Hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN TENAGA KERJA SHIFT PAGI DI BAGIAN WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh:

Airna Suryani R0206061 PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Tenaga Kerja

Shift Pagi di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo

Airna Suryani, R0206061, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari:

, Tanggal:

April 2010

Pembimbing Utama

Yeremia Rante Ada’, S. Sos, M. Kes ..................................................

Pembimbing Pendamping

Lusi Ismayenti, ST. , M. Kes NIP. 19720322 200812 2 001

Penguji

Sri Hartati. Dra. , Apt. SU NIP. 19490709 197903 2 001

Tim Skripsi Ketua Program Diploma IV Kesehatan Kerja FK UNS

Sumardiyono, SKM, M.Kes. Putu Suriyasa, dr.,MS,PKK,Sp.OK NIP. 19650706 198803 1 002 NIP. 19481105198111 1 001

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.

Surakarta, April 2010

Airna Suryani NIM. R0206062

ABSTRAK

Airna Suryani. 2010. HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN TENAGA KERJA SHIFT PAGI DI BAGIAN WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO. Skripsi. Program Studi D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

PT. Dan liris Sukoharjo merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pertenunan batik. Perusahaan ini sudah memakai mesin-mesin modern yang bisingnya melebihi nilai ambang batas (NAB) 85 dBA. Kebisingan yang melebihi NAB dapat menyebabkan kelelahan bagi tenaga kerja yang terpapar selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi dibagian weaving

II PT. Dan Liris Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan jenis observasional analitik, dengan menggunakan desain cross sectional. Subjek penelitiannya adalah semua tenaga kerja bagian produksi yang berjumlah 125 orang dengan teknik sampling purposive sampling . Subjek yang memenuhi kriteria tersebut berjumlah 26 orang. Data disajikan dalam bentuk tabulasi dan untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo menggunakan uji statistik korelasi person product moment.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kebisingan di bagian weaving II sebesar 128.735 dBA (melebihi nilai ambang batas 85 dBA), sedangkan nilai rata-rata kelelahan tenaga kerja adalah 444,15 milli detik termasuk kategori lelah sedang. Berdasarkan uji statistik korelasi person product moment antara kebisingan dengan kelelahan menunjukkan bahwa nilai p adalah 0,000 (p<0,01) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan, didapat juga R hitung sebesar 0,636 dan sumbangan antar variabel sebesar 40,45 persen.

Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Kata kunci: kebisingan- weaving II-kelelahan. Kepustakaan: 31, 1992-2009.

ABSTRACT

Airna Suryani. 2010. THE RELATIONSHIP OF NOISE WITH FATIGUE MORNING SHIFT LABOR PART IN THE WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO. Thesis. D IV. Study Program Occupational Health University School of Medicine in Sebelas Maret Surakarta.

PT. And lyrical Sukoharjo is a company engaged in weaving batik. This company has been using modern machines which noise exceeds the threshold value (NAV) 85 dBA. Noise that exceeds the TLV can cause fatigue for workers exposed during eight-hour day or 40 hours a week. So the purpose of this study to determine the relationship of noise with the morning shift worker fatigue weaving section II PT. Sukoharjo and lyrical.

This research uses analytical observation, using cross sectional design. Subject of research are all part of the production workforce numbering 125 people with the sampling technique used purposive sampling manifold terms of women, aged 15-54 years, no previous hearing menpunyai disease history, length of employment more than five years and work eight hours long a day in a state of exposure to noise, morning shift workers and are willing to become research subjects. Subjects who meet these criteria numbered 26 people. Data presented in the form of tabulations and to know the relationship of noise with the morning shift worker fatigue on the part of weaving II PT. Sukoharjo and lyrical use of statistical test product moment correlation cent.

Pursuant to research result of average value noise shares of weaving II equal to 128.735 dBA (exceeding value float the boundary 85 dBA), while average value of labour fatigue 444,15 second milli of including tired category. Test results of product moment correlation statistic percent of noise with fatigue showed that the p value was 0.000 (p <0.01), which means there is a very significant relationship among noise with morning shift worker fatigue, got also R hitung equal to 0,636 and contribution between variable of equal to 40,45 %.

In conclusion, rom this research there is a very between significant the noise with the morning shift worker fatigue in the weaving section II PT. Sukoharjo and lyrical.

Keywords: noise-weaving II-fatigue.

Literature: 31, 1992-2009.

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Pengaruh kebisingan terhadap kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving PT. Dan Liris Sukoharjo”, dengan baik. Adapun maksud penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi diploma IV untuk mencapai gelar Sarjana Sain Terapan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp. KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Dr. dr. A.A Subijanto, MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Putu Suriyasa., dr., MS., PKK., Sp.Ok, selaku ketua program Diploma

IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Yeremia Rante Ada’, S.Sos, M.Kes, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.

5. Ibu Lusi Ismayenti, ST, M.Kes, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.

6. Ibu Sri Hartati, Dra. Apt. Su, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.

7. Ibu Dian Koernia R selaku sekretariat dan humas PT. Dan Liris Sukoharjo, yang telah memberikan izin untuk melekukan penelitian ini.

8. Bapak Eko Budiyanto, bapak paryoto selaku pembimbing lapangan di PT. Dan Liris Sukoharjo yang telah meluangkan waktunya untuk mendampingi peneliti dalam pengambilan data, dan seluruh tenaga kerja di bagian weaving

II yang membantu penelitian ini.

9. Kedua orang tua, adikku, seluruh keluarga dan kekasihku yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan kepada peneliti.

10. Rekan-rekan angkatan 2006 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi akademika Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

Surakarta, April 2010

Airna Suryani

DAFTAR GAMBAR

34

Gambar 1. Kerangak Pemikiran .......................................................................

38

Gambar 2. Sruktur Hubungan antar Variabel .................................................

40

Gambar 3. Desain Penelitian ............................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Pegukuran Kebisingan di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Lampiran 2. Data Sampel Tenaga Kerja Wanita di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Kerja dan Sesudah Kerja di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Lampiran 4. Hasil uji hubungan kebisingan dengan kelelahan. Lampiran 5. Dokumentasi. Lampiran 6. Surat Keterangan Penelitian Telah Melakukan Kegiatan

Penelitian di PT. Dan Liris Sukoharjo.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia dilaksanakan pada segala bidang untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materi maupun spiritual. Visi pembangunan kesehatan di Indonesia adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut teori Blum yang dikutip oleh Sugeng Budiono, (2003) bahwa status kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Hal tersebut berlaku pula pada kesehatan tenaga kerja.

Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Suma’mur, 2009).

Lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat misalnya kebisingan yang melebihi nilai ambang batas merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara dan Lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat misalnya kebisingan yang melebihi nilai ambang batas merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara dan

Berdasarkan survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja, yang salah satu faktor penyebabnya adalah kebisingan. Hal ini terlihat dengan adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan (Santosa, 1982). Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yuni Ulfa Hanifa (2005) di industri pengolahan kayu brumbung perum perhutani semarang, berdasarkan uji Pearson untuk menguji hubungan antara kebisingan dengan kelelahan diperoleh hasil, (p = 0,003 <0,05), bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan. Dalam penelitian tersebut juga diperoleh hasil berupa kebisingan dapat menyebabkan kelelahan sebesar 42,8% dan sisanya dipengaruhi faktor lain.

Penelitian lainya tentang kelelahan adalah penelitian pada operator di bagian injeksi PT Arisa Mandiri Pratama oleh Endah Tri Wulandari (2004) menunjukkan bahwa kebisingan sebesar 92,83 dBA menyebabkan kelelahan ringan sebesar 36,67%, kelelahan sedang 50% dan kelelahan berat 13,33%. Penelitian yang dilakukan oleh Noor Fatimah (2002) di bagian packing PT

Palur Raya Karanganyar bahwa ada 90% tenaga kerja mengalami kelelahan sedang dan 10% kelelahan berat akibat paparan bising sebesar 82,4 dBA.

PT. Dan Liris Sukoharjo, merupakan perusahaan khusus pertenunan yang sebagian digunakan untuk industri batik. Pada survei awal, peneliti mengukur intensitas kebisingan tempat kerja di bagian weaving II yang sebelumnya belum pernah diukur tingkat kebisingannya. Kebisingan di bagian weaving

II berasal dari mesin Air Jet Loom, dengan intensitas kebisingan yaitu rata-rata 130 dBA, dan dalam berkerja tenaga kerja berada di samping mesin tersebut, dan tiap 1 orang tenaga kerja menangani 8 mesin. Tenaga kerja juga mengalami beberapa keluhan seperti capek dan pegal. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa intensitas kebisingan yang ada ditempat kerja melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan, yaitu 85 dBA untuk 8 jam kerja seperti yang diatur dalam Kepmenaker no. KEP 51/MEN/1999, dan tenaga kerja mengalami beberapa keluhan.

Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti ingin mengadakan penelitian mengenai “Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Tenaga Kerja Shift Pagi di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo”.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui :

1. Intensitas kebisingan di bagian weaving II PT. Dan Liris sukoharjo.

2. Tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

3. Hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

4. Kekuatan hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

1) Teoritis Diharapkan dapat membuktikan teori bahwa ada hubungan kebisingan dari mesin Air Jet Loom dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Aplikatif

a. Bagi tenaga kerja

1) Diharapkan tenaga kerja mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan terutama pada shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Diharapkan tenaga kerja dengan kesadaran penuh melakukan upaya mengurangi kelelahan dari paparan kebisingan yang dialami salah satunya mau menggunakan alat pelindung diri yang disediakan.

b. Bagi perusahaan

1) Diharapkan menambah pengetahuan bagi manejemen perusahaan tentang tingkat kelelahan tenga kerja shift pagi di bagian weaving

II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Diharapkan menambah masukan bagi manajemen perusahaan tentang tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo supaya melakukan tindakan atau upaya perbaikan selanjutnya.

c. Bagi pembaca

1) Diharapkan menambah wacana kepustakaan keilmuan tentang teori-teori kebisingan dan kelelahan, khususnya tentang hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving

II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Diharapkan menambah pengetahuan dan referensi tentang teori kebisingan dan kelelahan terutama tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

d. Bagi Peneliti

1) Diharapkan menambah pengetahuan dan referensi tentang teori kebisingan dan kelelahan terutama tentang hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Diharapkan dapat meningkatkan wawasan tentang tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

3) Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sarana pengembangan teori yang telah didapat dalam perkuliahan sehingga diperoleh pengalaman langsung khususnya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang ditulis dalam bentuk tulisan ilmiah.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kebisingan

Kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P Sasongko, 2000). Sedangkan bising adalah suara atau bunyi yang tidak diinginkan (Sugeng Budiono, 2003).

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999). Kebisingan adalah suara- suara yang tidak dikehendaki bagi manusia (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002).

Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur, 2009). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik/Hertz (Hz). Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi diantara 16-20.000Hz.

Jenis kebisingan menurut Suma’mur, (2009):

a. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (Steady state, Wide band noise) . Misal: mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (Steady state, narrow band noise) . Misal: gergaji sirkuler, katup gas.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Misal: lalu lintas, suara kapal terbang.

d. Kebisingan impulsive (impact impulsive noise). Misal: tembakan bedil, meriam, ledakan.

e. Kebisingan impulsive berulang. Misal: mesin tempa, pandai besi.

Menurut Rasmito Soemanegara (1975), bising diberbagai industri dalam garis besar dapat digolongkan dalam 2 golongan, yaitu :

a. Bising-bising impulsive Kebisingan impulsive (impact/impulse noise) adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar secara tiba-tiba, misal kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakan bom, meriam. Sedangkan impulsive berulang terjadi pada mesin produksi di industri. Kebisingan impulsive yang berintensitas tinggi dapat menyebabkan rusaknya alat-alat pendengaran. Kerusakan dapat terjadi pada gendang pendengaran dan tulang-tulang halus di a. Bising-bising impulsive Kebisingan impulsive (impact/impulse noise) adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar secara tiba-tiba, misal kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakan bom, meriam. Sedangkan impulsive berulang terjadi pada mesin produksi di industri. Kebisingan impulsive yang berintensitas tinggi dapat menyebabkan rusaknya alat-alat pendengaran. Kerusakan dapat terjadi pada gendang pendengaran dan tulang-tulang halus di

b. Bising-bising tetap Kebisingan tetap (steady state noise) adalah kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB. Sebagai contoh suara yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar (steady state wide band noise ), suara mesin gergaji sirkuler (circular chain saw ), dan suara yang ditimbulkan oleh katup (steady state narrow band noise ).

Menurut Dirjen PPM dan PL, Depkes & Kessos RI, Tahun 2000, sumber kebisingan dibedakan menjadi:

a. Bidang industri Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bidang industri dapat dirasakan oleh tenaga kerja maupun masyarakat disekitar industri.

b. Bidang rumah tangga Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya.

c. Bidang spesifik Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.

Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya.

b. Sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut dan lainnya.

Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya, ada dua macam yaitu:

a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contoh: sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak.

b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya: kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak dijalan (Men. KLH, 1989).

Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep- 51/MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (Sugeng Budiono, 2003). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002).

Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja . Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA

139 Tidak Boleh

140 Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA

Sumber: Sugeng Budiono, 2003.

Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian (Suma’mur, 2009).

Menurut Dwi P Sasongko, (2000) pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung, dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia.

Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Pendengaran Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran antara 0-140 dBA tanpa menimbulkan rasa sakit. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus-menerus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan memerlukan kriteria yang berhubungan dengan tingkat kebisingan maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima.

b. Gangguan Percakapan Kebisingan bisa

percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telepon).

mengganggu

c. Gangguan Psikologis Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan c. Gangguan Psikologis Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan

d. Gangguan Produktivitas kerja Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang memulai gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan produktivitas kerja.

e. Gangguan Kesehatan Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan manusia apabila terpapar suara dalam suatu periode yang lama dan terus- menerus. Selain gangguan terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah.

Kebisingan dapat dikendalikan dengan:

a. Menghilangkan kebisingan dari sumber suara yaitu dengan mengganti beberapa alat dengan alat lain yang lebih sedikit menimbulkan bunyi (Erna Tresnaningsih, 1996).

b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja/mesin adalah usaha untuk mengurangi kebisingan. Bahan- bahan yang dipakai harus mampu menyerap suara dan bahan penutup dibuat cukup berat dan lapisan dalam terbuat dari bahan yang menyerap sinar, agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat. (Suma’mur, 2009).

c. Dengan memakai alat pelindung telinga yaitu ear plug atau ear muff. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dBA (Dwi P Sasongko, 2000).

2. Kelelahan

Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subyektif yang biasanya disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja .

Menurut Suma’mur (2009), Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual)

b. Kelelahan fisik umum

c. Kelelahan syaraf

d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton

e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap.

Menurut Eko Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur, 2009). Menurut Tarwaka, (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Sugeng Budiono, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja.

Gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatigue Symptons) secara subyekif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, mengantuk dan pusing, tidak/berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada/berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani (Sugeng Budiono, 2003).

Gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu (Suma’mur, 2009):

a. Pelemahan Kegiatan ditandai dengan gejala: perasaan berat di kepala, badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, dan lain-lain.

b. Pelemahan Motivasi ditandai dengan gejala lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, cenderung untuk lupa, tidak tekun dalam pekerjaannya, dan lain-lain.

c. Pelemahan Fisik ditandai dengan gejala: sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, tremor pada anggota badan, spasme dari kelopak mata, dan merasa pening.

Menurut Suma’mur, (2009), kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam:

a. Kelelahan Umum Gejala utama kelelahan umum adalah perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena timbulnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ‘ngantuk’ (Sugeng Budiono, 2003). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan oleh illuminasi, luminasi dan seringnya akomodasi mata; kelelahan seluruh tubuh; kelelahan mental; kelelahan urat saraf; stress; dan rasa malas bekerja (Eko Nurmianto, 2003). Sebab sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja, mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab–sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta penyakit. Pengaruh-pengaruh ini berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur, 2009).

b. Kelelahan Otot (Muscular fatigue) Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala b. Kelelahan Otot (Muscular fatigue) Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala

1) Berkurangnya kemampuan untuk menjadi pendek ukurannya.

2) Bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi.

3) Memanjangnya waktu laten yaitu waktu diantara perangsangan dan saat mulai kontraksi (Sugeng Budiono, 2003). Kriteria tingkat kelelahan sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria Tingkat Kelelahan Waktu Reaksi

Kriteria

Kelelahan 150,0 – 240,0

(milli detik)

Normal >240,0 – <410,0

Ringan 410,0 – 580,0

Sedang

Berat

Terjadinya kelelahan tidak begitu saja, tetapi ada faktor–faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi kelelahan antara lain adalah :

a. Faktor dari individu

1) Usia Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia

pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, David, 1996). WHO menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas (Margatan, Arcole, 1996). Sedangkan di Indonesia umur 55 tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan, Arcole, 1996). Dengan menanjaknya umur, maka kemampuan jasmani dan rohani pun akan menurun secara perlahan–lahan tapi pasti. Aktivitas hidup juga berkurang, yang mengakibatkan semakin bertambahnya ketidakmampuan tubuh dalam berbagai hal (Margatan, Arcole, 1996). Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat. Pengerutan otot menyebabkan daya elastisitas otot berkurang termasuk juga daya angkat beban. Penurunan kekuatan daya angkat beban pada usia 50 tahun yang semula 36 kg tangan kanan dan 23 kg tangan kiri menjadi 34 kg tangan kanan dan 21 kg pada tangan kiri (Margatan, Arcole, 1996). Proses menjadi tua disertai kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, David, 1996). WHO menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas (Margatan, Arcole, 1996). Sedangkan di Indonesia umur 55 tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan, Arcole, 1996). Dengan menanjaknya umur, maka kemampuan jasmani dan rohani pun akan menurun secara perlahan–lahan tapi pasti. Aktivitas hidup juga berkurang, yang mengakibatkan semakin bertambahnya ketidakmampuan tubuh dalam berbagai hal (Margatan, Arcole, 1996). Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat. Pengerutan otot menyebabkan daya elastisitas otot berkurang termasuk juga daya angkat beban. Penurunan kekuatan daya angkat beban pada usia 50 tahun yang semula 36 kg tangan kanan dan 23 kg tangan kiri menjadi 34 kg tangan kanan dan 21 kg pada tangan kiri (Margatan, Arcole, 1996). Proses menjadi tua disertai kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan

2) Status Gizi Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan

yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Sugeng Budiono, 2003). Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi dan ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002).

Hasil pengukuran dikategorikan sesuai ambang batas IMT pada tabel berikut: Tabel 3. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kekurangan berat badan < 17,0

tingkat berat Kekurangan berat badan

17,0-18,5

tingkat ringan

Kelebihan berat badan tingkat > 25,0-

27,0 Kelebihan berat badan tingkat

Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa, 2002.

3) Kondisi Kesehatan Ada beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi

kelelahan, penyakit tersebut antara lain :

a) Penyakit Jantung Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu penyebab penyakit dan kematian yang paling tinggi pada populasi pekerja, khususnya di negara industri dan di negara berkembang tampak meningkat terus (Departemen Kesehatan RI, 2003). Penyakit jantung meliputi gangguan pada pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang menyuplai darah ke seluruh jaringan jantung yang mengalami penyempitan atau penyumbatan) serta gangguan jaringan jantung (otot jantung) akibat yang ditimbulkannya (berkurang dan berhenti aliran darah). Penyumbatan ini menimbulkan gangguan jantung

berupa rasa sakit/nyeri pada dada (Sitepoe, Mangku, 1997). Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat (Arthur C. Guyton, 1997). Selain itu jika ada beban ekstra yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung. Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit (Iman Soeharto, 2004). Kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004).

b) Penyakit Gangguan Ginjal Pengaruh kerja terhadap faal ginjal terutama dihubungkan dengan pekerjaan yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan dalam cuaca kerja panas. Kedua–duanya mengurangi peredaran darah kepada ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat–zat yang diperlukan oleh ginjal (Suma’mur, 2009). Terdapat mekanisme multipel yang mengendalikan kecepatan ekskresi urin. Cara paling penting yang dilakukan oleh tubuh dalam mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran cairan seperti juga keseimbangan asupan dan keluaran hamper semua elektrolit

dalam tubuh ialah dengan mengendalikan kecepatan ginjal dalam mengekskresi zat-zat ini (Arthur C. Guyton, 1997). Penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstraselular akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kondisi yang dapat menyebabkan hilangnya natrium pada dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstraselular yaitu dengan berkeringat (Arthur C. Guyton, 1997). Pengeluaran keringat yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung meningkat (Suma’mur, 2009) sehingga kelelahan akan mudah terjadi.

c) Penyakit Asma Asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi. Gejala tersebut sebagai akibat adanya bronkokontriksi pada asma, diameter bronkiolus lebih banyak berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi, karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus (W.F. Ganong, 1999). Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi (Arthur C. Guyton, 1997). Keadaan ini menyebabkan dispnea c) Penyakit Asma Asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi. Gejala tersebut sebagai akibat adanya bronkokontriksi pada asma, diameter bronkiolus lebih banyak berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi, karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus (W.F. Ganong, 1999). Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi (Arthur C. Guyton, 1997). Keadaan ini menyebabkan dispnea

d) Tekanan Darah Rendah Penurunan kapasitas karena serangan jantung mungkin menyebabkan tekanan darah menjadi amat rendah sedemikian rupa, sehingga menyebabkan darah tidak cukup mengalir ke arteri koroner maupun ke bagian tubuh yang lain (Iman Soeharto, 2004). Dengan berkurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari jantung, berakibat berkurang pula jumlah oksigen sehingga terbentuklah asam laktat. Asam laktat merupakan indikasi adanya kelelahan (Eko Nurmianto, 2003).

e) Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri dengan perlahan–lahan. Arteri tersebut mengalami suatu proses pengerasan. Pengerasan pembuluh–pembuluh tersebut dapat juga disebabkan oleh endapan lemak pada dinding. Proses ini menyempitkan lumen (rongga atau ruang) yang terdapat di dalam pembuluh darah, e) Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri dengan perlahan–lahan. Arteri tersebut mengalami suatu proses pengerasan. Pengerasan pembuluh–pembuluh tersebut dapat juga disebabkan oleh endapan lemak pada dinding. Proses ini menyempitkan lumen (rongga atau ruang) yang terdapat di dalam pembuluh darah,

f) Keadaan Psikologis Manusia bekerja bukan seperti mesin, karena manusia juga mempunyai perasaan–perasaan, pemikiran–pemikiran, harapan–harapan dan kehidupan sosialnya. Hal tersebut berpengaruh pula pada keadaan dalam pekerjaan. Faktor ini dapat berupa sifat, motivasi, hadiah–hadiah, jaminan keselamatan dan kesehatannya, upah dan lain–lain (Suma’mur, 2009).

Faktor psikologi memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja ( Sugeng Budiono, 2003). Masalah psikologis dan kesakitan–kesakitan lainnya amatlah mudah untuk mengidap suatu bentuk kelelahan kronis dan sangatlah sulit melepaskan keterkaitannya dengan masalah kejiwaan (Sugeng Budiono, 2003).

b. Faktor Dari Luar, salah satu faktor dari luar yaitu:

1) Masa kerja Masa kerja, semakin lama masa kerja dapat dikatakan

semakin tinggi kemampuan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja sehingga beban kerja relatif sedikit. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Masa kerja mempengaruhi positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugas, selain itu juga terhadap ketrampilan dan pengalaman kerja yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya. Masa kerja berpengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang monoton dan bersifat berulang-ulang. Grandjean menyatakan bahwa masa kerja yang panjang bisa menyebabkan kelelahan kronis sebagai akumulasi kelelahan dalam jangka panjang (Grandjean, 1993).

2) Getaran Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis

yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran di bawah frekuensi 20 Hertz (Hz) menjadi sebab kelelahan. Kontraksi statis

ini menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran-getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur, 2009). Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan, gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, otot-otot dan lainlain (Sritomo Wignjosoebroto, 2003).

3) Cuaca kerja Efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam

daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24 – 26°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat terutama menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,

mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009). Kelembaban sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas secara besar-besaran (karena sistem penguapan). Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena semakin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen. Apabila pasokan oksigen tidak mencukupi kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004).

4) Penerangan Penerangan yang baik adalah penerangan yang

memungkinkan tenaga kerja dapat melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 2009). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja.

Menurut Grandjean, penerangan yang tidak di desain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Gejala kelelahan penglihatan antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, Menurut Grandjean, penerangan yang tidak di desain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Gejala kelelahan penglihatan antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual,

5) Beban kerja Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri

dalam hubungan dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pengalaman, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya (Suma’mur, 2009). Begitu juga dengan oksigen, bahwa setiap individu mempunyai keterbatasan maksimum untuk oksigen yang dikonsumsi. Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan dalam hubungan dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pengalaman, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya (Suma’mur, 2009). Begitu juga dengan oksigen, bahwa setiap individu mempunyai keterbatasan maksimum untuk oksigen yang dikonsumsi. Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat (Suma’mur, 2009). Pengetrapan ergonomi sangat membantu, monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja. Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat, selanjutnya usaha ditujukan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik (Suma’mur, 2009).

Untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar (Sugeng Budiono, 2003):

a) Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk

b) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif b) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif

d) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja

e) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi tenaga kerja

f) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik

g) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.

3. Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan

Menurut Dwi P. Sasongko, (2000) pengaruh kebisingan terhadap kesehatan selain kerusakan pada indera pendengaran, kebisingan juga menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional berupa terganggunya kenyamanan hidup, mudah marah dan menjadi lebih peka atau mudah tersinggung. Melalui mekanisme hormonal yaitu diproduksinya hormon adrenalin, dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah. Kejadian ini termasuk gangguan kardiovaskuler.

Dalam suatu kegiatan industri, paparan dan risiko bahaya yang ada di tempat kerja tidak selalu dapat dihindari (Sugeng Budiono, 2003). Oleh Dalam suatu kegiatan industri, paparan dan risiko bahaya yang ada di tempat kerja tidak selalu dapat dihindari (Sugeng Budiono, 2003). Oleh

Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur, 2009).

Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan (Heru Setiarto, 2002).