Pengaruh Pengendalian Internal Dan Moralitas Individu Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Pada Villa Di Kawasan Umalas).

(1)

i

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN MORALITAS INDIVIDU PADA KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI

(Studi pada villa di Kawasan Umalas)

SKRIPSI

Oleh:

ANAK AGUNG K. FINTY UDAYANI 1215351187

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana Denpasar


(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh pembimbing, serta diuji pada tanggal: 17 Juni 2016

Tim Penguji Tanda Tangan

1. Ketua : Ni Gusti Putu Wirawati, SE.,M.Si.,Ak. ... 2. Sekretaris : Dr. Maria M. Ratna Sari, SE.,M.Si.,Ak. ... 3. Anggota : Dr. I.G.N Agung Suaryana, SE.,M.Si.,Ak. ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE.,M.Si. Dr. Maria M. Ratna Sari, SE.,M.Si.,Ak. NIP. 19641225 199303 1 003 NIP. 19650809 199303 2 001


(3)

iii

Judul : Pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

(Studi pada villa di Kawasan Umalas) Nama : Anak Agung K. Finty Udayani

NIM : 1215351187

ABSTRAK

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi merupakan sebuah keadaan dimana terjadi keinginan untuk melakukan segala sesuatu untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak jujur seperti menutupi kebenaran, penipuan, manipulasi, kelicikan atau mengelabui yang dapat berupa salah saji atas laporan keuangan, korupsi dan penyalahgunaan asset. Kecenderungan Kecurangan Akuntansi terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti Pengendalian Internal dan Moralitas Individu.

Pengendalian Internal dan Moralitas Individu merupakan faktor yang dapat mendorong terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Pada perusahaan jasa penginapan berjenis villa jika terdapat pengendalian internal yang lemah serta moralitas individu pekerja yang rendah maka akan dapat mendorong terjadinya Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Berdasarkan fenomena yang terjadi terhadap variabel tersebut (Pengendalian Internal dan Moralitas Individu), maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari Pengendalian Internal dan Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi.

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan metode analisis regresi linier berganda, didapatkan hasil bahwa Pengendalian Internal dan Moralitas Individu berpengaruh negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada villa di kawasan umalas. Artinya semakin baik Pengendalian Internal dan Moralitas Individu maka tingkat Kecenderungan Kecurangan Akuntansi semakin berkurang.

Kata Kunci: Pengendalian Internal, Moralitas Individu, Kecenderungan Kecurangan Akuntansi


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi pada villa di Kawasan Umalas)” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini tidak akan berhasil bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E., M.Si., Ak, selaku Ketua Jurusan dan Dr. I.G.N Agung Suaryana, SE.,M.Si.,Ak, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs. I Ketut Suardhika Natha, M.Si, selaku Ketua Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si, Ak, selaku Koordinator Jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

6. Dr. Maria M. Ratna Sari, SE.,M.Si.,Ak, selaku dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, masukan serta kesabaran dalam menghadapi kekurangan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

7. Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E., M.Si., Ak, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan petunjuk dan nasihat selama mengikuti kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.


(5)

v

8. Keluarga tercinta Bapak AA Made Suarta, Ibu Dewi Idayani, Adik Dwi Marsita, Bagus Udayana dan Nugraha Udayana serta Wulan dan Intan atas segala dukungan materi dan doanya yang tulus dan tiada hentinya selama penulis menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

9. Kekasih penulis I Komang Putra yang selalu memberi semangat, dukungan, serta doa kepada penulis.

10. Sahabat hati penulis Komala, Agus, Sri, Aninsa, Yunita, Nandya, Wirasanjaya, Tia, Setiyadi dan teman-teman Akuntansi angkatan 2012 yang selalu memberi semangat, motivasi, doa dan senantiasa membagi kasihnya kepada penulis.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan, saran, dan dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Namun demikian penulis tetap bertanggungjawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 17 Juni 2016


(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 11

2.1.1 Agency Theory... 11

2.1.2 Teori Perilaku Berencana (Theory of Planned Behavior) ... 16

2.1.3 Teori Perkembangan Moral ... 17

2.1.4 Pengendalian Internal ... 19

2.1.5 Moralitas Individu ... 21

2.1.6 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 22

2.1.6.1 Pengertian Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 22

2.1.6.2 Tipe – tipe Kecurangan Akuntansi ... 24

2.1.6.3 ` Kondisi penyebab terjadinya Kecurangan Akuntansi ... 24

2.1.6.4 Jenis – jenis Kecurangan Akuntansi ... 25

2.1.6.5 Skema Kecurangan Akuntansi ... 28

2.1.6.6 Indikator pengukuran Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 31

2.2 Hipotesis Penelitian ... 34

2.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 34

2.2.2 Pengaruh Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 35


(7)

vii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 37

3.2 Lokasi Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian ... 37

3.3 Objek Penelitian ... 38

3.4 Identifikasi Variabel ... 38

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 39

3.5.1 Pengendalian Internal ... 39

3.5.2 Moralitas Individu ... 39

3.5.3 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 40

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 41

3.6.1 Jenis Data ... 41

3.6.2 Sumber Data ... 41

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 42

3.7.1 Populasi ... 42

3.7.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 42

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.9 Teknik Analisis Data ... 44

3.9.1 Teknik Analisis Deskriptif Data ... 44

3.9.2 Pemetaan Identitas Responden dan Jawaban Responden ... 44

3.9.3 Uji Instrumen Penelitian ... 45

3.9.4 Teknik Analisis Data ... 46

3.9.4.1 Uji Asumsi Klasik ... 47

3.9.4.2 Pengujian Hipotesis ... 48

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 50

4.1.1 Deskripsi Data Penelitian ... 50

4.1.2 Karakteristik Responden ... 51

4.1.3 Statistik Deskriptif ... 53

4.1.4 Uji Instrument Penelitian ... 54

4.1.5 Hasil Analisis Data... 55

4.1.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 55

4.1.5.2 Uji Regresi Linier berganda ... 57

4.1.5.3 Pengujian Hipotesis ... 59

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

4.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal pada Kecenderungan Kecurangan`Akuntansi... 61

4.2.2 Pengaruh Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 62


(8)

viii BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 63

5.2 Saran ... 63

DAFTAR RUJUKAN ... 65


(9)

ix

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

4.1 Rincian Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner ... 50

4.2 Karakteristik Responden ... 51

4.3 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 53

4.4 Hasil Uji Reliabilitas ... 55

4.5 Hasil Asumsi Klasik ... 56


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman

2.1 Fraud Triagle ...25 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ...37


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1 Daftar villa di Kawasan Umalas ...69

2 Kuesioner Penelitian ...71

3 Tabulasi Data Ordinal ...78

4 Statistik Deskriptif ...83

5 Uji Validitas ...84

6 Hasil Uji Validitas ...93

7 Uji Reliabilitas ...95

8 Hasil Uji Asumsi Klasik ...98


(12)

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi atau yang dalam bahasa pengauditan disebut dengan fraud akhir – akhir ini menjadi berita utama dalam pemberitaan media yang sering terjadi. Pada dasarnya ada dua tipe kecurangan yang terjadi di suatu instansi ataupun perusahaan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap perusahaan dan kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan (Amin Widjaja, 2013).

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (KKA) merupakan ancaman yang terus berkembang. Di Indonesia kasus Kecenderungan Kecurangan Akuntansi terjadi secara berulang – ulang yang ditandai dengan adanya tindakan dan kebijakan menghilangkan atau penyembunyian informasi yang sebenarnya untuk tujuan manipulasi. Banyak kasus kecurangan dalam akuntansi yang akhirnya terungkap di Indonesia seperti kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, keterlibatan 10 Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam pelaksanakan audit 37 bank sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997, diajukan manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta ke pengadilan, serta korupsi di komisi penyelenggara pemilu (Putra, 2012).

Kecurangan Akuntansi (fraud) yang terjadi menjadi salah satu cikal bakal munculnya tindak pidana korupsi. Korupsi adalah tindakan seorang pejabat atau


(14)

2

petugas yang secara tidak sah dan tidak benar, memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain, dengan melanggar kewajiban dan hak orang lain (Hall Singleton, 2007). Di Indonesia penanganan perkara korupsi di Indonesia per tahun mencapai 1.600 hingga 1.700 perkara, sehingga menduduki peringkat kedua setelah China yang mencapai 4.500 perkara (www.bisnis-jateng.com). Kecurangan mencakup tindakan illegal yang sengaja dilakukan, lalu disembunyikan, dan memperoleh manfaat dengan melakukan pengubahan bentuk menjadi uang kas atau barang berharga lainnya (Coddere, 2014:21) dalam Suprajadi (2009). Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kecuragan, maka dari sisi pengguna laporan keuangan juga garus memperhatikan apakah laporan keuangan yang akan mereka gunakan memang sudah di audit dengan baik atau belum.

Shleifer dan Vishny (1993) serta Gaviria (2001) menyatakan bahwa kecurangan akuntansi ditunjukan oleh tingkat korupsi suatu negara. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan tahun 2013 menjadi tahun dengan kemarakan kasus korupsi. Setiap tahun Transparency International (TI) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI), sebuah indeks pengukuran tingkat korupsi global. Rentang indeks CPI 2012 adalah 0-100 (0 dipersepsikan sangat korup, 100 sangat bersih). Tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Secara regional Indonesia tidak banyak mengalami perubahan, masih di jajaran bawah apabila di bandingkan skor


(15)

CPI-3

nya dengan Negara – Negara di kawasan Asia Tenggara. Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi.

Berdasarkan SAS 99 (AU 316) yang terdapat dalam buku Amin Widajaja (2013: 228) Kecurangan Akuntansi dapat terjadi dikarenakan beberapa kondisi yang menyebabkan hal tersebut benar-benar terjadi. Hal ini disebut dengan segitiga kecurangan (fraud triangle) yang terdiri dari tekanan, kesempatan dan sikap/rasionalisasi. Tekanan yang dimaksud adalah tekanan dari pihak manajemen untuk melakukan kecurangan, kesempatan berarti terdapat situasi di dalam suatu intansi untuk melakukan kecurangan, dan sikap/ rasionalisasi menunjukkan dimana suatu instansi merasionalisasikan tindakan yang tidak jujur atau berbuat curang.

Bologna (1993) menjelaskan fraud dengan GONE Theory yang terdiri dari 4 (empat) faktor yang mendorong seseorang berperilaku menyimpang yaitu: Greed, Opportunity, Need dan Exposure. Opportunity (kesempatan) dan Exposure (pengungkapan) berhubungan dengan organisasi disebut juga faktor umum seperti elemen pengendalian internal. Terdapat lima elemen pengendalian internal yang harus dimiliki oleh organisasi (Arens dan Loebecke, 1999). Kelima elemen tersebut antara lain: lingkungan pengendalian, penetapan risiko oleh manajemen, sistem komunikasi dan informasi akuntansi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan. Coram et al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi. Selain faktor di atas, terdapat faktor Greed (keserakahan) dan Need (kebutuhan) yang berhubungan dengan individu sebagai pelaku kecurangan


(16)

4

(disebut dengan faktor individual). Faktor individual berhubungan dengan perilaku yang melekat dari individu itu sendiri, dalam kaitannya faktor individu ini berhubungan dengan moralitas. Salah satu teori perkembangan moral yang banyak digunakan dalam penelitian etika adalah model Kohlberg. Kohlberg (1995) menjelaskan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional.

Pada penelitian ini, peneliti tertarik melakukan penelitian pada sektor pariwisata khususnya pada perusahaan penginapan berjenis villa. Villa atau Hotel merupakan usaha jasa pelayanan atau disebut ”hospitality service” yang seluruh atau sebagian bangunan digunakan untuk pelayanan kamar, makanan, minuman serta rekreasi yang dikelola dengan tujuan komersial (Diatmika dan Adi, 2010). Untuk itu villa sebagai penjual jasa harus dapat menyediakan tiga hal yaitu; fasilitas yang memadai, sumber daya manusia yang terampil untuk melayani dan pengelolaan yang profesional. Untuk memenuhi hal tersebut dengan sendirinya hotel membutuhkan biaya yang cukup besar dan mahal, baik biaya untuk menyediakan fasilitas maupun biaya untuk pengadaan sumber daya manusia yang melayani berupa gaji yang memadai dan pelatihan-pelatihan yang lebih baik. Dan untuk mendapatkan data yang cukup akurat serta mengurusi dan mendata keluar masuknya uang maka diperusahaan diperlukan satu departemen khusus yang biasa disebut Accounting Departement atau Departemen Akuntansi. Dengan adanya banyak transaksi keuangan yang terdapat pada villa maka perlu adanya kelengkapan struktur dalam pemisahan tugas dan fungsi yang ada pada akunting departemen.


(17)

5

Pemisahan tugas dan fungsi tersebut akan mengurangi dampak pada rentannya risiko perusahaan untuk mengalami kesalahan serta kecurangan misalnya kesalahan pencatatan penjualan harian, terlambatnya pembayaran terhadap supplier, kesalahan pencatatan atas pengeluaran serta penerimaan kas, serta pengeluaran kas untuk pembelian kelengkapan villa yang tidak tepat jumlahnya dengan banyaknya jumlah tamu yang menginap dan mengkonsumsi jasa yang villa sediakan. Dengan adanya rancangan dan pelaksanaan fungsi dan pemisahan tugas yang baik, diharapkan setiap bentuk dan tindakan kesalahan maupun kecurangan yang akan atau sedang terjadi di perusahaan dapat dikurangi atau dapat dicegah sedini mungkin. Begitu pula sebaliknya jika tidak terdapat pemisahan tugas dan fungsi dalam departemen akunting maka kesalahan serta kecurangan bisa saja terjadi.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) yang berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) di Indonesia. Definisi fraud menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (2007) adalah suatu jenis tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh sesuatu dengan cara menipu. Definisi fraud di atas menunjukkan aspek dari fraud


(18)

6

yaitu penipuan (deception), ketidakjujuran (dishonest), dan niat (intent). Teori keagenan sering digunakan untuk menjelaskan kecurangan akuntansi (Jensen dan Meckling, 1976). Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Menurut Scott (2000) asimetri informasi menimbulkan adanya moral hazard yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham, sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Prinsipal harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan sistem pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi.

Laporan keuangan yang baik selalu terkendala oleh tindakan kecurangan yang sengaja dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kecurangan ini dipengaruhi oleh faktor organisasi (eksternal), faktor dari dalam diri individu (internal) serta lemahnya Pengendalian Internal. Individu dengan tingkat integritas tinggi dan tekanan (kebutuhan) serta kesempatan terbatas untuk melakukan kecurangan cenderung bersikap jujur, sebaliknya individu yang integritas pribadinya kurang, ketika ditempatkan dalam situasi tekanan kebutuhan meningkat dan diberikan kesempatan cenderung melakukan kecurangan asalkan kebutuhannya terpenuhi. Begitu pula halnya dengan pengendalian internal. Jika


(19)

7

Pengendalian Internal lemah akan mengakibatkan kekayaan atau aset suatu negara yang dikelola oleh perusahaan tidak terjamin keamanannya. Teori Atribusi menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang disebabkan oleh atribut penyebab (Green and Mitchell, dalam Waworuntu, 2003). Tindakan seorang pemimpin maupun orang yang diberi wewenang dipengaruhi oleh atribut penyebab. Tindakan yang tidak etis dan tindakan curang dapat dipengaruhi oleh adanya sistem pengendalian internal dan monitoring oleh atasan. Untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik, diperlukan pengendalian internal yang efektif.

Keefektifan Pengendalian Internal juga merupakan faktor yang mempengaruhi adanya Kecenderungan Kecurangan Akuntansi dan Perilaku Tidak Etis. Pengendalian Internal memegang peran penting dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan. Pengendalian Internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya perilaku yang tidak etis serta kecenderungan untuk berlaku curang dalam akuntansi. Mengacu pada penelitian Thoyibatun (2009), penelitian ini akan meneliti pengaruh keefektifan Pengendalian Internal dan moralitas individu terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Berdasarkan penelitian Wilopo (2006) yang menemukan bahwa Moralitas Individu berpengaruh negatif terhadap perilaku tidak etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Moralitas Individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan Akuntansi dan Perilaku Tidak Etis. Organisasi atau instansi juga memiliki tanggung jawab moral. Tanggung jawab moral dari manajemen organisasi mempengaruhi terjadinya perilaku tidak etis dan


(20)

8

kecenderungan kecurangan akuntansi. Semakin buruk moralitas dari individu maka kemungkinan terjadi perilaku tidak etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi akan semakin besar pula. Moral yang buruk dari individu diasumsikan dapat mendorong individu bertindak tidak etis dan berlaku curang dalam akuntansi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi pada Villa di Kawasan Umalas)”.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah.

1) Apakah Pengendalian Internal berpengaruh pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi?

2) Apakah Moralitas Individu berpengaruh pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui pengaruh Pengendalian Internal pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

2) Untuk mengetahui Pengaruh Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi


(21)

9 1.4 Kegunaan Penelitian

1) Kegunaan Praktis

Memberikan bukti mengenai ada tidaknya pengaruh dari Pengendalian Internal dan Moralitas Individu terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi serta memberikan masukan bagi manajemen villa untuk mengevaluasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mencegah tindak kecurangan di sektor jasa penginapan dan mengatasi kemungkinan terjadinya praktik kecurangan akuntansi oleh pihak manajemen.

2) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan mengenai pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas Individu terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi pada perusahaa serta sebagai masukan bagi manajemen untuk menerapkan peraturan dan melakukan evaluasi kinerja karyawan untuk mencegah terjadi kecurangan akuntansi.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Secara garis besar, isi dari masing-masing bab dijelaskan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.


(22)

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai landasan teori dan konsep yang berkaitan dengan pembahasan masalah yang dapat digunakan sebagai dasar acuan penelitian, pembahasan hasil penelitan sebelumnya yang relevan dengan skripsi ini, hipotesis penelitian, dan kerangka pemikiran.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dikemukakan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini, yang meliputi lokasi penelitian atau ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data yang digunakan.

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang deskripsi hasil dan pembahasan penelitian.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang memuat simpulan dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(23)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Agency Theory

Jensen dan Mecking (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal (yaitu pemegang saham) yang menunjuk orang lain sebagai agen (yaitu manager) untuk melakukan jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pembuatan keputusan. Dalam penelitiannya juga dijelaskan bahwa dalam teori agensi terdapat Agency problem yang akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar memaksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa manajer tidak menanggung resiko atas kesalahan dalam pengambilan keputusan, dan resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham (principal). Oleh karena itu, para manajer cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.

Watt dan Zimmerman (1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agen yang sering ditentukan oleh angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Menurut Ali (2002), dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007), manajer yang telah diberi


(24)

12

wewenang untuk mengelola perusahaan bertanggung jawab untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham dan melaporkan tanggungjawabnya melalui media laporan keuangan. Kompensasi akan diberikan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kompensasi tersebut diberikan dengan tujuan agar manajer tidak memanipulasi laporan kondisi perusahaan atau organisasi demi keuntungan pribadinya.

Manipulasi laporan keuangan biasanya dilakukan dengan merubah angka akuntansi yang sebenarnya atau mengabaikan aturan akuntansi yang berlaku dalam proses penyusunannya. Kedua hal tersebut merupakan perilaku menyimpang dan termasuk sebagai tindakan kecurangan. Jika manajer melakukan hal tersebut maka akan berakibat buruk pada perusahaan nantinya. Ujiyantho (2007), menyatakan bahwa agen dapat termotivasi untuk melaporkan informasi yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agen.

Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yakni asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan pada manusia yang memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rasionality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktifitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Untuk mengantisipasi


(25)

13

tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen maka pemilik perusahaan harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan sistem pengendalian yang efektif. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi.

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik. Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymetry). Asimetri informasi merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan dalam memperoleh informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia jasa informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham sebagai pengguna informasi (user). Scott (2000) menyatakan bahwa terdapat dua macam asimetri informasi yaitu :

1) Adverse selection yaitu bahwa para manajer serta orang – orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.

2) Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman sehingga manajerdapat melakukan tindakan diluar


(26)

14

pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri dan selalu berusaha untuk memaksimalkan fungsi utilitasnya tersebut. Pemilik perusahaan harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan sistem pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi. Eisenhardt (1989) menjelaskan bahwa teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu:

1) Asumsi tentang sifat manusia

Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion)

2) Asumsi tentang keorganisasian

Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen.


(27)

15 3) Asumsi tentang informasi

Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan. Pola pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara sejalan dengan teori keagenan (agency theory) yang menciptakan hubungan keagenan. Pemerintah sebagai agen dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wakil dari prinsipal memiliki pola hubungan yang tak terpisahkan, tetapi terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. DPRD tidak memiliki informasi secara penuh tentang laporan pertanggungjawaban eksekutif atas pengelolaan anggaran, apakah pertanggungjawaban pengelolaan anggaran telah mencerminkan kondisi sesungguhnya, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan telah melakukan pengungkapan secara penuh atas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran tersebut. Jensen dan Meckling (1976), Brickley dan James (1987), dan Shivdasani (1993) menjelaskan bahwa prinsipal dapat memecahkan permasalahan agensi dengan mengeluarkan biaya monitoring. Hasil monitoring yang baik memerlukan pengendalian internal perusahaan yang efektif. Manajemen perusahaan seharusnya melaksanakan aturan akuntansi dengan benar agar dapat mengatasi permasalahan keagenan.


(28)

16

2.1.2 Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior)

Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior) merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Icek Ajzen (1985). Menurut Ajzen niat untuk melakukan berbagai jenis perilaku dapat diprediksikan dengan tingkat keakuratan yang tinggi dari sikap seorang terhadap perilaku, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. TPB digunakan untuk memprediksi apakah seseorang akan melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku, memprediksi dan memahami dampak niat berperilaku, serta mengidentifikasi strategi untuk merubah perilaku. Dalam TPB diasumsikan bahwa manusia yang bersifat rasional akan menggunakan informasi yang ada secara sistematik kemudian memahami dampak perilakunya sebelum memutuskan untuk mewujudkan perilaku tersebut.

Ajzen memperkenalkan theory of reasoned action untuk menutupi perilaku non-kehendak. Dalam TPB, perilaku yang ditampilkan individu timbul karena adanya intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan – kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.

Theory of planned behavior menjelaskan bahwa niat individu untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:


(29)

17

1) Sikap Terhadap Perilaku (Attitude Toward The Behavior)

Individu akan bertindak atau berprilaku sesuai dengan sikap yang melekat dalam dirinya terhadap suatu perilaku. Sikap terhadap perilaku yang dianggap positif, nantinya akan dijadikan pilihan individu untuk membimbingnya dalam berperilaku di kehidupannya.

2) Norma Subyektif (Subjective Norm)

Persepsi individu tentang perilaku tertentu, yang dipengaruhi oleh penilaian orang lain yang signifikan.

3) Persepsi kontrol perilaku (Perceived Behavioral Control)

Kontrol perilaku mengacu pada persepsi – persepsi individu akan kemampuannya untuk mewujudkan suatu perilaku tertentu.

2.1.3 Teori Perkembangan Moral

Arti kata moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) memiliki arti yang pada dasarnya sama keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Salah satu teori perkembangan moral yang digunakan dalam penelitian etika adalah model Kohlberg. Kohlberg (1969) menyatakan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional. Welton et al. (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya.


(30)

18

Hasil dari beberapa studi yang dipaparkan dalam Liyanarachi (2009) menunjukkan bahwa level penalaran moral individu mereka akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Orang dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Semakin tinggi level penalaran moral seseorang, maka individu tersebut cenderung untuk tidak melakukan kecurangan akuntansi, begitu pula sebaliknya jika semakin rendah level penalaran moral seseorang maka individu tersebut lebih cenderung untuk melakukan kecurangan.

Individu akan melakukan suatu tindakan karena takut terhadap hukum/ peraturan yang ada jika berada pada tahapan yang paling rendah (pre-conventional). Selain itu individu pada level moral ini juga akan memandang kepentingan pribainya sebagai hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan. Pada tahap kedua (conventional), individu akan mendasarkan tindakannya pada persetujuan teman dan keluarganya dan juga pada norma – norma yang ada di masyarakat. Pada tahap tertinggi (post-conventional), aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Individu mendasari tindakannya dengan memperhatikan kepentingan orang lain dan berdasarkan tindakannya pada hukum – hukum universal (Krisdayanthi, 2015).

1) Orientasi control sosisal legalistic

Ada semacam perjanjian anatara dirinya dan lingkungan sosial. Perbuatan dinilai baik apabila sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku.


(31)

19 2) Orientasi kata hati

Kebenaran ditentukan oleh kata hati, sesuai dengan prinsip – prinsip etika universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Pada tahap konvensional individu mulai membentuk moralitas individunya dengan menaati peraturan seperti aturan akuntansi sebelumnya, maka akhirnya terbentuk kematangan moral individu yang tertinggi pada tahap akhir, yaitu tahap post-conventional. Kematangan moral yang tinggi pada individu ada pada tahapan post-conventional. Dalam merancang tanggapan dan sikap, kematangan moral merupakan dasar dan pertimbangannya. Pengetahuan moral menjadi dasar pembuatan keputusan yang etis dengan tanggung jawab sosial. Adanya tanggung jawab sosial, individu dengan moralitas yang tinggi diharapkan dapat mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi yang dilakukan staff perusahaan (Fauwzi, 2011).

2.1.4 Pengendalian Internal

Definisi sistem pengendalian internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan. Sistem pengendalian internal perlu diterapkan pada setiap perusahaan. Hal ini bertujuan untuk mencegah dan mengurangi adanya kerugian yang dapat timbul pada perusahaan.


(32)

20

Keberadaan sistem pengendalian internal tidak dapat diabaikan oleh perusahaan. Jika hal tersebut terjadi pada sebuah perusahaan maka akan berakibat pada timbulnya resiko kerugian dan cepat atau lambat dampak buruk tersebut akan terjadi pada perusahaan. Boynton et al.(2003) mendefinisikan aktivitas pengendalian sebagai kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilakukan. Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko yang diambil untuk pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Arens (2008) terdapat lima komponen yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajmen untuk memberikan jaminan bahwa sasaran hasil pengendalian manajemen akan terpenuhi, yaitu:

1) Lingkungan pengendalian, terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap dari manajemen puncak, para direktur, dan pemilik dari suatu entitas mengenai pengendalian internal dan pentingnya komponen bagi entitas itu.

2) Penilaian resiko, merupakan kegiatan penilaian atas kemungkinan terjadinya situasi yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis, dan mengelola risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan organisasi. 3) Aktivitas Pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat

untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan.


(33)

21

4) Informasi dan Komunikasi, merupakan data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaran tugas dan fungsi manajemen.

5) Pemantauan, merupakan proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian internal dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.

2.1.5 Moralitas Individu

Menurut Bertens (1993), moralitas (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan “moral”. Kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan baik atau buruk. Moralitas adalah sifat moral/keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Moral adalah istilah manusia ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif, sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral yang artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya (Rahmawati, 2012).

Menurut Budiningsih (2004:24) moralitas terjadi apabila orang mengambil yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Hal ini dapat diartikan bahwa moralitas individu merupakan sikap dan perilaku yang baik, dimana seseorang tersebut tidak meminta balasan atau tanpa pamrih. Welton (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya.


(34)

22

Hasil dari beberapa studi yang dipaparkan dalam Liyanarachchi menunjukkan bahwa level penalaran moral individu mereka akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Orang dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Menurut Rest dan Narvaez (1994) dalam Liyanarachchi (2009), semakin tinggi level penalaran moral seseorang, akan semakin mungkin untuk melakukan ‘hal yang benar’.

2.1.6 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

2.1.6.1 Pengertian Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001) dalam Wilopo (2006:3) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai :

1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan, 2) Salah saji yang timbul dari perlakuan yang tidak semestinya, hal ini

sering kali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk penggelapan tanda terima barang uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atas


(35)

23

dokumen palsu atau yang menyesatkan dan menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.

Menurut The Association of Certified Fraud Examines (ACFE) dalam Abdul Halim (2003) kecurangan merupakan segala sesuatu yang secara lihai dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara menutupi kebenaran, tipu daya, kelicikan atau mengelabui dan cara tidak jujur yang lain. Dari perspektif kriminal, kecurangan akuntansi dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih (white-collar crime). Sutherland, sebagaimana dikutip oleh Geis dan Meier (1977) dalam Wilopo (2006:4) menjelaskan bahwa kejahatan kerah putih dalam dunia usaha diantaranya berbentuk salah saji atas laporan keuangan, manipulasi di pasar modal, penyuapan komersial, penyuapan dan penerimaan suap oleh pejabat publik secara langsung atau tidak langsung, kecurangan atas pajak, serta kebangkrutan. Dari berbagai definisi di atas, dapat ditarik benang merah bahwa menurut

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) kecurangan akuntansi merupakan penyalahgunaan/ penggelapan atau perbuatan yang tidak semestinya, sedangkan Sutherland (1940) dalam Wilopo (2006) sebagai pakar hukum menganggap bahwa kecurangan akuntansi sebagai kejahatan. Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (KKA) adalah keinginan untuk melakukan segala sesuatu untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak jujur seperti menutupi kebenaran, penipuan, manipulasi, kelicikan atau mengelabui yang dapat berupa salah saji atas laporan keuangan, korupsi dan penyalahgunaan aset.


(36)

24 2.1.6.2 Tipe – tipe Kecurangan Akuntansi

Menurut Amin Widjaja (2013) dalam Ananda (2014:11) terdapat dua tipe kecurangan akuntansi yaitu :

1) Kecurangan eksternal

Kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha, wajib pajak terhadap pemerintah.

2) Kecurangan internal

Tindakan tidak legal yang dilakukan oleh karyawan, manager dan eksekutif terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Kecurangan tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan itu sendiri.

2.1.6.3 Kondisi Penyebab Terjadinya Kecurangan Akuntansi

Menurut Arens (2008:432), penyebab terjadinya kecurangan disebut dengan segitiga kecurangan (fraud triangle), yaitu :

1) Insentif/tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Karyawan mungkin merasa mendapat tekanan untuk melakukan kecurangan karena adanya kebutuhan atau masalah finansial.

2) Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan. Longgarnya pengendalian internal dan kurangnya pengasawan dalam suatu perusahaan dapat memicu karyawan untuk melakukan kecurangan. Dari longgarnya


(37)

25

pengendalian dan kurangnya pengawasan tersebut karyawan merasa mendapatkan kesempatan untuk melakukan kecurangan.

3) Sikap atau rasionalisasi

Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.

Gambar 2.1 Fraud Triangle Pressure

Opportunity Rationalizations

Sumber: Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953) dalam Norbarani (2012) 2.1.6.4 Jenis – jenis Kecurangan Akuntansi

Kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang sengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak lain dalam Arens (2008:430-432). Dua jenis kecurangan akuntansi yang utama adalah :

1) Pelaporan keuangan yang curang

Pelaporan keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud mampu


(38)

26

menipu para pemakai laporan keuangan tersebut. Sebagian besar kasus melibatkan salah saji jumlah yang disengaja, bukan pengungkapan. Pengabaian jumlah kurang lazim dilakukan, tetapi perusahaan dapat saja melebihsajikan laba dengan mengabaikan utang usaha dan kewajiban lainnya. Kebanyakan kasus pelaporan keuangan yang curang melibatkan upaya melebihsajikan laba baik dengan melebih sajikan aktiva dan laba atau dengan mengabaikan kewajiban dan beban, perusahaan juga sengaja merendahsajikan laba. Hal ini mungkin dilakukan dalam upaya mengurangi pajak penghasilan. Perusahaan juga mungkin sengaja merendah sajikan laba ketika laba itu tinggi untuk membentuk cadangan laba atau “cookie jar reserve”, yang dapat digunakan untuk memperbesar laba dalam periodik mendatang, praktik ini disebut income smoothing (perataan laba) dan earnings management (pengaturan laba).

Pengaturan laba (earnings management) menyangkut tindakan manajemen yang disengaja untuk memenuhi tujuan laba, sedangkan perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu bentuk pengaturan laba di mana pendapatan dan beban ditukar-tukar di antara periodik-periodik untuk mengurangi fluktuasi laba. Salah satu teknik untuk meratakan laba adalah dengan mengurangi nilai persediaan dan aktiva lain perusahaan yang diperoleh pada saat akuisisi, yang menghasilkan laba yang lebih tinggi ketika aktiva tersebut nanti dijual.


(39)

27 2) Penyalahgunaan aktiva

Penyalahgunaan (misappropriation) aktiva adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aktiva entitas. Dalam banyak kasus, tetapi tidak semata, jumlah yang terlibat tidak material terhadap laporan keuangan. Akan tetapi, pencurian aktiva perusahaan seringkali mengkhawatirkan manajemen, tanpa memperhatikan materialitas jumlah yang terkait, karena pencurian bernilai kecil menggunung seiring dengan berjalannya waktu.

Istilah penyalahgunaan aktiva biasanya digunakan untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam lain organisasi. Menurut perkiraan Association of Certified Fraud Examiners, perusahaan rata-rata kehilangan enam persen pendapatannya akibat kecurangan, meskipun banyak dari kecurangan yang melibatkan pihak-pihak luar, seperti pengutilan oleh pelanggan dan penipuan oleh pemasok.

Penyalahgunaan aktiva biasanya dilakukan pada tingkat hierarki organisasi yang lebih rendah. Namun, dalam beberapa kasus, manajemen puncak terlibat dalam pencurian aktiva perusahaan. Karena manajemen memiliki kewenangan dan kendali yang lebih besar atas aktiva organisasi, penyelewengan yang melibatkan manajemen puncak dapat menyangkut jumlah yang signifikan.


(40)

28 2.1.6.5 Skema Kecurangan Akuntansi

Skema-skema kecurangan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Hall Singleton (2007:285-288) menjelaskan terdapat tiga kategori skema kecurangan yaitu :

1) Kecurangan dalam laporan keuangan (kecurangan oleh pihak manajemen)

Kecurangan dalam laporan keuangan dikaitkan dengan kecurangan oleh pihak manajemen. Walaupun semua kecurangan melibatkan suatu bentuk kesalahan penyajian keuangan, untuk dapat digolongkan sebagai skema kecurangan jenis ini, laporan harus memberikan manfaat keuangan langsung atau tidak langsung bagi pelakunya. Dengan kata lain, laporan tersebut bukan sebagai kendaraan untuk menyamarkan atau menutupi suatu tindakan curang. Contohnya skema kecurangan ini adalah dengan menyatakan terlalu rendah kewajiban untuk dapat menyajikan gambaran keuangan perusahaan yang baik agar harga saham naik.

2) Korupsi

Korupsi (corruption) mungkin adalah kejahatan kerah putih yang paling tua. Korupsi meliputi penyuapan, konflik kepentingan, pemberian tanda terima kasih yang tidak sah, dan pemerasan secara ekonomi. Korupsi adalah tindakan seorang pejabat atau petugas yang secara tidak sah dan tidak dapat dibenarkan memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan bagi


(41)

29

dirinya sendiri atau untuk oranglain dengan melanggar kewajiban dan hak. Berdasarkan Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), korupsi merupakan 10 % dari seluruh kasus kecurangan di tempat kerja dan 90 % kerugian akibat korupsi ditimbulkan dari skema penyuapan.

a) Penyuapan

Penyuapan melibatkan pemberian, penawaran, permohonan untuk menerima atau penerimaan berbagai hal yang bernilai untuk mempengaruhi seorang pejabat dalam melakukan kewajiban sahnya. Para pejabat di sini dapat dipekerjakan oleh berbagai lembaga pemerintah (atau pihak yang berwenang) atau perusahaan swasta.

b) Tanda terima kasih yang tidak sah

Tanda terima kasih yang tidak sah (illegal gratuity) melibatkan pemberian, penerimaan, penawaran, atau permohonan untuk menerima sesuatu yang bernilai karena telah melakukan tindakan yang resmi, tindakan ini hampir sama dengan penyuapan, tetapi transaksinya terjadi setelah tindakan resmi tersebut dilakukan.

c) Konflik kepentingan

Setiap perusahaan harus mengharapkan karyawannya akan melakukan pekerjaan dengan cara yang dapat memenuhi berbagai kepentingan perusahaan. Konflik kepentingan terjadi


(42)

30

ketika seorang karyawan bertindak atas nama pihak ketiga dalam melakukan pekerjaannya atau memiliki kepentingan pribadi dalam pekerjaannya yang dilakukan. Jika konflik kepentingan karyawan tidak diketahui oleh perusahaan dan mengakibatkan kerugian keuangan, maka telah terjadi kecurangan.

d) Pemerasan secara ekonomi

Pemerasan secara ekonomi adalah penggunaan (atau ancaman untuk melakukan) tekanan (termasuk sanksi ekonomi) terhadap seseorang atau perusahaan, untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. Istilah berharga dapat berupa aset keuangan atau ekonomi. Informasi atau kerja sama untuk mendapatkan keputusan yang berguna mengenai sesuatu yang sedang dipermasalahkan.

3) Penyalahgunaan aset (kecurangan oleh karyawan)

Bentuk skema kecurangan yang paling umum melibatkan beberapa bentuk penyalahgunaan aset. 85 % dari kecurangan yang dimasukkan dalan penelitian Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) masuk dalam kategori ini. Aset dapat disalahgunakan secara langsung atau tidak langsung demi keuntungan si pelaku. Transaksi yang melibatkan kas, akun cek, persediaan, peralatan, perlengkapan, dan informasi adalah yang paling rentan disalahgunakan. Contoh skema kecurangan yang melibatkan penyalahgunaan aset yaitu :


(43)

31 a) Pembebanan ke akun beban

Pencurian aset menimbulkan ketidaksinambungan dalam persamaan dasar akuntansi (aset=ekuitas) yang harus disesuaikan oleh si pelaku kejahatan jika ingin pencurian tersebut tidak terdeteksi. Cara paling umum untuk menyembunyikan ketidakseimbangan adalah membebankan aset ke akun beban dan mengurangi ekuitas dalam jumlah yang sama.

b) Gali lubang tutup lubang (lapping)

Lapping melibatkan penggunaan cek dari para pelanggan, menerima pembayaran rekening mereka, untuk menutupi kas yang sebelumnya telah dicuri oleh seorang karyawan.

2.1.6.6 Indikator Pengukuran Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Wilopo (2006:24) menyebutkan beberapa indikator Pengukuran Kecenderungan Kecurangan Akuntansi yaitu :

1) Kecenderungan untuk melakukan manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya.

Manajemen cenderung akan melakukan kecurangan akuntansi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memanipulasi bukti-bukti transaksi biasanya dengan mengubah besarnya jumlah yang sebenarnya atau mengabaikan aturan akuntansi yang berlaku dalam proses penyusunannya, memalsukan dokumen-dokumen pendukung, dan merubah pencatatan jurnal akuntansi terutama dilakukan pada saat


(44)

32

mendekati akhir periode. Hal-hal tersebut dilakukan manajemen dengan tujuan untuk meningkatkan laba perusahaan.

2) Kecenderungan untuk melakukan penyajian yang salah atau penghilangan peristiwa, transaksi, atau informasi yang signifikan dari laporan keuangan.

Manajemen secara sengaja melakukan salah saji dengan menghilangkan atau mengabaikan suatu peristiwa, transaksi atau informasi yang signifikan dalam laporan keuangan yang dapat memperdayai pengguna laporan keuangan. Tindakan ini dilakukan manajemen untuk memenuhi tujuan laba.

3) Kecenderungan untuk melakukan salah menerapkan prinsip akuntansi secara sengaja.

Untuk memaksimalkan laba manajemen dapat berbuat curang dengan sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang salah seperti mengubah asumsi yang terkait dengan pencatatan jumlah, klasifikasi dan pelaporan pada transaksi keuangan.

4) Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang salah akibat pencurian (penyalahgunaan/penggelapan) terhadap aktiva yang membuat entitas membayar barang/jasa yang tidak terima.

Manajemen dapat melakukan salah saji yang berasal dari penyalahgunaan atau penggelapan aktiva dengan melakukan rekayasa dalam laporan keuangan untuk menutup-nutupi pencurian aktiva


(45)

33

tersebut dan menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.

5) Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang salah akibat perlakuan yang tidak semestinya terhadap aktiva dan disertai dengan catatan atau dokumen palsu dan dapat menyangkut satu atau lebih individu diantara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.

Karena adanya perlakuan yang tidak semestinya terhadap aktiva dan disertai dengan catatan atau dokumen palsu pihak instansi akan berusaha menutupi masalah tersebut dengan melakukan tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan. Cara yang dilakukan dapat berupa manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukung laporan keuangan serta menghilangkan, memajukan atau menunda pencatatan transaksi yang seharusnya dilaporkan dalam periode laporan keuangan. Tindakan kecurangan tersebut dapat menyangkut satu atau lebih individu baik manajemen, karyawan, atau pihak ketiga. Dan akibat dari tindakan kecurangan tersebut laporan keuangan yang disajikanpun akan salah dan tidak sesuai dengan standar yang berlaku.


(46)

34 2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Menurut Kusumastuti (2012) sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen. Jika pengendalian internal tidak berjalan dengan baik, prosedur tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan membuka kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan operasional organisasi untuk melakukan kecurangan. Penelitian Adelin (2013) menunjukkan bahwa Efektivitas pengendalian internal berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, artinya semakin efektif pengendalian internal perusahaan, semakin rendahnya kecenderungan kecurangan akuntansi perusahaan. Penelitian Zainal (2013) efektivitas pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan akuntansi. Hal ini berarti bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dikurangi jika sistem pengendalian internal yang efektif diterapkan dalam perusahaan. Semakin tinggi sistem pengendalian internal maka semakin menurun kecenderungan kecurangan akuntansi. Berdasarkan uraian tersebut maka disusun hipotesis yaitu :

H1: Pengendalian Internal berpengaruh negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi.


(47)

35

2.2.2 Pengaruh Moralitas Individu Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Welton et al. (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya. Individu dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan individu yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Individu yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung akan melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya sendiri dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sanksi hukum. Individu dengan level penalaran moral tinggi di dalam tindakannya akan memperhatikan kepentingan orang-orang di sekitarnya dan mendasarkan tindakannya pada prinsip-prinsip moral. Liyanarachchi (2007) dalam Puspasari (2012) menunjukan bahwa level penalaran moral individu akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Orang dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Dalam tindakannya, orang yang memiliki level penalaran moral yang rendah cenderung akan melakukan hal – hal yang menguntungkan dirinya sendiri dan menghindari hal-hal yang akan menimbulkan sanksi hukum.

Penelitian ini juga berpendapat bahwa moralitas individu akan mempengaruhi kecenderungan seseorang melakukan kecurangan akuntansi. Artinya, semakin tinggi tahapan moralitas individu (tahapan post-conventional), yaitu semakin individu memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan universal daripada kepentingan organisasinya semata, apalagi kepentingan individunya.


(48)

36

Dengan demikian, semakin tinggi moralitas individu, semakin ia akan berusaha untuk menghindarkan diri dari kecenderungan kecurangan akuntansi, sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2: Moralitas Individu berpengaruh negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi


(1)

31 a) Pembebanan ke akun beban

Pencurian aset menimbulkan ketidaksinambungan dalam persamaan dasar akuntansi (aset=ekuitas) yang harus disesuaikan oleh si pelaku kejahatan jika ingin pencurian tersebut tidak terdeteksi. Cara paling umum untuk menyembunyikan ketidakseimbangan adalah membebankan aset ke akun beban dan mengurangi ekuitas dalam jumlah yang sama.

b) Gali lubang tutup lubang (lapping)

Lapping melibatkan penggunaan cek dari para pelanggan, menerima pembayaran rekening mereka, untuk menutupi kas yang sebelumnya telah dicuri oleh seorang karyawan.

2.1.6.6 Indikator Pengukuran Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Wilopo (2006:24) menyebutkan beberapa indikator Pengukuran Kecenderungan Kecurangan Akuntansi yaitu :

1) Kecenderungan untuk melakukan manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya.

Manajemen cenderung akan melakukan kecurangan akuntansi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memanipulasi bukti-bukti transaksi biasanya dengan mengubah besarnya jumlah yang sebenarnya atau mengabaikan aturan akuntansi yang berlaku dalam proses penyusunannya, memalsukan dokumen-dokumen pendukung, dan merubah pencatatan jurnal akuntansi terutama dilakukan pada saat


(2)

32

mendekati akhir periode. Hal-hal tersebut dilakukan manajemen dengan tujuan untuk meningkatkan laba perusahaan.

2) Kecenderungan untuk melakukan penyajian yang salah atau penghilangan peristiwa, transaksi, atau informasi yang signifikan dari laporan keuangan.

Manajemen secara sengaja melakukan salah saji dengan menghilangkan atau mengabaikan suatu peristiwa, transaksi atau informasi yang signifikan dalam laporan keuangan yang dapat memperdayai pengguna laporan keuangan. Tindakan ini dilakukan manajemen untuk memenuhi tujuan laba.

3) Kecenderungan untuk melakukan salah menerapkan prinsip akuntansi secara sengaja.

Untuk memaksimalkan laba manajemen dapat berbuat curang dengan sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang salah seperti mengubah asumsi yang terkait dengan pencatatan jumlah, klasifikasi dan pelaporan pada transaksi keuangan.

4) Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang salah akibat pencurian (penyalahgunaan/penggelapan) terhadap aktiva yang membuat entitas membayar barang/jasa yang tidak terima.

Manajemen dapat melakukan salah saji yang berasal dari penyalahgunaan atau penggelapan aktiva dengan melakukan rekayasa dalam laporan keuangan untuk menutup-nutupi pencurian aktiva


(3)

33

tersebut dan menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.

5) Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang salah akibat perlakuan yang tidak semestinya terhadap aktiva dan disertai dengan catatan atau dokumen palsu dan dapat menyangkut satu atau lebih individu diantara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.

Karena adanya perlakuan yang tidak semestinya terhadap aktiva dan disertai dengan catatan atau dokumen palsu pihak instansi akan berusaha menutupi masalah tersebut dengan melakukan tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan. Cara yang dilakukan dapat berupa manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukung laporan keuangan serta menghilangkan, memajukan atau menunda pencatatan transaksi yang seharusnya dilaporkan dalam periode laporan keuangan. Tindakan kecurangan tersebut dapat menyangkut satu atau lebih individu baik manajemen, karyawan, atau pihak ketiga. Dan akibat dari tindakan kecurangan tersebut laporan keuangan yang disajikanpun akan salah dan tidak sesuai dengan standar yang berlaku.


(4)

34 2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Pengendalian Internal Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Menurut Kusumastuti (2012) sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen. Jika pengendalian internal tidak berjalan dengan baik, prosedur tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan membuka kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan operasional organisasi untuk melakukan kecurangan. Penelitian Adelin (2013) menunjukkan bahwa Efektivitas pengendalian internal berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, artinya semakin efektif pengendalian internal perusahaan, semakin rendahnya kecenderungan kecurangan akuntansi perusahaan. Penelitian Zainal (2013) efektivitas pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan akuntansi. Hal ini berarti bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dikurangi jika sistem pengendalian internal yang efektif diterapkan dalam perusahaan. Semakin tinggi sistem pengendalian internal maka semakin menurun kecenderungan kecurangan akuntansi. Berdasarkan uraian tersebut maka disusun hipotesis yaitu :

H1: Pengendalian Internal berpengaruh negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi.


(5)

35

2.2.2 Pengaruh Moralitas Individu Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Welton et al. (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya. Individu dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan individu yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Individu yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung akan melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya sendiri dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sanksi hukum. Individu dengan level penalaran moral tinggi di dalam tindakannya akan memperhatikan kepentingan orang-orang di sekitarnya dan mendasarkan tindakannya pada prinsip-prinsip moral. Liyanarachchi (2007) dalam Puspasari (2012) menunjukan bahwa level penalaran moral individu akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Orang dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Dalam tindakannya, orang yang memiliki level penalaran moral yang rendah cenderung akan melakukan hal – hal yang menguntungkan dirinya sendiri dan menghindari hal-hal yang akan menimbulkan sanksi hukum.

Penelitian ini juga berpendapat bahwa moralitas individu akan mempengaruhi kecenderungan seseorang melakukan kecurangan akuntansi. Artinya, semakin tinggi tahapan moralitas individu (tahapan post-conventional), yaitu semakin individu memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan universal daripada kepentingan organisasinya semata, apalagi kepentingan individunya.


(6)

36

Dengan demikian, semakin tinggi moralitas individu, semakin ia akan berusaha untuk menghindarkan diri dari kecenderungan kecurangan akuntansi, sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2: Moralitas Individu berpengaruh negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi


Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Internal dan Moralitas Manajemen Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Kasus Pada PT. Pelindo I Sumatera Utara)

4 23 123

PENGARUH KESESUAIAN KOMPENSASI, MORALITAS INDIVIDU, ASIMETRI INFORMASI, DAN EFEKTIVITAS PENGENDALIAN Pengaruh kesesuaian kompensasi, moralitas individu, Asimetri informasi dan efektivitas pengendalian Internal terhadap kecenderungan kecurangan Akuntansi

3 13 18

PENGARUH KESESUAIAN KOMPENSASI, MORALITAS INDIVIDU, ASIMETRI INFORMASI DAN EFEKTIVITAS PENGENDALIAN Pengaruh kesesuaian kompensasi, moralitas individu, Asimetri informasi dan efektivitas pengendalian Internal terhadap kecenderungan kecurangan Akuntansi (

2 14 17

PENDAHULUAN Pengaruh kesesuaian kompensasi, moralitas individu, Asimetri informasi dan efektivitas pengendalian Internal terhadap kecenderungan kecurangan Akuntansi (Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Temanggung).

0 3 9

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh kesesuaian kompensasi, moralitas individu, Asimetri informasi dan efektivitas pengendalian Internal terhadap kecenderungan kecurangan Akuntansi (Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Temanggung).

1 6 4

Pengaruh Pengendalian Internal Dan Integritas Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Pada SKPD Kota Denpasar).

3 12 36

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN MORALITAS INDIVIDU TERHADAP KECURANGAN AKUNTANSI (Studi Eksperimen pada Pegawai Bagian Keuangan dan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta).

0 17 141

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL, KEPUASAN KERJA, MORALITAS MANAJEMEN, DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI

0 1 10

DAMPAK SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, PRILAKU TIDAK ETIS, DAN MORALITAS MANAJEMEN TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI PADA PERUSAHAAN DEVELOPER DI PEKANBARU

0 1 19

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN MORALITAS MANAJEMEN TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN KARET DI KOTA PALEMBANG) Carissa Chandra

0 0 13