Perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif (OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) pada jaringan bergerak ad hoc.

(1)

ABSTRAK

Mobile ad hoc network (MANET) adalah sebuah jaringan wireless yang tidak memerlukan infrastruktur dalam pembentukannya. Pada penelitian ini penulis menguji perbandingan unjuk kerja dari protokol routing proaktif (OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) dengan menggunakan simulator OMNeT++. Metrik unjuk kerja yang digunakan adalah throughput, delay, dan overhead ratio. Parameter yang akan digunakan pada setiap pengujian adalah luas yang area tetap dengan jumlah node, kecepatan, dan jumlah koneksi UDP yang bertambah.

Hasil pengujian menunjukan protokol routing proaktif (OLSR) semakin baik jika jumlah node dan koneksi ditambah karena selalu meng-update informasi seluruh rute, terlihat dari hasil throughput dan delay. Sedangkan overhead ratio menjadi sangat tinggi karena protokol routing proaktif (OLSR) lebih banyak melakukan control message dibandingkan protokol routing reaktif (DSR). Sedangkan protokol routing reaktif (DSR) tidak cocok pada kecepatan tinggi, penambahan koneksi, dan jumlah node yang banyak karena membuat hasil throughput rendah dan delay yang tinggi. Tetapi overhead ratio pada protokol routing reaktif (DSR) jauh lebih baik dari pada protokol routing proaktif (OLSR).

Kata Kunci: Mobile ad hoc network, OLSR, DSR, simulator, throughtput, delay, overhead ratio


(2)

ABSTRACT

Mobile ad hoc network (MANET) is wireless mobile networks that require communication infrastructure when delivery packet data. In this thesis we study the performance evaluation of a proactive routing protocol, i.e. OLSR and a reactive routing protocol i.e. DSR using OMNeT++ simulator. Performance compared to throughput, delay, and overhead ratio. We evaluate the two protocols using several different scenarios, and in each scenario we increase the number of node, speed and the number of UDP connections, but at a constant simulation area size.

We for the record shows that proactive routing protocol (OLSR) can outperform reactive routing protocol (DSR) if the number of node and connection is increased because it always updates all route information, seen from the result of throughput and delay. While overhead ratio becomes high because proactive routing protocol (OLSR) does more control message than reactive routing protocol (DSR). While reactive routing protocol (DSR) is not appropriate in high speed, increasing connection, and many numbers of node because it results low throughput and high delay. But overhead ratio in reactive routing protocol (DSR) is far better than proactive routing protocol (OLSR).

Keywords: Mobile ad hoc network, OLSR, DSR, simulator, throughtput, delay, overhead ratio


(3)

PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)

PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika

Oleh: Tea Qaula Ferbia

115314043

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)

PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika

HALAMAN JUDUL

Oleh: Tea Qaula Ferbia

115314043

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii

PERFORMANCE COMPARISON OF A PROACTIVE ROUTING PROTOCOL (OLSR) AND A REACTIVE ROUTING PROTOCOL (DSR)

IN MOBILE AD HOC NETWORK

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of Requirements to Obtain Sarjana

Komputer Degree in Informatics Engineering Department

TITLE PAGE

By:

Tea Qaula Ferbia 115314043

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2015


(6)

iii SKRIPSI

PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)

PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC

Oleh: Tea Qaula Ferbia

115314043

Telah disetujui oleh:

Pembimbing,


(7)

iv SKRIPSI

PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)

PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC Dipersiapkan dan ditulis oleh:

TEA QAULA FERBIA NIM: 115314043

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 23 September 2015

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. …………. Sekretaris : Henricus Agung Hernawan, S.T., M.Kom. …………. Anggota : Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D. ………….

Yogyakarta, September 2015 Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(8)

v MOTTO

I can do all things through Him who strengthens me


(9)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa di dalam skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 September 2015 Penulis


(10)

vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Tea Qaula Ferbia

NIM : 115314043

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)

PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC

Berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 22 September 2015 Penulis


(11)

viii ABSTRAK

Mobile ad hoc network (MANET) adalah sebuah jaringan wireless yang tidak memerlukan infrastruktur dalam pembentukannya. Pada penelitian ini penulis menguji perbandingan unjuk kerja dari protokol routing proaktif (OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) dengan menggunakan simulator OMNeT++. Metrik unjuk kerja yang digunakan adalah throughput, delay, dan overhead ratio. Parameter yang akan digunakan pada setiap pengujian adalah luas yang area tetap dengan jumlah node, kecepatan, dan jumlah koneksi UDP yang bertambah.

Hasil pengujian menunjukan protokol routing proaktif (OLSR) semakin baik jika jumlah node dan koneksi ditambah karena selalu meng-update informasi seluruh rute, terlihat dari hasil throughput dan delay. Sedangkan overhead ratio menjadi sangat tinggi karena protokol routing proaktif (OLSR) lebih banyak melakukan control message dibandingkan protokol routing reaktif (DSR). Sedangkan protokol routing reaktif (DSR) tidak cocok pada kecepatan tinggi, penambahan koneksi, dan jumlah node yang banyak karena membuat hasil throughput rendah dan delay yang tinggi. Tetapi overhead ratio pada protokol routing reaktif (DSR) jauh lebih baik dari pada protokol routing proaktif (OLSR).

Kata Kunci: Mobile ad hoc network, OLSR, DSR, simulator, throughtput, delay, overhead ratio


(12)

ix ABSTRACT

Mobile ad hoc network (MANET) is wireless mobile networks that require communication infrastructure when delivery packet data. In this thesis we study the performance evaluation of a proactive routing protocol, i.e. OLSR and a reactive routing protocol i.e. DSR using OMNeT++ simulator. Performance compared to throughput, delay, and overhead ratio. We evaluate the two protocols using several different scenarios, and in each scenario we increase the number of node, speed and the number of UDP connections, but at a constant simulation area size.

We for the record shows that proactive routing protocol (OLSR) can outperform reactive routing protocol (DSR) if the number of node and connection is increased because it always updates all route information, seen from the result of throughput and delay. While overhead ratio becomes high because proactive routing protocol (OLSR) does more control message than reactive routing protocol (DSR). While reactive routing protocol (DSR) is not appropriate in high speed, increasing connection, and many numbers of node because it results low throughput and high delay. But overhead ratio in reactive routing protocol (DSR) is far better than proactive routing protocol (OLSR).

Keywords: Mobile ad hoc network, OLSR, DSR, simulator, throughtput, delay, overhead ratio


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Perbandingan Unjuk Kerja Protokol Routing Proaktif (OLSR) terhadap Protokol Routing Reaktif (DSR) pada Jaringan Bergerak Ad Hoc”. Tugas akhir ini merupakan salah satu mata kuliah wajib dan sebagai syarat akademik untuk memperoleh gelar sarjana komputer program studi Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik selama penelitian maupun saat mengerjakan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan pertolongan dan kekuatan dalam proses pembuatan tugas akhir.

2. Orang tua, Tri Mardjoko, S.Pd. dan Elvita Ani Widyatmi, serta keluarga yang telah memberikan dukungan spiritual dan material.

3. Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing tugas akhir, atas kesabaran dalam membimbing, memberikan semangat, waktu dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

4. JB. Budi Darmawan S.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

5. Dr. Anastasia Rita Widiarti, M.Kom. selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

6. Paulina Heruningsih Prima Rosa S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

7. Seluruh dosen Teknik Informatika atas ilmu yang telah diberikan semasa kuliah dan sangat membantu penulis dalam mengerjakan tugas akhir.


(14)

xi

8. Mas Susilo selaku laboran Laboratorium Komputer Dasar dan Mas Danang selaku laboran Laboratorium Jaringan Komputer Teknik Informatika, atas bantuannya menyediakan tempat untuk mengerjakan tugas akhir.

9. Teman seperjuangan Ad Hoc (Acong, Ari, Ius, dan Drajat), teman-teman Teknik Informatika (Bagus, Laura, Dio, Hilary, Rio, Kevin, dan teman-teman lainnya), terimakasih atas dukungan semangat dan doanya.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan tugas akhir ini. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang.

Penulis,


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

SKRIPSI ... iii

SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Metodologi Penelitian ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II ... 7

2.1 Jaringan Nirkabel (Wireless) ... 7

2.1.1 Mobile Ad Hoc Network (MANET) ... 8

2.1.2 Karakteristik Ad Hoc ... 9

2.1.3 Aplikasi Jaringan Ad Hoc ... 9

2.1.4 Protokol Routing ... 10

2.2 Protokol Routing Proaktif ... 13


(16)

xiii

2.3 Protokol Routing Reaktif ... 15

2.3.1 Distance Vector Routing ... 16

2.4 Protokol Optimized Link State Protocol ... 16

2.4.1 Tahapan Kerja OLSR ... 18

2.4.2 Pemilihan MPR ... 20

2.4.3 Algoritma Pemilihan MPR ... 22

2.5 Protokol Dinamic Source Routing ... 23

2.5.1 Mekanisme Route Discovery ... 23

2.5.2 Mekanisme Route Maintenance ... 25

2.6 OMNeT++ ... 26

BAB III ... 28

3.1 Parameter Simulasi ... 28

3.2 Skenario Simulasi ... 29

3.3 Parameter Kinerja ... 30

3.4 Topologi Jaringan ... 32

BAB IV ... 34

4.1 OLSR ... 34

4.1.1 Throughput Jaringan ... 34

4.1.2 Delay Jaringan ... 35

4.1.3 Overhead Ratio Jaringan ... 37

4.2 DSR ... 38

4.2.1 Throughput Jaringan ... 38

4.2.2 Delay Jaringan ... 39

4.2.3 Overhead Ratio Jaringan ... 40

4.3 Perbandingan OLSR terhadap DSR ... 42

4.3.1 Throughput Jaringan ... 42

4.3.2 Delay Jaringan ... 44

4.3.3 Overhead Ratio Jaringan ... 46

4.4 Rekap Perbandingan OLSR terhadap DSR ... 49

BAB V ... 50


(17)

xiv

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 54

A. Listing Program ... 54


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Parameter-parameter Jaringan ... 28

Tabel 3.2 Skenario dasar OLSR dan DSR ... 29

Tabel 3.3 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5 mps OLSR dan DSR ... 29

Tabel 3.4 Skenario dengan pertambahan 3 koneksi UDP OLSR dan DSR ... 29

Tabel 3.5 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5mps dan 3 koneksi UDP OLSR dan DSR ... 30

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR ... 34

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR ... 35

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR ... 37

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR ... 38

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR ... 39

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR ... 40

Tabel 4.7 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 42

Tabel 4.8 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 42

Tabel 4.9 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 44

Tabel 4.10 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 45

Tabel 4.11 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan ... 46


(19)

xvi

Tabel 4.12 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan ... 47 Tabel 4.13 Tabel Hasil Rekap Perbandingan OLSR terhadap DSR ... 49


(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jaringan Nirkabel Berbasis Infrastruktur. ... 8

Gambar 2.2 Jaringan MANET ... 8

Gambar 2.3 Kategori MANET ... 13

Gambar 2.4 Link Sensing. ... 18

Gambar 2.5 MPR Selection... 19

Gambar 2.6 Perbandingan Sistem Broadcast. ... 21

Gambar 2.7 Algoritma Pemilihan MPR. ... 23

Gambar 2.8 Route Discovery. ... 24

Gambar 3.1 Snapshoot Jaringan 30 Node yang pada t = n ... 32

Gambar 3.2 Snapshoot Jaringan 30 Node yang pada t= n +1 ... 33

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan OLSR ... 35

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan OLSR ... 36

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan OLSR . 37 Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan DSR ... 39

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan DSR ... 40

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan DSR ... 41

Gambar 4.7 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 42

Gambar 4.8 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 43

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 44


(21)

xviii

Gambar 4.10 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 45 Gambar 4.11 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan ... 47 Gambar 4.12 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan ... 48


(22)

1

1. BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan jaringan komputer saat ini mulai bergeser dari perkembangan jaringan kabel (wired network) ke jaringan nirkabel (wireless). Wireless merupakan salah satu teknologi jaringan yang menggunakan udara sebagai perantara untuk berkomunikasi. Topologi pada jaringan nirkabel ini dibagi menjadi dua yaitu topologi nirkabel berbasis infrastruktur dan topologi nirkabel tanpa memerlukan infrastruktur yang disebut Mobile Ad Hoc Network (MANET). Dalam MANET ini setiap node dalam jaringan dapat bertindak sebagai penyedia router (relay) untuk penghubung dengan node yang lain, sehingga semua node pada jaringan bertanggungjawab dalam proses komunikasi dan transportasi data [1].

Jaringan MANET bersifat sementara sehingga tidak memerlukan instalasi seperti pada jaringan berbasis infrastruktur. Beberapa contoh penerapan jaringan MANET antara lain pembangunan komunikasi pusat-pusat komunikasi di daerah bencana alam yang mengalami kerusakan prasarana jaringan komunikasi fisik, sarana koneksi internet pada booth suatu event yang tidak dimungkinkan untuk membangun jaringan kabel atau ketidaktersediaan layanan jaringan [2].

Dalam jaringan MANET, node-node begerak secara dinamis dan spontan dengan demikian topologi jaringan wireless mungkin dapat berubah


(23)

dengan cepat dan tidak dapat diprediksi menyebabkan perubahan topologi jaringan sesuai dengan kondisi yang ada. Diperlukan suatu protokol komunikasi agar beberapa node atau user dapat saling berkomunikasi, salah satunya adalah protokol routing [3]. Pada MANET protokol routing yang digunakan ada 3 macam, yaitu Table-Driven routing protocols (proactive), On-Demand routing protocols (reactive) dan gabungan dari keduannya yaitu Hybrid.

Protokol routing proaktif melakukan pemeliharaan terhadap informasi routing melalui routing-table dan melakukan update secara berkala sesuai dengan perubahan topologi. Maka informasi tentang topologi jaringan tetap up-to-date. Namun, metode ini tidak cocok untuk diimplementasikan pada jaringan dengan area besar dimana setiap node harus selalu melakukan update seiring dengan penambahan node baru dalam jaringan. [1] Hal ini akan menimbulkan overhead pada routing-table, yang berlanjut pada konsumsi bandwidth yang sangat besar.

Di sisi lain, protokol routing reaktif hanya mencari route jika dibutuhkan oleh suatu node untuk melakukan pengiriman paket data ke tujuan. Protokol akan membangun koneksi apabila node membutuhkan route dalam mentransmisikan dan menerima paket data. Maka tidak terlalu menimbulkan konsumsi bandwidth yang terlalu besar. Namun, waktu pembentukan koneksi (setup time) akan lebih besar daripada protokol routing proaktif. [1]


(24)

Kedua protokol routing tersebut memiliki mekanisme yang berbeda dalam proses routing sehingga diperlukan studi untuk mengetahui perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif terhadap protokol routing reaktif. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif terhadap protokol routing reaktif di jaringan MANET. Untuk protokol routing proaktif menggunakan protokol OLSR, sedangkan protokol routing reaktif menggunakan protokol DSR.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang didapat adalah membandingkan unjuk kerja protokol routing proaktif (OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) pada MANET.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah mengetahui kelebihan dan kelemahan protokol routing proaktif (OLSR) dan protokol routing reaktif (DSR) yang diukur dengan metrik unjuk kerja, yaitu throughput, delay, dan overhead ratio.

1.4Batasan Masalah

Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, masalah dibatasi sebagai berikut: 1. Protokol routing proaktif yang digunakan adalah protokol OLSR. 2. Protokol routing reaktif yang digunakan adalah protokol DSR. 3. Pengujian dilakukan dengan simulasi menggunakan Omnet++.


(25)

4. Metrik unjuk kerja yang digunakan adalah throughput, delay, dan overhead ratio.

1.5Metodologi Penelitian

Adapun metodologi dan langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur.

Mengumpulkan berbagai macam referensi dan mempelajari teori yang mendukung penulisan tugas akhir, seperti:

a. Teori MANET

b. Teori protokol OLSR dan DSR

c. Teori throughput, delay, dan overhead ratio. d. Teori Omnet++.

e. Tahap-tahap dalam membangun simulasi. 2. Perancangan.

Dalam tahap ini penulis merancang skenario sebagai berikut: a. Luas jaringan tetap.

b. Penambahan dalam jumlah node. c. Penambahan dalam kecepatan node. d. Penambahan dalam jumlah koneksi UDP. 3. Pembangunan Simulasi dan pengumpulan data.

Simulasi jaringan MANET pada tugas akhir ini menggunakan Omnet++. 4. Analisis data simulasi.


(26)

Dalam tahap ini penulis menganalisa hasil pengukuran yang diperoleh pada proses simulasi. Analisa dihasilkan dengan melakukan pengamatan dari beberapa kali pengukuran yang menggunakan parameter simulasi yang berbeda.

5. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan didasarkan pada beberapa performance metric yang diperoleh pada proses analisis data.

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab dengan susunan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan masalah, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bagian ini menjelaskan mengenai teori yang berkaitan dengan judul/masalah di tugas akhir.

BAB III PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN Bab ini berisi perencanaan simulasi jaringan. BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Bab ini berisi pelaksanaan simulasi dan hasil analisis data simulasi jaringan.


(27)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi beberapa kesimpulan yang didapat dan saran-saran berdasarkan hasil analisis data simulasi jaringan.


(28)

7

2. BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Jaringan Nirkabel (Wireless)

Jaringan wireless atau nirkabel merupakan salah satu teknologi jaringan yang menggunakan udara sebagai perantara untuk berkomunikasi. Jaringan wireless menggunakan standart Institute of Electrical and Electronics Engineers 802.11 atau IEEE 802.11. IEEE merupakan organisasi yang mengatur standart mengenai teknologi wireless. Frekuensi kerja jaringan wireless adalah 2,4 GHz, 3,7 GHz dan 5GHz.

Topologi pada jaringan nirkabel ini dibagi menjadi dua yaitu topologi nirkabel dengan berbasis infrastruktur (access point) dan topologi nirkabel tanpa memanfaatkan infrastruktur. [1] Jaringan wireless infrastruktur kebanyakan digunakan untuk memperluas jaringan LAN atau untuk berbagi jaringan agar dapat terkoneksi ke internet. Untuk membangun jaringan infrastruktur diperlukan sebuah perangkat yaitu wireless access point untuk menghubungkan client yang terhubung dan manajemen jaringan wireless. Jaringan wireless dengan mode ad-hoc tidak membutuhkan perangkat tambahan seperti access point, yang dibutuhkan hanyalah wireless adapter pada setiap komputer yang ingin terhubung. Ad-hoc pada dasarnya adalah jaringan yang diperuntukkan untuk keperluan sementara.


(29)

Gambar 2.1 Jaringan Nirkabel Berbasis Infrastruktur.

Gambar 2.2 Jaringan MANET 2.1.1 Mobile Ad Hoc Network (MANET)

Mobile Ad hoc Network (MANET) adalah sebuah jaringan nirkabel yang terdiri dari beberapa node yang tidak memerlukan infrastruktur. Setiap node atau user pada jaringan ini bersifat mobile. Setiap node dalam jaringan dapat berperan sebagai host dan router yang berfungsi sebagai penghubung antara node yang satu dengan node yang lainnya.

MANET melakukan komunikasi secara peer to peer menggunakan routing dengan cara multihop. Informasi yang akan dikirimkan disimpan dahulu dan diteruskan ke node tujuan melalui node perantara. Ketika topologi mengalami perubahan karena node


(30)

bergerak, maka perubahan topologi harus diketahui oleh setiap node. [2]

2.1.2 Karakteristik Ad Hoc

Beberapa karakteristik dari jaringan ini adalah:

a.

Otonomi dan tanpa infrastruktur, MANET tidak bergantung kepada infrastruktur atau bersifat terpusat. Setiap node berkomunikasi secara distribusi peer-to-peer.

b. Topologi jaringan bersifat dinamis, artinya setiap node dapat bergerak bebas (random mobility) dan tidak dapat diprediksi. c. Scalability, artinya MANET bersifat tidak tetap atau jumlah node

berbeda di tiap daerah.

d. Sumber daya yang terbatas, baterai yang dibawa oleh setiap mobile node mempunyai daya terbatas, kemampuan untuk memproses terbatas, yang pada akhirnya akan membatasi layanan dan aplikasi yang didukung oleh setiap node.

2.1.3 Aplikasi Jaringan Ad Hoc

Karakteristik jaringan ad hoc yang dinamis membuat jaringan ini dapat diaplikasikan di berbagai tempat. Selain itu tidak diperlukan adanya infrastruktur, membuat jaringan ini dapat dibentuk dalam situasi apapun. Beberapa contoh aplikasi jaringan ad hoc adalah untuk operasi militer, keperluan komersial, dan untuk membuat personal area network [3].


(31)

Pada operasi militer, jaringan ad hoc digunakan untuk mempermudah akses informasi antar personil militer. Jaringan ini juga dapat digunakan pada situasi yang sifatnya darurat misalnya banjir atau gempa bumi, atau dapat juga digunakan untuk sebuah acara seperti konser musik. Untuk jarak yang pendek atau kurang dari 10 meter komunikasi secara ad hoc dapat terjalin pada berbagai macam perangkat seperti telepon seluler dan laptop.

2.1.4 Protokol Routing

Jaringan MANET adalah sekumpulan node yang dapat bergerak (mobile node) yang didalamnya terdapat kemampuan untuk berkomunikasi secara wireless dan juga dapat mengakses jaringan. Perangkat tersebut dapat berkomunikasi dengan node yang lain selama masih berada dalam jangkauan perangkat radio. Node yang bersifat sebagai penghubung digunakan untuk meneruskan paket dari sumber ke tujuan [3].

Sebuah jaringan wireless akan mengorganisir dirinya sendiri dan beradaptasi dengan sekitarnya. Ini berarti jaringan tersebut dapat terbentuk tanpa sistem administrasi. Perangkat pada jaringan ini harus mampu mendeteksi keberadaan perangkat lain untuk melakukan komunikasi dan berbagi informasi.

Routing merupakan perpindahan informasi di seluruh jaringan dari node sumber ke node tujuan dengan minimal satu node yang berperan sebagai perantara. Routing bekerja pada layer 3 (lapisan


(32)

jaringan). Routing dibagi menjadi 2 komponen penting yaitu protokol routing dan algoritma routing. Protokol routing berfungsi untuk menentukan bagaimana node berkomunikasi dengan node yang lainnya dan menyebarkan informasi yang memungkinkan node sumber untuk memilih rute yang optimal ke node tujuan dalam sebuah jaringan komputer. Protokol routing menyebarkan informasi pertama kali kepada node tetangganya, kemudian ke seluruh jaringan. Sedangkan algoritma routing berfungsi untuk menghitung secara matematis jalur yang optimal berdasarkan informasi routing yang dipunyai oleh suatu node.

Untuk memudahkan komunikasi dalam jaringan, maka dibutuhkan protokol routing untuk menentukan jalur antar node. Tujuan utama dari protokol routing pada jaringan ad-hoc adalah jalur yang tepat dan efisien antara 2 node sehingga paket data dapat dikirim tepat waktu. Protokol routing pada jaringan ad-hoc merupakan standart yang mengontrol bagaimana node yang ada dalam sebuah jaringan untuk menyetujui tentang cara dalam mengirimkan paket antar mobile node dalam MANET. Dalam jaringan ad-hoc, node tidak mempunyai pengetahuan mengenai topologi jaringan disekitar mereka, oleh karena itu node harus mendapatkan pengetahuan itu. Ide dasarnya adalah bahwa suatu node baru harus memberi tahu kehadirannya dan node yang lain mendengarkan pemberitahuan dari node tetangganya. Node akan mempelajari pemberitahuan dari sebuah


(33)

node baru, cara untuk mencapai node baru, dan memberi tahu bahwa node baru dapat mencapai node tersebut. Seiring waktu, setiap node akan tahu tentang semua node yang lain dan satu atau lebih cara untuk dapat mencapainya.

Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai algoritma routing: a. Menjaga jumlah control paket seminimal mungkin.

b. Menentukan jalur yang terpendek untuk setiap tujuan (cepat, handal, delay rendah, dan efisien).

c. Menjaga tabel untuk selalu up-to-date ketika terjadi perubahan topologi.

d. Waktu konvergen yang cepat.

Sejak munculnya jaringan paket radio DARPA pada awal tahun 1970-an, berbagai protokol telah dikembangkan untuk MANET. Protokol tersebut harus mampu mengatasi segala keterbatasan pada MANET yang meliputi konsumsi daya yang tinggi, bandwith yang rendah dan error rate yang besar.

Protokol routing pada jaringan ad hoc setidaknya harus memiliki kemampuan yang sifatnya dasar pada jaringan tersebut yaitu protokol tersebut harus mampu beradaptasi secara dinamis terhadap perubahan topologi jaringan. Hal ini diimplementasikan dengan terknik perencanaan untuk menelusuri perubahan topologi jaringan dan menemukan rute yang baru ketika rute yang lama telah expired atau hilang.


(34)

Berdasarkan konsep routing dan beberapa pertimbangan untuk kondisi jaringan ad hoc maka protokol routing pada jaringan ad hoc dibagi menjadi tiga kategori yaitu: [5]

a. Table Driven Routing Protocol (Protokol Routing Proaktif) b. On Demand Routing Protocol (Protokol Routing Reaktif) c. Hybrid Routing Protocol

Gambar 2.3 Kategori MANET

2.2Protokol Routing Proaktif

Protokol routing proaktif, masing-masing node akan memiliki routing table yang lengkap, dalam artian sebuah node akan mengetahui semua rute ke node lain yang berada dalam jaringan tersebut. Setiap node akan meng-update tabel routing yang dimilikinya secara periodik sehingga perubahan topologi jaringan dapat diketahui setiap interval waktu tersebut. Node terus menerus mencari informasi routing dalam jaringan, sehingga ketika dibutuhkan route tersebut sudah tersedia.

Dalam protokol routing proaktif diperlukan setiap mobile node untuk mempertahankan route untuk setiap target yang mungkin dalam


(35)

MANET, yang kemungkinan besar melampaui kebutuhan setiap node dan dengan demikian routing overhead yang digunakan untuk membentuk jaringan seperti unrequired route akan terbuang percuma. Karena bandwidth adalah sumber daya yang langka dalam MANET, maka keterbatasan yang disebabkan oleh protokol routing proaktif ini menyebabkan protokol kategori ini kurang menarik jika dibandingkan dengan protokol routing reaktif jika melihat keterbatasan bandwidth di lingkungan MANET. [6]

Jenis routing yang digunakan oleh protokol routing proaktif adalah link state routing protocol.

2.2.1 Link State Routing

Klasifikasi:

Setiap node dimulai dengan menemukan tetangganya.

Setiap node menghasilkan iklan link state (LSA) yang didistribusikan ke semua node LSA = (link id, keadaan link, cost, tetangga link).

Setiap node memelihara sebuah database semua LSA diterima (database topologi atau link database state), yang menggambarkan jaringan memiliki grafik dengan tertimbang di ujung-ujungnya.

Hasilnya semua node memiliki topologi yang lengkap, informasi cost link.


(36)

Setiap router menggunakan database link state untuk menjalankan algoritma jalur terpendek.

 Algoritma Dijkstra untuk menghasilkan jalur terpendek ke setiap node jaringan.

2.3Protokol Routing Reaktif

Protokol routing reaktif, proses pencarian rute hanya akan dilakukan ketika dibutuhkan komunikasi antara node sumber dengan node tujuan. Dalam artian jalur routing di cari ketika dibutuhkan. Jadi routing table yang dimiliki oleh sebuah node berisi informasi rute ke node tujuan saja.

Pada protokol routing reaktif seperti DSR, AODV, TORA, ABR, dll, pada dasarnya protokol tersebut memanfaatkan metode broadcast untuk route discovery. Protokol tersebut berbeda dalam format paket routing, struktur data yang dipelihara oleh setiap node, berbagai optimasi yang diterapkan dalam route discovery dan juga pendekatan dalam maintaining route.

Dalam metode berbasis broadcast, ketika sebuah node pengirim ingin mengirim paket data ke node tujuan, dan tidak memiliki route yang valid ke node tujuan maka node tersebut akan melakukan broadcast paket route request ke tetangganya. Kemudian akan diteruskan ke tetangga yang lain sampai menemukan node tujuan. Setiap node menerima broadcast paket route request hanya sekali dan membuang route request yang sama untuk meminimalkan routing overhead. Metode ini akan membanjiri route


(37)

discovery di dalam jaringan dengan paket route request yang biasa disebut Flooding Method.[6]

Jenis routing yang digunakan oleh protokol routing reaktif adalah distance vector routing.

2.3.1 Distance Vector Routing Klasifikasi:

Setiap node dimulai dengan hanya mengetahui tentang cost yang melekat langsung pada link.

 Melalui proses perhitungan yang berulang dan pertukaran informasi dengan tetangga, tabel routing dibangun untuk semua tujuan (hop berikutnya dan jarak ke tujuan).

Hasilnya setiap node hanya memiliki informasi tentang hop berikutnya untuk mencapai tujuan.

Contoh: RIP (Routing Information Protocol) menggunakan algoritma Bellman-Ford untuk mendistribusikan.

2.4Protokol Optimized Link State Protocol

OLSR (Optimized Link State Protocol) merupakan salah satu jenis dari protokol routing proaktif yang biasa digunakan dalam jaringan ad hoc. Protokol ini melakukan pertukaran pesan secara periodik dalam rangka menjaga informasi topologi jaringan yang ada pada setiap node [7].

Protokol OLSR mewarisi sifat kestabilan dari link state algorithm. Berdasarkan sifat proaktifnya, protokol ini dapat menyediakan rute dengan segera apabila dibutuhkan. Dalam sebuah link state protocol yang murni,


(38)

setiap node tetangga akan dideklarasikan dan dibanjiri dengan paket informasi yang akan memenuhi seluruh jaringan. OLSR merupakan sebuah optimasi dari link state protocol yang biasa digunakan dalam mobile ad hoc network (MANET). [7]

Langkah pertama dari optimasi tersebut adalah mengurangi ukuran dari paket kontrol, dari pada membanjiri paket kontrol tersebut pada setiap jalur, OLSR lebih memilih sejumlah jalur dengan node tetangga yang disebut dengan multipoint relay selector. Langkah kedua, OLSR meminimalisir pembanjiran paket kontrol pada jaringan dengan menggunakan MPR untuk menghantarkan paket-paket tersebut. Teknik ini akan mengurangi secara signifikan jumlah dari transmisi ulang yang akan membanjiri jaringan dengan prosedur broadcast.

Protokol OLSR dirancang untuk dapat bekerja pada kondisi yang terdistibusi atau selalu bergerak serta tidak memerlukan adanya pengaturan secara terpusat. Selain itu OLSR juga tidak memerlukan transmisi yang bagus dalam mengirimkan paket-paket kontrolnya. Setiap node mengirimkan paket kontrolnya masing-masing secara periodik sehingga dapat mentoleransi terjadinya loss dari beberapa paket pada saat-saat tertentu akibat dari tubrukan data ataupun akibat gangguan transmisi lainnya. Setiap paket kontrol yang dikirimkan akan diberikan sequence number (nomor urut) yang dapat menandakan tingkat baru tidak paket tersebut.


(39)

OLSR menggunakan multihop routing dimana setiap node menggunakan informasi routing terbaru yang ada pada node tersebut dalam mengantarkan sebuah paket informasi. Sehingga, walaupun sebuah node bergerak ataupun berpindah tempat maka pesan yang dikirimkan padanya akan tetap dapat diterima. [7]

2.4.1 Tahapan Kerja OLSR

Secara umum langkah-langka kerja dalam OLSR dapat diurutkan sebagai berikut [8]:

a. Link Sensing (Pendeteksian hubungan).

Link Sensing dilakukan dengan mengirimkan pesan HELLO secara periodik dan berkesinambungan. Hasil dari link sensing adalah local link set yang menyimpan informasi hubungan antara interface yang ada pada node tersebut dengan node-node tetangga.

Gambar 2.4 Link Sensing. b. Neighbour detection (pendeteksian node tetangga).


(40)

Node pengirim pesan HELLO akan menerima informasi alamat-alamat dari node-node tetangganya beserta link status-nya.

c. MPR selection

MPR selection (pemilihan MPR). Melalui pesan HELLO node utama akan menentukan sejumlah node tetangga untuk dipilih sebagai multipoint relay (MPR) yang bertugas meneruskan paket-paket kontrol ke dalam jaringan.

Gambar 2.5 MPR Selection. d. Pengiriman TC (Topology Control) Messages.

TC Messages dikirimkan untuk memberikan informasi routing kepada setiap node yang ada pada jaringan yang akan digunakan untuk penentuan jalur.

e. Route calculation (penghitungan jalur).

Berdasarkan informasi rute yang didapat dari paket-paket kontrol seperti HELLO dan TC maka setiap node akan memiliki routing table yang berisi informasi rute yang dapat dilalui untuk


(41)

dipakai mengirimkan data ke node-node lainnya yang ada pada jaringan.

2.4.2 Pemilihan MPR

Tujuan dari penggunaan Multipoint Relay (MPR) adalah meminimalisir penggunaan overhead yang pesan broadcast pada jaringan dengan cara mengurangi retransmisi (pentransmisian ulang) pada daerah yang sama [7]. Setiap node pada jaringan akan memilih sejumlah node tetangga 1-hop nya yang bersifat simetris yang akan melakukan transmisi ulang pesan-pesannya. Sejumlah node tetangga tersebutlah yang disebut dengan MPR. Setiap node tetangga yang tidak terpilih menjadi MPR tetap akan menerima dan memproses pesan broadcast namun tidak akan meneruskan atau mengirimkan kembali pesan-pesan tersebut.

Pemilihan node-node untuk dijadikan MPR selain harus bersifat simetris juga harus sedemikian rupa dapat menjangkau sejumlah node tetangga 2-hop. Makin sedikit jumlah MPR maka makin sedikit penggunaan control traffic overhead yang digunakan dalam protokol routing. Perbandingan kinerja pengiriman paket untuk OLSR dan link state protocol pada umumnya digambarkan pada Gambar 2.9.


(42)

Gambar 2.6 Perbandingan Sistem Broadcast.

Setiap node akan menyimpan informasi tentang node-node tetangga yang telah dipilihnya sebagi MPR dalam sebuah “MPR setyang berisi alamat-alamat node MPR tersebut. Selain itu setiap node juga akan menyimpan informasi tentang siapa-siapa saja yang telah memilihnya sebagai MPR. Informasi tersebut disimpan dalam “MPR Selector Set [8]. MPR set harus dihitung oleh node, melalui node tetangga pada MPR set sehingga node dapat menjangkau semua node simetris tetangga 2-hop. MPR set akan dihitung ulang jika terjadi perubahan pada hubungan simetris node tetangga 1-hop atau hubungan simetris node tetangga 2-hop. MPR akan dihitung pada setiap interface.

Setiap node melakukan broadcast ke daftar node tetangganya 1 hop secara berkala dengan menggunakan pesan HELLO. Berdasarkan broadcast ini, setiap node memilih subset node tetangga 1 hop yang terkecil yang bisa menjangkau semua node


(43)

tetangga 2 hop. Subset node yang terpilih ini lalu dijadikan node MPR. Node MPR melakukan broadcast pesan topology control (TC) setiap interval TC untuk menginformasikan link state. Pesan TC berisi daftar node tetangga 1 hop yang terpilih sebagai MPR. Hanya MPR yang dapat meneruskan pesan TC. Pesan TC digunakan untuk perhitungan tabel routing.

2.4.3 Algoritma Pemilihan MPR

Langkah-langkah pemilihan MPR dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Setiap node melakukan broadcast ke daftar node tetangganya 1 hop secara berkala dengan menggunakan hello messages.

b. Berdasarkan broadcast ini, setiap node memilih subset node tetangga 1 hop yang terkecil yang bisa menjangkau semua node tetangga 2 hop. Subset node yang terpilih ini lalu dijadikan node MPR.

c. Node MPR melakukan broadcast topology control (TC) messages setiap interval TC untuk menginformasikan link state.

- TC messages berisi daftar node tetangga 1 hop yang terpilih sebagai MPR.

- Hanya MPR yang dapat meneruskan TC messages. - TC messages digunakan untuk perhitungan routing table.


(44)

Gambar 2.7 Algoritma Pemilihan MPR.

2.5Protokol Dinamic Source Routing

Dynamic Source Routing termasuk dalam kategori protokol routing reaktif karena algoritma routing ini menggunakan mekanisme source routing. Protokol ini terdiri dari dua mekanisme utama, route discovery dan route maintenance. DSR membentuk route on demand menggunakan source routing bukan routing table pada intermediate device. Protokol ini benar-benar berdasarkan source routing dimana semua informasi routing dipertahankan (terus diperbarui) pada mobile node. [5]

2.5.1 Mekanisme Route Discovery

Route discovery adalah suatu mekanisme pada DSR yang berfungsi untuk mengirimkan paket data ke tujuan yang belum diketahui rutenya. Sehingga sumber mengirim route request (RREQ). RREQ akan melakukan proses flooding yaitu proses pengiriman data


(45)

atau control message ke setiap node pada jaringan untuk mencari rute ke tujuan. RREQ akan menyebar ke seluruh node dalam jaringan.

Tiap node akan mengirim paket RREQ ke node lain kecuali node tujuan. Kemudian node-node yang menerima RREQ akan mengirim paket route reply (RREP) ke node yang mengirim RREQ tadi. Setelah rute ditemukan node sumber mulai mengirim paket data. Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi dari mekanisme kerja Route Discovery.


(46)

2.5.2 Mekanisme Route Maintenance

Route maintenance terjadi jika terdapat kesalahan dalam pengiriman paket dan adanya notifikasi dari node lain. Hal ini terjadi ketika data link layer menemukan masalah yang fatal. Sumber akan selalu terganggu ketika ada jalur yang terpotong. Ketika ada sebuah kesalahan paket yang diterima hop yang ada dalam cache route dihapus dan semua route yang memiliki hop tersebut akan dipotong pada saat itu juga. Selain untuk memberitahukan pesan kesalahan, notifikasi juga digunakan untuk memverifikasi operasi yang benar dari link route.

Keuntungan penggunaan DSR ini adalah node perantara tidak perlu memelihara secara up to date informasi routing pada saat melewatkan paket, karena setiap paket selalu berisi informasi routing di dalam headernya. Routing jenis ini juga menghilangkan juga proses periodic route advertisement dan neighbor detection yang dijalankan oleh routing ad hoc lainnya. Dibandingkan dengan on demand routing lainnya DSR memiliki kinerja yang paling baik dalam hal throughput, routing overhead (pada paket) dan rata-rata panjang path, akan tetapi DSR memiliki delay waktu yang buruk bagi proses untuk pencarian route baru. [3]

Protokol ini menggunakan pendekatan reactive sehingga menghilangkan kebutuhan untuk membanjiri jaringan untuk mengupdate tabel seperti yang terjadi pada pendekatan table driven.


(47)

Node intermediate juga memanfaatkan route cache secara efisien untuk mengurangi kontrol overhead.

Kerugian dari routing ini adalah mekanisme route maintenance tidak dapat memperbaiki link yang rusak atau down. Informasi route cache yang kadaluwarsa juga bisa mengakibatkan inkonsistensi selama fase rekonstruksi route. Penggunaan routing ini akan sangat optimal pada jumlah node yang kecil atau kurang dari 200 node. Untuk jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan collision antar paket dan menyebabkan bertambahnya delay waktu pada saat akan membangun koneksi baru. [10]

2.6OMNeT++

OMNeT++ adalah extensible, modular, komponen kerangka dan library simulasi berbasis C++, paling utama digunakan untuk simulator membangun jaringan. Jaringan yang dimaksud dalam arti yang luas mencakup jaringan komunikasi kabel dan nirkabel, jaringan on-chip, antrian jaringan, dan sebagainya. Fungsi spesifik dari OMNeT++ adalah mendukung jaringan sensor, jaringan ad-hoc nirkabel, protokol internet, pemodelan kinerja, jaringan fotonik, dan lain lain yang disediakan oleh kerangka model yang dikembangkan sebagai proyek independen.

OMNeT++ menyediakan komponen arsitektur sebagai modelnya. Komponen (modul) diprogram dalam bahasa C++, kemudian dirakit menjadi komponen yang lebih besar dan dimodelkan menggunakan bahasa tingkat tinggi (NED). Penggunaan model dilakukan secara gratis.


(48)

OMNeT++ memiliki dukungan GUI yang luas, dan karena arsitektur OMNeT++ modular, kernel simulasi (dan model) dapat tertanam dengan mudah ke dalam aplikasi kita.

OMNeT++ bukan simulator jaringan saja, namun untuk saat ini OMNeT++ lebih dikenal luas sebagai platform simulasi jaringan dalam komunitas ilmiah serta dalam pengaturan industri, dan membangun sebuah komunitas pengguna yang besar. OMNET++ menawarkan IDE berbasis Eclipse, lingkungan graphical runtime, dan sejumlah alat-alat lain. Ada ekstensi untuk real-time simulasi, emulasi jaringan, bahasa pemrograman alternatif (Java, C#), integrasi database, integrasi SystemC, dan beberapa fungsi lainnya. OMNeT++ dirilis dengan full source code, dan bebas untuk digunakan, dimodifikasi dan didistribusikan di lembaga-lembaga akademik dan pendidikan di bawah lisensi sendiri (Academic Public License).

Komponen OMNeT++ : a. Simulation kernel library

b. NED topology description language c. OMNeT++ IDE berbasis Eclipse

d. Tampilan pengguna untuk eksekusi simulasi dan link ke simulation executable (Tkenv)

e. Tampilan pengguna berupa baris perintah untuk eksekusi simulasi (Cmdenv)

f. Utilitas (make file creation tool dan lain-lain) g. Dokumentasi dan contoh simulasi


(49)

28

3. BAB III

PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN

3.1Parameter Simulasi

Pada penelitian ini sudah ditentukan parameter-parameter jaringan. Parameter-parameter jaringan ini bersifat konstan dan akan dipakai terus pada setiap pengujian yang dilakukan. Parameter-parameter simulasi jaringan yang dimaksud adalah:

Tabel 3.1 Parameter-parameter Jaringan

Parameter Nilai

Luas Area Jaringan 1000x1000 m2

Jumlah Node 30, 40, dan 50

Kecepatan Node 2 dan 5 mps

Banyak Koneksi 1 dan 3 UDP

Waktu Simulasi 1000s

Pola Penyebaran Node Random Way Point

Traffic Source UDP


(50)

3.2Skenario Simulasi

Jaringan MANET merupakan jaringan lokal wireless yang bersifat dinamis. Beberapa skenario yang digunakan untuk analisis perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif (OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) adalah sebagai berikut.

Dalam pembentukan skenario dasar, pertama-tama dibentuk jaringan dengan luas area 1000x1000 m2, kecepatan 2 mps, 1 koneksi UDP, 30 node, 40 node, dan 50 node dengan node mobility random way point.

Tabel 3.2 Skenario dasar OLSR dan DSR

Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP

a 1000x1000 30 2 1

b 1000x1000 40 2 1

c 1000x1000 50 2 1

Skenario selanjutnya menambah kecepatan menjadi 5 mps.

Tabel 3.3 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5 mps OLSR dan DSR Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP

a 1000x1000 30 5 1

b 1000x1000 40 5 1

c 1000x1000 50 5 1

Skenario selanjutnya menambah koneksi UDP menjadi 3 koneksi UDP.

Tabel 3.4 Skenario dengan pertambahan 3 koneksi UDP OLSR dan DSR Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP

a 1000x1000 30 2 3

b 1000x1000 40 2 3


(51)

Skenario yang terakhir menambah kecepatan menjadi 5 mps dan koneksi UDP menjadi 3 koneksi UDP.

Tabel 3.5 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5mps dan 3 koneksi UDP OLSR dan DSR

Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP

a 1000x1000 30 5 3

b 1000x1000 40 5 3

c 1000x1000 50 5 3

Setiap skenario pengujian akan diulangi sebanyak 2 kali. Hasil dari pengujian tersebut akan diambil rata-ratanya dan ditampilkan ke dalam sebuah tabel dan grafik.

3.3Parameter Kinerja

Tiga parameter yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah: a. Throughput jaringan

Throughput adalah jumlah bit data yang diterima oleh node tujuan per satuan waktu (biasanya detik). Biasanya throughput selalu dikaitkan dengan bandwidth [4]. Karena throughput memang bisa disebut sebagai bandwidth dalam kondisi yang sebenarnya. Bandwidth lebih bersifat tetap, sementara throughput sifatnya dinamis tergantung trafik yang sedang terjadi. Throughput mempunyai satuan bps (bit per second).

Throughput akan semakin baik jika nilainya semakin besar. Besarnya throughput akan memperlihatkan kualitas dari kinerja


(52)

protokol routing tersebut. Karena itu throughput dijadikan sebagai indikator untuk mengukur performansi dari sebuah protokol.

Rumus untuk menghitung throughput adalah : Throughput= r w y r

w r

b. Delay jaringan

Delay yang dimaksud adalah end to end delay. End to end delay adalah waktu yang dibutuhkan paket dalam jaringan dari saat paket dikirim sampai diterima oleh node tujuan. Delay merupakan suatu indikator yang cukup penting untuk perbandingan protokol routing, karena besarnya sebuah delay dapat memperlambat kinerja dari protokol routing tersebut. [11]

Rumus untuk menghitung delay :

Delay =

y r

c. Overhead Ratio

Overhead ratio adalah ratio antara banyaknya jumlah control message oleh protokol routing dibagi dengan jumlah paket (bit) yang diterima. Jika nilai overhead ratio rendah maka dapat dikatakan bahwa protokol routing tersebut memiliki kinerja yang cukup baik dalam hal pengiriman paket.

Rumus untuk menghitung overhead ratio :

Overhead Ratio = ℎ � r


(53)

3.4Topologi Jaringan

Bentuk topologi dari jaringan ad hoc tidak dapat diramalkan karena itu topologi jaringan ini dibuat secara random. Hasil dari simulasi baik itu posisi node, pergerakan node dan juga koneksi yang terjadi tentunya tidak akan sama dengan topologi yang sudah direncanakan [3].

Berikut adalah bentuk snapshoot jaringan yang akan dibuat dengan node 30, terlihat perbedaan letak node pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.


(54)

(55)

34

4. BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

Untuk melakukan perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif (OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) ini maka akan dilakukan seperti pada tahap skenario perencanaan simulasi jaringan pada Bab 3. Hasil dari simulasi dapat ditemukan pada file *.anf pada program OMNeT++.

4.1OLSR

4.1.1 Throughput Jaringan

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR Jumlah Jumlah Hasil Throughput (bit/s)

Koneksi Node Kecepatan 2 mps

Kecepatan 5 mps 1 UDP

30 node 8301,7 8223,9

40 node 8325,6 8240,3

50 node 8381,2 8261,4

3 UDP

30 node 8274,7 7845,9

40 node 8317,7 8014,1

50 node 8365,1 8177,2

Gambar 4.1 menunjukan bahwa penambahan kecepatan akan menurunkan throughput UDP pada simulasi ini, tetapi penurunan terjadi lebih besar pada skenario 3-Koneksi-UDP. Hal ini terjadi karena beban paket data di jaringan bertambah dan semakin cepat topologi di jaringan berubah akan membutuhkan jumlah control message / update yang lebih banyak. Sedangkan penambahan node menunjukan peningkatan hasil throughput UDP pada kedua skenario. Hal ini terjadi karena semakin bertambah node membuat kerapatan (density)


(56)

semakin padat dan MPR bekerja lebih baik / efektif maka jalur antar node peluang terputus menjadi semakin kecil.

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan

OLSR

4.1.2 Delay Jaringan

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR Jumlah Jumlah Hasil Delay (ms)

Koneksi Node Kecepatan 2 mps

Kecepatan 5 mps 1 UDP

30 node 0,692 0,755

40 node 0,558 0,735

50 node 0,536 0,655

3 UDP

30 node 0,828 0,969

40 node 0,737 0,773


(57)

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan OLSR

Gambar 4.2 menunjukan bahwa penambahan kecepatan akan meningkatkan delay pada simulasi ini. Hal ini terjadi karena semakin cepat topologi di jaringan berubah sehingga membutuhkan jumlah control message / update yang banyak. Sedangkan penambahan node menunjukan penurunan hasil delay pada kedua skenario meskipun tidak signifikan.


(58)

4.1.3 Overhead Ratio Jaringan

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR

Jumlah Jumlah Hasil Overhead Ratio Koneksi Node Kecepatan 2

mps

Kecepatan 5 mps 1 UDP

30 node 57,53 65,24

40 node 128,83 140,88

50 node 223,09 262,77

3 UDP

30 node 20,01 21,33

40 node 42,80 44,90

50 node 75,32 83,50

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan

OLSR

Gambar 4.3 menunjukan bahwa skenario 3-Koneksi-UDP lebih efisien dibandingkan dengan skenario 1-Koneksi-UDP. Overhead ratio di skenario 3-Koneksi-UDP jauh lebih kecil dari pada overhead ratio di skenario


(59)

1-Koneksi-UDP. Hal ini terjadi karena OLSR merupakan protokol routing proaktif yang selalu meng-update informasi seluruh rute, baik dibutuhkan ataupun tidak. Sebagai konsekuensi, jika koneksi hanya satu, maka overhead ratio akan tinggi. Tetapi jika koneksi diperbanyak misal 3 koneksi UDP maka hasil overhead ratio akan semakin baik.

Dari kedua skenario, terlihat penambahan jumlah node akan meningkatkan overhead ratio. Tetapi peningkatan terlihat lebih besar di skenario 1-Koneksi-UDP. Sedangkan penambahan kecepatan tidak secara signifikan meningkatkan jumlah overhead ratio baik di skenario 1-Koneksi-UDP maupun 3-Koneksi-UDP.

4.2DSR

4.2.1 Throughput Jaringan

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR

Jumlah Jumlah Hasil Throughput (bit/s) Koneksi Node Kecepatan 2

mps

Kecepatan 5 mps 1 UDP

30 node 8296,4 8220,4

40 node 8283,0 8202,9

50 node 8267,5 8153,1

3 UDP

30 node 8026,1 7690,2

40 node 8015,0 7234,6

50 node 7937,0 6895,8

Gambar 4.4 menunjukan bahwa penurunan throughput UDP terjadi saat bertambahnya kecepatan pada simulai ini, tetapi penurunan terjadi lebih besar pada skenario 3-Koneksi-UDP. Hal ini terjadi karena semakin cepat topologi


(60)

berubah akan menambah waktu untuk mencari jalur dan beban data bertambah. Disisi lain, dengan bertambahnya node maka pencarian jalur ke tujuan akan cenderung lebih banyak (melibatkan banyak node).

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan DSR

4.2.2 Delay Jaringan

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR Jumlah Jumlah Hasil Delay (ms)

Koneksi Node Kecepatan 2 mps

Kecepatan 5 mps 1 UDP

30 node 6,891 7,576

40 node 7,067 8,008

50 node 7,233 8,985

3 UDP

30 node 7,049 20,620

40 node 7,424 28,163


(61)

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan DSR

Gambar 4.5 menunjukan bahwa penambahan kecepatan akan mengubah topologi jaringan secara lebih cepat. DSR membutuhkan waktu untuk meng-update perubahan jaringan ini. Sedangkan bertambahnya koneksi UDP akan meningkatkan beban pekerjaan DSR saat mencari rute terbaru. Hal ini terlihat dengan penambahan delay yang drastis.

4.2.3 Overhead Ratio Jaringan

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR

Jumlah Jumlah Hasil Overhead Ratio Koneksi Node Kecepatan 2

mps

Kecepatan 5 mps

1 UDP 30 node 4,08 4,70


(62)

50 node 4,69 5,14 3 UDP

30 node 4,61 4,97

40 node 4,93 5,08

50 node 5,08 5,23

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan

DSR

Gambar 4.6 menunjukan bahwa overhead ratio akan naik jika kecepatannya naik karena DSR harus mencari ulang jalurnya. Disisi lain penambahan node dan penambahan koneksi UDP juga menaikan overhead ratio tetapi tidak terlalu signifikan.


(63)

4.3Perbandingan OLSR terhadap DSR 4.3.1 Throughput Jaringan

Tabel 4.7 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan

Hasil Throughput (bit/s)

1 Koneksi UDP

Kecepatan 2 mps Kecepatan 5 30

node

40 node

50 node

30 node

40 node

50 node OLSR 8301,7 8325,6 8381,2 8223,9 8240,3 8261,4

DSR 8296,4 8283,0 8267,5 8220,4 8202,9 8153,1

Gambar 4.7 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan

Tabel 4.8 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan

Hasil Throughput (bit/s)


(64)

Kecepatan 2 mps Kecepatan 5 30

node

40 node

50 node

30 node

40 node

50 node OLSR 8274,7 8317,7 8365,1 7845,9 8014,1 8177,2

DSR 8026,1 8015,0 7937,0 7690,2 7234,6 6895,8

Gambar 4.8 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan

Untuk perbandingan OLSR dan DSR tidak terlalu terlihat perbedaan throughput UDP yang signifikan pada seluruh skenario. Tetapi pada OLSR terjadi peningkatan throughput UDP saat jumlah node ditambah pada seluruh skenario, sedangkan untuk DSR cenderung turun. Penurunan yang signifikan terlihat pada skenario 3-Koneksi-UDP dengan kecepatan yang lebih tinggi. Hal itu terjadi karena OLSR cenderung tabel routing-nya sudah siap, tetapi untuk DSR membuat potensi terputus semakin cepat dan harus membuat ulang routing dari awal.


(65)

4.3.2 Delay Jaringan

Tabel 4.9 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan

Hasil Delay (ms)

1 Koneksi UDP

Kecepatan 2 mps Kecepatan 5

30 node 40 node 50 node 30 node 40 node 50 node OLSR 0,692 0,558 0,536 0,755 0,735 0,655

DSR 6,891 7,067 7,233 7,576 8,008 8,985

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan


(66)

Tabel 4.10 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan

Hasil Delay (ms)

3 Koneksi UDP

Kecepatan 2 mps Kecepatan 5

30 node 40 node 50 node 30 node 40 node 50 node OLSR 0,828 0,737 0,713 0,969 0,773 0,747

DSR 7,049 7,424 8,549 20,620 28,163 47,755

Gambar 4.10 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan

Gambar 4.9 menunjukan bahwa delay di seluruh skenario, OLSR jauh lebih unggul daripada DSR. Hal ini terjadi karena OLSR melakukan update jalur routing secara berkala yang mengakibatkan tabel routing selalu up to date sehingga pencarian jalur untuk pengiriman paket bisa lebih cepat dari pada DSR karena tidak membutuhkan set up ke setiap tujuan karena rute sudah


(67)

disiapkan. Dari penambahan kecepatan dan jumlah node menunjukan peningkatan delay tidak begitu signifikan.

Untuk Gambar 4.10 komentar sama dengan Gambar 4.9 tetapi pada 3 koneksi UDP saat kecepatan dan jumlah node ditambah terjadi peningkatan delay yang signifikan pada DSR karena terbebani koneksi dan semakin cepat topologi berubah akan memperlama waktu untuk mencari jalur dan jalur yang akan dibentuk akan semakin banyak

4.3.3 Overhead Ratio Jaringan

Tabel 4.11 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan

Hasil Overhead Ratio

1 Koneksi UDP

Kecepatan 2 mps Kecepatan 5

30 node 40 node 50 node 30 node 40 node 50 node OLSR 57,53 128,83 223,09 65,24 140,88 262,77


(68)

Gambar 4.11 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio

Jaringan

Tabel 4.12 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan

Hasil Overhead Ratio

3 Koneksi UDP

Kecepatan 2 mps Kecepatan 5

30 node 40 node 50 node 30 node 40 node 50 node OLSR 20,01 42,80 75,32 21,33 44,90 83,50


(69)

Gambar 4.12 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio

Jaringan

Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 menunjukan bahwa di semua skenario, overhead ratio pada OLSR lebih tinggi karena merupakan protokol routing proaktif yang selalu meng-update informasi seluruh rute, baik dibutuhkan ataupun tidak. Sebagai konsekuensi, jika koneksi hanya satu, maka overhead ratio akan tinggi. Tetapi jika koneksi diperbanyak misal 3 koneksi UDP maka hasil overhead ratio akan semakin baik. Terlihat pada saat 3 koneksi UDP, overhead ratio OLSR mengalami penurunan.


(70)

Sedangkan protokol routing reaktif cenderung mempunyai overhead ratio yang rendah. Penambahan jumlah node, jumlah koneksi dan kecepatan sedikit meningkatan overhead ratio.

4.4Rekap Perbandingan OLSR terhadap DSR

Untuk memudahkan dalam penarikan kesimpulan, dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.13 Tabel Hasil Rekap Perbandingan OLSR terhadap DSR

Parameter Jumlah

kecepatan naik

Jumlah node

naik

Jumlah koneksi naik

Throughput OLSR OLSR OLSR

Delay OLSR OLSR OLSR

Overhead

Ratio DSR DSR DSR

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada skripsi ini menunjukan bahwa OLSR lebih baik untuk unjuk kerja throughput dan delay daripada DSR. Tetapi pada sisi yang lain, OLSR memiliki overhead ratio (biaya) yang jauh lebih tinggi dibandingan DSR.


(71)

50

5. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil simulasi dan pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal berikut :

1. Protokol routing proaktif (OLSR) semakin baik jika jumlah node dan koneksi ditambah karena selalu meng-update informasi seluruh rute, terlihat dari hasil throughput dan delay. Sedangkan overhead ratio menjadi sangat tinggi karena protokol routing proaktif (OLSR) lebih banyak melakukan control message dibandingkan protokol routing reaktif (DSR).

2. Protokol routing reaktif (DSR) tidak cocok pada kecepatan tinggi, penambahan koneksi, dan jumlah node yang banyak karena membuat hasil throughput rendah dan delay yang tinggi. Tetapi overhead ratio pada protokol routing reaktif (DSR) jauh lebih baik dari pada protokol routing proaktif (OLSR).

5.2Saran

Penelitian selanjutnya perlu dipelajari protokol routing baru yang mengadopsi kebaikan OLSR dan DSR tetapi sekaligus dapat mengurangi kelemahan keduanya, contoh protokol Hybrid. Protokol Hybrid adalah kombinasi dari protokol proaktif dan reaktif. Dalam area dekat hybrid


(72)

menggunakan konsep protokol proaktif untuk mencari rute dan menggunakan konsep protokol reaktif untuk area jauh.

Melakukan pengujian lebih lanjut dengan parameter yang berbeda, seperti pertambahan luas area jaringan, perbedaan ukuran paket, dan pertambahan waktu simulasi yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap kinerja protokol.


(73)

52

DAFTAR PUSTAKA

[1] Schiller, Jochen H., Mobile Communications, Great Britain 2000, Second Edition, 2003

[2] Aprillando, A. 2007. Cara Kerja dan Kinerja Protokol Optimized Link State Routing (OLSR) pada Mobile Ad hoc network (MANET), Tugas Akhir. Jakarta: Fakultas Teknik Unika AtmaJaya.

[3] Mukti, Guido. 2012. Unjuk Kerja Protokol DSR Pada Mobile AD HOC Network Dengan Simulator NS 2, Tugas Akhir. Yogyakarta: Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

[4] Khristian, Edward. 2012. Perbandingan Performansi Protokol DSDV dan OLSR Pada Mobile Ad Hoc Network Dengan Simulator NS2. Tugas Akhir. Yogyakarta: Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma. [5] C. K. Toh. 2001. Ad Hoc Mobile Wireless Networks Protocol and Systems.

Prentice Hall.

[6] Mukhija, Arun. 2001. Reactive Routing Protocol for Mobile Ad-Hoc Networks. Delhi: Department of Mathematics Indian Institute of Technology. [7] Mardani, Bagus. 2008. ANALISIS UNJUK KERJA WIRELESS MESH NETWORK DENGAN ROUTING PROTOCOL OLSR. Tugas Akhir. Depok: Fakultas Teknik

[8] T. Clausen, P. Jaqcuet, “Optimized Link State Protocol (OLSR)” RFC 3626 [9] Ashish K. Maurya, Dinesh Singh, and Ajeet Kumar. 2013. Performance

Comparison of DSR, OLSR and FSR Routing Protocols in MANET Using Random Waypoint Mobility Model, International Journal ofInformation and Electronics Engineering, Vol. 3

[10] Ahmad, Faza F., Sony Sumaryo., & Yudha Purwanto. 2007. Performansi Dynamic Source Routing (DSR) dengan Sumber Trafik CBR, PARETO, dan EXPONENTIAL, Jakarta: Sekolah Tinggi Teknologi Telkom.


(74)

[11] Wahanani, Henni Endah. Kinerja Protokol DSR Pada Jaringan Manet Dengan Metode Node Disjoint And Alternative Multipath Routing. Tugas Akhir. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, UPN “Veteran” Jatim.


(75)

54 LAMPIRAN

A. Listing Program a. Omnetpp.ini

[General]

#debug-on-errors = true sim-time-limit = 1000s seed-0-mt = 1

record-eventlog = false network =

inet.examples.manetrouting.net80211_aodv.Net80211 _aodv

cmdenv-express-mode = true

tkenv-plugin-path = ../../../etc/plugins description = "Skripsi 115314043"

**.drawCoverage=false

**.constraintAreaMinX = 0m **.constraintAreaMinY = 0m **.constraintAreaMinZ = 0m **.constraintAreaMaxX = 1000m **.constraintAreaMaxY = 1000m **.constraintAreaMaxZ = 0m *.numFixHosts = 1 *.numHosts = 29

**.arp.globalARP = true

#################################################

# mobility

**.mobility.initFromDisplayString = false

*.host[*].wlan[*].radio.transmissionRange = 250m *.fixhost[*].wlan[*].radio.transmissionRange = 250m

**.fixhost[0].mobility.initialX = 999m **.fixhost[0].mobility.initialY = 999m **.host[0].mobility.initialX = 1m

**.host[0].mobility.initialY = 1m

**.fixhost[1].mobility.initialX = 999m **.fixhost[1].mobility.initialY = 999m **.host[1].mobility.initialX = 1m


(76)

**.host[1].mobility.initialY = 1m

**.fixhost[2].mobility.initialX = 999m **.fixhost[2].mobility.initialY = 999m **.host[2].mobility.initialX = 1m

**.host[2].mobility.initialY = 1m

#################################################

# saat kecepatan 2 mps

**.host*.mobilityType = "RandomWPMobility"

**.host[*].mobility.changeInterval = normal(5s, 0.1s)

**.host[*].mobility.changeAngleBy = normal(0deg, 30deg)

**.host[*].mobility.waitTime = 1s **.host[*].mobility.speed = 2mps

**.fixhost*.mobilityType = "RandomWPMobility" **.fixhost[*].mobility.changeInterval =

normal(5s, 0.1s)

**.fixhost[*].mobility.changeAngleBy = normal(0deg, 30deg)

**.fixhost[*].mobility.waitTime = 1s **.fixhost[*].mobility.speed = 2mps

#################################################

# saat kecepatan 5 mps

**.host*.mobilityType = "RandomWPMobility"

**.host[*].mobility.changeInterval = normal(5s, 0.1s)

**.host[*].mobility.changeAngleBy = normal(0deg, 30deg)

**.host[*].mobility.waitTime = 3s **.host[*].mobility.speed = 5mps

**.fixhost*.mobilityType = "RandomWPMobility" **.fixhost[*].mobility.changeInterval =

normal(5s, 0.1s)

**.fixhost[*].mobility.changeAngleBy = normal(0deg, 30deg)

**.fixhost[*].mobility.waitTime = 3s **.fixhost[*].mobility.speed = 5mps


(1)

130976 68640 202880

73344 2493920 2730528 1098528 80096 77376 155744 2329952 2168288 2136640 75936 66976 761920

57088 296096

75904 516096 1197856

951072 1670048

72736 674912 4791424

71168 86016 75232 186720 135488 total control

message 97576672 Hasil OR 4,942253

Tabel Hasil uji pada skenario dengan pertambahan kecepatan 5 mps dan 3 koneksi

UDP

# Node

Throughput

(bit/s) Delay (s) Overhead Ratio

30 23112,427 0,01395 TruputUDP 23799360


(2)

25984 2463904 9719136 10204448 13304128 4276800

95552 1393344 1158560 29024 95840 4255648 4586752 1420448 34304 47616 2398080 2507104 5618528 26400 23296 115072 1118432

20800 4128000

231360 5620608 20621120

24064 total control

message 121183232 Hasil OR 5,09186936

40 21395,744 0,020033

TruputUDP 20808320

TruputRoutingRcvd

22354592 55616 1438848 9231264 9220480 9220224 3772544 1327552 56000 55360


(3)

42592 4548864

35840 51168 1321184

51872 51104 54752 48416 57984 786944 6131424

50304 6172896

53824 60448 59168 55968 5622464

57824 40704 9260256

50880 824384

31552 2070464

623681 5468800 5500845 1091264 total control

message 107010350 Hasil OR 5,142671

50 20500,885 0,041574

TruputUDP 22913280

TruputRoutingRcvd

24640544 42528 1079200 13503008

9225920 9180320 47136 46400 49184


(4)

49056 50304 51296 36672 40896 43204 49408 9088672

44000 73600 1275520 1241312 1153568 53440 10330336

3592672 2989056 6435168 46528 57536 971296

56768 2295136

50464 41888 40928 43680 47616 48928 9277952

443200 5839488 5098016 50496 73920 51808 47040 44704 48480 40256 44544 total control


(5)

Hasil OR 5,201049

-

Rekap Hasil Throughput

Tabel Hasil throughput dengan 1 koneksi UDP

1

UDP

#

kecepatan 2 mps

kecepatan 5 mps

node hasil 1

hasil 2

rata-rata

hasil 1

hasil 2

rata-rata

30

8300,7

8292,0

8296,4

8240,5

8200,4

8220,4

40

8283,8

8282,2

8283,0

8231,2

8174,6

8202,9

50

8270,8

8264,3

8267,5

8130,3

8176,0

8153,1

Tabel Hasil throughput dengan 3 koneksi UDP

3

UDP

#

kecepatan 2 mps

kecepatan 5 mps

node

hasil 1

hasil 2

rata-rata

hasil 1

hasil 2

rata-rata

30

23737,9 24418,7

8026,1

23028,8 23112,4

7690,2

40

23230,2 24859,7

8015,0

22011,7 21395,7

7234,6

50

24033,2 23589,1

7937,0

20874,2 20500,9

6895,8

-

Rekap Hasil Delay

Tabel Hasil delay dengan 1 koneksi UDP

1

UDP

#

kecepatan 2 mps

kecepatan 5 mps

node

hasil 1

hasil 2

rata-rata

hasil 1

hasil 2

rata-rata

30

0,00718

6

0,00659

5

0,00689

1

0,00791

2

0,00724

0

0,00757

6

40

0,00594

0

0,00819

4

0,00706

7

0,00724

8

0,00876

9

0,00800

8

50

0,00483

1

0,00963

6

0,00723

3

0,00981

3

0,00815

7

0,00898

5

Tabel Hasil delay dengan 3 koneksi UDP

3

UDP

#

kecepatan 2 mps

kecepatan 5 mps

node

hasil 1

hasil 2

rata-rata

hasil 1

hasil 2

rata-rata


(6)

30

0,00661

0

0,00748

8

0,00704

9

0,02729

0

0,01395

0

0,02062

0

40

0,00564

2

0,00920

6

0,00742

4

0,03629

2

0,02003

3

0,02816

3

50

0,00800

6

0,00909

2

0,00854

9

0,05393

5

0,04157

4

0,04775

5

-

Rekap Hasil Overhead Ratio

Tabel Hasil overhead ratio dengan 1 koneksi UDP

1

UDP

#

kecepatan 2 mps

kecepatan 5 mps

node hasil 1

hasil 2

rata-rata

hasil 1

hasil 2

rata-rata

30

4,03

4,14

4,08

4,41

4,98

4,70

40

4,26

4,32

4,29

4,76

5,01

4,89

50

4,54

4,85

4,69

5,10

5,18

5,14

Tabel Hasil overhead ratio dengan 3 koneksi UDP

3

UDP

#

kecepatan 2 mps

kecepatan 5 mps

node hasil 1

hasil 2

rata-rata

hasil 1

hasil 2

rata-rata

30

4,60

4,61

4,61

4,86

5,09

4,97

40

5,11

4,75

4,93

5,03

5,14

5,08

50

5,21

4,94

5,08

5,27

5,20

5,23