HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DENGAN STRESS KERJA PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN WEAVING PT. TRIANGGA DEWI SURAKARTA
commit to user
i
HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DENGAN STRESS
KERJA PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN WEAVING
PT. TRIANGGA DEWI SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Mirza Hardiyatun Nadhiroh R.0207005
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(3)
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juni 2011
Mirza Hardiyatun Nadhiroh NIM. R0207005
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv ABSTRAK
Hubungan Paparan Kebisingan Dengan Stress Kerja Pada Tenaga Kerja
Di Bagian Weaving PT. Triangga Dewi Surakarta
Mirza Hardiyatun Nadhiroh, Putu Suriyasa, Arsita Eka P.
Tujuan : Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja salah satunya adalah lingkungan kerja fisik seperti kebisingan. Stressor fisik ditempat kerja, seperti kebisingan dapat menjadi sumber penyebab gangguan stress. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Trangga Dewi Surakarta.
Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah 38 tenaga kerja yang bekerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta yang diperoleh dengan teknik
purposive sampling. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kebisingan di bagian
weaving sebesar 100,15 dBA (melebihi nilai ambang batas 85 dBA). Hasil penilaian stress kerja menunjukkan bahwa 15 tenaga kerja (39,47%) mengalami stress ringan, 20 tenaga kerja (52,63%) mengalami stress sedang dan 3 tenaga kerja (7,89%) mengalami stress berat. Hasil uji statistik Korelasi Pearson Product Moment diperoleh nilai signifikasi (2-sided) adalah 0,000 (p ≤ 0,01) yang berarti bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta. Didapat juga nilai r sebesar 0,834 dan sumbangan antar variabel sebesar 69,55 persen.
Simpulan : Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan yang sangat signifikan antara paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving
PT. Triangga Dewi Surakarta.
(5)
commit to user
v ABSTRACT
Correlation Of Noise Exposure With Work Stress Of Labor In Weaving Division PT. Triangga Dewi Surakarta
Mirza Hardiyatun Nadhiroh, Putu Suriyasa, Arsita Eka P.
Objective : Work environment that can provide an additional burden to workers, one of which is the physical work environment such as noise. Physical stressors in the workplace, such as noise can be a source that caused stress disorder. The goal of this research is to know correlation of noise exposure with work stress of labor in weaving division PT. Triangga Dewi Surakarta.
Methods : This research uses analytical survey with cross sectional approach. By using purposive sampling technique, there are 38 labors in weaving division PT. Triangga Dewi Surakarta as subjects. The processing technique and analyzing data is done by statistical test Pearson Product Moment Correlation with used computer program SPSS 16.0.
Results : Based on research results, the average noise in weaving division equal to 100,15 dBA (exceeding value float the boundary 85 dBA). The result of work stress shown that 15 labors (39,47%) including mild stress category, 20 labors (52,63%) including moderate stress and 3 labor (7,89%) including severe stress. The result for analytic test in pearson product moment correlation shows significance value (2-sided) was 0,000 (p ≤ 0,01). It means that there is a significant correlation between noise exposure with work stress. The result for
analytic test in correlation noise exposure with work stress shows “r” value =
0,834 and contribution between variable of equal to 69,55%.
Conclution : From this research, it can be concluded that there is a correlation noise exposure with work stress of labor in weaving division PT. Triangga Dewi Surakarta.
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja pada Tenaga Kerja di Bagian
Weaving PT. Triangga Dewi Surakarta”.
Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sains Terapan bagi penulis di program studi DIV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Ipop Sjarifah., Dra., Msi, selaku Kepala Program Studi DIV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS., PKK., Sp. Ok, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis.
4. Ibu Arsita Eka P, dr., M.Kes, selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis.
5. Ibu Lusi Ismayenti, ST, M.Kes, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.
6. Bapak Agus, selaku bagian HRD PT. Triangga Dewi Surakarta yang telah memberikan izin untuk pengambilan data dalam penelitian ini.
7. Bapak Mochtar, selaku pembimbing lapangan di PT. Triangga Dewi Surakarta yang telah mendampingi penulis dalam pengambilan data.
8. Bapak H. Syamsiadi dan Ibu Hj. Siti Badriyah atas doa dan kasih sayang tak terbatas kepada penulis.
9. Teman-teman DIV Kesehatan Kerja FK UNS angkatan 2007 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juni 2011 Penulis,
(7)
commit to user
vii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian ... 4
D.Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A.Tinjauan Pustaka ... 7
B. Kerangka Pemikiran ... 27
C.Hipotesis ... 27
BAB III. METODE PENELITIAN ... 28
A.Jenis Penelitian ... 28
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
C.Populasi Penelitian ... 28
D.Teknik Sampling ... 29
E. Desain Penelitian ... 29
F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30
G.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30
(8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
I. Cara Kerja Penelitian ... 33
J. Teknik Analisa Data ... 35
BAB IV. HASIL ... 36
A.Gambaran Umum Perusahaan ... 36
B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 37
C.Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bagian Weaving .... 38
D.Hasil Pengukuran Stress Kerja Tenaga Kerja ... 39
E. Uji Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Stress Kerja ... 40
BAB V. PEMBAHASAN ... 42
A.Karakteristik Subjek Penelitian ... 42
B. Analisa Paparan Kebisingan di Bagian Weaving ... 43
C.Analisa Stress Kerja ... 45
D.Analisa Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja ... 46
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 48
A.Simpulan ... 48
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN
(9)
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Waktu Pemaparan Kebisingan Per Hari Kerja Berdasarkan
Intensitas Kebisingan yang diterima Pekerja ... 11
Tabel 2. Jenis-jenis dari Akibat-akibat Kebisingan ... 14
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Umur Responden ... 37
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Masa Keja Responden ... 38
Tabel 5 . Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan ... 39
Tabel 6. Distribusi Penilaian Stress Kerja Tenaga Kerja ... 40
(10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Sistem Suara ... 14 Gambar 2. Skema Aksis HPA ... 19 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress
Kerja ... 27 Gambar 4. Desain Penelitian ... 29 Gambar 5. Sound Level Meter ... 32
(11)
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
Lampiran 2. Surat Pengajuan Kuesioner H-RSA untuk Pengukuran Stress Kerja Lampiran 3. Kuesioner HRS-A (Hamilton Rating Scale Anxiety)
Lampiran 4. Daftar Responden Bagian Weaving PT. Triangga Dewi Surakarta
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bagian Weaving PT.
Triangga Dewi Surakarta
Lampiran 6. Hasil Pengukuran Stress Kerja Tenaga Kerja Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
Lampiran 8. Surat Keterangan Penelitian Lampiran 9. Jadwal Penelitian
(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, terutama pada era industrialisasi yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi globalisasi. Dalam keadaan demikian, penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan bahan-bahan berbahaya akan terus meningkat sesuai kebutuhan industrialisasi. Hal tersebut di samping memberikan kemudahan bagi suatu proses produksi, tentunya efek samping yang tidak dapat dielakkan adalah bertambahnya jumlah dan ragam sumber bahaya bagi pengguna teknologi itu sendiri. Sehingga tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Di samping itu, faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), proses kerja tidak aman dan sistem kerja yang semakin komplek dan modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja (Tarwaka, 2008).
Agar seorang tenaga kerja ada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerja setinggi-tingginya, maka perlu ada keseimbangan yang menguntungkan dari
(13)
commit to user
beberapa faktor, yaitu beban kerja, beban tambahan akibat dari lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Suma’mur, 2009).
Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja salah satunya adalah lingkungan kerja fisik, seperti : mikroklimat (suhu udara ambien, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi), intensitas penerangan, vibrasi mekanis, tekanan udara dan intensitas kebisingan (Tarwaka, 2010).
Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996) atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51 Tahun 1999).
Di Indonesia intensitas kebisingan yang disepakati sebagai pedoman bagi perlindungan alat pendengaran agar tidak kehilangan daya dengar untuk pemaparan 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja atau 40 jam kerja seminggu adalah 85 dB(A) (Suma’mur, 2009).
Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja. Untuk beberapa orang yang rentan, kebisingan dapat menyebabkan rasa pusing, kantuk, sakit, tekanan darah tinggi, tegang dan stress yang diikuti dengan sakit maag, kesulitan tidur (Anizar, 2009).
Hasil penelitian Labour Force Survey pada tahun 1990 menemukan
(14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
gangguan stress tidak hanya karena pekerjaan itu sendiri, tetapi dapat juga karena adanya stressor fisik, emosional dan mental. Stressor fisik di tempat kerja, seperti kebisingan (Harrianto, 2010).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Idhayu Oktarini (2010) di tempat penggilingan padi CV. Padi Makmur Karanganyar, berdasarkan uji statistik Chi Square Test untuk menguji pengaruh antara kebisingan terhadap
stress kerja diperoleh hasil nilai yang signifikan bahwa ada pengaruh kebisingan terhadap stress kerja.
Penelitian lainnya mengenai stress kerja yang dilakukan oleh Niar Tri Yulianingsih (2009) di PT. Panasonic Gobel Energy Indonesia (PECGI) bagian finishing dengan intensitas kebisingan 74 dB(A) dan bagian
assembling dengan intensitas kebisingan 94,9 dB(A) dengan uji T-Paired
menunjukkan adanya perbedaan stress kerja dimana stress kerja di bagian
finishing lebih rendah daripada di bagian assembling.
PT. Triangga Dewi adalah pabrik penghasil kain mentah yang berdiri sejak tahun 1970. Proses produksi kain mentah meliputi proses spinning
(pemintalan), weaving (penenunan) dan finishing. Bagian weaving adalah
bagian penenunan dari benang menjadi kain mentah yang dilakukan dengan menggunakan mesin-mesin penenun. Bagian ini adalah bagian yang menghasilkan kebisingan cukup tinggi daripada bagian-bagian yang lain. Pada survei awal, peneliti mengukur intensitas kebisingan di bagian weaving
(penenunan) dari beberapa titik. Intensitas kebisingan rata-rata di bagian
(15)
commit to user
Kebisingan di bagian weaving berasal dari mesin-mesin tenun yang
digunakan. Terdapat 680 mesin penenun, dimana setiap 1 tenaga kerja bertanggung jawab atas 10 mesin. Tenaga kerja bekerja selama 8 jam sehari dengan 30 menit istirahat di lokasi tersebut. Terdapat keluhan dari tenaga kerja yang mengalami pusing, mual, cepat lelah, kurang konsentrasi dan susah tidur yang merupakan gejala terjadinya stress kerja.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini mengkaji hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi
Surakarta. 2. Tujuan khusus
a. Untuk mengukur besarnya intensitas kebisingan di bagian weaving PT.
(16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
b. Untuk menilai stress kerja akibat paparan kebisingan pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta.
c. Untuk menganalisis hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat memberikan bukti empiris tentang hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja.
2. Manfaat aplikatif / praktis a. Bagi Peneliti
1) Dapat mengaplikasikan teori-teori mata kuliah yang telah didapatkan di bangku kuliah dan menambah pengalaman secara langsung melalui pengamatan di lapangan
2) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja.
b. Bagi Tenaga Kerja
Tenaga kerja dapat mengetahui hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja sehingga dapat melakukan upaya pencegahan stress kerja yang disebabkan oleh paparan kebisingan dengan penuh kesadaran.
(17)
commit to user c. Bagi Perusahaan
1) Perusahaan dapat lebih mengetahui mengenai kondisi lingkungan kerja.
2) Perusahaan mendapatkan masukan mengenai stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving agar dapat dilakukan upaya
pengendalian. d. Bagi Pembaca
1) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai teori-teori kebisingan, stress kerja dan hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja.
2) Dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
(18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebisingan a. Pengertian
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko, 2000).
Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan (Anizar, 2009).
Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik lingkungan kerja yang dapat menimbulkan dampak pada gangguan pendengaran (audiotory) dan extra audiotory seperti stress kerja/psikologik,
hipertensi, kelelahan kerja dan perasaan tidak senang (annoyance)
(Tana, 2002).
Definisi bising menurut Kepmenaker (1999) adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Tarwaka, 2004).
(19)
commit to user
Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian (Buchari, 2007).
Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja
(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau
tidak diinginkan (Tigor, 2009), secara : 1) Fisik (menyakitkan telinga pekerja).
2) Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi). b. Jenis-jenis Kebisingan
Jenis kebisingan yang sering ditemukan menurut Suma’mur
(2009) adalah :
1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise),
misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.
2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis
(steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler,
katup gas dan lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara
(20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising
pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan.
5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.
Sedangkan menurut Anizar (2009) kebisingan dapat dikelaskan kepada beberapa jenis yaitu :
1) Bising secara terus-menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan tingkat intensitas bunyi diantara maksimum dan minimum yang kurang dari 3dB(A). Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun tekstil.
2) Bising fluktuasi adalah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat diantara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3dB(A).
3) Bising impuls adalah bunyi bising yang mempunyai intensitas yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakan senjata api, lagan besi dan sebagainya.
4) Bising bersela adalah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu serta berulang. Contohnya bising ketika memotong besi akan berhenti apabila gergaji itu dihentikan. Terdapatnya kombinasi daripada jenis bunyi di atas, contohnya kebisingan berterusan dan bersela dapat terjadi secara serentak.
(21)
commit to user c. Nilai Ambang Batas Kebisingan
NAB kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari dan 5 hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu (Suma’mur, 2009).
NAB kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan pembaharuan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/ MEN/1978, besarnya rata-rata adalah 85 dB(A) jam/minggu. Apabila tenaga kerja menerima pemaparan kebisingan lebih dari ketetapan tersebut, maka harus dilakukan pengurangan waktu pemaparan seperti pada tabel berikut ini :
(22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Tabel 1. Waktu Pemaparan Kebisingan Per Hari Kerja Berdasarkan Intensitas Kebisingan yang diterima Pekerja
Sumber : Tarwaka (2004)
Catatan : Tidak boleh terpapar kebisingan lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat.
d. Pengaruh Kebisingan
Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja, seperti pengaruh fisiologis, pengaruh psikologis berupa gangguan (mengganggu atau annoying), pengaruh pada komunikasi dan
pengaruh yang paling serius adalah gangguan terjadinya ketulian (Soeripto, 2008).
Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja (Budiono, 2009) adalah :
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja Batas waktu pemaparan
Per hari kerja
Intensitas kebisingan dalam dB(A)
8 jam 85
4 jam 88
2 jam 91
1 jam 94
30 menit 97
15 menit 100
7,5 menit 103
3,75 menit 106
1,88 menit 109
0,94 menit 112
28,12 detik 115
14,06 detik 118
7,03 detik 121
3,52 detik 124
1,76 detik 127
0,88 detik 130
0,44 detik 133
0,22 detik 136
(23)
commit to user
2) Mengganggu percakapan atau komunikasi antar pekerja 3) Mengurangi konsentrasi
4) Menurunkan daya dengar 5) Tuli akibat kebisingan
Menurut Buchari (2007) bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditori, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan nonauditori seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya
performance kerja, kelelahan dan stress kerja. Lebih rinci lagi, maka
dapatlah digambarkan pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, sebagai berikut :
1) Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama dibagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2) Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik, seperti : gastristis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.
(24)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3) Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini dapat menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama bagi pekerja yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya keselamatan dan kesehatan tenaga kerja karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja.
4) Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan gangguan fisiologis, seperti : kepala pusing, mual dan lain-lain.
5) Gangguan terhadap pendengaran
Dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
(25)
commit to user
Tabel 2. Jenis-jenis dari Akibat-akibat Kebisingan
Sumber : Buchori (2007) e. Pengendalian Kebisingan
Dalam hal pengendalian suara yang menjadi bagian utamanya adalah sumber, penghubung dan penerima. Secara skematik adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Skema sistem suara
Sumber (source) adalah tempat dimana suara tersebut dihasilkan
dan penghubung (path) adalah jalur suara di udara sehingga suara dapat
sampai ke penerima (receivers) atau telinga (Anizar, 2009).
Menurut Tarwaka (2004) sebelum dilakukan langkah pengendalian kebisingan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat
Jenis-jenis dari akibat-akibat kebisingan
Tipe Uraian
Akibat-akibat badaniah
Kehilangan pendengaran
Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan. Perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan.
Akibat-akibat fisiologis
Rasa tidak nyaman atau stress meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering. Akibat-akibat psikologis Gangguan emosional Kejengkelan, kebingungan Gangguan gaya hidup
Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca, dsb.
Gangguan pendengaran
Merintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, telepon, dsb.
(26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif manajemen resiko kebisingan. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah : 1) Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di tempat
kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja.
2) Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cidera akibat kerja.
3) Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan.
Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007), antara lain :
1) Pengurangan sumber kebisingan
Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru.
2) Penempatan penghalang pada transmisi suara
Isolasi antara ruangan kerja dengan ruangan mesin merupakan upaya yang cepat dan baik untuk mengurangi kebisingan. Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan-bahan yang dipakai untuk penutup harus dibuat cukup berat dan dilapisi oleh bahan yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat.
(27)
commit to user
3) Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga
Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat seperti ini harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai sekitar 20-25 dB. Selain itu sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan komunikasi harus dilakukan. Masalah utama pemakaian alat pelindung pendengaran adalah kedisiplinan pekerja didalam menggunakannya. Masalah ini dapat diatasi dengan menyelenggarakan pendidikan pekerja tentang kegunaan alat itu. 2. Stress Kerja
a. Pengertian
Beberapa pengertian stress dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan. Levi dalam Tarwaka (2010) mendefinisikan stress sebagai berikut :
1) Dalam bahasa teknik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.
2) Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.
3) Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.
Sebelum terjadi stress, perlu terdapat stressor (pemicu stress)
(28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul (Roestam, 2003).
Stress kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja
yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja.
Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan
karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Waluyo, 2009).
Stress akibat kerja adalah stress yang terjadi karena suatu ketidakmampuan pekerja dalam menghadapi tuntutan tugas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dalam kerja. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress kerja tersebut akan mengakibatkan menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja tenaga kerja yang bersangkutan (Tarwaka, 2004).
b. Jenis-jenis stress
Menurut Quick dan Quick dalam Waluyo (2009), mengkategorikan jenis stres menjadi dua yaitu :
1) Eustress
Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan
(29)
commit to user
dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat
performance yang tinggi.
2) Distress
Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,
yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. c. Mekanisme stress dalam tubuh
Menurut Heryati (2008), Stresor pertama kali ditampung oleh panca indera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem saraf pusat. Aksis HPA memegang peranan penting dalam beradaptasi terhadap stress baik stress eksternal maupun internal. Ketika berespon terhadap ketakutan, marah, cemas, dan hal-hal yang tidak menyenangkan atau bahkan juga terhadap harapan dapat terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA.
(30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Stresor
Korteks dan sistem limbik
Hipotalamus CRF
Hipofisis (pituitary) feedback
ACTH mechanism (-)
Korteks adrenal
Glukokortikoid (kortisol) Gambar 2. Skema Aksis HPA
Kortisol mempunyai efek umpan balik negatif yang sifatnya langsung terhadap hipotalamus untuk menurunkan CRF, dan kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan ACTH. Namun jika stressor terus-menerus ada, maka mekanisme umpan balik ini tidak akan mampu lagi menekan sekresi CRF maupun ACTH sehingga aktivitas pada aksis HPA ini akan meningkat terus. Bila peningkatan aktivitas ini terus terjadi sehingga produksi kortisal terus meningkat, dapat merusak sel-sel neuron di hipotalamus sehingga terjadi atrofi hipotalamus, dan akibatnya bisa muncul gangguan kognitif, seperti pada penderita depresi. Dan bahkan kortisol yang meningkat terus diduga kuat dapat mempengaruhi kekebalan tubuh dengan menekan T-cell (Heryati,
(31)
commit to user d. Gejala-gejala Stress Kerja
Menurut Sunyoto (2001) gejala-gejala stres di tempat kerja sebagai berikut :
1) Tanda-tanda suasana hati (mood)
Berupa menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit
tidur malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup.
2) Tanda-tanda otot kerangka (musculoskeletal)
Berupa jari-jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja),
kepala mulai sakit, merasa otot menjadi tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher menjadi kaku.
3) Tanda-tanda organ-organ dalam badan (viseral)
Berupa perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping.
e. Faktor Penyebab Stress Kerja
Menurut Patton dalam Tarwaka (2010) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan karena faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain :
(32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1) Kondisi individu, seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetik, integensia, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain.
2) Ciri kepribadian, seperti introvert atau ekstrovert, tingkat emosional,
kepasrahan, kepercayaan diri dan lain-lain.
3) Sosial-kognitif, seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.
4) Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.
Faktor yang mempengaruhi stress kerja pada individu, antara lain : 1) Usia
Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, 1996). Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja. Penelitian pada kelompok usia lebih dari 40 tahun dan dibawah 40 tahun, dengan indikator adrenalin dan tekanan darah, mendapatkan hasil bahwa kelompok umur > 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stress kerja (Roestam, 2003).
2) Masa kerja
Masa kerja dapat diartikan sebagai jangka waktu seseorang bekerja, dihitung dari mulai bekerja sampai sekarang dia masih bekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Faisal, 1997).
(33)
commit to user 3) Pendidikan
Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pengertian individu. Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dampak lain pendidikan adalah bahwa pendidikan dapat bertindak sebagai suatu penunjang dalam mengontrol diri. Tiap-tiap individu melalui pelajaran dalam berbagai aspek kehidupan dapat mempertahankan kesehatan fisik dan mentalnya (Setyawati, 2010).
4) Riwayat penyakit
Penyakit akan menyebabkan hipo atau hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang
(Suma’mur, 2009).
5) Kepribadian
Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert)
sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu dengan yang lainnya (Tarwaka, 2010).
(34)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
6) Hubungan sosial
Hubungan tidak baik antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress ditempat kerja. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Tarwaka, 2010).
f. Pengaruh Stress Kerja
Pengaruh stress terhadap pekerja bermacam-macam tergantung pada tingkat prediktabilitas dan tingkat kontabilitasnya. Stress dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan pekerja, gangguan di tempat kerja, masyarakat dan keluarganya (Setyawati, 2010).
Stress kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia. Reaksi tubuh karena stress akibat kerja yang merupakan masalah kesehatan (Roestam, 2003), diantaranya adalah :
1) Penyakit psikis yang diinduksi oleh stress kerja
Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan gangguan psikomatik lain. Kondisi lain yang juga mungkin terjadi adalah keletihan, sering pilek, gangguan tidur, nafas pendek, sakit kepala, migren, kaki tangan dingin, nyeri kuduk serta pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan serangan asma.
(35)
commit to user 2) Kecelakaan kerja
Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi 90% karena tindakan yang kurang berhati-hati.
3) Absen kerja
Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit menyesuikan diri dengan pekerjaannya. Ketidakhadiran ini biasanya karena gejala sakit psikis ringan.
4) Lesu kerja
Terjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya mencari suatu kinerja yang tinggi.
5) Gangguan jiwa
Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai efek ringan sehari-hari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi pekerjaan.
g. Pengendalian Stress Akibat Kerja
Cartwright, et. al. dalam Tarwaka (2010) memberikan cara-cara untuk mengurangi stress kerja secara lebih spesifik yaitu melalui : 1) Redesain tugas-tugas pekerjaan,
2) Redesain lingkungan kerja,
3) Menerapkan waktu kerja yang fleksibel, 4) Menerapkan manajemen partisipatoris,
5) Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier, 6) Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan,
(36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
7) Mendukung aktivitas sosial,
8) Membangun kerja tim yang kompak.
9) Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan lain-lain. Selain cara-cara tersebut diatas, menurut Tarwaka (2010) ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya stress di tempat kerja adalah sebagai berikut :
1) Menghilangkan faktor penyebab stress, khususnya yang berasal dari
tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja.
2) Memposisikan pekerja pada posisi yang sebenarnya (the right man
on the right place).
3) Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat pekerjanya.
4) Menjamin perasaan aman setiap pekerja. 3. Hubungan Kebisingan dengan Stress Kerja
Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan dimana sangat potensial menjadi penyebab terjadinya stress dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas, lembab dan lain-lain), stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya, pemakaian teknologi baru, pembebanan berlebih, adaptasi pada jenis pekerjaan baru dan lain-lain (Tarwaka, 2010).
(37)
commit to user
Kebisingan dapat menyebabkan dua jenis gangguan pada manusia (Tigor, 2009), yaitu :
a. Dampak auditorial
Dampak auditorial akibat kebisingan adalah terjadinya gangguan pendengaran yang bersifat sementara yang dapat disembuhkan hingga terjadi ketulian permanen.
b. Dampak nonauditorial
Selain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat mengganggu :
1) Sistem keseimbangan 2) Cardiovascular
Tekanan darah menjadi naik, denyut jantung meningkat, serta adrenalin meningkat.
3) Kualitas tidur
Tingkat gangguan tidur sangat bervariasi pada setiap orang, misalnya sering terbangun tanpa sebab yang tidak jelas, tidak tenang atau sering berpindah-pindah posisi tidur, perubahan pada gerakan mata.
4) Kondisi kejiwaan pekerja (stress kerja).
Kebisingan dapat mengakibatkan stress. Efek awal dari kebisingan adalah takut dan perubahan kecepatan detak jantung, kecepatan respirasi, tekanan darah, metabolisme, ketajaman penglihatan, ketahanan kulit terhadap listrik dan lain-lain. Ada penelitian yang menunjukkan
(38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
bahwa bising yang berkepanjangan akan mengakibatkan naiknya tekanan darah secara permanen. Perubahan dalam tubuh seperti ini akan menurunkan kenyamanan sehingga efektivitas dalam melakukan pekerjaan pun akan menurun (Anizar, 2009).
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja
C. Hipotesis
Ada hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta.
Kebisingan > NAB di tempat kerja (stressor berlebih)
Indra Pendengaran
Otak mengaktifkan kelenjar HPA (hypothalamus-pituitari-adrenalin)
Hormone cortisol
Stress Kerja
Faktor individu : 1. Usia
2. Masa kerja 3. Pendidikan 4. Riwayat penyakit 5. Kepribadian 6. Hubungan sosial
(39)
commit to user
28 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan jenis desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross
sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor
risiko (independen) dengan faktor efek (dependen), dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2011).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di bagian weaving PT. Triangga Dewi, Jl
Laksda Adi Sucipto 158 RT 001/08, Jajar, Laweyan SOLO 57144 pada bulan Maret - Juni 2011
C. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan kelompok subjek dapat berupa manusia, hewan percobaan, data laboratorium dan lain-lain yang ciri-cirinya akan diteliti (Taufiqurrohman, 2004). Penelitian ini dilakukan pada populasi tenaga kerja di bagian weaving shift 1 yang berjumlah 68 tenaga kerja.
(40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
D. Teknik Sampling
Pemilihan sampel menggunakan teknik non-random sampling dengan teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu
teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Riyanto, 2011).
Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah tenaga kerja bagian
weaving shift 1, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Usia 20 – 40 tahun 2. Masa kerja > 5 tahun
3. Tidak punya riwayat penyakit pendengaran
Berdasarkan teknik sampling yang digunakan tersebut diperoleh sampel penelitian sejumlah 38 tenaga kerja.
E. Desain Penelitian
Gambar 4. Desain Penelitian Populasi (N)
Sampel (n)
Purposive sampling
Paparan kebisingan melebihi NAB
Stress Kerja
Uji Korelasi
Pearson-Product Moment
(41)
commit to user F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah paparan kebisingan. 2. Variabel terikat
Adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah stress kerja. 3. Variabel pengganggu
Adalah variabel yang mengganggu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah :
a. Variabel pengganggu terkendali dalam penelitian ini usia, masa kerja, riwayat penyakit pendengaran.
b. Variabel pengganggu tidak terkendali dalam penelitian ini adalah pendidikan, kepribadian, hubungan sosial.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Paparan Kebisingan
Adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin tenun di bagian
weaving. Pada penelitian ini yang diukur adalah intensitas kebisingan di
(42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Alat ukur : Sound Level Meter
Satuan : dB(A) Skala Pengukuran : Rasio 2. Stress Kerja
Adalah reaksi/respons tubuh berupa respon fisiologis, psikologis maupun perilaku terhadap stresor yang dialami yang tertuang dalam kuesioner HRS-A (terjemahan dari kuesioner Hamilton Rating Scale
Anxiety).
Alat ukur : Kuesioner HRSA (terjemahan dari kuesioner
Hamilton Rating Scale Anxiety ).
Skala Pengukuran : Interval
H. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : 1. Sound Level Meter
Yaitu alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan. Merek alat : Sound Level Meter RION NA-20
Satuan : dB(A)
Teknik pengukurannya adalah: a. Memutar switch ke A.
b. Memutar FILTER-CAL-INT ke arah INT.
(43)
commit to user
d. Menggunakan meter dynamic characteristic selector switch “FAST”
karena jenis kebisingannya continue.
e. Pengukuran dilakukan selama 1-2 menit, mengarahkan mikropon ke sumber kebisingan.
f. Jarak sound level meter dengan sumber bising adalah sesuai dengan
posisi tenaga kerja selama kerja.
g. Membaca angka skala setelah panah penunjuk dalam keadaan stabil.
Gambar 5. Sound Level Meter
2. Kuesioner HRS-A (Hamilton Rating Scale Anxiety)
Pengukuran stress kerja dilakukan menggunakan kuesioner HRS-A
(Hamilton Rating Scale Anxiety). Kuesioner HRS-A adalah salah satu
kuesioner yang dikembangkan untuk mengukur tingkat keparahan gejala kecemasan baik dalam kegiatan klinis maupun penelitian. Kuesioner HRS-A terdiri dari 14 kelompok gejala untuk mengukur kecemasan fisik (agitasi mental dan distress psikologi) dan kecemasan somatik (keluhan fisik).
Kuesioner HRS-A berisi 14 kelompok gejala yang masing-masing gejala diberi penilaian antara 0 - 4, dengan penilaian sebagai berikut : a. Nilai 0 : tidak ada gejala atau keluhan.
(44)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
b. Nilai 1 : gejala ringan c. Nilai 2 : gejala sedang. d. Nilai 3 : gejala berat. e. Nilai 4 : gejala berat sekali.
Gejala-gejala yang tertuang dalam kuesioner ini ada 14, antara lain: gejala perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik otot, gejala somatik indra, gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala pernafasan, gejala pencernaan, gejala urogenital, gejala autonom, sikap dan tingkah laku.
Dan diketegorikan menjadi 3 kriteria sesuai dengan jumlah total skor yaitu : ringan (<17), sedang (18-24) dan berat (25-30).
I. Cara Kerja Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan penelitian dimulai pada tanggal 14 Maret – 11 Mei 2011. Tahap persiapan meliputi : ijin penelitian, survei awal, penyusunan proposal dan ujian proposal. Survei awal dilakukan untuk melihat kondisi tempat kerja, cara kerja, serta kondisi tenaga kerja. Kemudian mempersiapkan proposal penelitian, mempersiapkan alat ukur kebisingan yaitu Sound Level Meter dan alat ukur stress kerja yaitu
(45)
commit to user
kuesioner HRS-A (terjemahan dari kuesioner Hamilton Rating Scale
Anxiety).
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Setelah mendapat izin dari pihak PT. Triangga Dewi Surakarta, peneliti menjelaskan tentang tujuan dari penelitian serta mengkonfirmasikan mengenai alat dan bahan yang dipakai dalam penelitian.
b. Wawancara dan observasi, dilakukan secara langsung oleh peneliti untuk untuk mendapatkan data tenaga kerja dan penentuan sampel. c. Melakukan pengukuran intensitas kebisingan di bagian weaving PT.
Triangga Dewi Surakarta menggunakan alat Sound Level Meter.
Pengukuran dilakukan pada waktu proses produksi berjalan / mesin penenun dalam keadaan hidup semua dan diambil 38 titik pengukuran dimana tenaga kerja bekerja di titik-titik tersebut selama bekerja.
d. Mengukur stress kerja pada tenaga kerja dengan menggunakan kuesioner HRS-A (terjemahan dari kuesioner Hamilton Rating Scale
Anxiety).
e. Merekap data perolehan hasil penelitian. 3. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian terdiri dari : a. Pengumpulan semua data.
(46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
c. Analisis data dengan menggunakan uji korelasi pearson product
moment dengan program SPSS versi 16.0
d. Penyusunan laporan skripsi.
J. Teknik Analisa Data
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer
SPSS versi 16.0. Interpretasi p value (signifikansi), sebagai berikut :
a. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.
b. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.
c. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Riyanto, 2009).
Untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel bebas tehadap variabel terikat dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan, sebagai berikut :
Keterangan :
R2= Nilai Koefisien Determinan r2= Nilai Koefisien Korelasi (Riyanto, 2009).
(47)
commit to user
36 BAB IV
HASIL
A. Gambaran Umum Perusahaan
PT. Triangga Dewi adalah pabrik tekstil penghasil kain mentah yang memproduksi kain mentah dalam 1 hari mampu mencapai ± 60.000 meter. Proses produksi kain mentah di PT. Triangga Dewi meliputi proses spinning
(pemintalan kapas menjadi benang), weaving (penenunan benang menjadi
kain) dan finishing (pengecekan).
Proses di bagian weaving beroperasi selama 24 jam dan terdiri dari 3
shift yaitu shift 1, shift 2 dan shift 3. Shift 1 beroperasi dari pukul 07.00 – 15.00 WIB, shift 2 beroperasi dari pukul 15.00 – 23.00 WIB dan shift 3 beroperasi dari pukul 23.00 – 07.00 WIB.
Bagian weaving adalah bagian yang menghasilkan intensitas
kebisingan paling tinggi daripada bagian lain. Kebisingan di bagian weaving
dihasilkan oleh mesin-mesin penenun. Mesin penenun yang dimiliki oleh PT. Triangga Dewi berjumlah 680 mesin. Setiap 1 tenaga kerja akan bertanggung jawab atas 10 mesin penenun. Tenaga kerja bekerja selama 8 jam per hari dengan waktu istirahat 30 menit. Selama jam kerja tersebut tenaga kerja bekerja di lokasi tersebut dan terpapar oleh kebisingan yang dihasilkan oleh mesin penenun.
Beberapa tenaga kerja di bagian weaving mengeluh mengalami
(48)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
gejala tersebut merupakan gejala-gejala terjadinya stress kerja. Gejala tersebut dirasa berat terutama di awal tenaga kerja bekerja.
B. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Berdasarkan hasil pengambilan data responden, umur sampel yang diambil adalah antara 20 – 40 tahun. Umur minimal responden adalah 23 tahun dan umur maksimal responden adalah 40 tahun.
Distribusi responden berdasarkan umur pada tenaga kerja di bagian
weaving PT. Triangga Dewi Surakarta digambarkan pada tabel berikut :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Umur Responden
No. Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)
1. 20 – 25 2 5,26
2. 26 – 30 11 28,95
3. 31 – 35 13 34,21
4. 36 – 40 12 31,58
∑ rata-rata : 33,18 ∑ 38 ∑ 100
Sumber : Data Primer Penelitian, 8 Juni 2011
Berdasarkan tabel 3, frekuensi umur responden yang paling banyak adalah umur 31 – 35 tahun sebanyak 13 responden atau 34,21% dari jumlah sampel. Frekuensi umur responden yang paling sedikit adalah umur 20 - 25 tahun sebanyak 2 responden atau 5,26% dari jumlah sampel. Rata-rata umur responden adalah 33,18 tahun.
2. Masa Kerja
Masa kerja responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah yang masa kerjanya > 5 tahun. Distribusi responden berdasarkan
(49)
commit to user
masa kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi
Surakarta digambarkan pada tabel berikut :
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden
No. Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)
1. 5 – 10 12 31,58
2. 11 – 15 18 47,37
3. 16 – 20 5 13,16
4. 21 – 25 3 7,89
∑ rata-rata : 12,63 ∑ 38 ∑ 100
Sumber : Data Primer Penelitian, 8 Juni 2011
Berdasarkan tabel 4, frekuensi masa kerja responden yang paling banyak adalah 11 - 15 tahun sebanyak 18 responden atau 47,37%. Frekuensi masa kerja responden yang paling sedikit adalah 21 - 25 tahun sebanyak 3 responden atau 7,89%. Rata-rata masa kerja responden adalah 12,63 tahun.
3. Riwayat Penyakit Pendengaran
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama penelitian diketahui bahwa semua tenaga kerja yang termasuk ke dalam sampel tidak pernah mengalami penyakit pendengaran, baik bawaan sejak lahir maupun sebelum bekerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta.
C. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bagian Weaving
Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan di bagian weaving PT.
Triangga Dewi Surakarta pada 38 titik dimana tenaga kerja berada di titik-titik tersebut selama bekerja. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan besarnya rata-rata intensitas kebisingan digambarkan pada tabel berikut ini :
(50)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 5. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan
No. Kebisingan
(dBA)
Frekuensi Persentase
(%)
1. 89 1 2,63
2. 90 1 2,63
3. 91 4 10,53
4. 93 3 7,90
5. 94 1 2,63
6. 95 3 7,90
7. 96 3 7,90
8. 97 5 13,16
9. 98 9 23,68
10. 99 4 10,53
11. 101 1 2,63
12. 104 1 2,63
13. 109 1 2,63
14. 111 1 2,63
∑ rata-rata (Leq) : 100,15 ∑ 38 ∑ 100
Sumber : Data Primer Penelitian, 8 Juni 2011
Berdasarkan tabel 5, intensitas kebisingan tertinggi di bagian
weaving PT. Triangga Dewi Surakarta adalah 111 dB(A). Intensitas
kebisingan terendah di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta adalah
89 dB(A). Rata-rata intensitas kebisingan di bagian weaving PT. Triangga
Dewi Surakarta adalah 100,15 dB(A).
D. Hasil Pengukuran Stress Kerja Tenaga Kerja
Hasil penilaian stress kerja pada 38 tenaga kerja sebagai sampel di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta yaitu tenaga kerja mengalami
stress kerja ringan, sedang dan berat. Distribusi responden berdasarkan penilaian stress kerja pada tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini :
(51)
commit to user
Tabel 6. Distribusi Penilaian Stress Kerja Tenaga Kerja
No. Kriteria Frekuensi Persentase (%)
1. Stress Ringan 15 39,47 2. Stress Sedang 20 52,63
3. Stress Berat 3 7,89
Jumlah 38 100
Sumber : Data Primer Penelitian, 8 Juni 2011
Berdasarkan tabel 6, terdapat 15 responden (39,47%) mengalami stress kerja ringan, 20 responden (52,63%) mengalami stress kerja sedang dan 3 responden (7,89%) mengalami stress kerja berat.
E. Uji Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja
Uji Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja dilakukan dengan uji statistik korelasi Pearson Product Moment dengan hasil sebagai
berikut :
Tabel 7. Hasil Uji Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja
No. Variabel Significant (p) Korelasi (r) Keterangan
1. Paparan Kebisingan 0,000 0,834** Ada Hubungan 2. Stress Kerja 0,000 0,834**
Sumber : Data Primer Penelitian, 8 Juni 2011
Berdasarkan tabel 7, diperoleh nilai signifikansi (p) antara paparan
kebisingan dengan stress kerja adalah 0,000 atau p ≤ 0,01. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT.
Triangga Dewi Surakarta.
Untuk menyatakan besarnya sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat dapat diketahui dengan menggunakan rumus koefisien determinan sebagai berikut :
(52)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
R2 = r2 x 100% R2 = (0,834)2 x 100% R2 = 69,55%
Dari perhitungan diatas, nilai koefisien determinan (R2) adalah 69,55%. Hal tersebut menyatakan bahwa sumbangan paparan kebisingan terhadap stress kerja adalah 69,55%.
(53)
commit to user
42 BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Dari hasil penelitian, rata-rata umur responden adalah 33,18 tahun. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah tenaga kerja dengan batasan umur 20 – 40 tahun. Dikarenakan kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, 1996) dan peran dari faktor umur yang memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja, dimana kelompok umur > 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stress kerja (Roestam, 2003).
2. Masa Kerja
Dari hasil penelitian, rata-rata masa kerja responden adalah 12,63 tahun. Sampel yang digunakan adalah tenaga kerja dengan masa kerja > 5 tahun. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Faisal, 1997).
3. Riwayat Penyakit Pendengaran
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama penelitian diketahui bahwa semua tenaga kerja yang termasuk ke dalam sampel tidak
(54)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pernah mengalami penyakit pendengaran, baik bawaan sejak lahir maupun sebelum bekerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta.
Penyakit pendengaran atau kerusakan pada indera pendengaran dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen. Sehingga dapat mengganggu kehidupan baik di tempat kerja maupun di lingkungan sosialnya (Tarwaka, 2004).
B. Analisis Paparan Kebisingan di Bagian Weaving
Rata-rata kebisingan di bagian weaving dalam penelitian ini
mencapai 100,15 dB(A) yang diperoleh dari 38 titik dimana tenaga kerja berada di titik-titik tersebut selama bekerja. Kebisingan di bagian weaving
dihasilkan oleh mesin penenun benang menjadi kain. Bising ini dapat dikategorikan ke dalam jenis kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus (Suma’mur, 2009).
Tenaga kerja di bagian weaving bekerja selama 8 jam/hari sehingga
selama jam kerja tersebut tenaga kerja terpapar kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin penenun.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja disebutkan bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah 85 dB(A) untuk pemaparan 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Dari hasil pengukuran, maka tenaga kerja di bagian weaving telah terpapar kebisingan melebihi NAB
(55)
commit to user
Intensitas kebisingan di bagian weaving yang mencapai
100,15 dB(A) menurut Kepmenaker RI No. 51/MEN/1999 hanya diperbolehkan untuk waktu pemajanan 15 menit saja. Sedangkan pada kenyataannya tenaga kerja di bagian weaving bekerja sampai 8 jam.
Tenaga kerja dapat bekerja di bagian weaving tersebut selama 8
jam waktu pemajanan tetapi wajib menggunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga ini berfungsi untuk menurunkan tingkat kebisingan yang mencapai alat pendengar. Alat pelindung telinga dapat berupa ear plug
(sumbat telinga) yang mampu menurunkan intensitas kebisingan 25 – 30 dB(A) maupun ear muff (tutup telinga) yang dapat menurunkan intensitas
kebisingan 30 – 40 dB(A) (Anizar,2009). Selama ini PT. Triangga Dewi hanya menyediakan kapas untuk digunakan sebagai sumbat telinga bagi tenaga kerja. Hal tersebut belum mampu mengurangi intensitas kebisingan yang diterima oleh tenaga kerja secara maksimal.
Pengendalian yang lebih efektif adalah pengendalian secara teknis yang dilakukan terhadap sumber kebisingan. Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap intensitas kebisingan yang melebihi NAB di bagian
weaving PT. Triangga Dewi Surakarta antara lain dengan memberikan
pelumas pada mesin penenun sehingga intensitas kebisingan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi, pemasangan peredam berupa bantalan karet pada mesin penenun atau dengan melapisi dinding, paflon dan lantai dengan bahan yang menyerap suara.
(56)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Memakai alat pelindung telinga merupakan cara terakhir yang harus dilakukan, apabila cara lain tidak mungkin atau sulit untuk dilaksanakan (Soeripto, 2008).
C. Analisis Stress Kerja
Pengukuran Stress Kerja dilakukan dengan menggunakan kuesioner H-RSA (Hamilton Rating Scale Anxiety) terdiri dari 14 kelompok
gejala untuk mengukur kecemasan fisik (agitasi mental dan distress
psikologi) dan kecemasan somatik (keluhan fisik). Dari hasil penilaian terhadap 38 tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dwi Surakarta
diperoleh hasil bahwa terdapat 15 tenaga kerja dengan persentase 39,47 % mengalami stress kerja ringan, 20 tenaga kerja dengan persentase 52,63 % mengalami stress kerja sedang dan 3 tenaga kerja dengan persentase 7,89 % mengalami stress kerja berat.
Dari hasil tersebut > 50% tenaga kerja mengalami stress kerja sedang. Stress kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor
kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Waluyo, 2009).
(57)
commit to user
D. Analisa Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja
Hasil uji statistik korelasi pearson product moment menunjukkan
bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara paparan kebisingan dengan stress kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (p) = 0,000
atau p ≤ 0,01.
Hasil uji statistik korelasi pearson product moment juga
menunjukkan nilai korelasi (r) = 0,834. Nilai r tersebut dapat digunakan untuk mengetahui besar sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan rumus koefisien determinan. Dimana hasil perhitungannya menunjukkan bahwa sumbangan paparan kebisingan terhadap stress kerja adalah 69,55% dan sisanya dipengaruhi oleh beberapa faktor individu lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini, antara lain :
1. Pendidikan
Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pengertian individu. Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dampak lain pendidikan adalah bahwa pendidikan dapat bertindak sebagai suatu penunjang dalam mengontrol diri. Tiap-tiap individu melalui pelajaran dalam berbagai aspek kehidupan dapat mempertahankan kesehatan fisik dan mentalnya (Setyawati, 2010).
(58)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
2. Kepribadian
Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu dengan yang lainnya (Tarwaka, 2010).
3. Hubungan Sosial
Hubungan tidak baik antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress ditempat kerja. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Tarwaka, 2010).
(59)
commit to user
48 BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Hasil Uji statistik korelasi pearson product moment menunjukkan nilai p =
0,000 (p ≤ 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
sangat signifikan antara paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta. Besarnya
sumbangan paparan kebisingan terhadap stress kerja adalah 69,55%. 2. Intensitas kebisingan rata-rata di bagian weaving PT. Triangga Dewi
Surakarta adalah 100,15 dB(A) dengan intensitas kebisingan tertinggi adalah 111 dB(A) dan intensitas kebisingan terendah adalah 89 dB(A). 3. Penilaian stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga
Dewi Surakarta yang menjadi sampel diperoleh hasil bahwa terdapat 39,47% tenaga kerja mengalami stress kerja ringan, 52,63% tenaga kerja mengalami stress kerja sedang dan 7,89% tenaga kerja mengalami stress kerja berat.
B. Saran
1. Bagi Perusahaan dan Tenaga Kerja
a. Kebisingan yang > NAB dikurangi dengan memberikan pelumas pada mesin, memasang peredam berupa bantalan karet pada mesin atau dengan melapisi dinding, paflon dan lantai dengan bahan yang menyerap suara.
(60)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
b. Perusahaan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi tingkat stress pada tenaga kerja dengan melaksanakan kegiatan olahraga, kegiatan liburan dsb.
c. Perusahaan memberikan penyuluhan secara berkala kepada tenaga kerja tentang akibat dari faktor bahaya yang ada di tempat kerja dan cara pengendaliannya.
d. Perusahaan menyediakan alat pelindung telinga berupa ear plug kepada
tenaga kerja untuk menurunkan paparan kebisingan yang diterima tenaga kerja dan tenaga kerja sebaiknya membiasakan untuk menggunakan alat pelindung telinga berupa ear plug yang mampu
menurunkan intensitas kebisingan mencapai 25 – 30 dB(A). 2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang sama dengan mempertimbangkan faktor individu lain yang mempengaruhi stress kerja yang belum diteliti dalam penelitian ini.
(61)
commit to user DAFTAR PUSTAKA
Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1435/1/07002749.pdf. (24 Mei 2011).
Budiono S, dkk. 2009. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Universitas Diponegoro.
Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Faisal Y. 1997. Dampak Debu Industri Pada Paru dan Pengendaliannya, Jurnal Respiratory Indonesia, 17(1).
Harrianto R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hawari D. 2011. Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Heryati E dan Faizah N. 2008. Psikologi Faal. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197710132 005012-EUIS_HERYATI/DIKTAT_KULIAHx.pdf. (22 Juni 2011). Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51. 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
di Tempat Kerja. Jakarta.
Oktarini I. 2010. Pengaruh Kebisingan Terhadap Stress Kerja Tenaga Kerja Penggilingan Padi CV Padi Makmur Karanganyar. Universitas Negeri Sebelas Maret. Skripsi.
Riyanto A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Yogyakarta: Jazamedia.
______. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Roestam A.W. 2003. Pelatihan Aplikasi Ergonomi untuk Produktivitas. Jakarta: Ilmu Kedokteran Komunitas. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(62)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Sasongko D.P., dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
Setyawati L. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Amara Books.
Soeripto. 2008. Higene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Suma’mur P.K. 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Jakarta: CV Sagung Seto.
Sunyoto A. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Tana. 2002. Pengertian Bising dan Bahaya Kebisingan di Tempat Kerja.
http://cerminduniakedokteran.com/2002/intisari/bising.htm. (24 Mei 2011) Tarwaka, Solichul HA, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Prduktivitas. Surakarta: Uniba Press.
_____. 2008. Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
_____. 2010. Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Taufiqurrohman A.M. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: CSGF.
Tigor S. 2009. Kebisingan di Tempat Kerja. Yogyakarta: Andi.
Waluyo M. 2009. Psikologi Teknik Industri. Surabaya: Graha Ilmu.
Yulianingsih, N.T. 2009. Perbedaan Tingkat Stress Kerja pada Kebisingan Kurang dari NAB dan Lebih dari NAB pada Tenaga Kerja Bagian Finishing dan Assembling di PT. Panasonic Gobel Energy Indonesia (PECGI) Bekasi. Universitas Negeri Sebelas Maret. Skripsi.
(1)
commit to user
D. Analisa Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja
Hasil uji statistik korelasi pearson product moment menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara paparan kebisingan dengan stress kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (p) = 0,000
atau p ≤ 0,01.
Hasil uji statistik korelasi pearson product moment juga menunjukkan nilai korelasi (r) = 0,834. Nilai r tersebut dapat digunakan untuk mengetahui besar sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan rumus koefisien determinan. Dimana hasil perhitungannya menunjukkan bahwa sumbangan paparan kebisingan terhadap stress kerja adalah 69,55% dan sisanya dipengaruhi oleh beberapa faktor individu lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini, antara lain :
1. Pendidikan
Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pengertian individu. Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dampak lain pendidikan adalah bahwa pendidikan dapat bertindak sebagai suatu penunjang dalam mengontrol diri. Tiap-tiap individu melalui pelajaran dalam berbagai aspek kehidupan dapat mempertahankan kesehatan fisik dan mentalnya (Setyawati, 2010).
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
2. Kepribadian
Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu dengan yang lainnya (Tarwaka, 2010).
3. Hubungan Sosial
Hubungan tidak baik antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress ditempat kerja. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Tarwaka, 2010).
(3)
commit to user
48 BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Hasil Uji statistik korelasi pearson product moment menunjukkan nilai p =
0,000 (p ≤ 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
sangat signifikan antara paparan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga Dewi Surakarta. Besarnya sumbangan paparan kebisingan terhadap stress kerja adalah 69,55%. 2. Intensitas kebisingan rata-rata di bagian weaving PT. Triangga Dewi
Surakarta adalah 100,15 dB(A) dengan intensitas kebisingan tertinggi adalah 111 dB(A) dan intensitas kebisingan terendah adalah 89 dB(A). 3. Penilaian stress kerja pada tenaga kerja di bagian weaving PT. Triangga
Dewi Surakarta yang menjadi sampel diperoleh hasil bahwa terdapat 39,47% tenaga kerja mengalami stress kerja ringan, 52,63% tenaga kerja mengalami stress kerja sedang dan 7,89% tenaga kerja mengalami stress kerja berat.
B. Saran
1. Bagi Perusahaan dan Tenaga Kerja
a. Kebisingan yang > NAB dikurangi dengan memberikan pelumas pada mesin, memasang peredam berupa bantalan karet pada mesin atau dengan melapisi dinding, paflon dan lantai dengan bahan yang menyerap suara.
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
b. Perusahaan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi tingkat stress pada tenaga kerja dengan melaksanakan kegiatan olahraga, kegiatan liburan dsb.
c. Perusahaan memberikan penyuluhan secara berkala kepada tenaga kerja tentang akibat dari faktor bahaya yang ada di tempat kerja dan cara pengendaliannya.
d. Perusahaan menyediakan alat pelindung telinga berupa ear plug kepada tenaga kerja untuk menurunkan paparan kebisingan yang diterima tenaga kerja dan tenaga kerja sebaiknya membiasakan untuk menggunakan alat pelindung telinga berupa ear plug yang mampu menurunkan intensitas kebisingan mencapai 25 – 30 dB(A).
2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang sama dengan mempertimbangkan faktor individu lain yang mempengaruhi stress kerja yang belum diteliti dalam penelitian ini.
(5)
commit to user DAFTAR PUSTAKA
Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1435/1/07002749.pdf. (24 Mei 2011).
Budiono S, dkk. 2009. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Universitas Diponegoro.
Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Faisal Y. 1997. Dampak Debu Industri Pada Paru dan Pengendaliannya, Jurnal Respiratory Indonesia, 17(1).
Harrianto R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hawari D. 2011. Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Heryati E dan Faizah N. 2008. Psikologi Faal.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197710132 005012-EUIS_HERYATI/DIKTAT_KULIAHx.pdf. (22 Juni 2011). Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51. 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
di Tempat Kerja. Jakarta.
Oktarini I. 2010. Pengaruh Kebisingan Terhadap Stress Kerja Tenaga Kerja
Penggilingan Padi CV Padi Makmur Karanganyar. Universitas Negeri
Sebelas Maret. Skripsi.
Riyanto A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Yogyakarta:
Jazamedia.
______. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Roestam A.W. 2003. Pelatihan Aplikasi Ergonomi untuk Produktivitas. Jakarta: Ilmu Kedokteran Komunitas. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Sasongko D.P., dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
Setyawati L. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Amara Books. Soeripto. 2008. Higene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Suma’mur P.K. 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Jakarta: CV Sagung Seto.
Sunyoto A. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Tana. 2002. Pengertian Bising dan Bahaya Kebisingan di Tempat Kerja.
http://cerminduniakedokteran.com/2002/intisari/bising.htm. (24 Mei 2011) Tarwaka, Solichul HA, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Prduktivitas. Surakarta: Uniba Press.
_____. 2008. Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
_____. 2010. Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Taufiqurrohman A.M. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu
Kesehatan. Surakarta: CSGF.
Tigor S. 2009. Kebisingan di Tempat Kerja. Yogyakarta: Andi. Waluyo M. 2009. Psikologi Teknik Industri. Surabaya: Graha Ilmu.
Yulianingsih, N.T. 2009. Perbedaan Tingkat Stress Kerja pada Kebisingan Kurang dari NAB dan Lebih dari NAB pada Tenaga Kerja Bagian Finishing dan Assembling di PT. Panasonic Gobel Energy Indonesia