.


(32)

Akbar Navis, Ali., 2011, The Biology Of Love Cetakan pertama, Buku Biru, Jogjakarta, Indonesia.

Brizendine, Loann., 2006, Female Brain, Ufuk Barat Press Publisher, Jakarta, Indonesia.

Coleman., 1976, Abnormal Psychology, And Modern Life 5th Edition, Tarapovela Son And corporation, Calcuta, India.

Fitts, William., 1971, The Self - Concept and Self - Actualization, western Psychology Services. California, United States Of America

---, 1971, The Self – Concept And Behavior : Overview, And Suplement, western psychology services. California, United States Of America

Feist, Jest., 2006, Theories Of Personality 6 th Edition. MCgraw Hill Publication, New York.

Kaplan, And Saccuzo, 2005, Psychological Testing. Tarapovela Son And Corporation, Calcuta, India.

Kinsey, William., 1953, Sexual Behavior In Human Female. W.B.Sander Publication, London.

Paul, William., 1982. Homosexuality, Theory, Social, Psychological, And Biological Isues. Sage Publication, London.


(33)

Elvita, Azmi. 2008. Hukum Genetika Dasar. Diktat Kuliah Biologi Genetika. Pekan baru, Riau : Fakultas kedokteran Universitas Negeri Riau.

Esparanci, Jeans. 2011. Studi Deskriptif mengenai Triangle Model Of Love pada lesbian usia dewasa awal yang memiliki pasangan di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Isabella, Nessa. 2010. Konsep diri pada mahasiswa yang memiliki IPK dibawah 2,00 di Fakultas Psikologi Universitas “X” Kota Bandung. Metodologi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Jamaludin, Hajjah. 2009. Tennessee Self Concept Scale (TSCS) Item on Residents of Drug Rehabilitation Center. European Journal of Social Sciences. Serdang Selangor : Faculty of Educational Studies Univercity Putra Malaysia.

Warren, Louise. 1996. Tennessee Self Concept Scale (TSCS:2) Adult Form, and Manual Explenation. A WPS Test Report. California : Western Psychological Service.


(1)

(2)

22

1.6. Asumsi

1. Setiap lesbian memiliki Self - Concept yang berbeda beda. Self - Concept tersebut dapat berupa Valensi positif, dan negatif

2. Self - Concept terdiri dari dua dimensi yaitu Internal (Identity - Self, Behavioral - Self, Judging - Self ), dan Eksternal (Physical - Self, Moral Ethical - Self, Family - Self, Personal - Self, Sosial - Self).

3. Pembentukan Self - Concept dalam diri lesbian, nantinya akan memiliki efek terhadap cara berperilaku keseharian para lesbian, dalam berinteraksi dengan lingkungan


(3)

76 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai gambaran Self – Concept pada lesbian di daerah X kota Bandung yaitu:

1. Sebanyak 16 orang (52,5 %) di daerah X kota Bandung memiliki Self – Concept yang positif.

2. Dukungan / arahan keluarga merupakan salah satu pengalaman positif yang membantu dalam pembentukan Self – Concept positif bagi lesbian di daerah X kota Bandung Utara.

3. Jika faktor pembentuk Self – Concept yaitu pengalaman, kesempatan aktualisasi diri, dan kompetensi adalah positif maka akan membentuk Self – Concept yang juga positif. Sebaliknya jika pengalaman, kesempatan aktualisasi diri, dan kompetensi yang negatif maka akan membentuk Self – Concept yang juga negatif.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan variable dan sampel yang sama, peneliti dapat menggunakan data penelitian ini untuk dijadikan sebagai informasi awal dalam penelitiannya.


(4)

77

2. Disarankan untuk melakukan penelitian mengenai Self - Concept di tempat – tempat berkumpul lain di Kota Bandung.

3. Disarankan untuk peneliti lain melakukan penelitian kualitatif agar dapat menjaring Self – Concept dengan lebih dalam lagi.

5.2.2. Saran Praktis

1. Untuk komunitas lesbian daerah X kota Bandung Utara disarankan untuk memanfaatkan data dalam penelitian ini sebagai sarana informasi dalam kegiatan diskusi kelompok yang seringkali diadakan oleh komunitas lesbian daerah X kota Bandung Utara untuk membantu rekan – rekan yang lain membentuk Self – Concept yang lebih positif.

2. Untuk lesbian yang memiliki Self – Concept negatif disarankan untuk mengikuti Self – Concept Assertive Training atau kegiatan – kegiatan positif lain sebagai sarana untuk pengembangan diri, dan berbagi informasi mengenai Self – Concept, serta memanfaatkan kegiatan tersebut untuk membentuk Self – Concept yang lebih positif.


(5)

Brizendine, Loann., 2006, Female Brain, Ufuk Barat Press Publisher, Jakarta, Indonesia.

Coleman., 1976, Abnormal Psychology, And Modern Life 5th Edition, Tarapovela Son And corporation, Calcuta, India.

Fitts, William., 1971, The Self - Concept and Self - Actualization, western Psychology Services. California, United States Of America

---, 1971, The Self – Concept And Behavior : Overview, And Suplement, western psychology services. California, United States Of America

Feist, Jest., 2006, Theories Of Personality 6 th Edition. MCgraw Hill Publication, New York.

Kaplan, And Saccuzo, 2005, Psychological Testing. Tarapovela Son And Corporation, Calcuta, India.

Kinsey, William., 1953, Sexual Behavior In Human Female. W.B.Sander Publication, London.

Paul, William., 1982. Homosexuality, Theory, Social, Psychological, And Biological Isues. Sage Publication, London.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Elvita, Azmi. 2008. Hukum Genetika Dasar. Diktat Kuliah Biologi Genetika. Pekan baru, Riau : Fakultas kedokteran Universitas Negeri Riau.

Esparanci, Jeans. 2011. Studi Deskriptif mengenai Triangle Model Of Love pada lesbian usia dewasa awal yang memiliki pasangan di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Isabella, Nessa. 2010. Konsep diri pada mahasiswa yang memiliki IPK dibawah

2,00 di Fakultas Psikologi Universitas “X” Kota Bandung. Metodologi

Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Jamaludin, Hajjah. 2009. Tennessee Self Concept Scale (TSCS) Item on Residents of Drug Rehabilitation Center. European Journal of Social Sciences. Serdang Selangor : Faculty of Educational Studies Univercity Putra Malaysia.

Warren, Louise. 1996. Tennessee Self Concept Scale (TSCS:2) Adult Form, and Manual Explenation. A WPS Test Report. California : Western Psychological Service.