Pengaruh Pengendalian Internal Dan Integritas Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Pada SKPD Kota Denpasar).

(1)

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN INTEGRITAS PADA KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI

(Studi pada SKPD Kota Denpasar)

SKRIPSI

Oleh:

KADEK YULI KURNIA DEWI NIM: 1215351125

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Denpasar 2016


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : 13 Mei 2016

Tim Penguji : Tanda tangan

1. Ketua : Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE.,M.Si.,Ak ...………….

2. Sekretaris : Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak ...………….

3. Anggota : Dr. I G. N. Agung Suaryana, SE., M.Si., Ak ...………….

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi

Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE, M.Si. NIP. 19641225 199303 1 003

Pembimbing

Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak NIP. 19660726 199203 2 002


(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 13 Mei 2016 Mahasiswa,

Kadek Yuli Kurnia Dewi NIM: 1215351125


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengendalian Internal dan Integritas pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi pada SKPD Kota Denpasar)”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, masukan, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak selaku Dosen Pembahas atas saran dan masukannya selama penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. I G. N. Agung Suaryana, SE., M.Si., Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan selama penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Bapak Ketua Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 6. Ibu Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si., Ak selaku Koordinator Jurusan Akuntansi

Program Ekstensi.

7. Ibu Ni Putu Sri Harta Mimba, SE., M.Si., Ph.D, Ak selaku Pembimbing Akademis. 8. Pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Denpasar yang telah membantu

memberikan data dan informasi yang diperlukan penulis dalam penelitian.

9. Keluarga tercinta Bapak, Ibu, Kakak, Adik yang selalu memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan doa yang sangat berarti bagi penulis.

10.I Putu Gede Mahardika, SE., Ak yang selalu memberi dukungan, doa, motivasi, serta membantu dan memberi masukan/saran selama pembuatan skripsi ini.

11.Sahabat, Budhi Setya Dharma, Mirah Haryati, Wahyu Iko Santosa, Lisna Widyantari, Trysedewi Mahaputri, Eka Parastika yang selalu memberi dukungan dan saran kepada penulis.


(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan yang berharga dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Denpasar, 13 Mei 2016


(6)

Judul : Pengaruh Pengendalian Internal dan Integritas pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi pada SKPD Kota Denpasar)

Nama : Kadek Yuli Kurnia Dewi NIM : 1215351125

ABSTRAK

Salah satu bentuk akuntabilitas lembaga publik adalah pertanggungjawaban dan transparansi laporan keuangan oleh pemerintah kepada masyarakat. Tindakan kecurangan akuntansi dapat menurunkan akuntabilitas lembaga publik. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi adalah pengendalian internal dan integritas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengendalian dan integritas pada kecenderungan kecurangan akuntansi.

Penelitian ini dilakukan pada 33 SKPD di Kota Denpasar tahun 2016 dengan metode survey menggunakan kuesioner. Kuesioner disampaikan kepada pegawai SKPD Kota Denpasar yang bekerja di bagian akuntansi/keuangan. Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 66 responden dengan menggunakan metode penentuan sampel purposive sampling. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengendalian internal dan integritas berpengaruh negatif pada kecurangan akuntansi. Semakin baik pengendalian internal dalam SKPD menyebabkan tingkat terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi menurun. Semakin tinggi tingkat integritas seseorang menyebabkan semakin rendah tindakan kecenderungan kecurangan akuntansi yang dilakukan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori ... 12

2.1.1 Teori Atribusi ... 12

2.1.2 Fraud Triangle Teory ... 13

2.1.3 Pengendalian Internal ... 15

2.1.4 Integritas ... 17

2.1.5 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 18

2.2 Hipotesis Penelitian ... 11

2.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 24

2.2.2 Pengaruh Integritas pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 26

3.2 Lokasi Penelitian... 26

3.3 Objek Penelitian... 27

3.4 Identifikasi Variabel ... . 27

3.5 Definisi Operasional Variabel ... . 28

3.5.1 Pengendalian Internal ... 27

3.5.2 Integritas ... 29

3.5.3 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 29

3.6 Jenis dan Sumber Data ... . 31

3.6.1 Jenis Data ... 31


(8)

3.7 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel ... . 31

3.7.1 Populasi ... 30

3.7.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 31

3.8 Metode Pengumpulan Data ... . 32

3.9 Instrumen Penelitian ... . 32

3.9.1 UjiValiditas ... 32

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 33

3.10 Teknik Analisis Data ... . 34

3.10.1 Uji Asumsi Klasik ... 34

3.10.2 Pengujian Hipotesis ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 38

4.1.1 Deskripsi Responden ... 38

4.1.2 Karakteristik Responden... 39

4.1.3 Statistik Deskriptif ... 40

4.1.4 Uji Instrumen Penelitian ... 45

4.1.5 Hasil Analisis Data ... 46

4.1.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 46

4.1.5.2 Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 48

4.1.5.3 Pengujian Hipotesis ... 50

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 52

4.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal pada Kecenderungan ... Kecurangan Akuntansi ... 52

4.2.2 Pengaruh Integritas pada Kecenderungan Kecurangan Akuntasi ... 53

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan... 55

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(9)

DAFTAR TABEL No. Tabel

4.1 Perincian Pengembalian dan Penggunaan Kuesioner ... 36

4.2 Karakteristik Responden ... 37

4.3 Hasil Statistik Deskriptif ... 39

4.4 Hasil Uji Reliabilitas ... 44

4.5 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 45


(10)

DAFTAR GAMBAR No. Gambar

2.1 Fraud Triangle Theory ... 14 3.1 Desain Penelitian ... 25


(11)

DAFTAR LAMPIRAN No. Lampiran

1 Daftar SKPD di Kota Denpasar ... 60

2 Kuesioner Penelitian ... 61

3 Statistik Deskriptif ... 67

4 Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 68

5 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 76

6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 78

7 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 81


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi di institusi pemerintah mulai dibangun dengan dikeluarkannya beberapa landasan hukum seperti peraturan-peraturan mengenai daerah otonom, pengenalan perangkat teknologi untuk mempercepat proses organisasi, dan penerapan sistem organisasi dengan berbasiskan good governance kepada institusi pemerintah. Salah satu pilar utama sistem good governance adalah akuntabilitas. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Salah satu bentuk media pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat adalah melalui laporan keuangan yang melaporkan aktivitas pengelolaan keuangan di institusi pemerintah. Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia pasca reformasi adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah (Mardiasmo, 2006). Otonomi daerah telah mengubah sistem pengelolaan keuangan negara dari sentralisasi menjadi desentralisasi.

Menurut Wells (2007), kecurangan akuntansi mengacu kepada kesalahan akuntansi yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan menyesatkan pembaca/pengguna laporan keuangan. Tujuan ini dilakukan dengan motivasi negatif. Pihak-pihak tertentu akan mengambil keuntungan individu dari kecurangan akuntansi yang dilakukan. Dorminey (2011) menyatakan bahwa faktor rasionalisasi


(13)

dan tekanan merupakan karakteristik pelaku kecurangan akuntansi yang tidak dapat diobservasi karena mustahil untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh pelaku ketika akan melakukan kecurangan akuntansi. Menurut Association Of Certified Fraud Examiners (ACFE), kecurangan akuntansi dapat digolongkan menjadi tiga jenis : kecurangan dalam laporan keuangan, penyalahgunaan aktiva dan korupsi. Dalam korupsi, tindakan yang lazim dilakukan adalah memanipulasi, pencatatan, penghilangan dokumen, dan mark-up yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. Manipulasi akuntansi mungkin dilakukan dalam praktik-praktik bisnis oleh perusahaan dan biasanya melibatkan pihak-pihak intern.

Kecurangan akuntansi telah mendapat banyak perhatian publik sebagai dinamika yang menjadi pusat perhatian para pelaku bisnis di dunia. Kasus Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (KKA) di Indonesia terjadi secara berulang-ulang. Berita mengenai hal tersebut banyak dijumpai di media massa sehingga bagi masyarakat kasus KKA seperti bukan rahasia lagi. Ini dibuktikan dengan adanya kasus korupsi di Indonesia yang meningkat 12% disepanjang tahun 2014. Indonesia Corruption Watch (ICW)menyatakan bahwa dari laporan kepolisian dan KPK, tercatat 629 kasus korupsi dengan berbagai jenis seperti suap, penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan dana serta pemalsuan data. Dari semua jenis kasus korupsi tersebut, terdapat lebih dari 1300 orang yang telah ditetapkan tersangka. Data tahun 2014 ini lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kasus korupsi tahun 2013 sebanyak 560 kasus dengan 1271 orang tersangka (Karwur,2015).Pada sektor publik KKA dilakukan dalam bentuk kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di sektor swasta bentuk KKA


(14)

juga terjadi dalam bentuk yang sama yaitu ketidaktepatan dalam membelanjakan sumber dana. Kecurangan akuntansi sangat erat hubungannya dengan etika. Kecurangan akuntansi merupakan suatu tindakan ilegal. Menurut Baucus (dalam Hernandez dan Groot, 2007) secara umum perilaku ilegal adalah bagian dari perilaku tidak etis, oleh karena itu ada hukum yang harus ditegakkan sebagai bagian dari usaha penegakkan standar moral. Hernandez dan Groot (2007) menemukan bahwa etika dan lingkungan pengendalian akuntansi merupakan dua hal yang sangat penting terkait kecenderungan seseorang dalam melakukan kecurangan akuntansi.

Kecurangan akuntansi dipengaruhi oleh tingkat korupsi suatu negara (Gaviria, 2001).Kasus korupsi yang dirilis oleh Indonesia Corruption Watch(ICW) dikutip dari www.antikorupsi.orgtanggal 14 September 2015 menyatakan kinerja penegakan hukum masih dianggap belum maksimal. Selama setengah tahun pertama 2015, ICW memantau 308 kasus dengan 590 orang tersangka. Total potensi kerugian negara dari kasus-kasus ini mencapai 1,2 triliun rupiah dan potensi suap sebesar 457,3 miliar rupiah. Pada semester I tahun 2015, modus yang paling banyak digunakan adalah penggelapan (82 kasus), penyalahgunaan anggaran (64 kasus), penyalahgunaan wewenang (60 kasus), dan mark up (58 kasus). Dilihat dari latar belakang korupsi, pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian dan Pemerintah Daerah menjadi pelaku yang paling banyak ditetapkan sebagai tersangka (212 orang). 55 persen atau 169 kasus yang diproses termasuk di wilayah non-infrastruktur dengan kerugian negara sebesar 411,4 miliar rupiah. Sementara kasus korupsi infrastruktur ada 139 kasus atau 45 persen dengan kerugian negara


(15)

sebesar 832,3 miliar rupiah. Korupsi non-infrastruktur banyak terjadi di sektor keuangan daerah dengan 96 kasus (potensi kerugian negara 356 miliar rupiah).

Ditinjau dari teori atribusi, teori ini membahas penyebab-penyebab perilaku seseorang dan upaya untuk memahami penyebab dibalik perilaku seseorang.Sebab perilaku kecurangan terjadi karena dipengaruhi faktor internal dan eksternal.Perilaku kecurangan juga dapat dijelaskan oleh Fraud Triangle Teory.Seseorang melakukan kecurangan karena adanya tekanan, peluang dan rasionalisasi.Seseorang mungkin merasa mendapat tekanan untuk melakukan kecurangan karena adanya kebutuhan atau masalah finansial.Menurut Montgomery et al.(dalam Kurniawati, 2012) kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa menjalankan aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah, ketidakdisiplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit, dan sikap apatis. Longgarnya pengendalian internal dan kurangnya pengasawan dalam suatu perusahaan dapat memicu karyawan untuk melakukan kecurangan. Rasionalisasi merupakan sikap yang membenarkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Rasionalisasi menyebabkan pelaku kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya.

Coram et al.(2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi. Untuk menangani masalah kecurangan akuntansi, diperlukan monitoring, untuk mendapatkan hasil


(16)

monitoring yang baik, diperlukan pengendalian internal yang efektif (Wilopo, 2006). Ruslan (dalam Hermiyetti, 2010) pengendalian internal yang baik memungkinkan manajemen siap menghadapi perubahan ekonomi yang cepat, persaingan, pergeseran permintaan pelanggan serta restrukturasi untuk kemajuan yang akan datang. Jika pengendalian internal suatu perusahaan lemah maka kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan semakin besar.Sebaliknya, jika pengendalian internalnya kuat, maka kemungkinan terjadinya kecurangan dapat diperkecil. Keefektifan pengendalian internal mempunyai pengaruh yang besar dalam upaya pencegahan kecenderungan kecurangan akuntansi, dengan adanya pengendalian internal maka pengecekan akan terjadi secara otomatis terhadap pekerjaan seseorang oleh orang lain. Menurut Arens (2008), pengendalian internal meliputi lima elemen yaitu lingkungan pengendalian, penilain resiko, aktivitas pengendalian informasi dan komunikasi, dan pengawasan. Elemen-elemen tersebut membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Kegiatan sektor publik merupakan kegiatan yang memiliki perhatian serius dalam masyarakat. Mulai dari perencanaan tujuan sampai dengan hasil yang diinginkan merupakan kerangka pemikiran mutlak yang diinginkan oleh setiap pemerintahan. Untuk dapat mewujudkan hal ini, pemerintah dapat melakukan pengendalian dalam setiap proses pelaksanaannya. Boynton et al.(2006) mendefinisikan aktivitas pengendalian sebagai kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilakukan.Organisasi dengan tingkat kontrol yang tinggi akan menurunkan tingkat terjadinya kecurangan (Gunadi, 2001). Sistem pengendalian intern merupakan proses integral pada


(17)

tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai pemerintah. Tindakan ini untuk memberi keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi pemerintah yang optimal. Tentu saja optimalitas itu terjadi jika organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien, memiliki keandalan pelaporan keuangan, menjalankan pengamananaset negara, dan taat terhadap peraturan perundang-undangan.

Integritas adalah suatukomitmen pribadi yang teguh terhadapprinsip ideologi yang etis dan menjadi bagiandari konsep diri yang ditampilkanmelalui perilakunya(Schlenker, 2008). Bernard Williams, Harcourt(dalam Susanto, 2013) setuju bahwa integritas berarti suatusituasi di mana orang terikat dengan apayang orang lain anggap sebagai sesuatuyang etis danberharga. Furrow(dalam Susanto, 2013) mengungkapkan perspektif yang unik pada integritasdan melihatnya sebagai sejauh manaberbagai komitmen dapat membentuk sesuatuyang harmonis dan utuh. Ia juga mengembangkan tentang konsepintegritas dengan mencatat bahwa memiliki integritas berarti menjadi mampuhidup sesuai dengan komitmen secarakonsisten.

Schlenker (2008)mengungkapkan ada 3 aspek yang digunakandalam pengukuran integritas, yaitu:

1) Perilakuberprinsip

Perilaku yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang etis dan sesuaidengan nilaimoral.

2) Komitmen teguh padaprinsip-prinsip meski ada keuntungan maupun tekanan. Adanya komitmen untuktetap berpegang pada prinsip


(18)

yangtelah dipegang meskipun ada tekanandari pihak lain maupun tawaran keuntunganpribadi.

3) Keengganan untukmerasionalisasi perilakuberprinsip

Tetap berkomitmen dantidak melakukan tawar-menawarterhadap prinsip yang telah dipegangmeski dalam situasi dan kondisitertentu.

Fenomena skandal keuangan yang terjadi juga dapat menunjukkan suatu bentuk kegagalan integritas laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna laporan keuangan. Integritas pelayanan publik dapat diartikan sebagai wujud komitmen pemerintah guna memberikan layanan yang prima kepada masyarakat dengan mengedepankan integritas dan moralitas sebagai basis untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Integitas pelayanan publik terkait dengan komitmen antara pemerintah sebagai provider dengan masyarakat sebagai pengguna layanan.

Survei nasional terhadap integritas sektor publik yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikutip dari www.kpk.go.id tanggal 18 Nopember 2014 menyatakan Indeks Integritas Unit Layanan di Kementerian/Lembaga pada 2014 mencapai 7,22, di atas standar minimal yang ditetapkan oleh KPK, yakni 6,00. Indeks ini terdiri dari indeks pengalaman integritas dan indeks potensi integritas.Meskipun indeks integritas sudah melampaui nilai yang ditetapkan, unit layanan tetap perlu memperbaiki dan memberikan layanan optimal bagi pengguna layanan. Caranya, bisa dengan edukasi anti korupsi dan pengelolaan pengaduan masyarakat, mengomunikasikan untuk memanfaatkan sarana media yang ada,


(19)

meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi, dalam rangka menciptakan pelayanan yang transparan, serta upaya yang lebih serius dalam menghilangkan praktik gratifikasi dalam layanan.Hasil survei kemudian digunakan sebagai dasar pijakan bagi kegiatan perbaikan integritas dan anti korupsi di sektor layanan publik oleh KPK maupun unit layanan/intansi terkait. Survei dilakukan bertujuan untuk memetakan tingkat integritas unit layanan pada organisasi publik seperti Kementerian/Lembaga.

Pemerintah Kota Denpasar sebagai kota peraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan meraih predikat terbaik pertama secara nasional dalam hal pelayanan publik yang diberikan oleh Ombudsman Republik Indonesia, dikutip dari http://denpasar.bpk.go.idtanggal 9 Juni 2014. Selain itu, Pemerintah Kota Denpasar ditetapkan sebagai pilot project atau percontohan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah di tingkat nasional, dikutip dari http://kominfo.denpasarkota.go.id tanggal 22 Agustus 2013.Meskipun Pemerintah Kota Denpasar memperoleh opini WTP, bukan berarti tidak ada permasalahan yang ditemukan. BPK menemukan beberapa kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dikutip dari http://denpasar.bpk.go.idtanggal 9 Juni 2014.

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dengan ini penulis melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengendalian Internaldan Integritas pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi pada SKPD Kota Denpasar)”


(20)

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi inti permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah Pengendalian Internal berpengaruhpada KecenderunganKecurangan Akuntansi di SKPD Kota Denpasar? 2. Apakah Integritas berpengaruh pada KecenderunganKecurangan

Akuntansi di SKPD Kota Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Pengendalian Internal padaKecenderunganKecurangan Akuntansi.

2. Untuk mengetahui pengaruh Integritas padaKecenderunganKecurangan Akuntansi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut :

1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan bukti empiris penyebab tindakan kecenderungankecurangan akuntansi di SKPD Kota Denpasar sesuai dengan teori atribusi dan fraud triangle teory yang menjelaskan bahwa kecurangan akuntansi terjadi karena perilaku atau karakteristik yang


(21)

dimiliki seseorang. Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

2) Kegunaan Praktis

Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai fraud khususnya di bidang pemerintahan. Bagi obyek penelitian, SKPD Kota Denpasar, sebagai masukanbagi manajemen untuk menerapkan peraturan danmelakukan evaluasi kinerja karyawan secara intensif serta meningkatkan integritas seluruh karyawan.

1.5 Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi ini disusun atas beberapa babuntuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terperinci mengenai masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun sistematika penyajian penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan untuk mendukung pokok permasalahan penelitian ini serta diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya, dan disajikan mengenai dugaan sementara dari pokok permasalahan.


(22)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penelitian yang meliputi lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Bab ini memuat deskripsi dari hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan tentang simpulan dari permasalahan yang dibahas serta saran-saran yang dapat disampaikan dimana nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Atribusi

Teori atribusi dikembangkan oleh Kelley (1967), kemudian Green serta Mitchell(1979).Mereka berpandangan bahwa perilaku kepemimpinan disebabkan oleh atributpenyebab. Fritz Heide(1958) yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti faktor kemampuan usaha dan kekuatan eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan (Ikhsan & Ishak, 2005). Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya yang dipengaruhi oleh kekuatan internal dan eksternal yang akan mencerminkan perilaku kepemimpinan seseorang tersebut.

Teori ini tidak terlepas dari perilaku orang dalam organisasi, yaitu perilaku pimpinan dan perilaku bawahan. Kepemimpinan tidak terlepas dari cara berpikir, berperasaan, bertindak, bersikap, dan berperilaku dalam kerja di sebuah organisasi dengan bawahannya atau orang lain (Waworuntu, 2003). Tindakan atau keputusan yang diambil oleh pemimpin ataupun orang yang diberikan wewenang disebabkan oleh atribut penyebab. Termasuk tindakan tidak etis maupun kecurangan yang terjadi. Faktor seperti pengendalian internal merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kecurangan tersebut.


(24)

Sistem pengendalian internal merupakan proses yang dijalankan untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian keandalan laporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum, dan efektivitas dan efisiensi operasi, Mulyadi dan Puradiredja (dalam Fauwzi, 2011). Dengan adanya sistem pengendalian yang efektif diharapkan dapat mengurangi adanya perilaku tidak etis dan kecenderungankecurangan akuntansi.

Secara lebih spesifik, individu akan berusaha menganalisis mengapa peristiwa tertentu muncul dan dari hasil analisis tersebut akan mempengaruhi perilaku mereka di masa mendatang. Proses atribusi juga dapat menjadi hal yang penting dalam memahami perilaku dari orang lain. Perilaku orang lain dapat diperiksa atas dasar keunikan, konsistensi dan konsensus. Keunikan merupakan tingkatan di mana seseorang berperilaku secara serupa dalam situasi yang berbeda. Konsistensi merupakan tingkatan dimana seseorang menunjukkan perilaku yang sama pada waktu yang berbeda. Konsensus merupakan tingkatan dimana orang lain menunjukkan perilaku yang sama. Mengetahui sejauh mana perilaku seseorang menunjukkan kualitas ini dapat sangat bermanfaat dalam membantu memahami perilaku tersebut.

2.1.2 Fraud Triangle Teory

Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan. Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga kecurangan (fraud triangle). Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Cressey (1953) dalam Tuannakotta (2007) menyimpulkan bahwa kecurangan


(25)

secara umum mempunyai tiga sifat umum. Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu pressure, opportunity, dan rationalization.

1) Insentif/tekanan (pressure). Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Karyawan mungkin merasa mendapat tekanan untuk melakukan kecurangan karena adanya kebutuhan atau masalah finansial. Menurut Salman (dalam Kurniawati, 2012) tekanan yaitu insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.

2) Kesempatan (opportunity). Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan. Menurut Montgomery et al.(dalam Kurniawati, 2012) kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa menjalankan aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah, ketidakdisiplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit, dan sikap apatis. Longgarnya pengendalian internal dan kurangnya pengasawan dalam suatu perusahaan dapat memicu karyawan untuk melakukan kecurangan. Dari longgarnya pengendalian dan kurangnya pengawasan tersebut karyawan merasa mendapatkan kesempatan untuk melakukan kecurangan.


(26)

3) Sikap atau rasionalisasi (rationalization). Menurut Norbarani (2012) rasionalisasi merupakan sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membenarkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Rasionalisasi menyebabkan pelaku kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya.

Gambar 2.1 Fraud Triangle Theory Pressure

Opportunity Rationalizations

Sumber : Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953) dalam Norbarani (2012) 2.1.3 Pengendalian Internal

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) seperti dinyatakan dalam PSA No. 69 (IAI,2001:319.2), Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukumdan peraturan yang berlaku.


(27)

Pengendalian internal merupakan suatu sistem yang terdiri dari kebijakan, prosedur, cara, dan peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan agar rencana dan tujuan dapat dicapai dengan baik (Zulkarnain, 2013). Menurut PP No. 8 Tahun 2006 pengendalian internal adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efesiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan. Perkembangan pengendalian internal pemerintah di Indonesia ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP). Pengendalian Internal yang lemah ataupun longgar merupakan salah satu faktor yang paling mengakibatkan kecurangan tersebut sering terjadi. Lane and O’Connell (2009) menegaskan bahwa jika bentuk penekanan untuk mengikuti SPI diperhatikan secara khusus, akan mengurangi fraud.Pengendalian Internal terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diterapkan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan tertentu suatu entitas akan tercapai (Halim, 2003). Menurut Abiola (2013) sistem pengendalian intern dapat digambarkan sebagai keseluruhan sistem kontrol, keuangan dan sebaiknyaditetapkan oleh manajemen untuk meneruskan usaha dari perusahaan agar tetap berjalan tertib dan efisien.

Instansi Pemerintah penting untuk menerapkan Sistem Pengendalian Internal untuk mencegah terjadinya tindak kecurangan yang dapat merugikan instansi.Penerapan Sistem Pengendalian Intern secara baik yang diharapkan dapat memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Aprishella, 2014). Pengendalian internal yang kuat akan mampu menurunkan tingkat kecenderungan


(28)

kecurangan akuntansi, jika pengendalian internalnya lemah maka kecenderungan kecurangan akuntansi akan semakin besar (Adelin, 2013). Dengan Adanya pengendalian internal yang efektifdidalam suatu instansi, maka akan memungkinkan terjadinya pengecekan silang terhadap pekerjaan seseorang oleh orang lain. Hal ini menurunkan peluang terjadinya kecurangan dan akan menghindarkan terjadinya tindakan-tindakan penyimpangan yang dapat merugikan perusahaan.

2.1.4 Integritas

Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya (Ayuningtyas, 2012). Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Mulyadi (2002) mendefinisikan integritas sebagai prinsip moral yang tidak memihak, jujur, seseorang yang berintegritas tinggi memandang fakta seperti apa adanya dan mengemukakan fakta tersebut seperti apa adanya. Menurut Sunarto (dalam Sukriah, 2009) menyatakan bahwa integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip.

Berdasarkan beberapapengertian integritas yang diungkapkan diatas, peneliti menyimpulkan bahwaintegritas adalah komitmen untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan prinsip yangbenar dan etis, sesuai dengan nilai dannorma, dan ada konsistensi untuk tetapmelakukan komitmen tersebut pada setiapsituasi tanpa melihat adanya peluangataupunpaksaan untuk keluar dariprinsip.


(29)

2.1.5 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (KKA) adalah keinginan untuk melakukan segala sesuatu untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak jujur seperti menutupi kebenaran, penipuan, manipulasi, kelicikan atau mengelabui yang dapat berupa salah saji atas laporan keuangan, korupsi dan penyalahgunaan aset (Shintadevi, 2015).Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) kecurangan akuntansi merupakan penyalahgunaan/penggelapan atau perbuatan yang tidak semestinya. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan dan karyawan melakukan kecurangan untuk keuntungan individu (Adelin, 2013).Fraud menyangkut cara‐cara yang dihasilkan oleh akal manusia yang dipilih oleh seseorang untuk mendapatkan suatu keuntungan dari pihak lain dengan penyajian yang salah/palsu (Zulkarnain, 2013). Kecurangan mencakup kejutan, tipu daya, cara‐cara licik dan tidak jujur yang digunakan untuk menipu orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Singleton et al. (2010), yang mengemukakan bahwa fraud, theft, defalcation, irregularities, white collar crime, dan embezzlement adalah terminologi yang sering dipertukarkan.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) yang berkaitan dengan pencurian aktiva entitas


(30)

yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) di Indonesia.

Lin et al.(2003) kecurangan akuntansi oleh pimpinan dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber penipuan baik berupa pemalsuan atau penyembunyian bukti-bukti transaksi, penyajian informasi dan laporan keuangan yang tidak benar, ataupun salah saji akibat perlakuan yang tidak semestinya terhadap aset. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara pegawai atau pihak ketiga. Menurut Albrecht (2004), pelanggaran terhadap etika, kejujuran dan tanggung jawab merupakan inti dari tindakan kecurangan akuntansi.

Kondisi Penyebab Terjadinya Kecurangan Akuntansi

Menurut Arens (2008:432), penyebab terjadinya kecurangan disebut dengan segitiga kecurangan (fraud triangle), yaitu :

1) Insentif/tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Karyawan mungkin merasa mendapat tekanan untuk melakukan kecurangan karena adanya kebutuhan atau masalah finansial.

2) Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan.Longgarnya pengendalian internal


(31)

dan kurangnya pengasawan dalam suatu perusahaan dapat memicu karyawan untuk melakukan kecurangan. Dari longgarnya pengendalian dan kurangnya pengawasan tersebut karyawan merasa mendapatkan kesempatan untuk melakukan kecurangan.

3) Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membenarkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.

Tipe-tipe Kecurangan Akuntansi

Menurut Tunggal (2013) terdapat dua tipe kecurangan akuntansi yaitu : 1) Kecurangan eksternal

Kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha, wajib pajak terhadap pemerintah.

2) Kecurangan internal

Tindakan tidak legal yang dilakukan oleh karyawan, manager dan eksekutif terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Kecurangan tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan itu sendiri.

Jenis-jenis Kecurangan akuntansi

Arens (2008:430-432) menjelaskan bahwa kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang sengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil


(32)

harta atau hak orang atau pihak lain. Dua jenis kecurangan akuntansi yang utama adalah:

1) Pelaporan keuangan yang curang

Pelaporan keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud mampu menipu para pemakai laporan keuangan tersebut. Sebagian besar kasus melibatkan salah saji jumlah yang disengaja, bukan pengungkapan. Pengabaian jumlah kurang lazim dilakukan, tetapi perusahaan dapat saja melebihsajikan laba dengan mengabaikan utang usaha dan kewajiban lainnya.

Kebanyakan kasus pelaporan keuangan yang curang melibatkan upaya melebihsajikan laba baik dengan melebihsajikan aktiva dan laba atau dengan mengabaikan kewajiban dan beban, perusahaan juga sengaja merendahsajikan laba. Hal ini mungkin dilakukan dalam upaya mengurangi pajak penghasilan. Perusahaan juga mungkin sengaja merendahsajikan laba ketika laba itu tinggi untuk membentuk cadangan laba atau “cookie jar reserve”, yang dapat digunakan untuk memperbesar laba dalam periodik mendatang, praktik ini disebut income smoothing (perataan laba) dan earnings management (pengaturan laba). Pengaturan laba (earnings management) menyangkut tindakan manajemen yang disengaja untuk memenuhi tujuan laba, sedangkan perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu bentuk pengaturan laba di mana pendapatan dan beban ditukar-tukar di antara periodik-periodik untuk mengurangi fluktuasi laba. Salah satu teknik untuk meratakan laba adalah dengan mengurangi


(33)

nilai persediaan dan aktiva lain perusahaan yang diperoleh pada saat akuisisi, yang menghasilkan laba yang lebih tinggi ketika aktiva tersebut nanti dijual.

2) Penyalahgunaan aktiva

Penyalahgunaan (misappropriation) aktiva adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aktiva entitas. Dalam banyak kasus, tetapi tidak semata, jumlah yang terlibat tidak material terhadap laporan keuangan. Akan tetapi, pencurian aktiva perusahaan seringkali mengkhawatirkan manajemen, tanpa memperhatikan materialitas jumlah yang terkait, karena pencurian bernilai kecil menggunung seiring dengan berjalannya waktu.

Istilah penyalahgunaan aktiva biasanya digunakan untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam lain organisasi.Penyalahgunaan aktiva biasanya dilakukan pada tingkat hierarki organisasi yang lebih rendah. Namun, dalam beberapa kasus, manajemen puncak terlibat dalam pencurian aktiva perusahaan. Karena manajemen memiliki kewenangan dan kendali yang lebih besar atas aktiva organisasi, penyelewengan yang melibatkan manajemen puncak dapat menyangkut jumlah yang signifikan.

Klasifikasi Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat dalam Zulkarnain(2013), mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu:


(34)

1) Financial Statement Fraud (Kecurangan Laporan Keuangan)

Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.

2) Asset Misappropriation (Penyalahgunaan Aset)

Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam “Kecurangan Kas‟ dan “Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya‟, serta pengeluaran‐pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

3) Corruption (Korupsi)

Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Fraud pada Sektor Pemerintahan

Semua jenis fraud dapat terjadi pada sektor pemerintahan, akan tetapi yang paling sering terjadi adalah korupsi (Pristiyanti, 2012). Korupsi adalah tindakan seorang pejabat atau petugas yang secara tidak sah dan tidak dapat dibenarkan memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain dengan melanggar kewajiban dan hak. Korupsi meliputi penyuapan, konflik


(35)

kepentingan, pemberian tanda terima kasih yang tidak sah, dan pemerasan secara ekonomi.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Menurut Kusumastuti (2012) sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen. Jika pengendalian internal tidak berjalan dengan baik, prosedur tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan membuka kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan operasional organisasi untuk melakukan kecurangan. Penelitian Adelin (2013) menunjukkan bahwa Efektivitas pengendalian internal berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, artinya semakin efektif pengendalian internal perusahaan, semakin rendahnya kecenderungan kecurangan akuntansi perusahaan. Penelitian Zainal (2013) efektivitas pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan akuntansi. Hal ini berarti bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dikurangi jika sistem pengendalian internal yang efektif diterapkan dalam perusahaan. Semakin baik pengendalian internal menyebabkan tingkat terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi menurun.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H1 : Pengendalian internal berpengaruh negatif padakecenderungan kecurangan


(36)

2.2.2 Pengaruh Integritas pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Pope (2008) menjelaskan bahwa saat ini pendekatan yang paling ampuh untuk memberantas korupsi di seluruh dunia masih berada pada upaya untuk meningkatkan standar tata pemerintahan dengan menggunakan Sistem Integritas Nasional. Lembaga Transparancy International (2014) menjelaskan bahwa Sistem Integritas Nasional adalah sistem yang didalamnya terdiri atas pilar-pilar para penyelenggara sistem pemerintahan atau keorganisasian, yang mana dalam pelaksanaannya menjunjung tinggi integritas demi tegaknya kewibawaan institusi tersebut. Prinsip integritas mengharuskan seseorang untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur kejujuran, keberanian, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberidasar dalam mengambil suatu keputusan yang dapat diandalkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:


(1)

dan kurangnya pengasawan dalam suatu perusahaan dapat memicu karyawan untuk melakukan kecurangan. Dari longgarnya pengendalian dan kurangnya pengawasan tersebut karyawan merasa mendapatkan kesempatan untuk melakukan kecurangan.

3) Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membenarkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.

Tipe-tipe Kecurangan Akuntansi

Menurut Tunggal (2013) terdapat dua tipe kecurangan akuntansi yaitu : 1) Kecurangan eksternal

Kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha, wajib pajak terhadap pemerintah.

2) Kecurangan internal

Tindakan tidak legal yang dilakukan oleh karyawan, manager dan eksekutif terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Kecurangan tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan itu sendiri.

Jenis-jenis Kecurangan akuntansi

Arens (2008:430-432) menjelaskan bahwa kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang sengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil


(2)

harta atau hak orang atau pihak lain. Dua jenis kecurangan akuntansi yang utama adalah:

1) Pelaporan keuangan yang curang

Pelaporan keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud mampu menipu para pemakai laporan keuangan tersebut. Sebagian besar kasus melibatkan salah saji jumlah yang disengaja, bukan pengungkapan. Pengabaian jumlah kurang lazim dilakukan, tetapi perusahaan dapat saja melebihsajikan laba dengan mengabaikan utang usaha dan kewajiban lainnya.

Kebanyakan kasus pelaporan keuangan yang curang melibatkan upaya melebihsajikan laba baik dengan melebihsajikan aktiva dan laba atau dengan mengabaikan kewajiban dan beban, perusahaan juga sengaja merendahsajikan laba. Hal ini mungkin dilakukan dalam upaya mengurangi pajak penghasilan. Perusahaan juga mungkin sengaja merendahsajikan laba ketika laba itu tinggi untuk membentuk cadangan laba atau “cookie jar reserve”, yang dapat digunakan untuk memperbesar laba dalam periodik mendatang, praktik ini disebut income smoothing (perataan laba) dan earnings management (pengaturan laba). Pengaturan laba (earnings management) menyangkut tindakan manajemen yang disengaja untuk memenuhi tujuan laba, sedangkan perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu bentuk pengaturan laba di mana pendapatan dan beban ditukar-tukar di antara periodik-periodik untuk mengurangi fluktuasi laba. Salah satu teknik untuk meratakan laba adalah dengan mengurangi


(3)

nilai persediaan dan aktiva lain perusahaan yang diperoleh pada saat akuisisi, yang menghasilkan laba yang lebih tinggi ketika aktiva tersebut nanti dijual.

2) Penyalahgunaan aktiva

Penyalahgunaan (misappropriation) aktiva adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aktiva entitas. Dalam banyak kasus, tetapi tidak semata, jumlah yang terlibat tidak material terhadap laporan keuangan. Akan tetapi, pencurian aktiva perusahaan seringkali mengkhawatirkan manajemen, tanpa memperhatikan materialitas jumlah yang terkait, karena pencurian bernilai kecil menggunung seiring dengan berjalannya waktu.

Istilah penyalahgunaan aktiva biasanya digunakan untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam lain organisasi.Penyalahgunaan aktiva biasanya dilakukan pada tingkat hierarki organisasi yang lebih rendah. Namun, dalam beberapa kasus, manajemen puncak terlibat dalam pencurian aktiva perusahaan. Karena manajemen memiliki kewenangan dan kendali yang lebih besar atas aktiva organisasi, penyelewengan yang melibatkan manajemen puncak dapat menyangkut jumlah yang signifikan.

Klasifikasi Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat dalam Zulkarnain(2013), mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu:


(4)

1) Financial Statement Fraud (Kecurangan Laporan Keuangan)

Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.

2) Asset Misappropriation (Penyalahgunaan Aset)

Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam “Kecurangan Kas‟ dan “Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya‟, serta pengeluaran‐pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

3) Corruption (Korupsi)

Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Fraud pada Sektor Pemerintahan

Semua jenis fraud dapat terjadi pada sektor pemerintahan, akan tetapi yang paling sering terjadi adalah korupsi (Pristiyanti, 2012). Korupsi adalah tindakan seorang pejabat atau petugas yang secara tidak sah dan tidak dapat dibenarkan memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain dengan melanggar kewajiban dan hak. Korupsi meliputi penyuapan, konflik


(5)

kepentingan, pemberian tanda terima kasih yang tidak sah, dan pemerasan secara ekonomi.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Menurut Kusumastuti (2012) sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen. Jika pengendalian internal tidak berjalan dengan baik, prosedur tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan membuka kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan operasional organisasi untuk melakukan kecurangan. Penelitian Adelin (2013) menunjukkan bahwa Efektivitas pengendalian internal berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, artinya semakin efektif pengendalian internal perusahaan, semakin rendahnya kecenderungan kecurangan akuntansi perusahaan. Penelitian Zainal (2013) efektivitas pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan akuntansi. Hal ini berarti bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dikurangi jika sistem pengendalian internal yang efektif diterapkan dalam perusahaan. Semakin baik pengendalian internal menyebabkan tingkat terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi menurun.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H1 : Pengendalian internal berpengaruh negatif padakecenderungan kecurangan akuntansi.


(6)

2.2.2 Pengaruh Integritas pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Pope (2008) menjelaskan bahwa saat ini pendekatan yang paling ampuh untuk memberantas korupsi di seluruh dunia masih berada pada upaya untuk meningkatkan standar tata pemerintahan dengan menggunakan Sistem Integritas Nasional. Lembaga Transparancy International (2014) menjelaskan bahwa Sistem Integritas Nasional adalah sistem yang didalamnya terdiri atas pilar-pilar para penyelenggara sistem pemerintahan atau keorganisasian, yang mana dalam pelaksanaannya menjunjung tinggi integritas demi tegaknya kewibawaan institusi tersebut. Prinsip integritas mengharuskan seseorang untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur kejujuran, keberanian, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberidasar dalam mengambil suatu keputusan yang dapat diandalkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:


Dokumen yang terkait

PENGARUH EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, KESESUAIAN KOMPENSASI DAN ASIMETRI INFORMASI Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi Dan Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris Pada Universitas

1 7 15

PENGARUH EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, KESESUAIAN KOMPENSASI DAN ASIMETRI INFORMASI Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi Dan Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris Pada Universitas

0 3 17

PENDAHULUAN Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi Dan Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris Pada Universitas Muhammadiyah Surakarta).

0 3 8

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi Dan Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris Pada Universitas Muhammadiyah Surakarta).

0 2 4

Pengaruh Pengendalian Internal Dan Moralitas Individu Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Pada Villa Di Kawasan Umalas).

24 72 48

PENGARUH KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN INTERNAL, KETAATAN ATURAN AKUNTANSI, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KECURANGAN AKUNTANSI (Studi pada SKPD di Kota Magelang).

3 14 261

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL, KEPUASAN KERJA, MORALITAS MANAJEMEN, DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI

0 1 10

PENGARUH KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN INTERNAL DAN KESESUAIAN KOMPENSASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI

1 17 10

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN MORALITAS MANAJEMEN TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN KARET DI KOTA PALEMBANG) Carissa Chandra

0 0 13

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL, KETAATAN ATURAN AKUNTANSI, DAN PERILAKU TIDAK ETIS TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI (Studi Empiris Pada Bank Konvensional di Kabupaten Banyumas) - repository perpustakaan

0 0 17