PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN

KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA MELALUI

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN

PENDEKATAN METAKOGNITIF

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh : DEDE ZULFIKAR

NIM. 8126172009

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

Dede Zulfikar. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X SMA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Metakognitif. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2012.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain kelompok kontrol pretes postes. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, (2) terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa, (3) bagaimanakah proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif dan pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Takengon dan sampelnya dipilih secara acak yaitu kelas X-Mia 3 (eksperimen) dan kelas X-Mia 2 (kelas Kontrol). Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes KAM, (2) tes kemampuan pemecahan masalah, (3) skala kemandirian belajar siswa. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validasi serta memiliki koefesien reliabilitas sebesar 0,781 dan 0,643 berturut turut untuk kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Anova dua jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional (2) tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa (3) proses penyelesaian jawaban siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Peneliti menyarankan agar pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif dapat menjadi alternatif bagi guru dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Kata Kunci: Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Metakognitif, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Siswa.


(7)

ii ABSTRACT

Dede Zulfikar. Increasing Problem Solving Ability And Self-Regulated Learning Senior High School Grade X By Using STAD Cooperative Learning With Metacognitive Approach. Postgraduate School State University of Medan 2012 This study is quasi experiment with pre test post test control group design. The research aimed study to determine: (1) the increasing student ability of problem solving and self-regulated learning through STAD cooperative learning with metacognitive approach is better than students comprehension conventional approach. (2) there was the interaction between model of learning toward student’s first mathematic ability. (3) how the answering process are made by the student finishing the questions by using STAD cooperative learning with metacognitive approach and conventional learning. The population of this research is all of the student senior high school 1 Takengon grade X and the sample chosen is randomly sample with grade X-Mia 3 as experiment class and grade X-Mia 2 as control class. Instrument used consisted of: (1) student first mathematic test, (2) problem solving ability test, (3) self-regulated learning scale. The instrument has been declared eligible content validity and reliability coefficient of 0,781 and 0,643 respectively for problem solving ability test and self regulated learning scale. Data analysis is done by Anova two ways. The result of this research show that (1) there increase ability in problem solving and student self regulated learning by using STAD cooperative learning with metacognitive approach is better than using student comprehension conventional approach. (2) There is no interaction between model of learning and student’s ability level to the increasing of problem solving ability and self regulated learning. (3) The process of settlement of the student’s answers by using STAD cooperative learning is better than conventional approach. The researcher suggests using the STAD cooperative learning with metacognitive approach as the alternative for teachers to increase the ability in problem solving and self regulated learning.

Key word: STAD cooperative learning with metacognitive approach, problem solving ability and student self regulated learning.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X SMA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Metakognitif”. Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat yang menjadi teladan sepanjang zaman.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif. Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, do’a, nasihat, teladan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut.


(9)

iv

Terima Kasih dan penghargaan khususnya penelitian sampaikan kepada sebesar-besarnya kepada:

1. Teristimewa kepada Ibunda tercinta Marsinem dan Ayahanda tersayang Olga Supiandi serta Neneku Hj. Fatimah yang senantiasa memberikan perhatian kasih sayang, motivasi, do’a dan dukungan baik moril maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahan sampai pada penyelesaian kuliah kepada penulis.

2. Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc., Ed., Ph.D selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd selaku pembimbing II yang telah menuangkan ilmunya untuk membimbing dan memberikan dukungan kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Prodi Pendidikan Matematika

4. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS dan Ibu Dr. Yulita Molliq Rangkuti, M.Sc selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 5. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.


(10)

v

7. Bapak Drs. Uswatuddin, M.AP selaku Kepala SMA Negeri 1 Takengon yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian yang beliau pimpin, serta guru dan straf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

8. Seluruh kerabat dan sahabat-sahabat terbaik (Ahmad Shaleh Marpaung, S.Pd; Hamzah Sa’ban Saragih, S.Pd; Azrina Purba, S.Pd, Ade Evi Fatimah, M.Pd; Fitri Wahyuni, M.Pd; Syafrida, M.Pd dan Taruli Marito Silalahi, M.Pd), teman-teman angkatan XXI kelas B-1 eksekutif yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan, manfaat, kritikan dan masukan bagi para pembaca, sehingga dapat memperbaiki dan memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut.

Medan, Januari 2015 Penulis


(11)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 16

1.3 Batasan Masalah ... 17

1.4 Rumusan Masalah... 17

1.5 Tujuan Penelitian ... 18

1.6 Manfaat Penelitian ... 19

1.7 Definisi Operasional ... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis ... 22

2.1.1 Pengertian Masalah ... 22

2.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 25

2.1.3 Kemandirian Belajar (Self-Regulated Learning) ... 32

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif ... 43

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) ... 48

2.1.6 Metakognitif ... 53

2.1.7 Pendekatan Metakognitif ... 57

2.1.8 Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Metakognitif ... 59

2.1.9 Pembelajaran Konvensional ... 61

2.1.10 Teori Belajar Yang Mendukung ... 65

2.1.11 Penelitian Yang Relevan ... 68

2.2 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 70

2.2.1 Kerangka Konseptual ... 70


(12)

vii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 78

3.2 Lokasi Penelitian ... 78

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 78

3.4 Variabel Penelitian ... 79

3.5 Desain Penelitian ... 79

3.6 Instrumen Penelitian ... 80

3.7 Teknik Analisis Data ... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 101

4.1.1 Analisis Hasil Penelitian ... 102

4.1.2 Analisis Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 102

4.1.3 Analisis Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 109

4.1.4 Analisis Hasil Skala Kemandirian Belajar Siswa ... 117

4.1.5 Pengujian Hipotesis Statistik ... 123

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 149

4.2.1 Kemampuan Awal Matematis ... 149

4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 151

4.2.3 Kemandirian Belajar Siswa ... 154

4.2.4 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran Dengan Kemampuan Awal Matematis Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik 156

4.2.5 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran Dengan Kemampuan Awal Matematis Siswa Terhadap Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa ... 158

4.2.6 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ... 159

4.2.7 Keterbatasan Penelitian ... 160

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 163

5.2 Implikasi ... 164

5.3 Saran ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 167


(13)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 48

2.2 Poin Kemajuan Individual... 51

2.3 Kriteria Penghargaan Kelompok ... 52

3.1 Tabel Wienner keterkaitan antara variabel bebas, terikat dan kontrol ... 80

3.2 Kriteria Pengelompokan ... 81

3.3 Kisi-kisi tes Kemampuan Pemecahan masalah ... 82

3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 83

3.5 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 84

3.6 Interpretasi Keofesien Korelasi Validitas ... 85

3.7 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 86

3.8 Interpretasi Keofesien Korelasi Reliabilitas ... 87

3.9 Hasil Perhitungan Reliabilitas Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 87

3.10 Klasifikasi Daya Pembeda ... 88

3.11 Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 88

3.12 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal ... 89

3.13 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 89

3.14 Hasil Perhitungan Validitas Skala Kemandirian Belajar Siswa ... 91

3.15 Hasil Perhitungan Reliabilitas Skala Kemandirian Belajar Siswa ... 92

3.16 Kriteria skor gain ternormalisasi ... 93

3.17 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah ... 97

3.18 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Pada Kategori Baik ... 98

3.19 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis dan Uji Statistik ... 98

4.1 Data KAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 103 4.2 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa 105


(14)

ix

4.3 Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 106 4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Siswa ... 107 4.5 Pengelompokan Siswa Hasil Tes Kemampuan Awal Matematis Pada

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 108 4.6 Data Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 109 4.7 Data Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 111 4.8 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah ... 113 4.9 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Pada Siswa Berkemampuan Tinggi, Sedang dan Rendah di Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol ... 114 4.10 Pengujian Normalitas Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 115 4.11 Pengujian Homogenitas Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 116 4.12 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Pretes dan Postes Kemandirian

Belajar Siswa Pada Kelas Eksperimen ... 117 4.13 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Pretes dan Postes Kemandirian

Belajar Siswa Pada Kelas Kontrol ... 118 4.14 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Kemandirian

Belajar Siswa Pada Kelas Eksperimen ... 120 4.15 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Kemandirian Belajar Pada Siswa

Berkemampuan Tinggi, Sedang dan Rendah Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 121 4.16 Pengujian Normalitas Indeks Gain Hasil Kemandirian Belajar Siswa

Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 122 4.17 Pengujian Homogenitas Indeks Gain Hasil Kemandirian Belajar Siswa

Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 123 4.18 Uji Anova Dua Jalur Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 125


(15)

x

4.19 Uji Anova Dua Jalur Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa ... 126 4.20 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Pada Taraf Signifikansi 5% ... 130 4.21 Kriteria Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan Pemecahan


(16)

xi

DAFTAR GAMBAR Gambar

3.1 Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 100 4.1 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Tes Kemampuan Awal

Matematika Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 104 4.2 Normalitas Skor Kemampuan Awal Matematis ... 105 4.3 Rata-rata Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 110 4.4 Rata-rata Hasil Prostes Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 112 4.5 Rata-rata Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 113 4.6 Rata-rata Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Berdasarkan Pengelompokan Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 115 4.7 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Pretes dan Postes Kemandirian

Belajar Pada Kelas Eksperimen... 118 4.8 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Pretes dan Postes Kemandirian

Belajar Pada Kelas Kontrol ... 119 4.9 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Kemandirian

Belajar Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 120 4.10 Rata-rata Indeks Gain Hasil Kemandirian Belajar Berdasarkan

Pengelompokan Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 122 4.11 Interaksi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan

Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis ... 128 4.12 Interaksi Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa Berdasarkan

Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis ... 129 4.13 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen ... 132 4.14 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah


(17)

xii

4.15 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen ... 135 4.16 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Kontrol ... 136 4.17 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen ... 138 4.18 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Kontrol ... 139 4.19 Jawaban Butir Soal Nomor 4 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen ... 141 4.20 Jawaban Butir Soal Nomor 4 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Kontrol ... 142 4.21 Jawaban Butir Soal Nomor 5 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen ... 145 4.22 Jawaban Butir Soal Nomor 5 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah


(18)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 173

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 214

3. Lembar Aktivitas Siswa ... 226

LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) 1. Tes Kemampuan Awal Matematis ... 244

2. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 251

3. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 252

4. Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah... 253

5. Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 255

6. Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah ... 264

7. Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 266

8. Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar ... 275

9. Angket Kemandirian Belajar ... 276

LAMPIRAN C (HASIL VALIDASI DAN UJI COBA) 1. Pengembangan perangkat dan instrument penelitian ... 279

2. Hasil uji coba ... 287

LAMPIRAN D (KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKA) 1. Hasil tes KAM kelas eksperimen ... 304

2. Hasil tes KAM kelas kontrol ... 305

3. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas ... 306

LAMPIRAN E (PEMECAHAN MASALAH) 1. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen ... 312

2. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol ... 316


(19)

xiv

LAMPIRAN F (KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA)

1. Hasil tes kemandirian belajar siswa kelas eksperimen ... 324 2. Hasil tes kemandirian belajar siswa kelas kontrol ... 327 3. Uji normalitas dan uji homogenitas ... 332

LAMPIRAN G ( UJI HIPOTESIS)

1. Pengujian hipotesis statistik... 335

LAMPIRAN H (DOKUMENTASI)


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan matematika memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah. Karakter-karakter yang muncul pada peserta didik diharapkan mampu memberikan kesempatan yang luas untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan. Kompetensi yang dimaksudkan merupakan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik berupa kemampuan pemecahan masalah, berfikir logis, kritis, kreatif serta membentuk kemandirian dan kemampuan bekerja sama. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan bentuk tujuan dari diberikannya mata pelajaran matematika di sekolah.

Dalam kurikulum 2013, dua dari empat kompetensi inti yang dirumuskan adalah (1) Siswa dapat memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang

spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. (2) Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. Bentuk penekanan kompetensi inti dalam kurikulum 2013 mengemukakan bahwa pengetahuan


(21)

2

diperoleh melalui penemuan informasi, pengolahan, penyimpanan, dan memanggil kembali informasi tersebut. Proses pembentukan pengetahuan ini mengharuskan siswa dalam pembelajarannya tidak hanya sekedar mendapat pengetahuan yang luas (Learning to know) akan tetapi juga untuk mendapatkan keterampilan kerja/berbuat melalui bagaimana caranya belajar (Learning to do).

Sejalan dengan kurikulum 2013, National Council of Teacher Mathematics (NCTM) merekomendasikan bahwa cara terpenting dalam belajar matematika diantaranya adalah melalui pemecahan masalah. Lebih lanjut NCTM juga menegaskan bahwa:

Problem solving is an integral part of all mathmematics learning, and so it should not be an isolated part of the mathematics program. Problem solving in mathematics should involve all the five content areas. The contexts of the problem can vary from familiar experience involving students live or the school to application involving the science or the world of work. (NCTM, 2000:52)

Pernyataaan NCTM di atas menegaskan bahwa salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. pemecahan masalah dijadikan bagian yang terpenting dalam mempelajari matematika, keterampilan tersebut didapat ketika siswa mencoba memecahkan masalah baik yang berupa pengalaman sehari-hari maupun yang mencakup penerapan ilmu pengetahuan yang didapat di sekolah. Hal ini berarti NCTM menempatkan pemecahan masalah sebagai fokus dalam pembelajaran matematika mulai dari tingkat dasar sampai ke tingkat tinggi. Dengan demikian, kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sebagai sarana untuk bertindak baik di dalam maupun di luar matematika.


(22)

3

Pemecahan masalah seharusnya dijadikan salah satu kemampuan yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah guna mengasah kemampuan penalaran dan berfikir kritis. Hal ini seperti yang dikutip Hudojo (2005:133) yang menegaskan bahwa pemecahan masalah merupakan hal yang esensial di dalam matematika sebab (1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali, (2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam yang merupakan hadiah instrinsik bagi siswa, (3) Potensi intelektual siswa meningkat dan (4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan melalui proses melakukan penemuan.

Foong (2000:135) mengatakan bahwa “Teaching via problem serves as a mean for student to construct mathematical concepts and to develop skills. Problems lead student to use heuristics such as to investigate and explore patterns and as well as to think critically”. Sejalan dengan itu, Anderson (2009:1) juga berpendapat bahwa “Problem solving is rocognised as an important life skill involving a range of processes including analyzing, interpreting, reasoning, predicting, evaluating and reflecting”. Dari dua pendapat di atas dapat ditambahkan bahwa melalui pemecahan masalah, siswa akan belajar menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah mereka miliki untuk memecahkan masalah sehingga keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah dapat memberikan peningkatan kemampuan proses pengamatan terhadap cara berfikirnya.

Untuk memecahkan masalah, NCTM menekankan menggunakan beragam strategi dan merekomendasikan guru untuk mendorong siswanya


(23)

4

menerapkan strategi ini. Strategi ini meliputi membuat gambar atau diagram, menemukan pola, memperhitungkan setiap kemungkinan, mencoba kasus per kasus atau nilai khusus, bergerak dari belakang, menebak secara bijak dan mengujinya, membuat masalah yang ekuivalen, mencoba pada masalah yang lebih sederhana (NCTM, 2000:54). Strategi-strategi yang dijelaskan di atas merupakan suatu keharusan bagi guru untuk melatih siswanya tidak hanya menggunakan satu strategi saja dalam memecahkan masalah. Untuk itu, siswa perlu diberi kebebasan untuk melakukan dugaan dan pembuktian sendiri berdasarkan konsep-konsep matematika yang telah dimilikinya. Siswa hendaknya memiliki keterampilan agar dapat memilih sendiri strategi apa yang paling tepat untuk masalah yang sedang dihadapinya. Siswa juga dianjurkan untuk dapat menggunakan strategi-strategi itu pada beragam masalah yang melibatkan konteks yang berbeda dan bagian yang berbeda dari matematika.

Keaktifan siswa dalam memilih dan menentukan strategi-strategi dalam memecahkan masalah diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar berguna untuk memberikan dorongan kepada siswa agar menjadi seorang yang mandiri. “Kemandirian belajar adalah suatu proses yang membantu siswa di dalam mengatur pemikiran, perilaku, dan emosi dalam rangka untuk menyukseskan belajarnya (Zumbrunn, dkk, 2011:4).

Kemandirian belajar siswa ditandai dengan suatu proses dimana siswa berpartisipasi aktif menentukan tujuan belajarnya, memonitor, mengontrol, memanfaatkan dan mencari sumber belajar serta menerapkan strategi belajar untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, kemandirian belajar dapat


(24)

5

diartikan sebagai suatu aktivitas belajar yang berpusat pada siswa. Aktifitas ini menempatkan siswa sebagai peserta didik yang aktif dan mandiri serta bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pembelajarannya.

Pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning) telah dirumuskan dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 yang mengemukakan 14 prinsip pembelajaran yang intinya adalah (1) Menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, (2) Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain, (3) Materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, dan (4) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Prinsip-prinsip pembelajaran yang dikemukakan tersebut adalah suatu rangkaian aktifitas siswa yang diharapkan dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan melalui proses pembelajaran.

Potret belajar di abad 21 sejalan dengan paham kontruktivisme yang memandang siswa sebagai pembangun bukan penerima pengetahuan, siswa membangun pengetahuannya melalui interaksi dan menghubungkan pengalaman serta pengetahuan sebelumnya dengan situasi saat ini dan siswa juga memiliki strategi belajar untuk membantu mereka membangun pengetahuan dan pemahamannya. Dengan demikian, sukses dan efektifnya pembelajaran matematika mengharuskan adanya suatu strategi yang efektif yang memungkinkan siswa untuk belajar merencanakan, mengontrol dan mengevaluasi serta membangun pengetahuan dan pemahamannya sendiri.

Pembelajaran yang mengacu kepada paham kontruktivisme masih belum banyak dilaksanakan di sekolah-sekolah. Padahal melalui pembelajaraan ini guru


(25)

6

diharapkan dapat berkreasi dan berinovasi dalam memberikan metode yang tepat untuk menyukseskan tujuan dari diberikannya mata pelajaran matematika, salah satunya yakni mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Akan tetapi, model pembelajaran yang diterapkan di kelas masih berfokus kepada pemberian penguasaan prosedur untuk menyelesaikan tugas rutin. Salah satu bentuk pengajaran yang dilakukan adalah dengan cara memilih materi yang akan diajarkan kemudian menunjukkan langkah-langkah untuk mengarahkan siswa kepada jawaban dan siswa mengikuti langkah yang sama untuk soal yang mirip, sehingga ketika siswa dihadapkan pada soal yang berbeda kemungkinan besar siswa mengalami kesulitan.

Menurut Suryadi (2011) pembelajaran itu seharusnya diawali dengan sajian masalah yang memuat tantangan bagi siswa untuk berfikir. Masalah tersebut bisa berkaitan dengan penemuan konsep, prosedur, strategi penyelesaian masalah atau aturan-aturan dalam matematika. Dengan kata lain, masalah yang disajikan kepada siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, Ministry Of Education (2006) menegaskan ada lima aspek yang harus dikuasai yaitu kemampuan konsep matematika, kemampuan dalam menguasai skill atau prosedur dalam algoritma matematika, kemampuan proses matematika, bersikap positif terhadap matematika dan kemampuan metakognisi. Dengan demikian, kelima aspek inilah nantinya akan berperan dalam menyukseskan siswa memecahkan masalah yang mereka hadapi.


(26)

7

Kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas mental yang tinggi, karena ketika siswa dihadapkan dengan sebuah masalah maka siswa tersebut mengkoordinasikan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman yang dimilikinya. Seperti yang dikutip Polya (1981:117) mengemukakan bahwa “pemecahan masalah sebagai usaha sadar untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, tetapi tujuan tersebut tidak segera dapat dicapai”. Untuk mengatasi masalah siswa perlu belajar bagaimana mengelola masalah yang dihadapi, merencanakan dan memilih strategi. Dengan kata lain untuk memecahkan masalah siswa dituntut untuk dapat berfikir secara kritis, logis, sistematis dan kreatif.

Suatu masalah akan memberikan tantangan kepada siswa untuk berfikir dalam mencari solusi penyelesaiannya. Masalah yang diberikan tentu saja tidak langsung dapat ditemukan solusinya dengan segera melalui suatu prosedur atau alogaritma yang telah ditersedia, akan tetapi masalah ini menuntut siswa untuk mengembangkan kreatifitas dalam memecahkannya. Siswa perlu memahami fakta, konsep maupun prinsip yang terdapat pada masalah, kemudian siswa merancang atau membuat model matematis yang mewakili kondisi atau situasi yang termuat dalam masalah untuk memudahkannya memilih strategi yang tepat sehingga dapat memecahkan masalah tersebut.

Faktanya, keinginan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa di sekolah masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Nurdalilah, dkk (2009) yang mengemukakan bahwa banyak siswa SMA yang mengalami kesulitan dalam memahami maksud


(27)

8

dari soal yang diberikan, merumuskan apa yang diketahui dari soal tersebut, rencana penyelesaian masalah siswa tidak terarah dan proses perhitungan atau strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar. Hal yang sama juga ditemui oleh Krismiati (2013) yang menemukan bahwa masih rendahnya kemampuan siswa SMA dalam memecahkan masalah non rutin atau terbuka (open ended), hal ini ditunjukan dengan siswa tidak dapat membedakan informasi yang diketahui dan permintaan soal, tidak lancar menggunakan pengetahuan yang diketahui, kesulitan mengubah kalimat cerita menjadi kalimat matematika, belum terbiasa menggunakan cara yang berbeda-beda dalam merencanakan penyelesaian suatu masalah.

Beberapa temuan yang terjadi di atas, tidak jauh berbeda dengan kondisi yang terdapat pada SMA Negeri 1 Takengon, diantaranya adalah siswa masih merasa kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan proses berfikirnya. Untuk melihat kemampuan pemecahan masalah siswa, peneliti memberikan soal kontekstual sederhana. Berikut ini contoh soal pemecahan masalah yang diberikan:

Perbandingan umur Mario dan Luigi lima tahun yang lalu adalah 2 : 3. Jika tiga tahun kemudian dua kali umur Mario sama dengan umur Luigi ditambah sebelas. Berapakah umur Mario dan Luigi saat ini?

Berikut ini adalah salah satu contoh jawaban siswa yang menunjukkan tingkat kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan:


(28)

9

Dari 35 siswa yang diujikan, terdapat 26 siswa yang mencoba membuat model matematis dari masalah tersebut akan tetapi masih menemui kesulitan dan sisanya sebanyak 9 siswa tidak menjawab sama sekali. Jika kita analisis salah satu jawaban siswa dapat kita identifikasi kelemahan siswa dalam kemampuan pemecahan masalah. Merujuk pada 3 proses dalam menemukan jawaban yaitu (1) Membuat model matematis dari masalah, (2) Memilih strategi pemecahan masalah yang tepat dan (3) Menjelaskan jawaban yang diperoleh dan memeriksa kebenarannya. Pada proses membuat model matematis terlihat bahwa tingkat pemahaman siswa dalam memahami soal cerita masih lemah, hal ini ditandai dengan ketidakmampuan siswa dalam memaknai kalimat yang mereka baca, mereka menuliskan pemisalan Mario dan Luigi sebagai variabel, seharusnya yang dimisalkan itu adalah umur Mario dan umur Luigi. Kemudian siswa mencoba membuat model matematika dari permasalahan tersebut, untuk informasi yang pertama siswa tidak selesai dalam membuat model matematikanya, hal ini kemungkinan siswa kesulitan dalam mengingat konsep perbandingan. Untuk


(29)

10

informasi yang kedua, terdapat kesalahan dalam membuat model matematika, bentuk kesalahan yang ditunjukkan siswa adalah ketidaktelitian siswa dalam memaknai keterangan waktu pada kalimat tersebut. Untuk proses kedua dan ketiga, nampak siswa tidak melanjutkan lagi pekerjaaanya.

Dari gambaran mengenai salah satu jawaban siswa di atas, terlihat masih lemahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi dan berkontribusi besar terhadap lemahnya kemampuan pemecahan masalah ini, diantaranya yaitu pada saat proses belajar siswa lebih ditekankan kepada proses mengingat atau menghafal dan kurang atau bahkan tidak menekankan kepada aspek pemahaman. Siswa masih difokuskan untuk mendengarkan penjelasan dari guru, menuliskan materi terkait di buku tulis dan mengerjakan soal-soal latihan. Sehingga tak jarang ketika mengikuti ujian yang bisa mengungkapkan pemahaman siswa, mereka tidak mampu menyelesaikannya. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa itu menunjukkan bahwa materi prasyarat yang dikuasai siswa masih rendah, siswa malas mengulang materi, sehingga ketika soal yang diujikan memiliki tingkat kesulitan yang sedikit berbeda dari contoh yang diberikan, siswa merasa tidak termotivasi untuk mengerjakannya. Beberapa faktor ini tentunya berakibat langsung kepada kemandirian belajar siswa. padahal kemandirian belajar tumbuh ketika siswa mempunyai pengetahuan tentang dirinya, tentang subjek yang dipelajarinya, tentang tugas, dan strategi belajarnya. Dengan demikian, dapat diperoleh suatu kenyataan yaitu proses pembelajaran yang diterapkan membuat kemandirian belajar siswa rendah. Ini bisa dilihat bahwa siswa masih menganggap guru sebagai sumber utama dari


(30)

11

belajar dan tidak termotivasi untuk memanfaatkan dan mencari sumber belajar yang relevan, kurangnya rasa percaya dalam diri ketika menyelesaikan suatu masalah sehingga memungkinkan siswa tergantung pada temannya. kemudian proses berfikir siswa juga masih belum baik, padahal proses berfikir ini memainkan peranan yang sangat penting dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengarahkan pelaksanaan pembelajaran yang terfokus pada proses berfikir siswa.

Salah satu cara untuk mendukung dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah serta kemandirian belajar adalah melalui pendekatan metakognitif. Ozsoy dan Ataman (2009) menemukan bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan metokognitif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan pemecahan masalah. Lebih lanjut, In’am, dkk (2012) menegaskan bahwa penggunaan strategi metakognitif yang meliputi kesadaran, strategi kognitif, perencanaan dan mereview sangat efektif dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian, keefektifan siswa dalam memecahkan masalah perlu didukung oleh suatu pendekatan yang mengarahkan pembelajaran siswa untuk merencanakan, mengontrol, dan mengevaluasi proses berfikirnya.

Schoenfeld (1992:38) menyatakan bahwa metakognitif meliputi pengetahuan tentang proses berfikir, kesadaran diri dan keyakinan serta intuisi. Ketiga aspek metakognitif ini merupakan suatu kegiatan yang dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah. Selama proses pemecahan masalah, siswa perlu memantau proses berfikirnya seperti menyadari bagaimana dan mengapa dirinya melakukan hal tersebut, apakah langkah yang diambil berjalan dengan


(31)

12

baik atau menemui hambatan sehingga dapat mendorong siswa untuk memikirkan alternatif lain atau berusaha kembali memahami masalahnya.

Ministry Of Education (2006) mengemukakan bahwa untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, diperlukan aktifitas yang bisa digunakan dalam mengembangkan metakognitif, yaitu (1) Memperkenalkan siswa kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berfikir dan heuristics, dan

bagaimana kemampuan itu diterapkan dalam memecahkan masalah. (2) Menganjurkan siswa untuk menggunakan strategi dan metode dalam

memecahkan masalah tertentu. (3) Menyediakan soal yang membutuhkan perencanaan dan evaluasi. (4) Menganjurkan siswa untuk menyediakan alternatif jawaban lain dari soal yang sama dan memberikan alasan dari jawaban yang diberikan. (5) Mendiskusikan bagaimana memecahkan masalah tertentu dan menjelaskan cara yang berbeda yang digunakan untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain penyedian pendekatan metakognitif dapat dimulai dengan cara membimbing siswa melakukan perencanaan dalam memilih strategi yang tepat dan efektif untuk menyelesaikan tugas kemudian mengevaluasi proses dan hasil belajar mereka.

Pendekatan metakognitif dapat dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa sehingga siswa sadar dan secara optimal dapat menggunakan strategi kognitifnya. Pendekatan ini dapat diartikan sebagai sarana untuk memantau tingkat pemahaman siswa, yaitu proses berfikir sebelum, selama dan setelah pemecahan masalah. Pendekatan metakognitif mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang dikemukakan oleh Mevarech dan


(32)

13

Kramarski (Kramarski dan Mizrachi, 2004) dalam metode IMPROVE yaitu (1) Pertanyaan pemahaman masalah, (2) Pertanyaan koneksi, (3) Pertanyaan strategi, dan (4) Pertanyaan refleksi. Dalam pendekatan ini peranan guru juga sangat diperlukan dalam mengontrol proses kognitif siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan merupakan suatu bentuk scaffolding yang ditujukan untuk melatih siswa mengontrol aktifitas kognitifnya.

Selain pemecahan masalah, pendekatan metakognitif ini juga sangat efektif dalam menumbuhkan kemandirian belajar siswa. Hasil penelitian Noornia (2011) menyatakan bahwa pemberian pertanyaan-pertanyaan pendorong selama penyelesaian masalah oleh guru dapat membantu siswa menyadarkan proses berfikirnya. Lebih lanjut proses belajar yang menggunakan pendekatan metakognitif mempengaruhi kemandirian belajar siswa yang membuat siswa lebih percaya diri dalam belajar.

Untuk mendukung pendekatan metakognitif, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa untuk saling bekerja sama. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berfikir, memecahkan masalah, mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka (Slavin, 2009:5). Pembelajaran kooperatif memberikan siswa kesempatan untuk mendiskusikan jawaban yang mereka peroleh kepada rekan setim maupun teman-temannya. Jbeili (2012) menyatakan bahwa penggunaan pendekatan metakognitif membantu siswa mengambil banyak manfaat dari pembelajaran kooperatif. Hal ini terjadi


(33)

14

ketika siswa melakukan perencanaan, mengontrol, bertanya, menjelaskan, berkolaborasi, berdiskusi, membangun argumen dan mengevaluasi. Lebih lanjut Jbeili juga menegaskan pendekatan metakognitif dengan pembelajaran kooperatif dapat memfasilitasi kemandirian belajar.

Arends (2008:6) menyatakan bahwa lingkungan belajar kooperatif ditandai oleh proses yang demokratis dan peran aktif siswa dalam memutuskan segala yang dipelajari dan bagaimana caranya. Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif merupakan pengajaran yang menggunakan struktur tujuan dan tugas yang mengharuskan siswa mengerjakan bersama-sama di dalam kelompok kecil serta bersama-sama saling mendukung untuk berhasil.

Selain pendekatan pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yaitu kemampuan awal matematis siswa. Dalam pembelajaran matematika kemampuan awal matematis siswa juga sangat mempengaruhi keberhasilan siswa untuk menguasai pembelajaran. Pengetahuan awal akan memberikan dampak pada proses perolehan belajar yang memadai sehingga menjadikan belajar lebih bermakna dengan menyediakan peluang bagi siswa untuk menyeleksi fakta-fakta. Seperti yang dikutip Hudojo (1988) bahwa untuk mempelajari konsep B yang mendasar pada konsep A, siswa terlebih dahulu harus memahami konsep A.

Kemampuan awal matematis siswa juga penting untuk perkembangan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa, hal ini dikarenakan kemampuan awal matematis merupakan prestasi siswa yang didapat


(34)

15

pada materi sebelumnya. Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta bukan merupakan bawaan lahir (hereditas) tetapi dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan. Kemampuan awal matematis siswa dijadikan modal awal siswa dalam melakukan aktifitas pembelajaran sehingga siswa yang berada pada kelompok atas lebih mudah memahami pembelajaran dari pada kelompok lainnya (menengah dan bawah). Pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan awal matematis dimaksudkan untuk melihat apakah ada pengaruh bersama antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematis siswa terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Selain itu, kemampuan awal matematis siswa ini juga dijadikan patokan dalam pembentukan kelompok kooperatif.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian dengan memfokuskan pada pembelajaran kooperatif dengan pendekatan metakognitif untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa kelas X. Pendekatan metakognitif yang diberikan merupakan suatu bentuk scaffolding untuk menanamkan kesadaran siswa dalam proses berfikir kognitifnya, yakni meliputi perencanaan, memonitor, dan mengevaluasi proses berfikirnya dalam pemecahan masalah. Model pembelajaran kooperatif yang dipilih adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD). Dalam STAD, para siswa di bagi ke dalam tim belajar yang terdiri atas empat atau lima orang yang memiliki kemampuan berbeda, jenis kelamin dan latar belakang etnik. Anggota-anggota dalam tim


(35)

16

tersebut menggunakan Worksheet atau lembar kerja sebagai bahan untuk menguasai materi dengan cara melaksanakan diskusi.

Dengan adanya pembelajaran kooperatif dengan pendekatan metakognitif siswa dapat mempelajari matematika menjadi bermakna sehingga lebih meningkatkan kinerja kognitif siswa, hubungan sosial dan tingkat pemahaman. Dengan kata lain, keterampilan siswa yang diperoleh melalui pembelajaran ini dalam memecahkan masalah memungkinkan siswa lebih percaya diri dan dapat menumbuhkan kemandirian belajar.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa penyebab munculnya permasalahan dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu :.

1. Kondisi pembelajaran yang berfokus kepada penguasaan prosedur untuk menyelesaikan tugas rutin.

2. Rendahnya keterampilan siswa dalam memecahkan masalah.

3. Dalam belajar siswa lebih ditekankan pada proses menghafal atau mengingat dan kurang menekankan pada aspek pemahaman.

4. Rendahnya kemandirian belajar siswa.

5. Terdapat faktor lain yaitu kemampuan awal matematis siswa yang berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa.

6. Proses penyelesaian jawaban siswa masih belum sesuai dengan kompetensi yang diharapkan


(36)

17

1.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup perumusan masalah yang telah diidentifikasi, maka penelitian ini perlu dibatasi dan berfokus pada kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi masalah yang akan diteliti adalah

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematis (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematis (KAM) siswa terhadap peningkatan kemandirian belajar siswa?


(37)

18

5. Bagaimana proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah matematis pada masing-masing pembelajaran.

1.5 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi objektif mengenai kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah.

4. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemandirian belajar siswa.

5. Menelaah proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah matematis pada masing-masing pembelajaran.


(38)

19

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menjadi acuan bagi guru matematika tentang penggunaan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan metakognitif sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar. 2. Memberikan suatu strategi atau model pembelajaran dalam peningkatan

kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa SMA dalam menyelesaikan soal cerita menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. 3. Bagi siswa, sebagai alternatif strategi pembelajaran bukan hanya ditujukan

untuk meningkatkan kompetensi siswa namun juga dapat menjadi sarana memanfaatkan model-model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran lain.

4. Hasil penelitian dapat dijadikan input dan informasi dalam pembelajaran matematika di SMA sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hasil belajar.

1.7 Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya perbedaan pemahaman mengenai istilah yang digunakan dan juga untuk mempermudah peneliti agar lebih terarah, maka perlu ditegaskan istilah-sitilah secara operasional. Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah usaha seseorang unuk menyelesaikan masalah yang didasarkan pada 3 (proses) menemukan jawaban yaitu (1) Membuat model matematis, (2) Memilih strategi


(39)

20

pemecahan masalah yang tepat, dan (3) Menjelaskan jawaban dan memeriksa kebenarannya.

2. Kemandirian belajar diartikan sebagai suatu proses dimana siswa berpartisipasi aktif menentukan tujuan belajarnya, memonitor, mengontrol, memanfaatkan dan mencari sumber belajar serta menerapkan strategi belajar untuk memecahkan masalah. Kemandirian belajar mengacu kepada sembilan aspek, yaitu inisiatif belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan target atau tujuan belajar, memonitor, mengatur dan mengontrol belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, serta self efficacy (konsep diri).

3. Metakognitif merupakan suatu kegiatan yang dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah. Selama proses pemecahan masalah, siswa perlu memantau proses berfikirnya seperti menyadari bagaimana dan mengapa dirinya melakukan hal tersebut, apakah langkah yang diambil berjalan dengan baik atau menemui hambatan sehingga dapat mendorong siswa untuk memikirkan alternatif lain atau berusaha kembali memahami masalahnya. 4. Pendekatan metakognitif merupakan pembelajaran yang menanamkan kepada

siswa bagaimana mengontrol aktifitas kognitif berupa proses merancang (planning), memonitor (monitoring) dan mengevaluasi (evaluation) informasi atau pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam memecahkan masalah. Pendekatan metakognitif mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan


(40)

21

metakognitif yang meliputi: (1) Pertanyaan pemahaman masalah, (2) Pertanyaan koneksi, (3) Pertanyaan strategi dan (4) pertanyaan refleksi.

5. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif merupakan sebuah metode pembelajaran di mana, para siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda bekerja bersama-sama dalam kelompok yang terdiri dari empat anggota untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas. Selama siswa mengerjakan tugas, siswa akan diberikan scaffolding berupa pertanyaan-pertanyaan metakognitif untuk menemukan konsep atau menyelesaikan masalah.

6. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher center) yaitu dengan cara mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa langkah demi langkah menggunakan metode ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh yang diselesaikan sendiri oleh gurunya dan terakhir memberikan latihan kepada siswa. Pada pembelajaran ini siswa hanya menerima hal-hal yang direncanakan dan disampaikan oleh guru, siswa diam dan bersikap pasif. 7. Kemampuan awal matematis adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum

pembelajaran berlangsung, kemampuan awal ini dapat dilihat dari hasil jawaban tes dari materi UN yang diberikan kepada siswa dan dijadikan sebagai acuan untuk mengelompokkan siswa menjadi tiga kategori kelompok yaitu rendah, sedang, dan tinggi.


(41)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan berikut: 1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Metakognitif dan Konvensional) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis.

4. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (kooperatif tipe STAD dengan Pendekatan Metakognitif dan Konvensional) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemandirian belajar siswa.

5. Gambaran proses penyelesaian jawaban siswa pada tes kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Dalam hal ini siswa pada kelas


(42)

164

ekperimen mampu mengubah soal cerita ke dalam model matematika melakukan perhitungan dan memeriksa kembali. Sedangkan pada kelas kontrol siswa masih lemah dalam membuat model matematika, kurang teliti dalam melakukan perhitungan dan kurang refleksi dalam memeriksa jawaban yang diperoleh.

5.2 Implikasi

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif telah berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa secara signifikan lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif telah berhasil juga dalam meningkatkan kemandirian belajar siswa lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Implikasi dari penelitian ini adalah:

1. Secara umum pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa.

2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat diterapkan untuk tingkatan kategori kemampuan awal matematis siswa yang tinggi, sedang dan rendah. Pembelajaran ini akan lebih baik diterapkan pada siswa yang memiliki tingkatan kemampuan awal tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki tingkatan kemampuan awal sedang dan rendah.


(43)

165

3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif dapat mengembangkan kemampuan proses berfikir siswa sehingga dapat membentuk kemandirian belajar siswa.

4. Pemberian pertanyaan-pertanyaan metakognitif selama pembelajaran memberikan wawasan kepada guru untuk:

a. Mampu merencanakan pertanyaan-pertanyaan metakognitif untuk memberikan pemahaman konsep materi yang diberikan.

b. Mengasah keterampilan metakognitif siswa dalam menyelesaikan permasalahan.

c. Merangsang siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil yang diperolehnya.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil-hasil dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan beberapa rekomendasi terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif dalam proses pembelajaran matematika.

1. Berdasarkan hasil temuan di lapangan ternyata indikator memeriksa kembali merupakan indikator yang memperoleh capaian terendah. Oleh karena itu perlu adanya suatu usaha yang terencana agar nantinya siswa dapat mulai membiasakan diri untuk memeriksa kembali hasil jawaban yang diperolehnya. 2. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Dengan demikian pembelajaran ini sangat potensial untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika.


(44)

166

3. Agar dapat mengimplementasikan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif di kelas, guru perlu mempersiapkan bahan ajar dan memperhatikan karakteristik siswa serta membuat antisipasi atas respon yang diberikan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

4. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan metakognitif hendaknya memperhatikan tentang penggunaan waktu dalam pembelajaran. Karena siswa diharuskan untuk membentuk kelompok serta dapat mempresentasikan hasil kerja masing-masing.

5. Lembar Aktifitas Siswa (LAS) sangat membantu dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Akan tetapi peran aktif guru masih sangat diperlukan untuk membimbing siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dan hendaknya penyusunan LAS lebih memunculkan masalah yang menantang dan menarik sehingga siswa lebih menggali pengetahuan yang telah diperolehnya.

6. Peneliti selanjutnya hendaknya dapat menggali lebih jauh mengenai peningkatan kemampuan pemecahan masalah untuk level sekolah yang berbeda serta melihat bagaimanakan pengaruh pembelajaran ini terhadap kemampuan matematis lainya seperti penalaran, komunikasi, dan kemampuan lainnya.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. (2009). Mathematics Curriculum Development and the Role of

Problem Solving. In ACSA Conference. [online]. Tersedia:

ht t p:/ / w w w.acsa.edu.au/ pages/ images/

Judy%20Anderson%20-%20M at hemat ics%20Curriculum%20Developm ent .pdf . [diakses 20 desember 2013]

Arends, R.I. (2008). Learning to Teach. Terjemahan oleh Helly Prajinto Soetjipto. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Borg, W.R and Gall, M.G. 1983. Educational Research: An Introduction. New

York & London: Longman Inc

Dahar, R., W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : P2LPTK Dirjen Dikti. Depdikbud.

Foong, P. Y. (2000). Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote Thinking and Understanding. National Institute of Education. Singapore.

[Online]. Tersedia: ht t p:/ / mat h.unipa.it / ~grim / SiFoong.PDF. [diakses 4 Agustus 2013]

Hudojo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK.

Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS).

In’am, A., Saad, N., And Ghani S. A. (2012). A Metacognitive Approach to Solving Algebra Problems. In International Journal of Independent Research and Studies (IJIRS). ISSN: 2226-4817:EISSN: 2304-6953. Vol.1, No.4.

(October, 2012) 162--173 [online].

Tersedia:ht t p:/ / aiars.org/ ijirs/ journals/ ijirsvol1no4oct ober2012/ PA_IJIRS_201201 95.pdf [diakses 27 Oktober 2013]

Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Jbeili, I. (2012). The Effect of Cooperative Learning with Metacognitive Scaffolding on Mathematics Conceptual Understanding and Procedural Fluency. In International Journal for Research in Education (IJRE). No.

32, 2012 [online].

Tersedia:ht t p:/ / w w w.f edu.uaeu.ac.ae/ journal/ docs/ pdf / pdf32/ 10.%20Algobali %20Eng..pdf. [diakses 10 Agustus 2013]


(46)

168

Jonassen, D.H. (2011). Learning to Solve Problems: A Handbook for Designing Problem-Solving Learning Environments. New York and London: Routledge Taylor & Francis Group.

Klausmeier, H.J. (1985). Educational Psychology. New York : Harper & Row, Publisher.

Knain, E and Turmo, A. (2000). Self-Regulated Learning. [online]. Tersedia: ht t p:/ / w w w.pisa.no/ pdf/ Nor disk%20rapport / kap8.pdf. [diakses 9 Februari 2013]

Kramarski, B. And Mizrachi, N. (2004). Enhancing Mathematical Literacy with The Use of Metacognitive Guidance in Forum Discussion. In Proceeding of the 28th Conference of International Group for Psychology of Mathematics Education [online]. Tersedia: ht t p:/ / w w w.emis.de/ proceedings/ PM E28/ RR/ RR306_Kramarski.pdf. [diakses 9 Ferbuari 2013]

Krismiati, A. (2013). Penerapan Pembelajaran Dengan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Secara Berkelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di Kelas X SMA. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.2. September 2013. INFINITY.

Lie, A. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Livingston, J. (2003). Metacognition: An Overview. [online]. Tersedia : http://people.ucsc.edu/~gwells/Files/Courses_Folder/documents/Livingsto nMetacognition.pdf [diakses 14 November 2013]

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains In Physics: A Possible “Hidden Variabel” In Diagnostic Pretest Scores. Departement Of Physics And Astronomy, Iowa State University, Ames. Iowa.

Ministry of Education (MoE). (2006). Secondary Mathematics Syllabuses. Singapore : Curriculum Planning and Development Division.

Ministry of Education (MoE). (2011). Problem and Problem Solving. Kingston, Jamaica.

Montalvo, F.T and Torres, M.C. 2004. Self Regulated Learning: Current and Future Direction. Electronict Journal of Research in Education Psychology, 2(1)(1-34). ISSN: 1696-2095. Departement of Education Universidad de Nevaca.


(47)

169

Monaghan, J. (2007). Linking School Mathematics To Out Of School Mathematical Activities; Student Interpretation of Task Understanding and Goals. International Electronic Journal of Mathematics Education, 2, 50 – 71.

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (2000). Principles And Standards For School Mathematics. Virginia: Reston

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (1991). Professional Standards for Teaching Mathematics. Virginia: Reston

NCREL. (1995). Metacognition. [Online]. Tersedia:

w w w .ncrel.org/ sdrs/ areas/ issues/ st udent s/ learning/ lr1m et n.ht m. [diakses 7 November 2013]

Noornia, Anton. (2011). Cooperative Learning With Metacognitive Approach To Enhance Mathematical Critical Thinking And Problem Solving Ability, And The Relation To Self-Regulated Learning. This paper has been presented at International Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education 2011 “Building the Nation Character through Humanistic Mathematics Education”. Department of Mathematics Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta, July 21-23 2011. ISBN: 978-979-16353-7-0 [online]. Tersedia: ht t p:/ / epr int s.uny.ac.id/ 1868/ 1/ P%20-%2068.pdf . [diakses 23 Oktober 2013] Nurdalillah, dkk (2014). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan

Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, hal 109-119. UNIMED.

Ozsoy, G. & Ataman, A. (2009). The effect of metacognitive strategy training on mathematical problem solving achievement. In International Electronic Journal of Elementary Education (IEJEE), Vol 1, Issue 2, March 2009.

ISSN 1307-9298. [Online]. Tersedia:

ht t p:/ / w w w.iejee.com/ 1_2_2009/ ozsoy_at aman.pdf. [diakses 27 Oktober 2013]

Ozsoy, G., Memis, A., and Temur, T. (2009). Metacognition, Study Habits and Attitudes. In International Electronic Journal of Elementary Education (IEJEE), Vol 1, Issue 1, October, 2009. ISSN 1307-9298.

Papaleontiou-Louca, E. (2003). The Concept and Instruction of Metacognition. In Teacher Development, Volume 7, Number 1.

Papaleontiou-Louca, E. (2008). Metacognition and Theory of Mind. Newcastle: Cambridge Scholars Publishing.


(48)

170

Paris, S.G and Winograd, P. (1998). The Role of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Principles and Practices For Teacher Preparation. A Commossioned Paper for the U.S. Departement of Education Project preparing Teachers to Use Contextual Teaching and Learning Strategies to Improve Student Succes In and Beyond School. [online]. Tersedia: ht t p:/ / w w w.ciera.org/ library/ archive/ 2001-04/ 0104pr w n.pdf. [diakses 27 Februari 2014]

Pintrich, P.R. (2000) The Role of Goal Orientation in Self-regulated Learning. In M.Boekaerts, P.R. Pintrich & M. Zeidner (Eds.), Handbook of Self-regulation (pp.451-502). San Diego, CA: Academic.

Polya, G. (1973). How to Solve it: A New Aspert of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press.

Polya, G. (1981). Mathematical Discovery: On Understanding, Learning and Teaching Problem Solving. New York: John Wiley & Sons, Inc

Prihandoko, A.C. (2005). Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya Dengan Menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Sanjaya, W. 2011. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada.

Sari, N. (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Matematis Pada Mahasiswa STMIK Kota Medan.

Schoenfeld, A.H. (1985). Mathematical Problem Solving. New York: Academic Press. Inc

Schoenfeld, A. H. (1992). Learning To Think Matematically: Problem Solving, Metacognition, And Sense-Making in Mathematics. In D. Grouws (Ed.). Handbook for Research on Mathematics Teaching and Learning (pp.334-370). Newyork: MacMillan. [online]. Tersedia: ht t p:/ / jw ilson.coe.uga.edu/ EM AT7050/ Schoenf eld_M at hThinking.pdf. [diakses 26 September 2013]

Schoenfeld, A. H. (2013). Reflection on Problem Solving Theory and Practice. In The Matematics Enthuisiast (TME), ISSN 1551-3440, Vol.10, (pp.9-34). [online]. Tersedia: ht t p:/ / w w w.mat h.umt .edu/ t mm e/ vol10no1and2/ 1-Schoenfeld_pp9_34.pdf. [diakses 23 Februari 2014]


(49)

171

Schunk, D. H. (2005). Self-Regulated Learning: The Educational Legacy of Paul R. Pintrich. In Educational Psychologist, 40(2), 85-94 [online]. Tersedia:

ht t p:/ / anit acraw ley.net / Art icles/ SchunkLegacyof Pint rich.pdf. [diakses 27 Januari 2014]

Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning: Theory, research and Practice. London: Allymand Bacon. Terjemahan Lita. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik.Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo. U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Yogyakarta: Tidak di terbitkan. [online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/?p=61.

Suryadi, D. (2011). Didactical Design Research (DDR) dalam Pengembangan Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Joint-Conference UPI-UTiM. FMIPA UPI Bandung.

Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Toh, K. A. (1994). Teacher-Centered Teaching is Alive and Well. In teaching and Learning, 15(1). 12-17. Intitute of Education (Singapore). [online]. Tersedia: ht t p:/ / reposit or y.nie.edu.sg/ jspui/ bit st ream/ 10497/ 440/ 1/ TL-15-1-12.pdf . [diakses 11 Maret 2014]

Veenmann, M. V. J, Bernadette, H.A.M, Afflerbach, P. (2006). Metacognition and Learning: Conceptual and methodological consideration. Online. Tersedia www://springerlink.com. [diakses 23 Oktober 2013]

Wolter, C.A, Pintrich, P.R, Kababenick, S.A. (2003). Assessing Academic Self-regulated Learning. Paper prepared for the Conference on Indocator of Possitive Development: Definition, Measures, and Prospective Validity. [online]. Tersedia: ht t p:/ / childt rends.org/ w p-cont ent / uploads/ 2013/ 05/ Child_Tr ends-2003_03_12_PD_PDConf W PK.pdf . [diakses 4 Maret 2014]

Yamin, M. (2013). Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group).

Zimmerman, B.J. (1989). A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic Learning. In Journal of Educational Psyshology, Vol. 81, No. 3, 329-339


(50)

172

Zimmerman, B.J. (2000). Attaining Self-Regulation: A Social Cognitive Perspective. In M.Boekaerts, P.R. Pintrich & M. Zeidner (Eds.), Handbook of Self-regulation (pp.13-35). San Diego, CA: Academic. Zumbrunn, S, Tadlock, J. Roberts, E.D. (2011). Encouraging Self-Regulated

Learning in the Classroom: A Review of the Literature. Virginia Commonwealth University: Metropolitan Educational Research Consortium (MERC).

Pemendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.


(1)

Problem Solving. In ACSA Conference. [online]. Tersedia: ht t p:/ / w w w.acsa.edu.au/ pages/ images/

Judy%20Anderson%20-%20M at hemat ics%20Curriculum%20Developm ent .pdf . [diakses 20 desember 2013]

Arends, R.I. (2008). Learning to Teach. Terjemahan oleh Helly Prajinto Soetjipto. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Borg, W.R and Gall, M.G. 1983. Educational Research: An Introduction. New

York & London: Longman Inc

Dahar, R., W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : P2LPTK Dirjen Dikti. Depdikbud.

Foong, P. Y. (2000). Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote

Thinking and Understanding. National Institute of Education. Singapore.

[Online]. Tersedia: ht t p:/ / mat h.unipa.it / ~grim / SiFoong.PDF. [diakses 4 Agustus 2013]

Hudojo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK.

Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS).

In’am, A., Saad, N., And Ghani S. A. (2012). A Metacognitive Approach to

Solving Algebra Problems. In International Journal of Independent Research

and Studies (IJIRS). ISSN: 2226-4817:EISSN: 2304-6953. Vol.1, No.4.

(October, 2012) 162--173 [online].

Tersedia:ht t p:/ / aiars.org/ ijirs/ journals/ ijirsvol1no4oct ober2012/ PA_IJIRS_201201 95.pdf [diakses 27 Oktober 2013]

Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi

Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Jbeili, I. (2012). The Effect of Cooperative Learning with Metacognitive

Scaffolding on Mathematics Conceptual Understanding and Procedural Fluency. In International Journal for Research in Education (IJRE). No.

32, 2012 [online].

Tersedia:ht t p:/ / w w w.f edu.uaeu.ac.ae/ journal/ docs/ pdf / pdf32/ 10.%20Algobali %20Eng..pdf. [diakses 10 Agustus 2013]


(2)

Jonassen, D.H. (2011). Learning to Solve Problems: A Handbook for Designing

Problem-Solving Learning Environments. New York and London:

Routledge Taylor & Francis Group.

Klausmeier, H.J. (1985). Educational Psychology. New York : Harper & Row, Publisher.

Knain, E and Turmo, A. (2000). Self-Regulated Learning. [online]. Tersedia: ht t p:/ / w w w.pisa.no/ pdf/ Nor disk%20rapport / kap8.pdf. [diakses 9 Februari 2013]

Kramarski, B. And Mizrachi, N. (2004). Enhancing Mathematical Literacy with

The Use of Metacognitive Guidance in Forum Discussion. In Proceeding

of the 28th Conference of International Group for Psychology of

Mathematics Education [online]. Tersedia:

ht t p:/ / w w w.emis.de/ proceedings/ PM E28/ RR/ RR306_Kramarski.pdf. [diakses 9 Ferbuari 2013]

Krismiati, A. (2013). Penerapan Pembelajaran Dengan Pendidikan Matematika

Realistik (PMR) Secara Berkelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di Kelas X SMA. Jurnal Ilmiah

Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.2. September 2013. INFINITY.

Lie, A. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Livingston, J. (2003). Metacognition: An Overview. [online]. Tersedia : http://people.ucsc.edu/~gwells/Files/Courses_Folder/documents/Livingsto nMetacognition.pdf [diakses 14 November 2013]

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains In Physics: A Possible “Hidden Variabel” In Diagnostic Pretest Scores. Departement Of Physics And Astronomy, Iowa

State University, Ames. Iowa.

Ministry of Education (MoE). (2006). Secondary Mathematics Syllabuses. Singapore : Curriculum Planning and Development Division.

Ministry of Education (MoE). (2011). Problem and Problem Solving. Kingston, Jamaica.

Montalvo, F.T and Torres, M.C. 2004. Self Regulated Learning: Current and

Future Direction. Electronict Journal of Research in Education

Psychology, 2(1)(1-34). ISSN: 1696-2095. Departement of Education Universidad de Nevaca.


(3)

Monaghan, J. (2007). Linking School Mathematics To Out Of School

Mathematical Activities; Student Interpretation of Task Understanding

and Goals. International Electronic Journal of Mathematics Education, 2, 50 – 71.

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (2000). Principles And

Standards For School Mathematics. Virginia: Reston

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (1991). Professional

Standards for Teaching Mathematics. Virginia: Reston

NCREL. (1995). Metacognition. [Online]. Tersedia:

w w w .ncrel.org/ sdrs/ areas/ issues/ st udent s/ learning/ lr1m et n.ht m. [diakses 7 November 2013]

Noornia, Anton. (2011). Cooperative Learning With Metacognitive Approach To

Enhance Mathematical Critical Thinking And Problem Solving Ability, And The Relation To Self-Regulated Learning. This paper has been

presented at International Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education 2011 “Building the Nation Character through

Humanistic Mathematics Education”. Department of Mathematics

Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta, July 21-23 2011.

ISBN: 978-979-16353-7-0 [online]. Tersedia:

ht t p:/ / epr int s.uny.ac.id/ 1868/ 1/ P%20-%2068.pdf . [diakses 23 Oktober 2013] Nurdalillah, dkk (2014). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan

Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. Jurnal

Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, hal 109-119. UNIMED.

Ozsoy, G. & Ataman, A. (2009). The effect of metacognitive strategy training on

mathematical problem solving achievement. In International Electronic

Journal of Elementary Education (IEJEE), Vol 1, Issue 2, March 2009.

ISSN 1307-9298. [Online]. Tersedia:

ht t p:/ / w w w.iejee.com/ 1_2_2009/ ozsoy_at aman.pdf. [diakses 27 Oktober 2013]

Ozsoy, G., Memis, A., and Temur, T. (2009). Metacognition, Study Habits and

Attitudes. In International Electronic Journal of Elementary Education

(IEJEE), Vol 1, Issue 1, October, 2009. ISSN 1307-9298.

Papaleontiou-Louca, E. (2003). The Concept and Instruction of Metacognition. In Teacher Development, Volume 7, Number 1.

Papaleontiou-Louca, E. (2008). Metacognition and Theory of Mind. Newcastle: Cambridge Scholars Publishing.


(4)

Paris, S.G and Winograd, P. (1998). The Role of Self-Regulated Learning in

Contextual Teaching: Principles and Practices For Teacher Preparation.

A Commossioned Paper for the U.S. Departement of Education Project

preparing Teachers to Use Contextual Teaching and Learning Strategies to Improve Student Succes In and Beyond School. [online]. Tersedia:

ht t p:/ / w w w.ciera.org/ library/ archive/ 2001-04/ 0104pr w n.pdf. [diakses 27 Februari 2014]

Pintrich, P.R. (2000) The Role of Goal Orientation in Self-regulated Learning. In M.Boekaerts, P.R. Pintrich & M. Zeidner (Eds.), Handbook of

Self-regulation (pp.451-502). San Diego, CA: Academic.

Polya, G. (1973). How to Solve it: A New Aspert of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press.

Polya, G. (1981). Mathematical Discovery: On Understanding, Learning and

Teaching Problem Solving. New York: John Wiley & Sons, Inc

Prihandoko, A.C. (2005). Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan

Menyajikannya Dengan Menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Sanjaya, W. 2011. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada.

Sari, N. (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Matematis Pada Mahasiswa STMIK Kota Medan.

Schoenfeld, A.H. (1985). Mathematical Problem Solving. New York: Academic Press. Inc

Schoenfeld, A. H. (1992). Learning To Think Matematically: Problem Solving,

Metacognition, And Sense-Making in Mathematics. In D. Grouws (Ed.). Handbook for Research on Mathematics Teaching and Learning

(pp.334-370). Newyork: MacMillan. [online]. Tersedia: ht t p:/ / jw ilson.coe.uga.edu/ EM AT7050/ Schoenf eld_M at hThinking.pdf. [diakses 26 September 2013]

Schoenfeld, A. H. (2013). Reflection on Problem Solving Theory and Practice. In The Matematics Enthuisiast (TME), ISSN 1551-3440, Vol.10, (pp.9-34). [online]. Tersedia: ht t p:/ / w w w.mat h.umt .edu/ t mm e/ vol10no1and2/ 1-Schoenfeld_pp9_34.pdf. [diakses 23 Februari 2014]


(5)

Schunk, D. H. (2005). Self-Regulated Learning: The Educational Legacy of Paul

R. Pintrich. In Educational Psychologist, 40(2), 85-94 [online]. Tersedia:

ht t p:/ / anit acraw ley.net / Art icles/ SchunkLegacyof Pint rich.pdf. [diakses 27 Januari 2014]

Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning: Theory, research and Practice. London: Allymand Bacon. Terjemahan Lita. 2009. Cooperative Learning:

Teori, Riset dan Praktik.Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo. U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana

Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada seminar

Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Yogyakarta: Tidak di terbitkan. [online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/?p=61.

Suryadi, D. (2011). Didactical Design Research (DDR) dalam Pengembangan

Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Joint-Conference

UPI-UTiM. FMIPA UPI Bandung.

Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Toh, K. A. (1994). Teacher-Centered Teaching is Alive and Well. In teaching and Learning, 15(1). 12-17. Intitute of Education (Singapore). [online]. Tersedia: ht t p:/ / reposit or y.nie.edu.sg/ jspui/ bit st ream/ 10497/ 440/ 1/ TL-15-1-12.pdf . [diakses 11 Maret 2014]

Veenmann, M. V. J, Bernadette, H.A.M, Afflerbach, P. (2006). Metacognition

and Learning: Conceptual and methodological consideration. Online.

Tersedia www://springerlink.com. [diakses 23 Oktober 2013]

Wolter, C.A, Pintrich, P.R, Kababenick, S.A. (2003). Assessing Academic

Self-regulated Learning. Paper prepared for the Conference on Indocator of

Possitive Development: Definition, Measures, and Prospective Validity. [online]. Tersedia: ht t p:/ / childt rends.org/ w p-cont ent / uploads/ 2013/ 05/ Child_Tr ends-2003_03_12_PD_PDConf W PK.pdf . [diakses 4 Maret 2014]

Yamin, M. (2013). Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group).

Zimmerman, B.J. (1989). A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic


(6)

Zimmerman, B.J. (2000). Attaining Self-Regulation: A Social Cognitive

Perspective. In M.Boekaerts, P.R. Pintrich & M. Zeidner (Eds.), Handbook of Self-regulation (pp.13-35). San Diego, CA: Academic.

Zumbrunn, S, Tadlock, J. Roberts, E.D. (2011). Encouraging Self-Regulated

Learning in the Classroom: A Review of the Literature. Virginia

Commonwealth University: Metropolitan Educational Research Consortium (MERC).

Pemendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.


Dokumen yang terkait

Perbandingan antara model pembelajaran cooperative learning tipe stad dengan pembelajaran konvensional dalam rangka meningkatkan hasil belajar PAI (eksperimen kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang)

2 14 159

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI KOOPERATIF TIPE Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar Matematika Melalui Strategi Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Pada Siswa Kelas VII Semes

0 2 21

PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR DAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIK DENGAN Peningkatan Kemandirian Belajar Dan Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan Scientifik Dengan Strategi Discovery LEARNING (PTK Pada Siswa Kelas VII Semester Genap S

0 2 19

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN Peningkatan Aktivitas Belajar Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Realistic Mathematics Education Bagi Siswa

0 1 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 0 20

MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF.

13 25 98

MENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF BERBASIS SOFT SKILL.

0 0 51

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOP-COOP.

0 0 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP PERCUT SEI TUAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

0 0 7