Kadar Interleukin-4 (IL-4)Pada Penderita Dermatitis Atopik dan Bukan Penderita Dermatitis Atopik.
iv
ABSTRAK
KADAR INTERLEUKIN-4 (IL-4)
PADA PENDERITA DERMATITIS ATOPIK DAN BUKAN PENDERITA DERMATITIS ATOPIK
Ronald, 2008, Pembimbing : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes.
Dermatitis atopik merupakan suatu chronic relapsing pruritic skin disease yang menyerang orang-orang yang mempunyai riwayat atopik pada keluarganya. Banyak peneliti, hingga saat ini, berupaya untuk mengatasi penyakit ini. Interleukin-4 (IL-4) adalah salah satu sitokin yang besar peranannya dalam patogenesis dermatitis atopik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar interleukin-4 (IL-4) pada penderita dermatitis atopik dan bukan penderita dermatitis atopik.
Penelitian menggunakan metode penelitian observasional. Sampel berupa plasma darah yang berasal dari darah vena penderita dermatitis atopik dan orang normal. Plasma darah kemudian diukur dengan teknik analisis Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t (t test) tidak berpasangan dengan α = 0,05. Hasil penelitian membuktikan bahwa nilai rata-rata kadar IL-4 pada penderita dermatitis atopik berbeda signifikan dengan seseorang bukan penderita dermatitis atopik (p < 0,05).
Kesimpulan penelitian adalah kadar IL-4 pada penderita dermatitis atopik lebih rendah dibandingkan kadar IL-4 bukan penderita dermatitis atopik dan perbedaan tersebut secara statistik berbeda signifikan. Hal ini berarti, penderita dermatitis atopik pada penelitian ini sudah memasuki fase lanjut / fase kronik.
Kata kunci : IL-4, penderita dermatitis atopik, bukan penderita dermatitis atopik
(2)
v ABSTRACT
THE DIFFERENCE LEVEL OF INTERLEUKINE-4 IN ATOPIC DERMATITIS PATIENTS AND
NON-ATOPIC DERMATITIS PATIENS Ronald, 2008, Tutor : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes.
Atopic dermatitis is a chronic relapsing pruritic skin disease which is related to atopic history in his family. Until now, many scientists are trying to find the treatment for this disease. Interleukine-4 (IL-4) is one of cytokines that has important role in pathogenesis of atopic dermatitis. The aim of this research is to assess the difference level of interleukine-4 (IL-4) in atopic dermatitis patients and non-atopic dermatitis patiens. The research is based on observational method. The research used plasm sample taking from venous blood of atopic dermatitis patients and non-atopic dermatitis patiens. The plasm then measured by Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) technique. Data was analysed using t test with
α
= 0,05.The result shows that average level of IL-4 in atopic dermatitis patients is significant difference with non-atopic dermatitis patiens (p < 0,001). The conclusion is level of IL-4 in atopic dermatitis patients is lower than level of IL-4 in non-atopic dermatitis patiens and there is a statistically significant difference. It’s mean, that atopic dermatitis patients in this research were already in late phase or chronic phase.
(3)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat merampungkan karya tulis ilmiah ini. Karya tulis ilmiah yang berjudul Kadar interleukin-4 (IL-4) pada penderita dermatitis atopik dan bukan penderita dermatitis atopik ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan ilmu dalam membimbing penulis.
2. Ellya Rosa Delima, dr., M.Kes. dan Meilinah Hidayat, dr., M.Kes. selaku penguji untuk waktu, masukan, dan saran yang diberikan.
3. Seluruh staff Unit Penelitian Kedokteran Universitas Pajajaran – Rumah Sakit Hasan Sadikin (Bandung) yang telah membantu penulis dalam pengerjaan penelitian.
4. Heddy Herdiman, dr. yang telah bersedia membantu dan berbagi ilmu dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
5. Triswaty dr. M Kes, Djaja R., dr. M Si, Fanny Rahardja dr. M Si, Endah T. S.Si., M Si, Caroline dr. PhD, Philips O., S Si., M Si., selaku staff bagian Mikrobiologi Universitas Kristen Maranatha yang telah membantu penulis dalam pencarian pustaka.
6. Rina Lizza Roostati yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
7. Teman-teman penulis: Rommy Andika Kurniawan, Rosydatul, Suryamin, Analia Sandjaja, Yusuf Kurniawan yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
8. Papa dan Mama beserta keluarga yang sangat penuh dengan kasih sayang, doa dan perhatian serta dorongan sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. 9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang memberikan
(4)
vii
Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca karya tulis ini dan semoga memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Bandung, 5 Januari 2008
(5)
viii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Maksud dan Tujuan ... 3
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah... 3
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian... 3
1.6 Metodologi Penelitian ... 5
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit ... 6
2.1.1 Struktur Kulit... 6
2.1.2 Fungsi Kulit ... 10
2.2 Sistem Imun ... 12
2.2.1 Sitem imun non spesifik... 12
2.2.2 Sistem imun spesifik ... 18
2.3 Sitokin Interleukin-4 (IL-4) ... 23
2.3.1 Sejarah Sitokin... 23
2.3.2 Definisi Sitokin... 24
2.3.3 Sifat Umum Sitokin ... 24
2.3.4 Fungsi Sitokin... 26
2.3.5 Jenis-jenis sitokin... 27
2.4 Dermatitis Atopik (D.A.) ... 33
2.4.1 Definisi... 33
2.4.2 Sinonim ... 34
2.4.3 Epidemiologi ... 34
2.4.4 Etiologi dan Patogenesis ... 35
2.4.5 Manifestasi Klinik ... 40
2.4.6 Diagnosis... 42
(6)
ix
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian... 45
3.2 Alat dan Bahan... 46
3.3 Metode Penelitian... 48
3.4 Prosedur Penelitian... 48
3.5 Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian... 54
4.1.1 Data umum subjek penelitian ... 54
4.1.2 Hasil penelitian kadar IL-4 pada penderita D.A. dan bukan penderita D.A... 55
4.2 Pembahasan... 56
4.3 Uji Hipotesis ... 58
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN ... 63
(7)
x
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Data umum subjek penelitian ... 54 Tabel 4.2 Hasil Penelitian pada panjang gelombang 450 nm ... 55
(8)
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur lapisan kulit ... 6
Gambar 2.2 Innate dan Adaptive Immunity... 13
Gambar 2.3 Pertahanan Eksternal Tubuh ... 14
Gambar 2.4 Proses Fagositosis dalam Berbagai Tahap ... 15
Gambar 2.5 Humoral Immunity dan Cellular Immunity... 18
Gambar 2.6 Sel Dendritik ... 20
Gambar 2.7 Sifat-sifat sitokin ... 25
Gambar 2.8 Efek biologik IL-4 ... 28
Gambar 2.9 Efek biologik IFN- ... 33
Gambar 2.10 Berbagai jenis respon hipersensitivitas... 37
Gambar 2.11 Jalur imun pada dermatitis atopik... 40
Gambar 2.12 Lokalisasi lesi D.A. di lipat siku ... 42
Gambar 3.1 ELISA reader (gambar kiri) dan multi-channel pippettes (1) serta vortex mekanik (2) (gambar kanan) ... 46
(9)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Informed consent... 63 Lampiran 2 Data uji statistik ... 64
(10)
63 Lampiran 1
(11)
64
Lampiran 2
Data Uji Statistik
IL-4 D.A. dan bukan D.A. (450 nm)
Normality Test: Passed (P= 0.088)
Equal Variance Test: Passed (P= 0.126)
Group N Missing
Col1 16 0
Col2 16 0
Group Mean Std Dev SEM
Col1 0.0952 0.0416 0.0104 Col2 0.171 0.0179 0.00447
Difference -0.0758
t = -6.694 with 30 degrees of freedom. (P= <0.001)
95 percent confidence interval for difference of means: -0.0989 to -0.0527
The difference in the mean values of the two groups is greater than would be expected by chance; there is a statistically difference between the input groups (P= <0.001).
(12)
65
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ronald
NRP : 0410095
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 25 Oktober 1985
Alamat : Jl. Hegarmanah Wetan no.19, Bandung Riwayat Pendidikan :
1. 1992, lulus TK Santo Aloysius I Bandung
2. 1998, lulus SD Santo Yusuf I (Santo Aloysius) Bandung 3. 2001, lulus SMP Santo Aloysius I Bandung
4. 2004, lulus SMA Santo Aloysius I Bandung
5. 2004, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung
(13)
1
Universitas Kristen MaranathaBAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah “atopik” pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
alergi/hipersensitivitas dalam keluarganya. Literarur lainnya menyebutkan bahwa
atopik adalah suatu reaksi
immediate hypersensitivity
terhadap antigen lingkungan
yang diperantarai oleh IgE (
Immunoglobulin E
). Salah satu dari penyakit yang
bersifat atopik ini adalah dermatitis atopik. Prevalensi dermatitis atopik adalah 5%
pada populasi dewasa dan lebih dari 10% pada anak-anak (Mittermann et al.,2004).
Wanita lebih banyak menderita penyakit ini dengan rasio 1,3:1 (Sri Adi Sularsito dan
Suria Djuanda,2007).
Dermatitis atopik ini merupakan suatu
chronic relapsing pruritic skin disease
yang menyerang orang-orang yang atopik tersebut, walaupun atopik itu cenderung
diturunkan (faktor genetik), tetapi faktor lingkungan juga memegang peranan dalam
perkembangan penyakit ini, itulah sebabnya mengapa tidak semua anggota keluarga,
juga kembar identik, terkena pengaruh pada tingkat yang sama. Faktor-faktor yang
terjadi pada usia muda, termasuk saat ketika pertama kali terpapar alergen, dan
frekuensi individu tersebut terpapar terhadap alergen yang sama akan menentukan
kecenderungan untuk timbulnya penyakit ini (Clough,2005), oleh sebab itu,
dermatitis atopik merupakan suatu penyakit yang cukup kompleks perjalanan
penyakitnya.
Penderita dermatitis atopik cenderung untuk memproduksi IgE sebagai reaksi
terhadap suatu antigen tertentu. IgE ini kadarnya lebih tinggi pada dermatitis atopik
dibandingkan pada bukan penderita dermatitis atopik. Peningkatan produksi IgE ini
disebabkan karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit ini
meningkat karena adanya pengaruh dari interleukin-4 (IL-4). Produksi interleukin-4
(14)
2
Universitas Kristen Maranatha
ini dipengaruhi oleh aktivitas sel T Helper, dalam hal ini sel T Helper 2 (Sel Th2). Sel
Th2 akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel mast yang telah ditempeli
IgE akan mengalami degranulasi pada kontak ulangan untuk melepaskan
mediator-mediator yang dapat menimbulkan gejala klinik pada seseorang dengan dermatitis
atopik (Marwali Harahap,2000).
Patogenesis penyakit ini telah banyak diteliti. Salah satu teori yang berusaha
menjelaskan patogenesis penyakit ini adalah
hygiene hypothesis
yang menyatakan
bahwa kontak dengan bakteri pada awal-awal kehidupan seseorang dapat mengurangi
risiko timbulnya alergi pada orang tersebut. Hal tersebut terjadi karena adanya kontak
dengan suatu organisme yang dapat merangsang perkembangan sel T Helper1 (sel
Th1) pada awal kehidupan dapat menghindari respon imun yang diperantarai oleh
Th2. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pada penderita dermatitis atopik ini
terdapat peningkatan kadar IgE dalam tubuhnya. IgE ini diproduksi oleh sel B dengan
bantuan sel Th2 yang diperantarai sitokin interleukin-4 (IL-4). Peningkatan sitokin
IL-4 menandakan peningkatan aktivitas sel Th2. Menurut teori
hygiene hypothesis
,
aktivitas sel Th2 pada penderita dermatitis atopik terjadi peningkatan, dengan
ditandai peningkatan sitokin IL-4 (Nairn and Helbert,2002). Oleh sebab itu, penelitian
ini dilakukan untuk memperlihatkan ada tidaknya perbedaan kadar interleukin-4
antara penderita dermatitis atopik dengan bukan penderita dermatitis atopik.
Penelitian ini diharapkan dapat memperjelas patogenesis dermatitis atopik, yang pada
suatu hari nanti dapat membantu peneliti lainnya dalam upaya mengatasi dermatitis
atopik.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah penelitian ini adalah
apakah ada perbedaan antara kadar IL-4 pada penderita dermatitis atopik dengan
kadar IL-4 bukan penderita dermatitis atopik.
(15)
3
Universitas Kristen Maranatha
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud Penelitian:
Maksud karya tulis ilmiah ini adalah mengetahui patogenesis dermatitis atopik,
yang menjadi dasar bagi penelitian lain tentang dermatitis atopik, dan membantu
pengembangan obat untuk mengatasi penyakit ini.
Tujuan Penelitian:
Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah mengetahui adanya perbedaan kadar IL-4
pada penderita dermatitis atopik dan bukan penderita dermatitis atopik.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Manfaat Akademis:
Manfaat akademis karya tulis ilmiah ini adalah untuk memajukan bidang
penelitian tentang dermatitis atopik, dan mengetahui peran IL-4 pada timbulnya
penyakit dermatitis atopik.
Manfaat Praktis:
Manfaat praktisnya adalah memberikan informasi pada masyarakat tentang
dermatitis atopik.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
Dermatitis atopik dapat digolongkan menjadi 2 fase, yaitu fase inisial dengan lesi
akut yang didominasi oleh Th2 dan selanjutnya diikuti fase kedua yaitu fase yang
didominasi oleh sel Th1 berupa lesi D.A. kronik (Mittermann
et al
, 2004). Oleh
(16)
4
Universitas Kristen Maranatha
inisial atau lesi akut, pajanan antigen pertama kali akan ditangkap oleh sel
Langerhans (APC). Sel Langerhans menyerahkan antigen kepada sel T helper
(CD4+) melalui hubungan MHC kelas II pada APC dengan FcReseptor sel T helper
(CD4+). Hal ini menyebabkan sel T helper menjadi aktif. Sel T helper pada penderita
dermatitis atopik cenderung untuk mengaktivasi sel Th2 dibandingkan sel Th1.
Aktivasi sel Th2 ini dibantu oleh sitokin IL-4. Sel Th2 ini akan merangsang sel B
untuk memproduksi antibodi IgE (Sri Adi Sularsito dan Suria Djuanda, 2007).
Antigen pada pajanan berikutnya akan berikatan dengan IgE yang selanjutnya
akan menyebabkan degranulasi dari sel mast. Degranulasi sel mast ini akan
mengeluarkan mediator-mediator yang dapat menimbulkan gejala dan tanda klinik.
Mediator-mediator tersebut diantaranya adalah adanya
Eosinophilic Chemotactic
Factor A (ECFA)
yang dapat menarik eosinofil ke jaringan dan adanya performed
mediator yang selanjutnya akan memproduksi prostaglandin yang akhirnya dapat
menarik neutrofil. Aktivitas limfosit T yang meningkat pada dermatitis atopik akan
meningkatkan produksi IgE (Marwali Harahap,2000).
Pada fase kronik atau fase lanjut, antigen yang sama yang masuk ke dalam tubuh
penderita dermatitis atopik cenderung untuk mengaktifkan sel Th1 dibandingkan sel
Th2. Sel Th1 ini akan melepas sitokin (IFN- ) yang mengaktifkan makrofag dan
menginduksi inflamasi. Kerusakan jaringan pada fase lanjut ini disebabkan oleh
produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif
intermediat, oksida nitrat dan sitokin proinflamasi (Karnen Garna Baratawidjaja,
2006).
Hipotesis Penelitian:
Kadar IL-4 pada penderita dermatitis atopik berbeda dengan bukan penderita
dermatitis atopik.
(17)
5
Universitas Kristen Maranatha
1.6 Metodologi Penelitian
Rancangan penelitian bersifat observasional analitik dengan prosedur penelitian
potong silang. Penelitian ini menggunakan sampel plasma penderita dermatitis atopik
dan bukan penderita dermatitis atopik sebagai kontrol. Teknik pemeriksaan yang
digunakan adalah ELISA. Analisis statistiknya adalah uji t tidak berpasangan dengan
menggunakan program Sigma Stat.
1.7 Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitiannya di Puskesmas Pasundan, di lingkungan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha, dan Laboratorium Unit Penelitian Kedokteran Unpad
- RSHS
(18)
59 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kadar IL-4 pada penderita dermatitis atopik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan kadar IL-4 pada bukan penderita dermatitis atopik. Hal ini berarti, penderita dermatitis atopik pada penelitian ini mungkin sudah memasuki fase lanjut / kronik.
Kadar IL-4 pada dermatitis atopik, dengan kata lain, dapat meningkat atau menurun jika dibandingkan dengan seseorang bukan penderita dermatitis atopik, tergantung pada fase mana ia berada.
5.2 Saran
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, oleh sebab itu pada penelitian selanjutnya diharapkan besar sampel memenuhi kriteria sampel minimal.
Penelitian perlu dilakukan terhadap sitokin lainnya mengingat adanya sifat dari sitokin yang pleiotropik dan redundant, seperti pengukuran terhadap interferon- (IFN- ) yang berperan pada fase lanjut dermatitis atopik, yang diketahui mempunyai sifat inhibisi terhadap interleukin-4 (IL-4).
(19)
60 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Abbas A.K., Lichtman A.H., Pillai S. 2007. Cytokines. In: Cellular and molecularimmunology. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co. p.267-301.
Abbas A.K. 2005. Diseases of immunity. Kumar V., Abbas A.K., Fausto N,eds. Robbins and cotran pathologic basis of disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. p.193-218.
Brown G., Burns T. 2005. Lecture notes dermatologi. Terjemahan Anies Zakaria. edisi 8. Jakarta : Erlangga h.1-18, 66-67, 73-74.
Clough J. 2006. Memahami alergi. Terjemahan Yus Kayam. cetakan I. Jakarta : Gaya Favorit Press . h.26-30.
Hamid Q., Boguniewicz M., Leung D.Y. 1994. Differential in situ cytokine gene expression in acute versus chronic atopic dermatitis. J Clin Invest, 94: 870-876. http://www.pubmedcentral.com.article.htm. Nov 6th, 2007.
Irma D. Roesyanto, Mahadi. 2000. Ekzema dan dermatitis. Dalam: Marwali Harahap, ed. Ilmu penyakit kulit. cetakan I. Jakarta: Hipokrates h.6-14.
Janeway C.A., Travers P., Walport M., Shlomchik M.J. 2001. Immunobiology 5. 5th ed. New York: Garland Publishing. p.471-496.
Karnen Garna Baratawidjaja. 2006. Imunologi dasar. edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.34-46, 50-68, 119-135, 266-270, 155-161.
Karnen Garna Baratawidjaja, Iris Rengganis. 2007. Imunologi dasar. Dalam: Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K dan Siti Setiati, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. edisi 4. cetakan II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI . h.235-241.
(20)
Universitas Kristen Maranatha 61
Levinson, Warren. 2004. Medical microbiology & immunology. 8th edition. USA: The McGraw-Hill Companies. p.445-451.
Marwali Harahap. 2000. Ilmu penyakit kulit. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates. h.1-3, h.4-5.
Mitterman I., Aichberger K.J., Bunder R., et al. 2004. Autoimmunity and atopic dermatitis. http://www.medscape.com.article.htm. Nov 6th, 2007.
Murphy G.F., Sellheyer K., Mihm M.C. 2005. The skin. Kumar V., Abbas A.K., Fausto N,eds. Robbins and cotran pathologic basis of disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 1252-1254.
Nairn R., Helbert M. 2002. Immunology for medical students. 1st ed. London: Mosby. p.221-231.
Retno Widowati S. 2007. Pengetahuan dasar imunologi. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.43-53.
Sell S. 2001. immunology, immunopathology & immunity. 6th ed. Washington DC: ASM (American Sosiety for Microbiology) Press. p.404,379.
Sri Adi Sularsito, Suria Djuanda. 2007. Dermatitis. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.138-146.
Stites P.D., Terr A.I., Parslow T.G. 1994. Basic & clinical immunology. 8th ed. Stamford: Appleton & Lange. p.341-343.
(21)
Universitas Kristen Maranatha 62
Syarif M. Wasitaatmadja. 2007a. Anatomi kulit. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.3-6.
_______ 2007b. Faal kulit. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.7-8.
(1)
4
inisial atau lesi akut, pajanan antigen pertama kali akan ditangkap oleh sel
Langerhans (APC). Sel Langerhans menyerahkan antigen kepada sel T helper
(CD4+) melalui hubungan MHC kelas II pada APC dengan FcReseptor sel T helper
(CD4+). Hal ini menyebabkan sel T helper menjadi aktif. Sel T helper pada penderita
dermatitis atopik cenderung untuk mengaktivasi sel Th2 dibandingkan sel Th1.
Aktivasi sel Th2 ini dibantu oleh sitokin IL-4. Sel Th2 ini akan merangsang sel B
untuk memproduksi antibodi IgE (Sri Adi Sularsito dan Suria Djuanda, 2007).
Antigen pada pajanan berikutnya akan berikatan dengan IgE yang selanjutnya
akan menyebabkan degranulasi dari sel mast. Degranulasi sel mast ini akan
mengeluarkan mediator-mediator yang dapat menimbulkan gejala dan tanda klinik.
Mediator-mediator tersebut diantaranya adalah adanya
Eosinophilic Chemotactic
Factor A (ECFA) yang dapat menarik eosinofil ke jaringan dan adanya performed
mediator yang selanjutnya akan memproduksi prostaglandin yang akhirnya dapat
menarik neutrofil. Aktivitas limfosit T yang meningkat pada dermatitis atopik akan
meningkatkan produksi IgE (Marwali Harahap,2000).
Pada fase kronik atau fase lanjut, antigen yang sama yang masuk ke dalam tubuh
penderita dermatitis atopik cenderung untuk mengaktifkan sel Th1 dibandingkan sel
Th2. Sel Th1 ini akan melepas sitokin (IFN- ) yang mengaktifkan makrofag dan
menginduksi inflamasi. Kerusakan jaringan pada fase lanjut ini disebabkan oleh
produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif
intermediat, oksida nitrat dan sitokin proinflamasi (Karnen Garna Baratawidjaja,
2006).
Hipotesis Penelitian:
Kadar IL-4 pada penderita dermatitis atopik berbeda dengan bukan penderita
dermatitis atopik.
(2)
Universitas Kristen Maranatha
1.6 Metodologi Penelitian
Rancangan penelitian bersifat observasional analitik dengan prosedur penelitian
potong silang. Penelitian ini menggunakan sampel plasma penderita dermatitis atopik
dan bukan penderita dermatitis atopik sebagai kontrol. Teknik pemeriksaan yang
digunakan adalah ELISA. Analisis statistiknya adalah uji t tidak berpasangan dengan
menggunakan program Sigma Stat.
1.7 Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitiannya di Puskesmas Pasundan, di lingkungan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha, dan Laboratorium Unit Penelitian Kedokteran Unpad
- RSHS
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kadar IL-4 pada penderita dermatitis atopik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan kadar IL-4 pada bukan penderita dermatitis atopik. Hal ini berarti, penderita dermatitis atopik pada penelitian ini mungkin sudah memasuki fase lanjut / kronik.
Kadar IL-4 pada dermatitis atopik, dengan kata lain, dapat meningkat atau menurun jika dibandingkan dengan seseorang bukan penderita dermatitis atopik, tergantung pada fase mana ia berada.
5.2 Saran
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, oleh sebab itu pada penelitian selanjutnya diharapkan besar sampel memenuhi kriteria sampel minimal.
Penelitian perlu dilakukan terhadap sitokin lainnya mengingat adanya sifat dari sitokin yang pleiotropik dan redundant, seperti pengukuran terhadap interferon- (IFN- ) yang berperan pada fase lanjut dermatitis atopik, yang diketahui mempunyai sifat inhibisi terhadap interleukin-4 (IL-4).
(4)
60 Universitas Kristen Maranatha
Abbas A.K., Lichtman A.H., Pillai S. 2007. Cytokines. In: Cellular and
molecularimmunology. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co. p.267-301.
Abbas A.K. 2005. Diseases of immunity. Kumar V., Abbas A.K., Fausto N,eds.
Robbins and cotran pathologic basis of disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders. p.193-218.
Brown G., Burns T. 2005. Lecture notes dermatologi. Terjemahan Anies Zakaria. edisi 8. Jakarta : Erlangga h.1-18, 66-67, 73-74.
Clough J. 2006. Memahami alergi. Terjemahan Yus Kayam. cetakan I. Jakarta : Gaya Favorit Press . h.26-30.
Hamid Q., Boguniewicz M., Leung D.Y. 1994. Differential in situ cytokine gene expression in acute versus chronic atopic dermatitis. J Clin Invest, 94:
870-876. http://www.pubmedcentral.com.article.htm. Nov 6th, 2007.
Irma D. Roesyanto, Mahadi. 2000. Ekzema dan dermatitis. Dalam: Marwali Harahap, ed. Ilmu penyakit kulit. cetakan I. Jakarta: Hipokrates h.6-14.
Janeway C.A., Travers P., Walport M., Shlomchik M.J. 2001. Immunobiology 5.
5th ed. New York: Garland Publishing. p.471-496.
Karnen Garna Baratawidjaja. 2006. Imunologi dasar. edisi 7. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. h.34-46, 50-68, 119-135, 266-270, 155-161.
Karnen Garna Baratawidjaja, Iris Rengganis. 2007. Imunologi dasar. Dalam: Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K dan Siti Setiati, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. edisi 4. cetakan II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI . h.235-241.
(5)
61
Levinson, Warren. 2004. Medical microbiology & immunology. 8th edition. USA:
The McGraw-Hill Companies. p.445-451.
Marwali Harahap. 2000. Ilmu penyakit kulit. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates. h.1-3, h.4-5.
Mitterman I., Aichberger K.J., Bunder R., et al. 2004. Autoimmunity and atopic
dermatitis. http://www.medscape.com.article.htm. Nov 6th, 2007.
Murphy G.F., Sellheyer K., Mihm M.C. 2005. The skin. Kumar V., Abbas A.K.,
Fausto N,eds. Robbins and cotran pathologic basis of disease. 7th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 1252-1254.
Nairn R., Helbert M. 2002. Immunology for medical students. 1st ed. London:
Mosby. p.221-231.
Retno Widowati S. 2007. Pengetahuan dasar imunologi. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.43-53.
Sell S. 2001. immunology, immunopathology & immunity. 6th ed. Washington
DC: ASM (American Sosiety for Microbiology) Press. p.404,379.
Sri Adi Sularsito, Suria Djuanda. 2007. Dermatitis. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.138-146.
Stites P.D., Terr A.I., Parslow T.G. 1994. Basic & clinical immunology. 8th ed. Stamford: Appleton & Lange. p.341-343.
(6)
Universitas Kristen Maranatha
Syarif M. Wasitaatmadja. 2007a. Anatomi kulit. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.3-6.
_______ 2007b. Faal kulit. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h.7-8.