ANALISIS THERMODINAMILA KETEL PADA PEMBA
1
ANALISIS THERMODINAMILA KETEL PADA PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA OTEC (OCEAN THERMAL ENERGI CONVERSION)
Andi Hendrawan, Aris Sasongko, Sigit Sukmono
Staf Pengajar Akademi Maritim Nusantara
Abtracts
Oceans cover 71 percent of the earth’s surface. They constitute a natural solar
energy collection and storage system, and the resulting thermal energy can be drown off
24 hours a day by OTEC Plant.
OTEC (ocean thermal energy conversion) power plant is one candidate to produce
electric energy. OTEC transforms the heat stored in surface water of tropical oceans into
mechanical work to produce useful energy. The aim of this paper was to investigate the
equation of boiler in OTEC technology.
Keyword; OTEC, equation, boiler
PENDAHULUAN
Energi terbaru menjadi sangat tidak populer karena keberadaan yang dipandang
kurang ekonomis dan teknologi yang digunakan kurang efisien. Energi yang laut yang
melimpah dibiarkan begitu saja, hal ini bisa dimengerti karena keberadaan energi fosil
yang masih mencukup hingga saat ini. Energi terbarukan menjadi sangat dibutuhkan
mungkin jika energi fosil mencapai ambang kelangkaan.
Budiono C (2003) mengutarakan Indonesia negara kepulauan sehingga
transportasi energi komersial akan tetap menjadi kendala bagi penyediaan energi yang
murah. Dilain pihak indonesia memilki potensi sumber energi terbarukan yang sangat
besar. Di massa mendatang, potensi pengembangan sumber energi terbarukan
mempunyai peluang besar dan bersifat strategis mengingat energi terbarukan merupakan
sumber energi bersih, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pembangkit listrik tenaga OTEC sangat cocok sebagai penyedia tenaga listrik
untuk daerah kepulauan (Michel, G, 2000). Negara kepulauan memang mempunyai
banyak kendala dalam hal distribusi energi. Jauhnya jarak antar pulau menambah beban
pembiayaan transportasi energi. Desain pembangkit tenaga listrik OTEC sangat
memperhatikan berbagai hal penting, salah satu hal yang terpenting adalah desain ketel
2
atau boiler. Beda panas yang begitu kecil menjadikan ketel harus didisain secara ketat
dan benar.
TINJAUAN PUSTAKA
Di Jepang, studi penelitian tentang OTEC telah dimulai sejak tahun 1977. Para
ahli yang dibentuk pada tahun 1974 telah memulai studi intensif tentang hal ini dalam
proyek yang diberi nama “Sunshine”.
Ahli di Perancis, Amerika dan Jepang serta negara lain sekarang masih terus
meneliti dan mengembangkan potensi OTEC, yang diharapkan nantinya dapat lebih
efisien dan makin murah (Gordon, 1979).
Pada tahun 1981 OTEC di Nauru dibangun oleh Tokyo Electric Power Service
Company dan Tokyo Electric Company. Sedangkan Kyusu Elektrik Company
mengembangkan OTEC yang berdaya keluaran 50 kW. Pada Tahun 1985 Universitas
Saga mengadakan percobaan dengan mengoperasikan OTEC yang berkekuatan 75 kW.
Herue, Carmelo [1988] pada tahun 1988 Pilipina mengadakan penelitian tentang studi
kelayakan pembangunan OTEC di Pilipina dan merancang OTEC dengan metoda daur
terbuka. Khan, Kenneth [2003] mengatakan bahwa penggunaan zalir campuran antara
propana dan amoniak meningkatkan efisiensi pembangkitan hinggga 7 %.
Pnentuan jenis dan rancang boiler menjadi masalah khusus dalam disain
pembangkit OTEC, hal ini dikarenakan panas yang tersedia relatif kecil dan keberadaan
air laut yang korosif juga menjadi perhatian yang utama (Gordon, 1979). Bahan logam
seperti Litium dan stainless banyak dipergunakan dalam desain OTEC untuk
menanggulangi tingkat korositas.
INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS LAUT
Pada dasarnya sistem pembangkit listrik
tenaga panas laut dengan sistem
pembangkit konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil hampir sama, yang
membedakan
adalah sistem pembangkit uapnya dan fluida kerja. Pada sistem
pembangkit Listrik Tenaga OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Pembangkit uap
3
menggunakan bahan bakar atau media air hangat permukaan laut dan fluida kerja berupa
zat yang mudah menguap sepeti amoniak. Pada Gambar 1 diperlihatkan Skema OTEC.
Gambar 1. skema OTEC daur tertutup
Pada sistem daur tertutup dipergunakan amonia sebagai zalir kerja. Pada sistem
menggunakan prinsip siklus Rankine. Pada gambar 1 diperlihatkan skema OTEC daur
tertutup. Siklus energi pada sistem daur tertutup sebagai berikut:
1. Penambahan panas (J/kg)
q A h1 h4
2. Kerja turbin
wT h1 h2
3. Panas sisa
q R h3 h2
4. Kerja pompa
wP h4 h3
5. Kerja siklus net
wnet h1 h2 h4 h3
6. Efisiensi panas
h h2 h4 h3
wnet
1
qA
h1 h4
Pada sistem daur tertutup untuk menguapkan amonia dipergunakan air permukaan
laut yang hangat, kemudian uap mengalir melalui pipa untuk menggerakkan turbin dan
menghasilkan daya nelalui generator listrik. Uap hasil pembuangan turbin diuapkan
cairkan kembali oleh kondensor menggunakan air kedalan laut yang bersuhu sekitar 5
o
C. selanjutkan amoniak yang sudah dicairkan dipompakan kembali menuju evaporator
4
untuk diuapkan kembali menggunakan air permukaan laut yang hangat, demikian
seterusnya.
PEMBAHASAN
Analisis thermodinamika pada ketel ditentukan oleh nilai-nilai yang cukup banyak,
seperti diketahui bahwa ketel terdiri atas dua bagian yaitu:
1. Bagian shell (kulit) yang terdiri dari diameter dalam (inside diameter) ID, Bafle space
dan passes.
2. Bagian tube: jumlah tube, OD (out diameter), BWG, pith.
Hal yang menentukan perhitungan antara lain neraca bahang, suhu masuk dan keluar
pada aliran panas dan aliran dingin. Langkah pertama perhitungan dengan menentukan
nilai LMTD (Log Mean Temperature Difference) (Kam Wi Li, 1985)..
Aliran panas
T1
T2
T1-T2
Aliran dingin
t_2
t_1
t_2 –t_1
Suhu tinggi
Suhu rendah
Perbedaan
td 2 td 1
2 ,3 log t d 2 / td 1
LMTD
Beda
t d 1 T1 t _ 2
t d 2 T2 t _ 1
t d1 t d 2
………….(1)
dengan:
LMTD
= Log Mean Temperature Difference;
td2
= beda temperatur pada suhu rendah (oF);
td1
= beda temperatur pada suhu tinggi (oF);
kemudian kita menghitung grup suhu:
R
S
T1 T2
t _ 2 t_1
t _1 t _ 2
T1 t _ 2
……………(2)
………………………….(3)
dengan:
T1
= temperatur pada suhu tinggi aliran panas (oF);
T2
= temperatur pada suhu rendah aliran panas (oF);
5
t_1
= temperatur pada suhu rendah aliran dingin (oF);
t_2
= temperatur pada suhu tinggi aliran dingin (oF);
Dengan nilai R dan S (temperatur Grup) ditentukan FT untuk menghitung delta t.
t = FT X LMTD
FT berdasar pembacaan grafik (Kern, 1950).
Zalir panas pada shell (kulit) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
as
ID C B
144 Pt
……..(4)
dengan :
as
= luas aliran pada (shell) kulit (ft2);
ID
= diameter dalam (indside diamater) (in);
C
= rongga antar tube (clereance) (in);
B
= Baffle spacing (in);
Pt
= tube Pith (in);
Gambar 2. Penampang Baffle
…… Gt
W
at
…………….(5)
dengan :
Gs
= kecepatan masa (lbm/dt);
W
= kecepatan aliran berat pada zalir panas (lb/dt);
6
kemudian dihitung bilangan Reynold dengan rumus:
Res
De Gs
………….(6)
dengan :
Res
= bilangan Reynold;
De
= diameter ekivelen (ft)
= viskositas (lb/ft.hr)
Hasil perhitungan bilangan Reynold ini digunakan untuk menghitung nilai JH dengan
membaca grafik (Kern, 1950).
Kemudian ditentukan ho dengan rumus:
1/ 3
ho J H
k c
D k
0 ,14
W
…..(7)
dengan:
k
= konduktivitas panas (BTU/hr.ft2.oF/ft)
ho
= koefisien film (film coefficient outside bundle)(BTU/hr.ft2.oF/ft)
D
= diameter (ft)
c
= panas jenis (BTU/lb.oF)
= viskositas (lb/ft.hr)
w
= viskositas pada dinding tabung(lb/ft.hr)
jH
= nilai pembacaan pada kurva perpindahan panas (Kern, 1955)
Untuk zalir dingin pada tube :
at
N t at '
144 n
……(8)
dengan :
at’
= luas aliran per tube(ft2);
at
= luas aliran per panjang ft2);
n
= passes;
Kemudian ditentukan Gt dan bilangan Reynold sehingga seperti dalam zalir panas dapat
ditentukan hi dengan menggunakan rumus yang sama.
7
Gambar 3. Pith dan Clereance
Gt
W
at
………………….(9)
dengan :
Gt
= kecepatan massa pada tabung (lb/ft2.hr);
W
= kecepatan aliran berat pada zalir panas(lb/hr);
kemudian dihitung bilangan Reynold dengan rumus:
Ret
De Gs
………….(10)
dengan:
Res
= bilangan Reynold;
De
= diameter ekivelen (ft)
= viskositas (lb/ft.hr)
hasil perhitungan bilangan Reynold ini digunakan untuk menghitung nilai J H dengan
membaca grafik (Kern, 1950).
Kemudian mentukan ho dengan rumus:
8
1/ 3
ho J Ht
k c
Dk
W
0 ,14
…..(11)
dengan:
k
= konduktivitas panas (BTU/hr.ft2.oF/ft)
ho
= koefisien film (BTU/hr.ft2.oF/ft)
D
= diameter (ft)
c
= panas jenis (BTU/lb.oF)
= viskositas (lb/ft.hr)
w
= viskositas pada dinding tabung(lb/ft.hr)
Setelah ho dan hi diketahui kemudian menentukan hoi dengan menggunakan rumus:
hio
h1 ID
OD
……(12)
Kemudian ditentukan faktor Uo :
Uo
hio ho
hio ho
A= a”x Lx N
………(13)
dengan:
a”
= luas permukaan per panjang (ft2);
N
= n jumlah tube;
A
= Luas permukaan pemindahan panas (ft2);
Untuk menghitung UD digunakan persamaan sebagai berikut:
UD
Q
A t
dengan :
UD
= Overal Koefisien(BTU/ft2.oF);
Q
= keseimbangan panas (BTU);
t
= perbedaan suhu (oF).
Kemudian dihitung faktor Dirk:
……………..(14)
9
RD
U C U D
U C U D
…………….(15)
Harga faktor dirk inilah yang menentukan sebuah rancangan itu layak atau tidak, untuk
OTEC nilai RD yang dikehendaki < 0,0002 jam ft2 0F/Btu.(Sunarno, 1978)
PENUTUP
Keberadaan energi fossil yang terbatas menuntut adanya energi alternatif demi
kesinambungan ketersediaan energi bagi umat manusia. Sebuah sistem pembangkit
merupakan integrasi dari sistem
konversi energi dari panas menjadi mekanik dan
mekanik menjadi listrik. Ketel merupakan salah satu komponen pembangkit yang
bertugas mengkonversikan panas menjadi mekanik sehingga bisa menggerakan turbin.
Desain ketel; menjadi sangat urgen apalagi pada sistem pembangkit OTEC, panas
yang tersedia kecil sehingga sistem memerlukan zalir kerja yang dapat menguap pada
suhu rendah, misalkan amoniak. Pehitungan ketel yang terpenting adalah perhitungan
pada tube, dan shell. Aliran panas pada keduanya harus benar-benar diperhitungan untuk
menentukan dimensi atau ukuran komponen ketel.
DAFTAR PUSTAKA
Bethel.M. , Netz.E, Ocean Thermal Energy Conversion, Proceeding
Energy, New
York,2000
Budiono, C., Tantangan dan Peluang Usaha Pengembangan Sistem Energi
Terbarukan di Indonesia, Konvensi Kelistrikan Indonesia, Jakarta, 2003
Cengel, Thermodynamic An Engineering Approach , McGraw-Hill Book Company,
New York, 1989
El-Wekil, Power Plant Technology, John Wiley and Sons, New York, 1995
Gordon, Ocean Thermal Energy Conversion, Hand Book of Energy, John Wiley and
Sons, New York, 1979
Hendrawan A, Konsep Desain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut, Laporan
Penelitian , Lembaga Penelitian Unila, 1999
Hendrawan A, Model Program Aplikasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut, Tesis,
Pascasarjana UGM, 2002
10
Hendrawan A, Penentuan Debit Pada Pembangkit Listrik Tenaga OTEC, Jurnal
POROS Vol. 7 Nomor 2, Jakarta, 2004
Herue, Carmelo, Conceptual Desigen of Ocean Thermal Energy Conversion, Solar
Energy Vol.41, New York, 1988
Kam Wi Li, Power Plant System Design, John Wiley and Sons, New York, 1985
Kern. D, Process Heat Transfer, McGraw-Hill Book Company, New York, 1950
Khan.Z, KennethbES, Use Mixture As Working Fluids In Oceans Thermal Energy
Conversions Cycles, Proceeding Oklahoma Academic No.56, Norman, 2003
Krauhuar, Energy and Problem of Technical Society, John Wiley and Sons, New York,
1989
Michel, G, Oceans Thermal Energy Conversion, www.nrel.com , accesed juli 2000
Pontes.TM, Falcho.A, Ocean Energy Conversion, Instuto National De Enginhario,
Lisboa, Portugal, 2002
Sunarno, Ocean Thermal Energy Conversion, Jurusan Teknik Nuklir UGM,
Yogyakarta, 1978
ANALISIS THERMODINAMILA KETEL PADA PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA OTEC (OCEAN THERMAL ENERGI CONVERSION)
Andi Hendrawan, Aris Sasongko, Sigit Sukmono
Staf Pengajar Akademi Maritim Nusantara
Abtracts
Oceans cover 71 percent of the earth’s surface. They constitute a natural solar
energy collection and storage system, and the resulting thermal energy can be drown off
24 hours a day by OTEC Plant.
OTEC (ocean thermal energy conversion) power plant is one candidate to produce
electric energy. OTEC transforms the heat stored in surface water of tropical oceans into
mechanical work to produce useful energy. The aim of this paper was to investigate the
equation of boiler in OTEC technology.
Keyword; OTEC, equation, boiler
PENDAHULUAN
Energi terbaru menjadi sangat tidak populer karena keberadaan yang dipandang
kurang ekonomis dan teknologi yang digunakan kurang efisien. Energi yang laut yang
melimpah dibiarkan begitu saja, hal ini bisa dimengerti karena keberadaan energi fosil
yang masih mencukup hingga saat ini. Energi terbarukan menjadi sangat dibutuhkan
mungkin jika energi fosil mencapai ambang kelangkaan.
Budiono C (2003) mengutarakan Indonesia negara kepulauan sehingga
transportasi energi komersial akan tetap menjadi kendala bagi penyediaan energi yang
murah. Dilain pihak indonesia memilki potensi sumber energi terbarukan yang sangat
besar. Di massa mendatang, potensi pengembangan sumber energi terbarukan
mempunyai peluang besar dan bersifat strategis mengingat energi terbarukan merupakan
sumber energi bersih, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pembangkit listrik tenaga OTEC sangat cocok sebagai penyedia tenaga listrik
untuk daerah kepulauan (Michel, G, 2000). Negara kepulauan memang mempunyai
banyak kendala dalam hal distribusi energi. Jauhnya jarak antar pulau menambah beban
pembiayaan transportasi energi. Desain pembangkit tenaga listrik OTEC sangat
memperhatikan berbagai hal penting, salah satu hal yang terpenting adalah desain ketel
2
atau boiler. Beda panas yang begitu kecil menjadikan ketel harus didisain secara ketat
dan benar.
TINJAUAN PUSTAKA
Di Jepang, studi penelitian tentang OTEC telah dimulai sejak tahun 1977. Para
ahli yang dibentuk pada tahun 1974 telah memulai studi intensif tentang hal ini dalam
proyek yang diberi nama “Sunshine”.
Ahli di Perancis, Amerika dan Jepang serta negara lain sekarang masih terus
meneliti dan mengembangkan potensi OTEC, yang diharapkan nantinya dapat lebih
efisien dan makin murah (Gordon, 1979).
Pada tahun 1981 OTEC di Nauru dibangun oleh Tokyo Electric Power Service
Company dan Tokyo Electric Company. Sedangkan Kyusu Elektrik Company
mengembangkan OTEC yang berdaya keluaran 50 kW. Pada Tahun 1985 Universitas
Saga mengadakan percobaan dengan mengoperasikan OTEC yang berkekuatan 75 kW.
Herue, Carmelo [1988] pada tahun 1988 Pilipina mengadakan penelitian tentang studi
kelayakan pembangunan OTEC di Pilipina dan merancang OTEC dengan metoda daur
terbuka. Khan, Kenneth [2003] mengatakan bahwa penggunaan zalir campuran antara
propana dan amoniak meningkatkan efisiensi pembangkitan hinggga 7 %.
Pnentuan jenis dan rancang boiler menjadi masalah khusus dalam disain
pembangkit OTEC, hal ini dikarenakan panas yang tersedia relatif kecil dan keberadaan
air laut yang korosif juga menjadi perhatian yang utama (Gordon, 1979). Bahan logam
seperti Litium dan stainless banyak dipergunakan dalam desain OTEC untuk
menanggulangi tingkat korositas.
INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS LAUT
Pada dasarnya sistem pembangkit listrik
tenaga panas laut dengan sistem
pembangkit konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil hampir sama, yang
membedakan
adalah sistem pembangkit uapnya dan fluida kerja. Pada sistem
pembangkit Listrik Tenaga OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Pembangkit uap
3
menggunakan bahan bakar atau media air hangat permukaan laut dan fluida kerja berupa
zat yang mudah menguap sepeti amoniak. Pada Gambar 1 diperlihatkan Skema OTEC.
Gambar 1. skema OTEC daur tertutup
Pada sistem daur tertutup dipergunakan amonia sebagai zalir kerja. Pada sistem
menggunakan prinsip siklus Rankine. Pada gambar 1 diperlihatkan skema OTEC daur
tertutup. Siklus energi pada sistem daur tertutup sebagai berikut:
1. Penambahan panas (J/kg)
q A h1 h4
2. Kerja turbin
wT h1 h2
3. Panas sisa
q R h3 h2
4. Kerja pompa
wP h4 h3
5. Kerja siklus net
wnet h1 h2 h4 h3
6. Efisiensi panas
h h2 h4 h3
wnet
1
qA
h1 h4
Pada sistem daur tertutup untuk menguapkan amonia dipergunakan air permukaan
laut yang hangat, kemudian uap mengalir melalui pipa untuk menggerakkan turbin dan
menghasilkan daya nelalui generator listrik. Uap hasil pembuangan turbin diuapkan
cairkan kembali oleh kondensor menggunakan air kedalan laut yang bersuhu sekitar 5
o
C. selanjutkan amoniak yang sudah dicairkan dipompakan kembali menuju evaporator
4
untuk diuapkan kembali menggunakan air permukaan laut yang hangat, demikian
seterusnya.
PEMBAHASAN
Analisis thermodinamika pada ketel ditentukan oleh nilai-nilai yang cukup banyak,
seperti diketahui bahwa ketel terdiri atas dua bagian yaitu:
1. Bagian shell (kulit) yang terdiri dari diameter dalam (inside diameter) ID, Bafle space
dan passes.
2. Bagian tube: jumlah tube, OD (out diameter), BWG, pith.
Hal yang menentukan perhitungan antara lain neraca bahang, suhu masuk dan keluar
pada aliran panas dan aliran dingin. Langkah pertama perhitungan dengan menentukan
nilai LMTD (Log Mean Temperature Difference) (Kam Wi Li, 1985)..
Aliran panas
T1
T2
T1-T2
Aliran dingin
t_2
t_1
t_2 –t_1
Suhu tinggi
Suhu rendah
Perbedaan
td 2 td 1
2 ,3 log t d 2 / td 1
LMTD
Beda
t d 1 T1 t _ 2
t d 2 T2 t _ 1
t d1 t d 2
………….(1)
dengan:
LMTD
= Log Mean Temperature Difference;
td2
= beda temperatur pada suhu rendah (oF);
td1
= beda temperatur pada suhu tinggi (oF);
kemudian kita menghitung grup suhu:
R
S
T1 T2
t _ 2 t_1
t _1 t _ 2
T1 t _ 2
……………(2)
………………………….(3)
dengan:
T1
= temperatur pada suhu tinggi aliran panas (oF);
T2
= temperatur pada suhu rendah aliran panas (oF);
5
t_1
= temperatur pada suhu rendah aliran dingin (oF);
t_2
= temperatur pada suhu tinggi aliran dingin (oF);
Dengan nilai R dan S (temperatur Grup) ditentukan FT untuk menghitung delta t.
t = FT X LMTD
FT berdasar pembacaan grafik (Kern, 1950).
Zalir panas pada shell (kulit) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
as
ID C B
144 Pt
……..(4)
dengan :
as
= luas aliran pada (shell) kulit (ft2);
ID
= diameter dalam (indside diamater) (in);
C
= rongga antar tube (clereance) (in);
B
= Baffle spacing (in);
Pt
= tube Pith (in);
Gambar 2. Penampang Baffle
…… Gt
W
at
…………….(5)
dengan :
Gs
= kecepatan masa (lbm/dt);
W
= kecepatan aliran berat pada zalir panas (lb/dt);
6
kemudian dihitung bilangan Reynold dengan rumus:
Res
De Gs
………….(6)
dengan :
Res
= bilangan Reynold;
De
= diameter ekivelen (ft)
= viskositas (lb/ft.hr)
Hasil perhitungan bilangan Reynold ini digunakan untuk menghitung nilai JH dengan
membaca grafik (Kern, 1950).
Kemudian ditentukan ho dengan rumus:
1/ 3
ho J H
k c
D k
0 ,14
W
…..(7)
dengan:
k
= konduktivitas panas (BTU/hr.ft2.oF/ft)
ho
= koefisien film (film coefficient outside bundle)(BTU/hr.ft2.oF/ft)
D
= diameter (ft)
c
= panas jenis (BTU/lb.oF)
= viskositas (lb/ft.hr)
w
= viskositas pada dinding tabung(lb/ft.hr)
jH
= nilai pembacaan pada kurva perpindahan panas (Kern, 1955)
Untuk zalir dingin pada tube :
at
N t at '
144 n
……(8)
dengan :
at’
= luas aliran per tube(ft2);
at
= luas aliran per panjang ft2);
n
= passes;
Kemudian ditentukan Gt dan bilangan Reynold sehingga seperti dalam zalir panas dapat
ditentukan hi dengan menggunakan rumus yang sama.
7
Gambar 3. Pith dan Clereance
Gt
W
at
………………….(9)
dengan :
Gt
= kecepatan massa pada tabung (lb/ft2.hr);
W
= kecepatan aliran berat pada zalir panas(lb/hr);
kemudian dihitung bilangan Reynold dengan rumus:
Ret
De Gs
………….(10)
dengan:
Res
= bilangan Reynold;
De
= diameter ekivelen (ft)
= viskositas (lb/ft.hr)
hasil perhitungan bilangan Reynold ini digunakan untuk menghitung nilai J H dengan
membaca grafik (Kern, 1950).
Kemudian mentukan ho dengan rumus:
8
1/ 3
ho J Ht
k c
Dk
W
0 ,14
…..(11)
dengan:
k
= konduktivitas panas (BTU/hr.ft2.oF/ft)
ho
= koefisien film (BTU/hr.ft2.oF/ft)
D
= diameter (ft)
c
= panas jenis (BTU/lb.oF)
= viskositas (lb/ft.hr)
w
= viskositas pada dinding tabung(lb/ft.hr)
Setelah ho dan hi diketahui kemudian menentukan hoi dengan menggunakan rumus:
hio
h1 ID
OD
……(12)
Kemudian ditentukan faktor Uo :
Uo
hio ho
hio ho
A= a”x Lx N
………(13)
dengan:
a”
= luas permukaan per panjang (ft2);
N
= n jumlah tube;
A
= Luas permukaan pemindahan panas (ft2);
Untuk menghitung UD digunakan persamaan sebagai berikut:
UD
Q
A t
dengan :
UD
= Overal Koefisien(BTU/ft2.oF);
Q
= keseimbangan panas (BTU);
t
= perbedaan suhu (oF).
Kemudian dihitung faktor Dirk:
……………..(14)
9
RD
U C U D
U C U D
…………….(15)
Harga faktor dirk inilah yang menentukan sebuah rancangan itu layak atau tidak, untuk
OTEC nilai RD yang dikehendaki < 0,0002 jam ft2 0F/Btu.(Sunarno, 1978)
PENUTUP
Keberadaan energi fossil yang terbatas menuntut adanya energi alternatif demi
kesinambungan ketersediaan energi bagi umat manusia. Sebuah sistem pembangkit
merupakan integrasi dari sistem
konversi energi dari panas menjadi mekanik dan
mekanik menjadi listrik. Ketel merupakan salah satu komponen pembangkit yang
bertugas mengkonversikan panas menjadi mekanik sehingga bisa menggerakan turbin.
Desain ketel; menjadi sangat urgen apalagi pada sistem pembangkit OTEC, panas
yang tersedia kecil sehingga sistem memerlukan zalir kerja yang dapat menguap pada
suhu rendah, misalkan amoniak. Pehitungan ketel yang terpenting adalah perhitungan
pada tube, dan shell. Aliran panas pada keduanya harus benar-benar diperhitungan untuk
menentukan dimensi atau ukuran komponen ketel.
DAFTAR PUSTAKA
Bethel.M. , Netz.E, Ocean Thermal Energy Conversion, Proceeding
Energy, New
York,2000
Budiono, C., Tantangan dan Peluang Usaha Pengembangan Sistem Energi
Terbarukan di Indonesia, Konvensi Kelistrikan Indonesia, Jakarta, 2003
Cengel, Thermodynamic An Engineering Approach , McGraw-Hill Book Company,
New York, 1989
El-Wekil, Power Plant Technology, John Wiley and Sons, New York, 1995
Gordon, Ocean Thermal Energy Conversion, Hand Book of Energy, John Wiley and
Sons, New York, 1979
Hendrawan A, Konsep Desain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut, Laporan
Penelitian , Lembaga Penelitian Unila, 1999
Hendrawan A, Model Program Aplikasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut, Tesis,
Pascasarjana UGM, 2002
10
Hendrawan A, Penentuan Debit Pada Pembangkit Listrik Tenaga OTEC, Jurnal
POROS Vol. 7 Nomor 2, Jakarta, 2004
Herue, Carmelo, Conceptual Desigen of Ocean Thermal Energy Conversion, Solar
Energy Vol.41, New York, 1988
Kam Wi Li, Power Plant System Design, John Wiley and Sons, New York, 1985
Kern. D, Process Heat Transfer, McGraw-Hill Book Company, New York, 1950
Khan.Z, KennethbES, Use Mixture As Working Fluids In Oceans Thermal Energy
Conversions Cycles, Proceeding Oklahoma Academic No.56, Norman, 2003
Krauhuar, Energy and Problem of Technical Society, John Wiley and Sons, New York,
1989
Michel, G, Oceans Thermal Energy Conversion, www.nrel.com , accesed juli 2000
Pontes.TM, Falcho.A, Ocean Energy Conversion, Instuto National De Enginhario,
Lisboa, Portugal, 2002
Sunarno, Ocean Thermal Energy Conversion, Jurusan Teknik Nuklir UGM,
Yogyakarta, 1978