Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462010021 BAB IV

(1)

52

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan penelitian tentang “Hubungan Antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga”. Hasil penelitian diuraikan melalui proses analisa univariat yang meliputi karakeristik responden yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, kondisi kesehatan, kondisi hubungan sosial dan kemandirian pada lanjut usia. Analisa bivariat meliputi hubungan kondisi kesehatan dengan kemandirian serta, hubungan kondisi sosial dengan kemandirian pada lanjut usia. Hubungan dua variabel diuji dengan menggunakan Chi Square (X2) dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 artinya bila p ≤ α (0,05), maka H0 ditolak, berarti secara signifikan ada hubungan antara dua variabel yang diukur, tapi bila p > α (0,05), maka H0 diterima, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diukur.


(2)

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Analisa Univariat

Gambaran karateristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, kondisi kesehatan, kondisi hubungan sosial dan kemandirian.

4.1.1.1 Umur

Tabel berikut menyajikan karakteristik responden berdasarkan umur.

Tabel 4.1

Distribusi responden berdasarkan umur di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=30)

Umur Frekuensi Presentase (%)

60-74 Tahun 19 63,3

75-90 Tahun 11 36,7

Total 30 100

Kategori umur dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan kategori umur WHO yaitu elderly (60-74 tahun) dan old (75-90 tahun). Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa rata- rata umur lansia dalam penelitian ini adalah 60-74 tahun yaitu sebanyak 19 responden (63,3%) dan responden yang berumur antara 75-90 tahun sebanyak 11 responden (36,7%).


(3)

4.1.1.2 Jenis Kelamin

Tabel berikut menyajikan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.2

Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

(n=30)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 24 responden (80%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 responden (20%).

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 6 20

Perempuan 24 80


(4)

4.1.1.3 Pendidikan

Tabel berikut menyajikan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 4.3

Distribusi frekuensi pendidikan responden di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

(n=30)

Pendidikan Frekuensi Presentase (%)

Tidak sekolah 12 40

SD 10 33,3

SMP 3 10

SMA 3 10

Perguruan Tinggi

(S1) 2 6,7

Total 30 100

Hasil analisa tabel 4.3 didapatkan bahwa tingkat pendidikan responden paling banyak tidak bersekolah yaitu sebanyak 12 responden (40%), sedangkan reponden yang berlatar belakang pendidikan SD sebanyak 10 responden (33,3%), SMP dan SMA dengan nilai yang sama masing-masing 3 responden (10%) dan yang berlatar belakang perguruan tinggi sebanyak 2 responden (6,7%)


(5)

4.1.1.4 Agama

Tabel berikut menyajikan karakteristik responden berdasarkan

Tabel 4.4

Distribusi frekuensi agama responden di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

(n=30)

Agama Frekuensi Presentase (%)

Kristen 26 86,7

Islam 4 13,3

Total 30 100

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden beragama Kristen yaitu sebanyak 26 responden (86,7%), sisanya sebanyak 4 responden (13,3%) beragama Islam.

4.1.1.5 Kondisi Kesehatan

Hasil penelitian mengenai variabel kesehatan mengungkapkan permasalhan responden lansia yang menyangkut baik kesehatan fisik maupun kesehatan psikis.

Indikator variabel kesehatan pada penelitian ini berdasarkan pada 14 pernyataan mengenai kondisi


(6)

kesehatan responden, jawaban responden atas pernyataan tersebut kemudian di beri skor. Untuk mempermudah analisis, setelah diperoleh skor total dari seluruh pernyataan, maka variabel kondisi kesehatan dikategorikan menajdi dua yaitu kondisi kesehatan kurang dab kondisi kesehtan baik. Hasil selengkapnya distribusi variabel kesehatan responden dapat di lihat pada tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5

Distribusi frekuensi kesehatan reponden di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

(n=30)

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas hasil dari kuesioner yang diisi oleh responden menunjukkan tingkat kesehatan yang baik yaitu sebanyak 20 responden (66,7%) dan responden yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik sebanyak 10 responden (33,3%).

Kesehatan Rentang

Nilai Frekuensi

Persentase (%)

Kurang 0-7 10 33,3

Baik 8-14 20 66,7


(7)

4.1.1.6 Kondisi Sosial

Hasil penelitian mengenai variabel kondisi sosial mengungkapkan permasalahan responden lansia yang menyangkut hubungan sosial antara lansia dengan sesama penghuni panti, perawat atau tenaga kesehatan, keluarga lansia jika berkunjung. Item kuesioner yang di gunakan sebagai indikator variabel sosial sebayak 10 item. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mempunyai hubungan sosial yang baik, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6

Distribusi frekuensi kondisi sosial di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

(n=30)

Hubungan sosial

Rentang

Nilai Frekuensi

Persentase (%)

Kurang 0-5 6 20

Baik 6-10 24 80


(8)

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas hasil dari kuesioner yang diisi oleh responden mempunyai hubungan sosial yang baik yaitu sebanyak 24 responden (80%) sedangkan sebagian dari responden mempunyai tingkat hubungan sosial yang kurang hanya 6 responden (20%).

4.1.1.7 Kemandirian

Hasil penelitian mengenai variabel kemandirian mengungkapkan permasalahan responden lansia yang menyangkut perilaku yang dilihat dari perlakuan lansia terhadap diri sendiri dan lingkungan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Item kuesioner yang digunakan sebagai indikator variabel kemandriran sebnayak 15 item, di dapat hasil penelitian mayoritas responden mempunyai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini dapat di lihat pada tabel 4.7 di bawah ini :


(9)

Tabel 4.7

Distribusi frekuensi kemandirian di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=30)

Kemandirian Frekuensi Presentase (%)

Mandiri 27 90

Ketergantungan ringan 0 0 Ketergantungan sedang 3 10

Ketergantungan berat 0 0

Ketergantungan total 0 0

Total 30 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat kemandirian yang baik yaitu sebanyak 27 (90%) responden dan hanya 3 (10%) responden yang menunjukkan kertergantungan sedang.

4.1.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini menghubungkan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan dilakukan tabulasi silang, yaitu kondisi kesehatan dengan kemandirian dan kondisi sosial dengan kemandirian, sedangkan untuk data demografi seperti: jenis kelamin, usia, pendidikan dan agama tidak dilakukan penelitian hubungan dengan kemandirian.


(10)

4.1.2.1 Hubungan Variabel Kesehatan Dengan Kemandirian Berdasarkan hasil tabulasi silang antara kondisi kesehatan dengan kemandirian menunjukkan bahwa kelompok lansia yang kurang sehat sebanyak 2 orang (6,67%) dan masuk dalam kategori ketergantungan sedang, sedangkan responden untuk kategori lansia yang kurang sehat dengan kategori mandiri sebanyak 10 responden (33,3%). Responden dengan kondisi kesehatan dalam kategori sehat sebanyak 1 orang (3,33%) dalam kategori ketergantungan sedang dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dan 17 responden (56,7%) dalam kategori mandiri.

Tabel 4.8

Tabulasi silang antara kondisi kesehatan dengan kemandirian di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

(n=30)

Kemandirian

Total valueP Ketergantung

an sedang Mandiri

N % N %

Kesehatan

Kurang 2 6,67 10 33,3 12

0,320

Baik 1 3,33 17 56,7 18


(11)

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value>0,05 yaitu 0,320, yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara kondisi kesehatan dengan kemandirian.

4.1.2.2 Hubungan Variabel Sosial Dengan Kemandirian

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara kondisi sosial dengan kemandirian menunjukkan bahwa sebagian besar pada kelompok lansia yang hubungan sosial baik sebanyak 24 orang (80%) mandiri, sedangkan lansia yang hubungan sosial kurang hanya 3 orang (10%) mandiri.

Tabel 4.9

Tabulasi silang antara kondisi sosial dengan kemandirian di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

(n=30)

Kemandirian

Total valueP Ketergantu

ngan sedang

Mandiri

N % N %

Sosial

Kurang 3 10 3 10 6

0,000

Baik 0 0 24 80 24

Jumlah 3 10 27 90 30

Hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,000, artinya p value<0,005 dapat disimpulkan ada hubungan antara kondisi sosial dengan kemandirian.


(12)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Responden Analisa Univariat 4.2.1.1 Umur

Hasil analisa karakteristik umur responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kategori usia lanjut 60-70 tahun (elderly) yaitu sebanyak 19 orang (63,3%). Data dari lembaga kesehatan dunia menyebut angka harapan hidup penduduk Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2010 angka harapan hidup usia di atas 60 tahun mencapai 20,7 juta orang naik menjadi 36 juta orang (WHO, 2014). Semakin tinggi usia seseorang akan lebih beresiko mengalami masalah kesehatan karena adanya faktor-faktor penuaan, lansia akan mengalami perubahan baik segi fisik, ekonomi, psikososial, kognitif dan spiritual. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2008) di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran dimana jumlah lansia usia 60-74 tahun lebih banyak dibanding dengan lansia usia 75 tahun ke atas yaitu sebanyak 80,9%.


(13)

4.2.1.2 Jenis Kelamin

Hasil analisa jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 24 orang. Jumlah lansia perempuan lebih tinggi daripada jumlah lansia laki-laki. Hasil ini sebanding dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2008), dimana jumlah responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 61,9% dibanding responden laki-laki 38,1%. Hal ini sesuai dengan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu 71,74 tahun untuk usia harapan hidup perempuan dan 67,51 tahun untuk usia harapan hidup laki-laki (BPS, 2010). Hasil penelitian ini sebanding dengan hasil Susenas tahun 2009, menurut jenis kelamin jumlah lansia perempuan 10,44 juta orang atau 8,96% dari seluruh penduduk perempuan. Jumlah lansia perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 8,88 juta orang atau 7,76% dari seluruh penduduk laki-laki, hal ini disebabkan karena usia harapan hidup lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki (BPS, 2010). Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Suhartini (2004), dimana jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding dengan


(14)

jumlah respoden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 53,8%.

4.2.1.3 Pendidikan

Hasil analisa tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa pendidikan responden sebagian besar tidak bersekolah yaitu sebanyak 12 orang (40%). Kualitas hidup penduduk lanjut usia umumnya masih rendah dapat terlihat dari responden yang menyelesaikan pendidikan tertinggi dan angka buta huruf lanjut usia. Sebagian besar penduduk lanjut usia tidak/belum pernah bersekolah dan tidak tamat SD. Hal ini sesuai dengan angka buta huruf penduduk lanjut usia masih tinggi, sekitar 30,62 % pada tahun 2007 (BPS, 2010). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rinajumita (2011), yang menunjukkan bahwa jumlah responden yang berpendidikan rendah SMP ke bawah lebih banyak (71,7%) dibanding responden yang berpendidikan tinggi (SMA keatas). Hasil ini diperkuat dengan penelitian Darmojo (2006) di wilayah Jawa Tengah bahwa lanjut usia pada umumnya memiliki pendidikan rendah.


(15)

4.2.1.4 Agama

Penelitian ini tidak menghubungkan antara agama dengan kemandirian lansia, hanya menggambarkan data demografi agama lansia, sehingga tidak memberikan perlakuan khusus terhadap salah satu agama yang dianut, namun banyak penelitian menyatakan lansia lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme.

Agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan pentingnya dalam kehidupan dan menerima kekurangan dimasa tua. Secara sosial komunitas agama memainkan peranan penting pada lansia, seperti aktivitas sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk menyandang peran sebagai guru atau pemimpin (Gunarsa, 2004).

4.2.1.5 Kondisi Kesehatan

Kesehatan responden dalam penelitian ini, lansia di Panti Wredha Salib Putih sebagian besar mempunyai kesehatan yang baik yaitu sebanyak 20 responden (66,7%)


(16)

dan sebanyak 10 responden (33,3%) mempunyai kondisi kesehatan kurang.

Beberapa hal yang menyebabkan kondisi fisik responden yang mempunyai kesehatan dengan kategori baik. Pertama, karena mereka secara rutin memeriksa kesehatannya di posyandu lansia. Kedua, mereka selalu mengikuti senam lansia yang diadakan setiap hari Rabu dan kegiatan keterampilan lain yang telah dijadwalkan. Ketiga, jalan-jalan pagi, setiap pagi mereka lakukan. Keempat makan secara teratur dan istirahat yang cukup.

Demikian juga dengan keadaan psikis responden yang berada dalam keadaan baik, terlihat dengan penerimaan proses penuaan yang dialami, mampu untuk mengatasi cemas dan merasa bahagia dan bersyukur atas hidupnya.

4.2.1.6 Kondisi Sosial

Hasil penelitian menunjukkan kondisi sosial responden dalam keadaan baik yaitu sebanyak 24 responden (80%), sedangkan sebagian dari responden mempunyai tingkat hubungan sosial yang kurang hanya 6 responden (20%). Keadaan sosial baik pada responden penelitian ini ditunjang oleh berbagai kegiatan keagamaan yang mereka


(17)

lakukan, seperti: hampir sebagian besar responden yang beragama Kristen mengikuti kegiatan sosial secara rutin yaitu ibadah pagi setiap hari. Dalam kegiatan ini selain kegiatan keagamaan, mereka mendapatkan kegiatan olahraga setiap seminggu sekali, sehingga dapat bertemu dan melakukan komunikasi dengan teman sebaya atau orang yang lebih muda.

Responden yang masih punya keluarga, hubungan antar responden dengan keluarga terjalin dengan baik dengan berkunjungnya keluarga setiap bulan untuk sekedar menengok. Selain itu responden juga menggunakan waktu senggangnya untuk mengobrol dan menonton televisi dengan teman sebaya/pendeta/petugas panti dan juga dengan para siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan praktek lapangan. Demikian sebaliknya perhatian dari petugas panti/pendeta/siswa/mahasiswa pada responden sangat baik.

4.2.1.7 Kemandirian

Kemandirian responden dalam penelitian ini ditentukan oleh kondisi kesehatan dan hubungan sosial. Sebagian besar responden adalah mandiri karena sebagian besar


(18)

mereka berada pada kondisi kesehatan baik, dengan keadaan kesehatan yang baik mereka mampu melakukan aktifitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa meminta bantuan kepada orang lain atau sedikit tergantung kepada orang lain. Sedangkan kondisi sosial menunjang kemandirian berada dalam kondisi baik karena sebagian besar responden aktif dalam melakukan kegiatan keagamaan, olahraga seperti senam lansia, sehingga terjalin penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.

Tingkat kemandirian yang tinggi pada lansia di panti disebabkan karena kondisi panti dengan latar belakang panti sosial dan minimnya jumlah pengasuh di panti tersebut. Terbatasnya bantuan yang diterima lansia dari petugas panti atau pengasuh memaksa lansia untuk tetap harus mandiri dalam memenuhi aktifitas sehari-hari. Berdasarkan observasi peneliti ditemukan beberapa lansia yang tetap memaksa untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari secara mandiri misalnya lansia tetap berusaha mandiri untuk pergi ke toilet walaupun sudah tidak mampu berjalan dengan normal.


(19)

4.2.2 Analisa Bivariat

4.2.2.1 Hubungan kondisi kesehatan dengan kemandirian Hasil uji statistik penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi kesehatan dengan kemandirian lansia (p value= 0,320). Hal tersebut berbeda dengan penelitian Suhartini (2004) yang menyatakan bahwa kemandirian bagi lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena perbedaan tempat penelitian, yang pada umumnya lansia yang ada di panti mempunyai kesehatan yang baik dan mandiri. Hal tersebut terungkap dalam persyaratan penerimaan lansia di Panti Wredha Salib Putih yaitu salah satunya lansia harus sehat jasmani dan rohani serta mandiri (mampu mengurus dirinya sendiri). Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zuraidah (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi kesehatan dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan kebutuhan activity daily living (ADL) di Panti Wredha Budi Luhur Kota Lubuklinggau. Sebagian besar lansia mempunyai kondisi kesehatan dalam kategori sakit tetapi masih mandiri dalam memenuhi aktivitas sehari-harinya


(20)

4.2.2.2 Hubungan Kondisi Sosial dengan Kemandirian

Hubungan sosial dengan kemandirian pada penelitian ini menunjukkan presentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai hubungan sosial baik dengan kemandirian (p value= 0,000). Hal tersebut karena mereka aktif dalam mengikuti kegiatan, mereka yang beragama kristen aktif mengikuti kegiatan keagamaan seperti ibadah pagi yang dilakukan setiap hari sedangkan yang beragama islam melakukan ibadah lima waktu. Selain kegiatan keagamaan mereka juga sebagian antusias dalam mengikuti olahraga senam lansia. Menurut Hurlock (2011) mengatakan bahwa kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman sebaya.

Lansia yang masih mempunyai keluarga sangat membantu dalam proses kemandirian, karena keluarga memiliki kedekatan dan keterikatan baik fisik maupun emosional, dengan cara mengunjungi setiap 1-2 bulan sekali. Secara historis anggota keluargalah yang mengerti dan tahu persis segala sesuatu yang dilakukan dalam kesehariannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Ermawati (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang


(21)

bermakna antara kondisi sosial dengan kemandirian, di mana dengan berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya dapat saling mendukung, saling tukar pendapat dan saling memahami sehinggga membuat lansia mampu tetap mengembangkan kemandirian yang ada di dalam dirinya.

4.3 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, penelitian hanya dilakukan satu kali pada satu waktu yang bersamaan. Berarti bahwa pengukuran semua variabel yang diteliti dilakukan pada saat yang bersamaan. Teknik penelitian ini dilakukan dengan membacakan kuesioner yang berisikan pertanyaan tentang variabel yang diteliti dan diisi oleh peneliti sesuai jawaban responden tanpa ada intervensi dari peneliti.

2. Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan variabel dependen, sehingga masih ada kemungkinan variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep karena tidak sesuai dengan kriteria penelitian.


(1)

dan sebanyak 10 responden (33,3%) mempunyai kondisi kesehatan kurang.

Beberapa hal yang menyebabkan kondisi fisik responden yang mempunyai kesehatan dengan kategori baik. Pertama, karena mereka secara rutin memeriksa kesehatannya di posyandu lansia. Kedua, mereka selalu mengikuti senam lansia yang diadakan setiap hari Rabu dan kegiatan keterampilan lain yang telah dijadwalkan. Ketiga, jalan-jalan pagi, setiap pagi mereka lakukan. Keempat makan secara teratur dan istirahat yang cukup.

Demikian juga dengan keadaan psikis responden yang berada dalam keadaan baik, terlihat dengan penerimaan proses penuaan yang dialami, mampu untuk mengatasi cemas dan merasa bahagia dan bersyukur atas hidupnya.

4.2.1.6 Kondisi Sosial

Hasil penelitian menunjukkan kondisi sosial responden dalam keadaan baik yaitu sebanyak 24 responden (80%), sedangkan sebagian dari responden mempunyai tingkat hubungan sosial yang kurang hanya 6 responden (20%). Keadaan sosial baik pada responden penelitian ini ditunjang oleh berbagai kegiatan keagamaan yang mereka


(2)

lakukan, seperti: hampir sebagian besar responden yang beragama Kristen mengikuti kegiatan sosial secara rutin yaitu ibadah pagi setiap hari. Dalam kegiatan ini selain kegiatan keagamaan, mereka mendapatkan kegiatan olahraga setiap seminggu sekali, sehingga dapat bertemu dan melakukan komunikasi dengan teman sebaya atau orang yang lebih muda.

Responden yang masih punya keluarga, hubungan antar responden dengan keluarga terjalin dengan baik dengan berkunjungnya keluarga setiap bulan untuk sekedar menengok. Selain itu responden juga menggunakan waktu senggangnya untuk mengobrol dan menonton televisi dengan teman sebaya/pendeta/petugas panti dan juga dengan para siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan praktek lapangan. Demikian sebaliknya perhatian dari petugas panti/pendeta/siswa/mahasiswa pada responden sangat baik.

4.2.1.7 Kemandirian

Kemandirian responden dalam penelitian ini ditentukan oleh kondisi kesehatan dan hubungan sosial. Sebagian besar responden adalah mandiri karena sebagian besar


(3)

mereka berada pada kondisi kesehatan baik, dengan keadaan kesehatan yang baik mereka mampu melakukan aktifitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa meminta bantuan kepada orang lain atau sedikit tergantung kepada orang lain. Sedangkan kondisi sosial menunjang kemandirian berada dalam kondisi baik karena sebagian besar responden aktif dalam melakukan kegiatan keagamaan, olahraga seperti senam lansia, sehingga terjalin penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.

Tingkat kemandirian yang tinggi pada lansia di panti disebabkan karena kondisi panti dengan latar belakang panti sosial dan minimnya jumlah pengasuh di panti tersebut. Terbatasnya bantuan yang diterima lansia dari petugas panti atau pengasuh memaksa lansia untuk tetap harus mandiri dalam memenuhi aktifitas sehari-hari. Berdasarkan observasi peneliti ditemukan beberapa lansia yang tetap memaksa untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari secara mandiri misalnya lansia tetap berusaha mandiri untuk pergi ke toilet walaupun sudah tidak mampu berjalan dengan normal.


(4)

4.2.2 Analisa Bivariat

4.2.2.1 Hubungan kondisi kesehatan dengan kemandirian Hasil uji statistik penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi kesehatan dengan kemandirian lansia (p value= 0,320). Hal tersebut berbeda dengan penelitian Suhartini (2004) yang menyatakan bahwa kemandirian bagi lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena perbedaan tempat penelitian, yang pada umumnya lansia yang ada di panti mempunyai kesehatan yang baik dan mandiri. Hal tersebut terungkap dalam persyaratan penerimaan lansia di Panti Wredha Salib Putih yaitu salah satunya lansia harus sehat jasmani dan rohani serta mandiri (mampu mengurus dirinya sendiri). Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zuraidah (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi kesehatan dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan kebutuhan activity daily living (ADL) di Panti Wredha Budi Luhur Kota Lubuklinggau. Sebagian besar lansia mempunyai kondisi kesehatan dalam kategori sakit tetapi masih mandiri dalam memenuhi aktivitas sehari-harinya


(5)

4.2.2.2 Hubungan Kondisi Sosial dengan Kemandirian

Hubungan sosial dengan kemandirian pada penelitian ini menunjukkan presentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai hubungan sosial baik dengan kemandirian (p value= 0,000). Hal tersebut karena mereka aktif dalam mengikuti kegiatan, mereka yang beragama kristen aktif mengikuti kegiatan keagamaan seperti ibadah pagi yang dilakukan setiap hari sedangkan yang beragama islam melakukan ibadah lima waktu. Selain kegiatan keagamaan mereka juga sebagian antusias dalam mengikuti olahraga senam lansia. Menurut Hurlock (2011) mengatakan bahwa kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman sebaya.

Lansia yang masih mempunyai keluarga sangat membantu dalam proses kemandirian, karena keluarga memiliki kedekatan dan keterikatan baik fisik maupun emosional, dengan cara mengunjungi setiap 1-2 bulan sekali. Secara historis anggota keluargalah yang mengerti dan tahu persis segala sesuatu yang dilakukan dalam kesehariannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Ermawati (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang


(6)

bermakna antara kondisi sosial dengan kemandirian, di mana dengan berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya dapat saling mendukung, saling tukar pendapat dan saling memahami sehinggga membuat lansia mampu tetap mengembangkan kemandirian yang ada di dalam dirinya.

4.3 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, penelitian hanya dilakukan satu kali pada satu waktu yang bersamaan. Berarti bahwa pengukuran semua variabel yang diteliti dilakukan pada saat yang bersamaan. Teknik penelitian ini dilakukan dengan membacakan kuesioner yang berisikan pertanyaan tentang variabel yang diteliti dan diisi oleh peneliti sesuai jawaban responden tanpa ada intervensi dari peneliti.

2. Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan variabel dependen, sehingga masih ada kemungkinan variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep karena tidak sesuai dengan kriteria penelitian.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lanjut Usia Memilih Tinggal di Panti Werdha Salib Putih Salatiga T1 462011053 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fisik Sehari-Hari pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462011031 BAB IV

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462010021 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462010021 BAB II

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462010021 BAB V

0 1 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB IV

0 0 46

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Panti Asuhan dalam Membina Kemandirian Anak di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga T1 BAB IV

0 0 46

Kesehatan Spiritual Lanjut Usia Di Getasan Dan Panti Wredha Salib Putih Salatiga Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesehatan Spiritual Lanjut Usia di Getasan dan Panti Wredha Salib Putih Salatiga

1 1 40