ALTERNATIF MEDIA TERAPI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH BELAJAR DAN PSIKOLOGIS PADA ANAK
1
PAPER FOLDING (ORIGAMI) SEBAGAI
ALTERNATIF MEDIA TERAPI UNTUK
MENYELESAIKAN MASALAH BELAJAR DAN
PSIKOLOGIS PADA ANAK
Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Genap
Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi
Oleh :
Nakhar Alvinda
15010110120038
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas
hidayahnya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Paper Folding (Origami) Sebagai Alternatif
Media Terapi untuk Menyelesaikan Masalah Belajar dan Psikologis pada
Anak” dengan baik. Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai tugas Ujian
Tengah Semester Genap Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi.
Selama penyusunan makalah ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih tak lupa kami persembahkan kepada
semua pihak yang telah ikut andil dan terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.
Semarang , Mei 2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..........................................................................................................i
Kata Pengantar ........................................................................................................ii
Daftar Isi .................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2
D. Manfaat .......................................................................................................2
BAB II. TEORI
A. Definisi Paper Folding (Origami) ..............................................................4
B. Sejarah Paper Folding (Origami) .............................................................4
C. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai bentuk Expressive Therapy .....6
D. Manfaat Paper Folding (Origami) Therapy
...........................................9
E. Material dan Tools Paper Folding (Origami) Therapy ...........................10
F. Kelebihan dan Kelemahan Paper Folding (Origami) Therapy ...............12
BAB III. PEMBAHASAN
A. Masalah-Masalah pada Anak yang Membutuhkan Prosedur Terapeutik ..14
B. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai Alat Terapeutik......................17
C. Aplikasi Paper Folding Therapy pada Anak .............................................18
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
............................................................................................22
B. Saran ..........................................................................................................22
Daftar Pustaka ......................................................................................................24
Lampiran Jurnal .....................................................................................................25
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupannya, individu seringkali mengalami permasalahan.
Ada kalanya individu dapat mengatasi permasalahan tersebut namun
terkadang permasalahan itu justru mengancam kestabilan emosinya. Tidak
jarang, individu mengalami stress dan trauma. Ketika permasalahan tersebut
dialami oleh anak-anak, dampak dari permasalahan tersebut menjadi lebih
besar.
Menurut Freud, masa kanak-kanak adalah masa-masa yang paling
penting dan menentukan dalam kehidupan. Apa yang terjadi pada seseorang
dalam lima tahun pertama kehidupan, akan mempengaruhi bagaimana dia
berkembang ke tahap berikutnya. Ketika anak mengalami pengalaman
traumatis dalam hidupnya, aspek psikisnya dapat terganggu. Anak dapat
menjadi cemas dan takut terhadap dunia luar sehingga anak cenderung tumbuh
menjadi pribadi yang tidak memiliki kontrol diri dan kepercayaan diri yang
kuat. Anak dapat mengalami masalah-masalah terutama dalam hal pendidikan
dan pergaulan dengan teman sebayanya. Masa golden age inilah yang
menyebabkan anak menjadi subjek yang paling penting untuk diperhatikan
dibandingkan dengan remaja dan orang dewasa.
Berbagai terapi sudah dikembangkan oleh psikolog, klinisi dan terapis
untuk membantu anak untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan
menyelesaikan masalah yang dialaminya. Namun, ketika dihadapkan dengan
terapi yang bersifat verbal, anak belum bisa mengungkapkan pikiran dan
perasaannya dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep terapi
terbaru yang dapat digunakan untuk menutupi kelemahan terapi tersebut.
Dalam rencana terapi atau intervensi yang akan diberikan kepada anak,
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana terapi tersebut dapat menarik
perhatian anak serta memudahkan anak untuk ikut serta dalam terapi tersebut.
Sesuai dengan karakteristik anak di mana dalam masa ini anak lebih menyukai
5
aktivitas bermain dan tertarik teradap hal-hal yang bersifat estetik, maka
altrernatif terapi yang dianggap cocok untuk anak adalah terapi bermain atau
terapi seni. Play therapy dan Art Therapy merupakan pendekatan terapi
kontemporer yang mulai dikembangkan oleh berbagai terapis. Jenisnya
sangatlah beragam. Namun, salah satu jenis terapi yang dianggap baru dan
perlu dikembangkan untuk anak adalah terapi dengan menggunakan media
origami atau seni melipat kertas. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih
lanjut mengenai aplikasi Paper Folding (Origami) sebagai alternatif media
terapi untuk anak.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai hal-hal sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep paper folding (origami) sebagai media terapi?
2. Bagaimana paper folding (therapy) dapat menyelesaikan masalah
psikologis dan belajar pada anak?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
mengenai konsep Paper Folding (Origami) Therapy sebagai alternatif media
terapi untuk menyelesaikan masalah psikologis dan belajar pada anak.
D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat memberikan berbagai
macam manfaat bagi pembaca. Di antaranya adalah
1.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.
a.
Memberikan gambaran mengenai alternatif media terapi baru dengan
pendekatan kontemporer yaitu origami therapy.
b.
Membantu pengembangan Psikoterapi sebagai salah satu bidang
keilmuan dalam Psikologi.
6
2.
Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.
a.
Bagi terapis, makalah ilmiah ini dapat memberikan alternatif media
terapi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
khususnya yang dihadapi oleh anak-anak.
7
BAB II
TEORI
A. Definisi Paper Folding (Origami)
Paper Folding (Origami) seringkali dikenal sebagai seni melipat kertas
yang berasal dari Jepang. Secara harfiah, origami berasal dari kata oru yang
artinya melipat, dan kami yang artinya kertas. Jadi, apabila disatukan, origami
berarti melipat kertas.
Origami seringkali dibuat dari secarik kertas yang dilipat-lipat
sedemikian rupa tanpa memotong kertas tersebut. Namun, suatu bentuk
origami dapat juga dirangkai dari gabungan bentuk-bentuk origami yang
sudah jadi. Origami merupakan salah satu seni yang termasuk ke dalam
papercraft. Pepercraft yaitu seni membuat suatu bentuk atau karya yang
berasal dari kertas. Seni lain yang termasuk ke dalam papercraft ini adalah
Kirigami. Berbeda dengan origami, kirigami menggunakan kegiatan melipat
dan memotong kertas sebagai teknik utamanya.
Dalam origami, berbagai benda atau hewan dapat dibentuk hanya
dengan melipat secarik kertas. Misalnya, katak, burung, pesawat, kapal,
mangkuk, hingga manusia. Namun, bentuk origami yang paling terkenal
adalah origami crane atau burung bangau. Dalam origami, anak dituntun
untuk mengikuti suatu pola agar membentuk suatu objek yang dipilihnya.
Kegiatan yang dilakukan dalam membuat suatu bentuk origami merupakan
suatu kegiatan yang sederhana dan mudah dilakukan, termasuk oleh anakanak. Beberapa terapis telah mencoba menggunakan kegiatan ini sebagai
upaya terapi yang bermanfaat.
B. Sejarah Paper Folding (Origami)
Origami merupakan seni melipat kertas dari negara Jepang. Origami mulai
muncul di China pada abad pertama atau kedua baru kemudian berkembang
hingga ke Jepang pada abad ke enam belas (Thinkquest, 2006). Pada awalnya,
hanya terdapat sedikit kertas yang tersedia sehingga hanyalah orang-orang kaya
8
yanag dapat melakukan seni melipat kertas ini (Thinkquest, 2006). Orang-orang
Jepang menemukan manfaat yang berguna pada origami yang mereka buat.
Samurai dapat ditukar dengan noshi, yaitu kertas lipat dengan serat yang berasal
dari ikan atau daging kering. Kemudian, metode pembuatan kertas mulai
ditemukan sehingga membuat kertas menjadi semakin murah.
Origami menjadi seni yang populer di masyarakat,baik kaya maupun
miskin. Meskipun begitu, orang Jepang selalu berhati-hati untuk tidak
membuang apapun. Mereka selalu menyimpan setiap kertas sekecil apapun dan
menggunakannya untuk melipat objek origami. Pada masa tersebut, tidak ada
petunjuk tertulis untuk membuat origami. Petunjuk-petunjuk tersebut diturunkan
dari generasi ke generasi selanjutnya sehingga bentuk seni ini menjadi bagian
dari budaya masyarakat Jepang.
Salah satu cerita yang terkenal mengenai melipat kertas berasal dari
Sadako Sasaki, seorang yang bertahan dari peristiwa bom Hiroshima.
(Kenneway, 1987). Pada umur 12 tahun, Sadako menjadi yatim piatu kareba
ledakan bom atom Hiroshima pada tahun 1945 dan menjadi korban radiasi.
(Kenneway, 1987; Thinkquest, 2006). Saat Sadako terbaring di rumah sakit, dia
menggunakan selembar kertas kecil pembungkus obat serbuknya dan melipatnya
menjadi burung bangau. Harapannya adalah membuat seribu burung bangau
dengan kepercayaan bahwa jika ia berhasil, maka doanya akan dikabulkan. Pada
awalnya, dia berdoa untuk kesembuhannya, namun kemudian ketika melihat
anak lain yang menjadi korban seperti dirinya meninggal, diatidak lagi
memikirkan kesembuhannya, melinkan berdoa untuk kedamaian dunia. Saat ini,
banyak orang yang mengunjungi kuburannya dan meninggalkan origami burung
bangau kecil untuk mengingat keberanian gadis kecil tersebut dan oleh karena
itu, burung bangau menjadi populer sebagai simbol origami. Origami burung
bangau (crane) ini kemudian menjadi simbol kedamaian dunia.
Di Jepang, berbagai objek seperti benang dan obat dibungkus
menggunakan kertas sehingga seni melipat kertas ini menjadi tradisi masyarakat
dan awal dari adanya seni origami (Aso & Tsuji, 2005). Namun, kebiasaan lama
orang Jepang masih bertahan sampai sekarang di mana mereka dapat membentuk
sebuah kreasi dari lembar kertas yang paling kecil untu mencegah sampah.
9
Masalah utama dari origami kuno adalah teknik dan desain yang disampaikan
secara verbail dari satu anggota keluarga ke keluarga lainnya. Hal ini dapat
disebabkan juga karena masyarakat Jepang tidak ingin kreasi dan tradisinya ini
dicuri oleh orang asing. Akibatnya, banyak teknik yang hilang seiring dengan
tidak adanya penyebaran teknik secara verbal.
C. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai bentuk Expressive Therapy
Paper Folding atau yang sering disebut Origami dalam konteks terapi,
termasuk ke dalam pendekatan terapi kontemporer yang menekankan aspek
non verbal sebagai sarana ekspresi. Terapi ini disebut dengan Expressive
Therapy.
Expressive Therapy didefinisikan sebagai bentuk penggunaan seni,
musik, tari atau gerakan, drama, puisi/menulis kreatif, bermain, dan sandtray
dalam konteks psikoterapi, konseling, rehabilitasi, atau pemeliharaan
kesehatan. Expressive Therapy memiliki karakteristik yang tidak selalu
ditemukan dalam terapi-terapi verbal. Karakteristik tersebut yaitu
1. Self-Expression
Expressive Therapy tidak hanya mengungkap eksplorasi diri saja tetapi
juga menggunakan ekspresi diri melalui satu atau lebih media sebagai
bagian utama dari proses terapi. Ekspresi diri melalui lukisan, gerakan,
atau puisi ini dapat mengungkap pengalamaan masa lalu, komunikasi
katarsis, serta pemahaman diri untuk memperbaiki emosi dan
menyelesaikan masalah. Ekspresi diri ini juga berguna bagi individu
untuk menyampaikan pemikiran, perasaan, dan persepsinya yang sulit
disampaikan melalui komunikasi verbal.
2. Active Participation
Expressive Therapy merupakan bentuk pendekatan yang berorientasi
pada
tingkah
laku
dimana
klien
mengeksplorasi
isu
dan
mengkomunikasikan perasaan dan pemikirannya. Semua terapis yang
menggunakan pendekatan ini berfokus untuk mendorong klien agar
menjadi partisipan yang aktif dalam proses terapi. Pengalaman dalam
10
melakukan dan membuat suatu ekspresi diri dapat memberikan energi
pada individu, mengatur perhatian dan fokus, mengurangi stres
emosional, dan membuat klien berkonsentrasi pada tujuan.
3. Imagination
Pemikiran yang imajinatif digunakan untuk menciptakan ekspresi diri,
percobaan, dan refleksi verbal. Pemikiran imajinatif yang diperlukan
untuk membuat gambar, menciptakan gerakan, atau memanipulasi figur
dalam sandtray memberikan kemungkinan untuk menguji coba solusi dan
transformasi yang berdaya cipta.
4. Mind-body Connections
Expressive Therapy dimasukkan oleh The National Center of
Complementary and Alternative Medicine sebagai bentuk intevensi
mind-body
karena
merupakan
bentuk
dari
psikoterapi
yang
memanfaatkan penggunaan sense untuk membuat perubahan. Expressive
Therapy seperti tari, seni, dan bermain, berguna dalam membentuk
kembali dan mendorong kelekatan yang sehat melalui pengalaman
sensori, interaksi, gerakan, dan aktivitas tangan.
Dalam Expressive Therapy, terdapat beberapa macam terapi, yaitu art
therapy, play therapy, drama therapy, music therapy, poetry therapy, dan
dance therapy. Ada beberapa pendapat berbeda dalam mengklasifikasikan
origami therapy. Beberapa ahli mengatakan origami therapy merupakan
bagian dari art therapy sedangkan sumber lain mengatakan origami therapy
termasuk ke dalam play therapy.
Vicks (2003) dalam Malchodi (2007) menjelaskan bahwa art therapy
merupakan disiplin campuran yang diturunkan dari bidang seni dan psikologi.
The American Art Therapy Assosiation (1996) dalam Malchodi (2007)
menjelaskan bahwa art therapy didasarkan pada kepercayaan di mana “proses
kreatif dari pembuatan seni merupakan penyembuhan dan peningkatan
hidup.” Atau dengan kata lain, ekspresi seni berguna untuk mengatasi distress
emosional, penyelesaian konflik, mencapai insight, mengurangi perilaku
bermasalah, dan meningkatkan well being. Art Therapy sebagai salah satu
11
bentuk Expressive Therapy menggunakan media seni dan gambar sebagai
ekspresi diri, proses kreatif, serta respon klien untuk menciptakan produk
sebagai refleksi dari perkembangan, kemampuan, kepribadian, minat, dan
konflik. Ini merupakan sarana terapeutik dalam rekonsiliasi konflik
emosional, membina kesadaran diri, mengembangkan ketrampilan sosial,
mengatur tingkah laku, menyelesaikan masalah, mengurangi kecemasan,
membantu orientasi realitas, dan meningkatkan harga diri.
Origami therapy termasuk ke dalam klasifikasi art therapy ketika terapi
ini dianggap sebagai suatu seni yang menghasilkan sebuah karya seni melalui
teknik melipat kertas. Dalam proses pembuatannya, dibutuhkan kreativitas
dari individu untuk dapat membayangkan dan memperkirakan urutan dan cara
melipat agar menghasilkan bentuk yang sesuai dengan yang diinginkan.
Play Therapy adalah suatu praktik terapi yang sistematis untuk
mengadakan sebuah proses interpersonal dimana didalamnya terapis bermain
yang terlatih menggunakan daya terapeutik dari permainan untuk membantu
klien dalam mencegah dan menyelesaikan kesulitan psikososial serta
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. (Boyd-Webb, 1999;
Landreth, 1991 dalam Malchodi, 2007).
Play therapy lebih banyak
diterapkan kepada anak-anak. Terapi ini menyediakan sarana bagi anak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan mental dalam ranah perkembangan.
Sebagai hasil positifnya, anak dapat mengatasi pengalaman hidup yang
mengganggu dan melanjutkan kehidupannya.
Origami therapy dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi play therapy
karena sasaran utama terapi ini adalah anak-anak. Selain itu, proses
pembuatan bentuk dengan melipat kertas juga dapat dikatakan sebagai proses
bermain yang merupakan teknik utama dalam play therapy. Dalam permainan
ini terdapat efek terapeutik yang menyembuhkan di mana anak akan terlepas
dari ketegangan dan stres yang dialaminya. Dengan melakukan permainan,
anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi).
12
D. Manfaat Paper Folding (Origami) Therapy
Beberapa manfaat dari Origami Therapy adalah sebagai berikut :
1. Membangun fokus dan atensi
Origami dapat menjadi suatu aktivitas yang efektif dalam membantu anak
ADHD untuk membangun atensi karena dalam prosesnya, origami
membutuhkan fokus dan konsentrasi untuk berhasil membuat suatu
bentuk. Selain itu, origami juga menyediakan langkah-langkah yang harus
diikuti oleh anak dan mengevaluasi setiap langkah yang diambilnya
sehingga dalam hal ini anak dapat mempelajari suatu ketrampilan belajar.
2. Membangun toleransi terhadap frustrasi
Dalam membuat suatu origami, pasti terdapat masa di mana individu
mengalami frustrasi. Keadaan ini membuat origami menjadi alternatif
yang tepat untuk membantu anak membangun kemampuan untuk bertahan
terhadap sesuatu meskipun itu sulit. Terapi dapat menjadi model bagi anak
untuk mempraktikkan ketika mengalami kesulitan, dengan berhenti
sejenak, mengambil beberapa nafas panjang, kemudian mencoba lagi dan
bertanya ketika benar-benar membutuhkan bantuan.
3. Mempraktikkan pernyataan diri yang positif
Ketika berada dalam situasi yang sulit, penggunaan self-talk seringkali
diperlukan untuk mengurangi komentar-komentar negatif. Melalui
pernyataan diri yang positif seperti “saya bisa” dapat menambah motivasi
dan semangat anak dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
4. Membangun harga diri
Beberapa anak yang perlu diterapi merupakan anak-anak yang mengalami
masalah perilaku dan belajar di sekolahnya. Beberapa di antaranya juga
mengembangkan kepercayaan bahwa mereka tidak berbakat dalam seni.
Dengan memberikan tugas rumah untuk membuat origami, anak akan
sungguh-sungguh dalam melakukannya. Ketika anak berhasil membuat
suatu bentuk dengan usahanya sendiri meskipun ia tidak berbakat dalam
seni, dapat terlihat kesenangan dan kebanggaan dalam wajahnya. Hal
inilah yang membuat anak dapat mengembangkan harga dirinya.
13
5. Relaksasi
Origami dapat menjadi sarana untuk relaksasi bagi anak setelah
mengalami sesi atau keadaan yang sulit. Melalui permainan ini, anak dapat
lebih santai, dan mengatasi kecemasan serta ketidaknyamanannya
sehingga mood anal berubah menjadi positif ketika harus mengakhiri sesi
terapi.
Ada beberapa aspek dalam akademik dan kognitif anak yang dapat
dipengaruhi oleh origami therapy, di antaranya yaitu
1.
Listening skills
2.
Reading skills
3.
Writing skills
4.
Mathematics
5.
Spatial relationship
6.
Social studies
7.
Sequential memory
8.
Concentration
9.
Eye-hand coordination
10. Fine motor skills
11. Visual memory
12. Visual-spatial motor skills
13. Verbal memory
14. Logical reasoning
15. Problem solving
E. Material dan Tools Paper Folding (Origami) Therapy
Origami therapy merupakan salah satu jenis terapi yang sederhana.
Satu-satunya material yang dibutuhkan adalah secarik kertas. Kertas ini
biasanya berbentuk persegi dengan variasi warna, ukuran, tekstur, dan jenis
yang dapat dipilih sesuai dengan objek yang ingin dibuat. Beberapa contoh
jenis kertas yang dapat digunakan antara lain natural washi, dyed washi,
irogami paper, chiyogami paper, watercolor papers, colored art papers,
14
elephant hide and wyndstone, dan jenis kertas buatan sendiri. Setting yang
menunjang kesuksesan pembuatan origami adalah digunakannya alas atau
meja yang rata sehingga lipatan yang dibentuk lebih rapi dan tepat. Tools lain
sebenarnya tidak perlu digunakan. Akan tetapi, jika menginginkan hasil yang
lebih maksimal, dapat menambahkan penggaris atau klip kertas untuk lipatan
yang lebih sempurna.
Dalam pembuatan origami, biasanya terdapat diagram origami atau
gambar petunjuk cara membuat objek tertentu. Gambar inilah yang harus
diikuti oleh anak dalam praktik terapi. Berikut contoh diagram origami untuk
membuat kupu-kupu.
15
Selain itu, perlu diperhatikan pula bentuk-bentuk lipatan dasar yang
sering digunakan sebagai bentuk dasar dari sebuah objek. Basic folds tersebut
yaitu edge to crease, inside reverse fold, outside reverse fold, rabbit ear,
squash fold, petal fold, sink, dan crimp.
F. Kelebihan dan Kelemahan Paper Folding (Origami) Therapy
Sebagai salah satu jenis terapi, origami therapy juga memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan dari terapi ini yaitu
1. Flexible and Convenient
a.
Dapat dipraktikkan dimanapun dan kapanpun
b.
Dapat menjadi sarana komunikasi non verbal
c.
Dapat dibawa indoor maupun outdoor
d.
Kertas mudah didapatkan
2. Attractive
a. Berwarna
b. Non0threatening
c. Biaya terjangkau
d. Tidak terbatas
3. Simple and Safe
a. Hanya membutuhkan kertas
16
b. Tidak membutuhkan alat khusus
c. Aman untuk anak-anak dengan masalah perilaku
d. Aman untuk anak-anak yang berpotensi untuk berperilaku agresif.
4. Provide choices
a. Terdapat pilihan warna
b. Terdapat pilihan pola yang berbeda
c. Lipatan bervariasi dari sederhana hingga menantang
d. Dapat memilih menjadi pengamat atau partisipan
e. Dapat dipraktikkan sendiri maupun bersama dengan orang lain
Keterbatasan dari Origami Therapy ini adalah adanya beberapa klien
yang tidak merasakan manfaat untuk beberapa alasan. Pertama, beberapa
anak mungkin merasa ragu-ragu untuk menggunakan modalitas ekspresif
dalam terapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak kreatif atau tidak
dapat membuat sesuatu yang artistik. Yang kedua adalah bahwa bentukbentuk Expressive Therapy termasuk origami therapy membutuhkan terapisterapi yang berpengalaman atau telah mengikuti pelatihan.
17
BAB III
PEMBAHASAN
A. Masalah-Masalah pada Anak yang Membutuhkan Prosedur Terapeutik
1. Educational
Dewasa ini, tuntutan kepada para generasi muda semakin gencar
untuk dapat meneruskan perjuangan menuju kemajuan bangsa. Cita-cita
untuk menjadi masyarakat yang maju dan berbudaya tidak akan tercapai
tanpa peran dari institusi pendidikan untuk mencetak pribadi-pribadi
yang berkualitas melalui kegiatan pembelajaran. Di dalam kegiatan
pembelajaran ini, terdapat sistem evaluasi untuk melihat sejauh mana
siswa dapat mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Seringkali,
bentuk dari evaluasi ini adalah nilai-nilai hasil belajar.
Kualitas setiap anak sebagai siswa dapat dilihat dari prestasi
akademik yang diraihnya. Prestasi akademik ini merupakan penambahan
kompetensi siswa yang didapatkan dari hasil pembelajaran. Prestasi
akademik yang tinggi sering dihubungkan dengan tingkat intelegensi
yang tinggi. Di sisi lain, ada beberapa kondisi di mana siswa dengan
intelegensi tinggi juga memiliki prestasi akademik yang rendah. Hal ini
dapat disebabkan karena perbedaan individual dan faktor kepribadian
dari siswa itu sendiri.
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari atribut
yang
berkorelasi
dengan
prestasi
akademik.
Sahputra
(2009)
membuktikan adanya korelasi antara konsep diri dengan prestasi
akademik. Penelitian lain melihat pengaruh proses pembelajaran dalam
kasus ini. Fasikhah dan Fatimah (2013) membuktikan adanya pengaruh
yang signifikan dari Self Regulated Learning (SRL) terhadap peningkatan
prestasi akademik.
Selain itu, masalah disabilities yang diderita anak sendiri juga
dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kesulitan belajar dan
pencapaian prestasi akademiknya. Misalnya anak-anak yang mengalami
18
gangguan perkembangan seperti ADHD, autis, hingga yang mengalami
keterbatasan fisik seperti buta, tuli, dan luka pada tangan. Karena
kaeterbatasannya
itu,
anak-anak
tersebut
tidak
bisa
mengikuti
pembelajaran di sekolah seperti anak normal pada umumnya.
Tidak hanya kesulitan belajar saja, anak-anak yang mengalami
keterbatasan
seringkali
mengalami
tekanan
mental
akibat
ketidakmampuannya melakukan kegiatan seperti anak lainnya. Mereka
dapat menjadi cemas, takut, dan depresi. Selain itu, rasa berbeda ini juga
membuat anak semakin kehilangan self esteem-nya yang menyebabkan
ketrampilan sosialnya dalam berhubungan dengan orang lain juga
terganggu. Anak cenderung menarik diri dan tidak membuat relasi
dengan teman karena takut dicemooh atau diejek.
Pada kasus-kasus seperti ini, sangat diperlukan pendekatan yang
menyeluruh yang dapat membantu anak dalam belajar sekaligus
menaikkan self-esteem, kemampuan mengatur emosi dan sosialnya.
Harapannya, perkembangan anak dapat berjalan dengan baik meskipun
tidak secepat anak normal lainnya.
2. Mental Health
Kanak-kanak merupakan masa di mana seorang individu sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Masa ini
seringkali disebut golden age. Dalam masa ini, lingkungan menjadi
perhatian utama dalam melihat perkembangan aspek psikologis anak.
Lingkungan yang nyaman dan penuh dukungan akan mengantarkan anak
pada perkembangan yang optimal sedangkan lingkungan yang buruk dan
penuh tekanan akan menghambat perkembangannya.
Banyak lingkungan atau situasi yang dapat membuat anak merasa
kurang nyaman. Salah satunya adalah hospitalisasi. Hospitalisasi
merupakan suatu proses, dimana karena suatu alasan tertentu baik darurat
atau berencana mengharuskan anak tinggal di rumah sakit untuk
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.
Ketika anak mengalami sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit,
19
mereka akan terpaksa berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman,
penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah,
permainan, dan teman sebayanya. Proses hospitalisasi pada anak
terutama pada usia prasekolah akan berdampak serius. Hal ini juga
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya.
Selama proses hospitalisasi, anak dan orang tua dapat mengalami
beberapa pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan
kecemasan. Kondisi ini akan berdampak negatif bagi anak, terutama
terhadap upaya perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani. Reaksi
yang dimunculkan pada anak pun akan berbeda antara satu dengan
lainnya. Anak yang pernah mengalami perawatan di rumah sakit tentu
akan menunjukkan reaksi yang berbeda bila dibandingkan dengan anak
yang baru pertama kali dirawat. Anak yang pernah dirawat di rumah sakit
telah memiliki pengalaman akan kegiatan yang ada di rumah sakit,
sehingga tingkat kecemasan yang dialaminya masih dalam taraf yang
kecil. Sedangkan anak yang baru pertama kali dirawat mungkin dapat
mengalami kecemasan yang lebih tinggi.
Kecemasan yang dialami anak selama proses hospitalisasi ini dapat
memunculkan reaksi penolakan pada anak terhadap peroses perawatan.
Anak dapat menjadi agresif atau dapat juga sebaliknya, merasa putus asa
terhadap penyakit yang didertitanya. Situasi ini akan memberikan
pengaruh bagi perkembangan psikologis anak ke depannya.
Masalah kesehatan mental menjadi pusat perhatian para psikolog
akhir-akhir ini. Beberapa usaha telah dilakukan mulai dari preventif
seperti psikoedukasi hingga kuratif seperti psikoterapi. Namun, khusus
untuk anak-anak diperlukan suatu intervensi khusus yang dapat membuat
mereka nyaman dan ikut serta secara aktif selama proses terapi. Di
sinilah keberadaan origami therapy sangat dibutuhkan.
20
B. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai Alat Terapeutik
Selama proses terapi, sesi origami therapy ini memiliki nilai atau efek
terapeutik. Nilai tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Menyediakan dukungan psikologis
a. Menyatakan rasa penerimaan ketika mendemonstrasikan atau
mengajar origami
b. Mendorong rasa keterhubungan ketika klien menyadari dirinya
bagian dari kelompok
c. Dapat ditunda untuk intervensi yang lain yang lebih penting
d. Kelien dapat memilih waktu yang tepat untuk mengatakan
masalahnya ketika ia merasa siap.
2. Mendorong kemunculan perilaku yang diinginkan, seperti
a. Mengembangkan interaksi sosial yang positif
b. Mengembangkan pendekatan pemecahan masalah
c. Menjadi lebih sabar
d. Meningkatkan kreativitas
e. Mengembangkan hobi
f. Terlibat dalam aktivitas
g. Berbagi pengetahuan dan perasaan
3. Memfasilitasi pengalaman dan kesempatan seperti
a. Learning experience
b. Problem solving experience
c. Communication experience
d. Goal setting experience
e. Opportunity for fun & relaxation
f. Opportunity to receive feedback and positive reinforcement
Selama pembuatan origami, hal penting yang dapat diperoleh adalah
hasil observasi diri klien. Ketika klien sedang melakukan terapi ini, dapat
dilihat aspek-aspek kepribadian klien sebagai berikut.
1. Motivasi dan minat, yang terlihat ketika melipat kertas, bertanya,
berkomentar, dan meminta untuk membuat sesuatu yang baru
21
2. Konsentrasi, yang terlihat dari lama waktu klien melakukan aktivitas
3. Kemampuan dalam menghadapi masalah, terlihat pada koordinasi tangan
dan mata, ketrampilan komunikasi, pendengaran dan penglihatan
4. Ketrampilan sosial, yang terlihat dari derajat kerjasama, kemauan untuk
mengajari teman, membantu, perilaku ketika menghadapi masalah
5. Tingkat berpretasi, terlihat dari penyelesaian tugas, usaha yang keras,
meningkatnya interaksi sosial, lebih relaks, sabar, dan fokus.
C. Aplikasi Paper Folding Therapy pada Anak
Ketika anak dihadapkan pada selembar kertas kosong, seringkali anak
akan menulis atau menggambar pada kertas tersebut. Jarang sekali, terdapat
anak yang menggunakannya untuk melipat dan membentuk sebuah objek.
Berbeda dengan seni lain yang membutuhkan bakat kreatif, origami dapat
dilakukan dengan belajar dari seseorang yang mendemonstrasikan proses
pembuatannya. Dewasa ini, origami sudah banyak digunakan oleh pendidik
dan terapis dalam melakukan intervensi terhadap anak-anak.
Para ahli terapi menemukan adanya efek modifikasi atau terapeutik
yang dirasakan oleh kliennya dari proses origami seperti yang dijelaskan di
atas. Terapi ini mengembangkan kemampuan anak untuk menjadi kreatif,
inventif,
dan
konstruktif.
Bagi
anak-anak,
permainan
adalah
cara
pembelajaran yang memiliki nilai yang positif. Origami termasuk ke dalam
salah satu jenis permainan yang menyediakan aktivitas yang nyaman dalam
mengikuti peraturannya. Dalam prosesnya, origami melibatkan emosi,
meyediakan hiburan dan dalam waktu yang sama dapat mengajari anak
melalui praktik atau pengalaman langsung. Beberapa anak menganggap
perubahan bentuk dari selembar kertas menjadi suatu bentuk tiga dimensi
merupakan suatu keajaiban yang disukai anak.
Dalam aktivitas learning by doing ini, anak mengamati bagaimana
setiap lipatan dilakukan dari sederhana hingga rumit, dari hanya meniru
hingga menggunakan kreatifitasnya untuk membentuk suatu objek baru.
Origami menyediakan sarana atau pendekatan multi sensory yang dapat
22
bermanfaat bagi anak dengan kesulitan belajar. Anak dituntun untuk
berbicara,
mendengarkan,
melihat,
mengamati,
menyentuh,
hingga
melakukan dalam aktivitas melipat kertas. Anak juga dapat meningkatkan
multiple cognitive skills, assosiative thinking skills, kesabaran, konsentrasi,
dan atensi melalui cara yang menyenangkan.
Dalam menghadapi anak yang mengalami kesulitan dalam meraih
prestasi akademik, origami dapat menjadi alternatif pendekatan yang sangat
bermanfaat. Misalnya dalam hal matematika. Origami menyediakan sarana
untuk meningkatkan pengalaman geometrik dan ketrampilan membayangkan
ruang sehingga anak dapat memanipulasi konsep belajar mereka. Ketika anak
melipat kertas menjadi dua bagian yang sama dan membukanya, anak dapat
belajar konsep setengah atau separuh. Ketika anak melipat setiap ujung kertas
ke bagian tengah, anak dapat belajar konsep seperempat. Selain itu, anak
juga dapat belajar berbagai bentuk geometri seperti segitiga, persegi panjang,
dan bentuk lain. Konsep matematika lain yang dapat diajarkan melalui
origami adalah mengenai simetri, proporsi, sudut, dan pembagian. Melalui
pembelajaran yang dipresentasikan dalam proses pembuatan origami ini, anak
dapat menangkap materi pembelajaran dengan lebih mudah, terutama bagi
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chen (2006). Dalam artikelnya yang berjudul
Math in Motion: Origami Math for Students Who are Deaf and Hard of
Hearing, peneliti menggunakan origami sebagai media pembelajaran bagi
siswa yang tuli dan sulit mendengar di mana mereka menyukai pembelajaran
secara konkret atau nyata yang lebih menekankan penglihatan dan perasaan
dalam belajar.
Pembelajaran lain yang dapat diaplikasikan melalui origami adalah
membaca. Membaca merupakan asosiasi dari simbol dan suara sementara
origami didasarkan pada asosiasi antara simbol dan aksi. Ketika anak melipat
kertas, terjadi proses perkembangan ketrampilan membaca pada tiga area
yaitu melihat tanda sebagai sebuah simbol, mengenali, dan mengintepretasi
artinya. Melalui skema untuk memproduksi model tiga dimensi, pendidik
23
dapat menggunakan origami untuk melatih membaca. Media ini sangat
berguna untuk anak yang mengalami keterbatasan membaca. Model origami
dapat mengurangi resistansi membaca dan membuat anak bekerja
berdasarkan tujuan yang diinginkannya.
Origami juga dapat mengembangkan konsep urutan pada anak.
Aplikasinya, hal ini dapat berguna bagi kemampuan anak untuk menulis
cerita di mana dibutuhkan langkah awal, tengah, dan akhir dalam
pembuatannya. Origami membantu anak mengkonstruksi konsep “first thing
first” di mana ketika mereka mencoba melipat bentuk origami tanpa melihat
dan mendengarkan instruksi verbal secara hati-hati, dan tidak mengikuti
setiap langkah secara urut, mereka tidak akan sukses memproduksi origami
yang diinginkan.
Pada anak-anak yang mengalami keterbatasan fisik karena kecelakaan
seperti luka pada tangan, seringkali mereka juga sulit untuk mengikuti
pembelajaran. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lesley M Wilson, Paul W
Roden, Yukiyo Taylor and Louise Marston, diperoleh hasil bahwa sesi
origami dapat terbukti bermanfaat untuk meningkatkan keberfungsian
kembali tangan yang terluka atau terkena penyakit. Melalui origami dalam
terapi ini, anak dapat megikuti pembelajaran dengan baik.
Dalam menghadapi permasalahan pada siswa yang mengalami kesulitan
belajar yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, diperlukan pendekatan
menyeluruh
yang
dapat
memperbaiki
baik
kesulitan
belajarnya,
meningkatkan self-esteem nya, mengurangi kecemasan, maupun memperbaiki
relasi interpersonalnya dengan teman sebaya.
Anak dengan kesulitan belajar seringkali menjadi frustrasi dan cemas
terhadap proyek atau tugas yang membutuhkan waktu lama untuk
menyelesaikannya dan berharap untuk melihat hasilnya sekarang juga.
Berbeda dengan aktivitas membentuk (craft) yang lain, origami tidak
melibatkan lem atau cat yang harus dikeringkan. Hasil dari origami dapat
dinikmati langsung setelah terbentuk. Kesalahan dalam origami tidak
menunjukkan ketidakmampuan seseorang. Yang diperlukan hanyalah
24
selembar kertas dan memulai untuk membuat model baru. Oleh karena itu,
origami dapat melatih anak untuk mengurangi kecemasan dan frustrasinya.
Perasaan lain yang dimiliki oleh anak yang mengalami kesulitan belajar
adalah perasaan tidak mampu belajar karena keterbatasan yang dimilikinya
sehingga anak cenderung berhenti mencoba untuk menghindari kegagalan.
Ketika terapis memberikan sebuah pengalaman yang berhasil dan membuat
anak bangga terhadapnya, mereka tidak lagi takut untuk mencoba sesuatu
yang baru. Origami berperan dalam hal ini di mana anak membuat sesuatu
yang tidak semua orang dapat melakukannya. Di sisi inilah origami dapat
meningkatkan self-esteem, mengurangi evaluasi diri yang salah, dan
mengurangi kecemasan yang dimiliki anak.
Efek terapeutik tersebut juga berlaku bagi anak yang sedang mengalami
hospitalisasi. Rasa cemas, dan inferioritas yang dirasakan ketika menjalani
perawatan dan pengobatan, dapat diturunkan melalui kegiatan melipat kertas
ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryanti, Sodikin,
dan Mustiah Yulistiani yang membuktikan adanya pengaruh antara terapi
bermain mewarnai dan origami terhadap penurunan tingkat kecemasan. Lebih
lanjut lagi, penelitian tersebut juga membuktikan adanya pengaruh terapi
bermain terhadap tingkat kooperatif pada anak usia 3 – 5 tahun. Padasaat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melukukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan.
Origami
dapat
memfasilitasi
proses
terapeutik
dengan
baik.
Menggunakan origami dapat menambah rapport antara terapis dan anak,
meningkatkan rasa memiliki kompetensi, mengurangi resistansi, dan media
penyelesaian masalah komunikasi yang efektif. Selain itu, origami juga dapat
menjadi aktivitas relaksasi diri untuk mengurangi stres.
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paper Folding (Origami) seringkali dikenal sebagai seni melipat kertas
yang berasal dari Jepang. Origami seringkali dibuat dari secarik kertas yang
dilipat-lipat sedemikian rupa tanpa memotong kertas tersebut. Paper Folding
atau yang sering disebut Origami dalam konteks terapi, termasuk ke dalam
pendekatan terapi kontemporer yang menekankan aspek non verbal sebagai
sarana ekspresi. Terapi ini disebut dengan Expressive Therapy. Beberapa
manfaat dari Origami Therapy adalah membangun fokus dan atensi,
membangun toleransi terhadap frustrasi, mempraktikkan pernyataan diri yang
positif, membangun harga diri, relaksasi. Origami therapy merupakan salah
satu jenis terapi yang sederhana. Satu-satunya material yang dibutuhkan
adalah secarik kertas. Sebagai teknik terapi, origami therapy juga memiliki
kelebihan dan kelemahan.
Anak-anak juga tidak lepas dari masalah. Permasalahan yang sering
dihadapi oleh anak adalah masalah belajar dan masalah psikologis akibat
lingkungan yang menekan dan tidak nyaman. Pada kasus-kasus seperti ini,
sangat diperlukan pendekatan yang menyeluruh yang dapat membantu anak
dalam belajar sekaligus menaikkan self-esteem, kemampuan mengatur emosi
dan sosialnya, mengurangi kecemasan dan frustrasi, sehingga perkembangan
anak dapat berjalan dengan baik. Di sinilah keberadaan origami therapy
sangat dibutuhkan dalam memberikan efek terapeutik.
B. Saran
Saran yang dapat diajukan, antara lain
1. Untuk penelitian selajutnya, diperlukan suatu teknik eksperimen untuk
membuktikan efektivitas penerapan origami therapy pada masalah yang
dialami anak.
26
2. Pendidik dan terapis dapat mulai mengaplikasikan origami therapy
sebagai pendekatan baru secara nyata di lapangan untuk mengatasi
permasalahan pada anak.
27
DAFTAR PUSTAKA
Chen, Kaili (2006). “Origami Math for Students Who Are Deaf and Hard of
Hearing”. Journal of Deaf Studies and Deaf Education. 11:2 Spring 2006.
Lafosse, M.G., dan Alexander, R.L. (Tanpa tahun). Origami Art. Singapore:
Tuttle Publishing.
Malchodi, C. A. (2007). Expressive Therapy. New York. Guilford Publication,
Inc.
Mehlomakulu,
Carolyn.
(2012).
“Origami
in
Therapy”.
Diunduh
http://creativityintherapy.blogspot.com/2012_07_01_archive.html
dari
pada
tanggal 3 Mei pukul 12.02 WIB.
Miller, Yurika. (2007). “A Phenomenological Exploration of Brief Art Therapy
Through Folding Two-Dimensional Drawings Created by An Adult
Population” Thesis.
Rahn, J.R. (2003). “Paper-Folding Ideas to Help Students Understand High
School Geometry Concepts“. Disampaikan dalam Workshop NCTM Annual
Meeting Session 988, San Antonio, TX.
Shalev, Hagit. (2005). “Origami in Education and Therapy”. Diunduh dari
http://www.theragami.com/origami_ed.html pada tanggal 3 Mei pukul 12.03
WIB.
Suryanti, Sodikin, dan Mustiah Yulistiani. (Tanpa tahun). “Pengaruh Terapi
Bermain Mewarnai dan Origami terhadap Tingkat Kecemasan sebagai Efek
Hospitalisasi pada Anak Usia Pra Sekolah Di RSUD Dr. R. Goetheng
Tarunadibrata Purbalingga”
Sustiwi, Atik. (2009). Seni Origami Bentuk Dasar Stimulasi Multiple Intelligence
untuk Anak Cerdas dan Kreatif. Yogyakarta: Rumah Pengetahuan.
Wilson, L.M., Roden, P.W., Taylor, Y. dan Marston, L. (2008). “The
Effectiveness of Origami on Overall Hand Function After Injury: A Pilot
Controlled Trial”. The British Journal of Hand Therapy.
PAPER FOLDING (ORIGAMI) SEBAGAI
ALTERNATIF MEDIA TERAPI UNTUK
MENYELESAIKAN MASALAH BELAJAR DAN
PSIKOLOGIS PADA ANAK
Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Genap
Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi
Oleh :
Nakhar Alvinda
15010110120038
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas
hidayahnya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Paper Folding (Origami) Sebagai Alternatif
Media Terapi untuk Menyelesaikan Masalah Belajar dan Psikologis pada
Anak” dengan baik. Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai tugas Ujian
Tengah Semester Genap Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi.
Selama penyusunan makalah ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih tak lupa kami persembahkan kepada
semua pihak yang telah ikut andil dan terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.
Semarang , Mei 2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..........................................................................................................i
Kata Pengantar ........................................................................................................ii
Daftar Isi .................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2
D. Manfaat .......................................................................................................2
BAB II. TEORI
A. Definisi Paper Folding (Origami) ..............................................................4
B. Sejarah Paper Folding (Origami) .............................................................4
C. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai bentuk Expressive Therapy .....6
D. Manfaat Paper Folding (Origami) Therapy
...........................................9
E. Material dan Tools Paper Folding (Origami) Therapy ...........................10
F. Kelebihan dan Kelemahan Paper Folding (Origami) Therapy ...............12
BAB III. PEMBAHASAN
A. Masalah-Masalah pada Anak yang Membutuhkan Prosedur Terapeutik ..14
B. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai Alat Terapeutik......................17
C. Aplikasi Paper Folding Therapy pada Anak .............................................18
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
............................................................................................22
B. Saran ..........................................................................................................22
Daftar Pustaka ......................................................................................................24
Lampiran Jurnal .....................................................................................................25
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupannya, individu seringkali mengalami permasalahan.
Ada kalanya individu dapat mengatasi permasalahan tersebut namun
terkadang permasalahan itu justru mengancam kestabilan emosinya. Tidak
jarang, individu mengalami stress dan trauma. Ketika permasalahan tersebut
dialami oleh anak-anak, dampak dari permasalahan tersebut menjadi lebih
besar.
Menurut Freud, masa kanak-kanak adalah masa-masa yang paling
penting dan menentukan dalam kehidupan. Apa yang terjadi pada seseorang
dalam lima tahun pertama kehidupan, akan mempengaruhi bagaimana dia
berkembang ke tahap berikutnya. Ketika anak mengalami pengalaman
traumatis dalam hidupnya, aspek psikisnya dapat terganggu. Anak dapat
menjadi cemas dan takut terhadap dunia luar sehingga anak cenderung tumbuh
menjadi pribadi yang tidak memiliki kontrol diri dan kepercayaan diri yang
kuat. Anak dapat mengalami masalah-masalah terutama dalam hal pendidikan
dan pergaulan dengan teman sebayanya. Masa golden age inilah yang
menyebabkan anak menjadi subjek yang paling penting untuk diperhatikan
dibandingkan dengan remaja dan orang dewasa.
Berbagai terapi sudah dikembangkan oleh psikolog, klinisi dan terapis
untuk membantu anak untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan
menyelesaikan masalah yang dialaminya. Namun, ketika dihadapkan dengan
terapi yang bersifat verbal, anak belum bisa mengungkapkan pikiran dan
perasaannya dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep terapi
terbaru yang dapat digunakan untuk menutupi kelemahan terapi tersebut.
Dalam rencana terapi atau intervensi yang akan diberikan kepada anak,
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana terapi tersebut dapat menarik
perhatian anak serta memudahkan anak untuk ikut serta dalam terapi tersebut.
Sesuai dengan karakteristik anak di mana dalam masa ini anak lebih menyukai
5
aktivitas bermain dan tertarik teradap hal-hal yang bersifat estetik, maka
altrernatif terapi yang dianggap cocok untuk anak adalah terapi bermain atau
terapi seni. Play therapy dan Art Therapy merupakan pendekatan terapi
kontemporer yang mulai dikembangkan oleh berbagai terapis. Jenisnya
sangatlah beragam. Namun, salah satu jenis terapi yang dianggap baru dan
perlu dikembangkan untuk anak adalah terapi dengan menggunakan media
origami atau seni melipat kertas. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih
lanjut mengenai aplikasi Paper Folding (Origami) sebagai alternatif media
terapi untuk anak.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai hal-hal sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep paper folding (origami) sebagai media terapi?
2. Bagaimana paper folding (therapy) dapat menyelesaikan masalah
psikologis dan belajar pada anak?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
mengenai konsep Paper Folding (Origami) Therapy sebagai alternatif media
terapi untuk menyelesaikan masalah psikologis dan belajar pada anak.
D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat memberikan berbagai
macam manfaat bagi pembaca. Di antaranya adalah
1.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.
a.
Memberikan gambaran mengenai alternatif media terapi baru dengan
pendekatan kontemporer yaitu origami therapy.
b.
Membantu pengembangan Psikoterapi sebagai salah satu bidang
keilmuan dalam Psikologi.
6
2.
Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.
a.
Bagi terapis, makalah ilmiah ini dapat memberikan alternatif media
terapi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
khususnya yang dihadapi oleh anak-anak.
7
BAB II
TEORI
A. Definisi Paper Folding (Origami)
Paper Folding (Origami) seringkali dikenal sebagai seni melipat kertas
yang berasal dari Jepang. Secara harfiah, origami berasal dari kata oru yang
artinya melipat, dan kami yang artinya kertas. Jadi, apabila disatukan, origami
berarti melipat kertas.
Origami seringkali dibuat dari secarik kertas yang dilipat-lipat
sedemikian rupa tanpa memotong kertas tersebut. Namun, suatu bentuk
origami dapat juga dirangkai dari gabungan bentuk-bentuk origami yang
sudah jadi. Origami merupakan salah satu seni yang termasuk ke dalam
papercraft. Pepercraft yaitu seni membuat suatu bentuk atau karya yang
berasal dari kertas. Seni lain yang termasuk ke dalam papercraft ini adalah
Kirigami. Berbeda dengan origami, kirigami menggunakan kegiatan melipat
dan memotong kertas sebagai teknik utamanya.
Dalam origami, berbagai benda atau hewan dapat dibentuk hanya
dengan melipat secarik kertas. Misalnya, katak, burung, pesawat, kapal,
mangkuk, hingga manusia. Namun, bentuk origami yang paling terkenal
adalah origami crane atau burung bangau. Dalam origami, anak dituntun
untuk mengikuti suatu pola agar membentuk suatu objek yang dipilihnya.
Kegiatan yang dilakukan dalam membuat suatu bentuk origami merupakan
suatu kegiatan yang sederhana dan mudah dilakukan, termasuk oleh anakanak. Beberapa terapis telah mencoba menggunakan kegiatan ini sebagai
upaya terapi yang bermanfaat.
B. Sejarah Paper Folding (Origami)
Origami merupakan seni melipat kertas dari negara Jepang. Origami mulai
muncul di China pada abad pertama atau kedua baru kemudian berkembang
hingga ke Jepang pada abad ke enam belas (Thinkquest, 2006). Pada awalnya,
hanya terdapat sedikit kertas yang tersedia sehingga hanyalah orang-orang kaya
8
yanag dapat melakukan seni melipat kertas ini (Thinkquest, 2006). Orang-orang
Jepang menemukan manfaat yang berguna pada origami yang mereka buat.
Samurai dapat ditukar dengan noshi, yaitu kertas lipat dengan serat yang berasal
dari ikan atau daging kering. Kemudian, metode pembuatan kertas mulai
ditemukan sehingga membuat kertas menjadi semakin murah.
Origami menjadi seni yang populer di masyarakat,baik kaya maupun
miskin. Meskipun begitu, orang Jepang selalu berhati-hati untuk tidak
membuang apapun. Mereka selalu menyimpan setiap kertas sekecil apapun dan
menggunakannya untuk melipat objek origami. Pada masa tersebut, tidak ada
petunjuk tertulis untuk membuat origami. Petunjuk-petunjuk tersebut diturunkan
dari generasi ke generasi selanjutnya sehingga bentuk seni ini menjadi bagian
dari budaya masyarakat Jepang.
Salah satu cerita yang terkenal mengenai melipat kertas berasal dari
Sadako Sasaki, seorang yang bertahan dari peristiwa bom Hiroshima.
(Kenneway, 1987). Pada umur 12 tahun, Sadako menjadi yatim piatu kareba
ledakan bom atom Hiroshima pada tahun 1945 dan menjadi korban radiasi.
(Kenneway, 1987; Thinkquest, 2006). Saat Sadako terbaring di rumah sakit, dia
menggunakan selembar kertas kecil pembungkus obat serbuknya dan melipatnya
menjadi burung bangau. Harapannya adalah membuat seribu burung bangau
dengan kepercayaan bahwa jika ia berhasil, maka doanya akan dikabulkan. Pada
awalnya, dia berdoa untuk kesembuhannya, namun kemudian ketika melihat
anak lain yang menjadi korban seperti dirinya meninggal, diatidak lagi
memikirkan kesembuhannya, melinkan berdoa untuk kedamaian dunia. Saat ini,
banyak orang yang mengunjungi kuburannya dan meninggalkan origami burung
bangau kecil untuk mengingat keberanian gadis kecil tersebut dan oleh karena
itu, burung bangau menjadi populer sebagai simbol origami. Origami burung
bangau (crane) ini kemudian menjadi simbol kedamaian dunia.
Di Jepang, berbagai objek seperti benang dan obat dibungkus
menggunakan kertas sehingga seni melipat kertas ini menjadi tradisi masyarakat
dan awal dari adanya seni origami (Aso & Tsuji, 2005). Namun, kebiasaan lama
orang Jepang masih bertahan sampai sekarang di mana mereka dapat membentuk
sebuah kreasi dari lembar kertas yang paling kecil untu mencegah sampah.
9
Masalah utama dari origami kuno adalah teknik dan desain yang disampaikan
secara verbail dari satu anggota keluarga ke keluarga lainnya. Hal ini dapat
disebabkan juga karena masyarakat Jepang tidak ingin kreasi dan tradisinya ini
dicuri oleh orang asing. Akibatnya, banyak teknik yang hilang seiring dengan
tidak adanya penyebaran teknik secara verbal.
C. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai bentuk Expressive Therapy
Paper Folding atau yang sering disebut Origami dalam konteks terapi,
termasuk ke dalam pendekatan terapi kontemporer yang menekankan aspek
non verbal sebagai sarana ekspresi. Terapi ini disebut dengan Expressive
Therapy.
Expressive Therapy didefinisikan sebagai bentuk penggunaan seni,
musik, tari atau gerakan, drama, puisi/menulis kreatif, bermain, dan sandtray
dalam konteks psikoterapi, konseling, rehabilitasi, atau pemeliharaan
kesehatan. Expressive Therapy memiliki karakteristik yang tidak selalu
ditemukan dalam terapi-terapi verbal. Karakteristik tersebut yaitu
1. Self-Expression
Expressive Therapy tidak hanya mengungkap eksplorasi diri saja tetapi
juga menggunakan ekspresi diri melalui satu atau lebih media sebagai
bagian utama dari proses terapi. Ekspresi diri melalui lukisan, gerakan,
atau puisi ini dapat mengungkap pengalamaan masa lalu, komunikasi
katarsis, serta pemahaman diri untuk memperbaiki emosi dan
menyelesaikan masalah. Ekspresi diri ini juga berguna bagi individu
untuk menyampaikan pemikiran, perasaan, dan persepsinya yang sulit
disampaikan melalui komunikasi verbal.
2. Active Participation
Expressive Therapy merupakan bentuk pendekatan yang berorientasi
pada
tingkah
laku
dimana
klien
mengeksplorasi
isu
dan
mengkomunikasikan perasaan dan pemikirannya. Semua terapis yang
menggunakan pendekatan ini berfokus untuk mendorong klien agar
menjadi partisipan yang aktif dalam proses terapi. Pengalaman dalam
10
melakukan dan membuat suatu ekspresi diri dapat memberikan energi
pada individu, mengatur perhatian dan fokus, mengurangi stres
emosional, dan membuat klien berkonsentrasi pada tujuan.
3. Imagination
Pemikiran yang imajinatif digunakan untuk menciptakan ekspresi diri,
percobaan, dan refleksi verbal. Pemikiran imajinatif yang diperlukan
untuk membuat gambar, menciptakan gerakan, atau memanipulasi figur
dalam sandtray memberikan kemungkinan untuk menguji coba solusi dan
transformasi yang berdaya cipta.
4. Mind-body Connections
Expressive Therapy dimasukkan oleh The National Center of
Complementary and Alternative Medicine sebagai bentuk intevensi
mind-body
karena
merupakan
bentuk
dari
psikoterapi
yang
memanfaatkan penggunaan sense untuk membuat perubahan. Expressive
Therapy seperti tari, seni, dan bermain, berguna dalam membentuk
kembali dan mendorong kelekatan yang sehat melalui pengalaman
sensori, interaksi, gerakan, dan aktivitas tangan.
Dalam Expressive Therapy, terdapat beberapa macam terapi, yaitu art
therapy, play therapy, drama therapy, music therapy, poetry therapy, dan
dance therapy. Ada beberapa pendapat berbeda dalam mengklasifikasikan
origami therapy. Beberapa ahli mengatakan origami therapy merupakan
bagian dari art therapy sedangkan sumber lain mengatakan origami therapy
termasuk ke dalam play therapy.
Vicks (2003) dalam Malchodi (2007) menjelaskan bahwa art therapy
merupakan disiplin campuran yang diturunkan dari bidang seni dan psikologi.
The American Art Therapy Assosiation (1996) dalam Malchodi (2007)
menjelaskan bahwa art therapy didasarkan pada kepercayaan di mana “proses
kreatif dari pembuatan seni merupakan penyembuhan dan peningkatan
hidup.” Atau dengan kata lain, ekspresi seni berguna untuk mengatasi distress
emosional, penyelesaian konflik, mencapai insight, mengurangi perilaku
bermasalah, dan meningkatkan well being. Art Therapy sebagai salah satu
11
bentuk Expressive Therapy menggunakan media seni dan gambar sebagai
ekspresi diri, proses kreatif, serta respon klien untuk menciptakan produk
sebagai refleksi dari perkembangan, kemampuan, kepribadian, minat, dan
konflik. Ini merupakan sarana terapeutik dalam rekonsiliasi konflik
emosional, membina kesadaran diri, mengembangkan ketrampilan sosial,
mengatur tingkah laku, menyelesaikan masalah, mengurangi kecemasan,
membantu orientasi realitas, dan meningkatkan harga diri.
Origami therapy termasuk ke dalam klasifikasi art therapy ketika terapi
ini dianggap sebagai suatu seni yang menghasilkan sebuah karya seni melalui
teknik melipat kertas. Dalam proses pembuatannya, dibutuhkan kreativitas
dari individu untuk dapat membayangkan dan memperkirakan urutan dan cara
melipat agar menghasilkan bentuk yang sesuai dengan yang diinginkan.
Play Therapy adalah suatu praktik terapi yang sistematis untuk
mengadakan sebuah proses interpersonal dimana didalamnya terapis bermain
yang terlatih menggunakan daya terapeutik dari permainan untuk membantu
klien dalam mencegah dan menyelesaikan kesulitan psikososial serta
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. (Boyd-Webb, 1999;
Landreth, 1991 dalam Malchodi, 2007).
Play therapy lebih banyak
diterapkan kepada anak-anak. Terapi ini menyediakan sarana bagi anak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan mental dalam ranah perkembangan.
Sebagai hasil positifnya, anak dapat mengatasi pengalaman hidup yang
mengganggu dan melanjutkan kehidupannya.
Origami therapy dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi play therapy
karena sasaran utama terapi ini adalah anak-anak. Selain itu, proses
pembuatan bentuk dengan melipat kertas juga dapat dikatakan sebagai proses
bermain yang merupakan teknik utama dalam play therapy. Dalam permainan
ini terdapat efek terapeutik yang menyembuhkan di mana anak akan terlepas
dari ketegangan dan stres yang dialaminya. Dengan melakukan permainan,
anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi).
12
D. Manfaat Paper Folding (Origami) Therapy
Beberapa manfaat dari Origami Therapy adalah sebagai berikut :
1. Membangun fokus dan atensi
Origami dapat menjadi suatu aktivitas yang efektif dalam membantu anak
ADHD untuk membangun atensi karena dalam prosesnya, origami
membutuhkan fokus dan konsentrasi untuk berhasil membuat suatu
bentuk. Selain itu, origami juga menyediakan langkah-langkah yang harus
diikuti oleh anak dan mengevaluasi setiap langkah yang diambilnya
sehingga dalam hal ini anak dapat mempelajari suatu ketrampilan belajar.
2. Membangun toleransi terhadap frustrasi
Dalam membuat suatu origami, pasti terdapat masa di mana individu
mengalami frustrasi. Keadaan ini membuat origami menjadi alternatif
yang tepat untuk membantu anak membangun kemampuan untuk bertahan
terhadap sesuatu meskipun itu sulit. Terapi dapat menjadi model bagi anak
untuk mempraktikkan ketika mengalami kesulitan, dengan berhenti
sejenak, mengambil beberapa nafas panjang, kemudian mencoba lagi dan
bertanya ketika benar-benar membutuhkan bantuan.
3. Mempraktikkan pernyataan diri yang positif
Ketika berada dalam situasi yang sulit, penggunaan self-talk seringkali
diperlukan untuk mengurangi komentar-komentar negatif. Melalui
pernyataan diri yang positif seperti “saya bisa” dapat menambah motivasi
dan semangat anak dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
4. Membangun harga diri
Beberapa anak yang perlu diterapi merupakan anak-anak yang mengalami
masalah perilaku dan belajar di sekolahnya. Beberapa di antaranya juga
mengembangkan kepercayaan bahwa mereka tidak berbakat dalam seni.
Dengan memberikan tugas rumah untuk membuat origami, anak akan
sungguh-sungguh dalam melakukannya. Ketika anak berhasil membuat
suatu bentuk dengan usahanya sendiri meskipun ia tidak berbakat dalam
seni, dapat terlihat kesenangan dan kebanggaan dalam wajahnya. Hal
inilah yang membuat anak dapat mengembangkan harga dirinya.
13
5. Relaksasi
Origami dapat menjadi sarana untuk relaksasi bagi anak setelah
mengalami sesi atau keadaan yang sulit. Melalui permainan ini, anak dapat
lebih santai, dan mengatasi kecemasan serta ketidaknyamanannya
sehingga mood anal berubah menjadi positif ketika harus mengakhiri sesi
terapi.
Ada beberapa aspek dalam akademik dan kognitif anak yang dapat
dipengaruhi oleh origami therapy, di antaranya yaitu
1.
Listening skills
2.
Reading skills
3.
Writing skills
4.
Mathematics
5.
Spatial relationship
6.
Social studies
7.
Sequential memory
8.
Concentration
9.
Eye-hand coordination
10. Fine motor skills
11. Visual memory
12. Visual-spatial motor skills
13. Verbal memory
14. Logical reasoning
15. Problem solving
E. Material dan Tools Paper Folding (Origami) Therapy
Origami therapy merupakan salah satu jenis terapi yang sederhana.
Satu-satunya material yang dibutuhkan adalah secarik kertas. Kertas ini
biasanya berbentuk persegi dengan variasi warna, ukuran, tekstur, dan jenis
yang dapat dipilih sesuai dengan objek yang ingin dibuat. Beberapa contoh
jenis kertas yang dapat digunakan antara lain natural washi, dyed washi,
irogami paper, chiyogami paper, watercolor papers, colored art papers,
14
elephant hide and wyndstone, dan jenis kertas buatan sendiri. Setting yang
menunjang kesuksesan pembuatan origami adalah digunakannya alas atau
meja yang rata sehingga lipatan yang dibentuk lebih rapi dan tepat. Tools lain
sebenarnya tidak perlu digunakan. Akan tetapi, jika menginginkan hasil yang
lebih maksimal, dapat menambahkan penggaris atau klip kertas untuk lipatan
yang lebih sempurna.
Dalam pembuatan origami, biasanya terdapat diagram origami atau
gambar petunjuk cara membuat objek tertentu. Gambar inilah yang harus
diikuti oleh anak dalam praktik terapi. Berikut contoh diagram origami untuk
membuat kupu-kupu.
15
Selain itu, perlu diperhatikan pula bentuk-bentuk lipatan dasar yang
sering digunakan sebagai bentuk dasar dari sebuah objek. Basic folds tersebut
yaitu edge to crease, inside reverse fold, outside reverse fold, rabbit ear,
squash fold, petal fold, sink, dan crimp.
F. Kelebihan dan Kelemahan Paper Folding (Origami) Therapy
Sebagai salah satu jenis terapi, origami therapy juga memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan dari terapi ini yaitu
1. Flexible and Convenient
a.
Dapat dipraktikkan dimanapun dan kapanpun
b.
Dapat menjadi sarana komunikasi non verbal
c.
Dapat dibawa indoor maupun outdoor
d.
Kertas mudah didapatkan
2. Attractive
a. Berwarna
b. Non0threatening
c. Biaya terjangkau
d. Tidak terbatas
3. Simple and Safe
a. Hanya membutuhkan kertas
16
b. Tidak membutuhkan alat khusus
c. Aman untuk anak-anak dengan masalah perilaku
d. Aman untuk anak-anak yang berpotensi untuk berperilaku agresif.
4. Provide choices
a. Terdapat pilihan warna
b. Terdapat pilihan pola yang berbeda
c. Lipatan bervariasi dari sederhana hingga menantang
d. Dapat memilih menjadi pengamat atau partisipan
e. Dapat dipraktikkan sendiri maupun bersama dengan orang lain
Keterbatasan dari Origami Therapy ini adalah adanya beberapa klien
yang tidak merasakan manfaat untuk beberapa alasan. Pertama, beberapa
anak mungkin merasa ragu-ragu untuk menggunakan modalitas ekspresif
dalam terapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak kreatif atau tidak
dapat membuat sesuatu yang artistik. Yang kedua adalah bahwa bentukbentuk Expressive Therapy termasuk origami therapy membutuhkan terapisterapi yang berpengalaman atau telah mengikuti pelatihan.
17
BAB III
PEMBAHASAN
A. Masalah-Masalah pada Anak yang Membutuhkan Prosedur Terapeutik
1. Educational
Dewasa ini, tuntutan kepada para generasi muda semakin gencar
untuk dapat meneruskan perjuangan menuju kemajuan bangsa. Cita-cita
untuk menjadi masyarakat yang maju dan berbudaya tidak akan tercapai
tanpa peran dari institusi pendidikan untuk mencetak pribadi-pribadi
yang berkualitas melalui kegiatan pembelajaran. Di dalam kegiatan
pembelajaran ini, terdapat sistem evaluasi untuk melihat sejauh mana
siswa dapat mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Seringkali,
bentuk dari evaluasi ini adalah nilai-nilai hasil belajar.
Kualitas setiap anak sebagai siswa dapat dilihat dari prestasi
akademik yang diraihnya. Prestasi akademik ini merupakan penambahan
kompetensi siswa yang didapatkan dari hasil pembelajaran. Prestasi
akademik yang tinggi sering dihubungkan dengan tingkat intelegensi
yang tinggi. Di sisi lain, ada beberapa kondisi di mana siswa dengan
intelegensi tinggi juga memiliki prestasi akademik yang rendah. Hal ini
dapat disebabkan karena perbedaan individual dan faktor kepribadian
dari siswa itu sendiri.
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari atribut
yang
berkorelasi
dengan
prestasi
akademik.
Sahputra
(2009)
membuktikan adanya korelasi antara konsep diri dengan prestasi
akademik. Penelitian lain melihat pengaruh proses pembelajaran dalam
kasus ini. Fasikhah dan Fatimah (2013) membuktikan adanya pengaruh
yang signifikan dari Self Regulated Learning (SRL) terhadap peningkatan
prestasi akademik.
Selain itu, masalah disabilities yang diderita anak sendiri juga
dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kesulitan belajar dan
pencapaian prestasi akademiknya. Misalnya anak-anak yang mengalami
18
gangguan perkembangan seperti ADHD, autis, hingga yang mengalami
keterbatasan fisik seperti buta, tuli, dan luka pada tangan. Karena
kaeterbatasannya
itu,
anak-anak
tersebut
tidak
bisa
mengikuti
pembelajaran di sekolah seperti anak normal pada umumnya.
Tidak hanya kesulitan belajar saja, anak-anak yang mengalami
keterbatasan
seringkali
mengalami
tekanan
mental
akibat
ketidakmampuannya melakukan kegiatan seperti anak lainnya. Mereka
dapat menjadi cemas, takut, dan depresi. Selain itu, rasa berbeda ini juga
membuat anak semakin kehilangan self esteem-nya yang menyebabkan
ketrampilan sosialnya dalam berhubungan dengan orang lain juga
terganggu. Anak cenderung menarik diri dan tidak membuat relasi
dengan teman karena takut dicemooh atau diejek.
Pada kasus-kasus seperti ini, sangat diperlukan pendekatan yang
menyeluruh yang dapat membantu anak dalam belajar sekaligus
menaikkan self-esteem, kemampuan mengatur emosi dan sosialnya.
Harapannya, perkembangan anak dapat berjalan dengan baik meskipun
tidak secepat anak normal lainnya.
2. Mental Health
Kanak-kanak merupakan masa di mana seorang individu sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Masa ini
seringkali disebut golden age. Dalam masa ini, lingkungan menjadi
perhatian utama dalam melihat perkembangan aspek psikologis anak.
Lingkungan yang nyaman dan penuh dukungan akan mengantarkan anak
pada perkembangan yang optimal sedangkan lingkungan yang buruk dan
penuh tekanan akan menghambat perkembangannya.
Banyak lingkungan atau situasi yang dapat membuat anak merasa
kurang nyaman. Salah satunya adalah hospitalisasi. Hospitalisasi
merupakan suatu proses, dimana karena suatu alasan tertentu baik darurat
atau berencana mengharuskan anak tinggal di rumah sakit untuk
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.
Ketika anak mengalami sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit,
19
mereka akan terpaksa berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman,
penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah,
permainan, dan teman sebayanya. Proses hospitalisasi pada anak
terutama pada usia prasekolah akan berdampak serius. Hal ini juga
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya.
Selama proses hospitalisasi, anak dan orang tua dapat mengalami
beberapa pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan
kecemasan. Kondisi ini akan berdampak negatif bagi anak, terutama
terhadap upaya perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani. Reaksi
yang dimunculkan pada anak pun akan berbeda antara satu dengan
lainnya. Anak yang pernah mengalami perawatan di rumah sakit tentu
akan menunjukkan reaksi yang berbeda bila dibandingkan dengan anak
yang baru pertama kali dirawat. Anak yang pernah dirawat di rumah sakit
telah memiliki pengalaman akan kegiatan yang ada di rumah sakit,
sehingga tingkat kecemasan yang dialaminya masih dalam taraf yang
kecil. Sedangkan anak yang baru pertama kali dirawat mungkin dapat
mengalami kecemasan yang lebih tinggi.
Kecemasan yang dialami anak selama proses hospitalisasi ini dapat
memunculkan reaksi penolakan pada anak terhadap peroses perawatan.
Anak dapat menjadi agresif atau dapat juga sebaliknya, merasa putus asa
terhadap penyakit yang didertitanya. Situasi ini akan memberikan
pengaruh bagi perkembangan psikologis anak ke depannya.
Masalah kesehatan mental menjadi pusat perhatian para psikolog
akhir-akhir ini. Beberapa usaha telah dilakukan mulai dari preventif
seperti psikoedukasi hingga kuratif seperti psikoterapi. Namun, khusus
untuk anak-anak diperlukan suatu intervensi khusus yang dapat membuat
mereka nyaman dan ikut serta secara aktif selama proses terapi. Di
sinilah keberadaan origami therapy sangat dibutuhkan.
20
B. Paper Folding (Origami) Therapy sebagai Alat Terapeutik
Selama proses terapi, sesi origami therapy ini memiliki nilai atau efek
terapeutik. Nilai tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Menyediakan dukungan psikologis
a. Menyatakan rasa penerimaan ketika mendemonstrasikan atau
mengajar origami
b. Mendorong rasa keterhubungan ketika klien menyadari dirinya
bagian dari kelompok
c. Dapat ditunda untuk intervensi yang lain yang lebih penting
d. Kelien dapat memilih waktu yang tepat untuk mengatakan
masalahnya ketika ia merasa siap.
2. Mendorong kemunculan perilaku yang diinginkan, seperti
a. Mengembangkan interaksi sosial yang positif
b. Mengembangkan pendekatan pemecahan masalah
c. Menjadi lebih sabar
d. Meningkatkan kreativitas
e. Mengembangkan hobi
f. Terlibat dalam aktivitas
g. Berbagi pengetahuan dan perasaan
3. Memfasilitasi pengalaman dan kesempatan seperti
a. Learning experience
b. Problem solving experience
c. Communication experience
d. Goal setting experience
e. Opportunity for fun & relaxation
f. Opportunity to receive feedback and positive reinforcement
Selama pembuatan origami, hal penting yang dapat diperoleh adalah
hasil observasi diri klien. Ketika klien sedang melakukan terapi ini, dapat
dilihat aspek-aspek kepribadian klien sebagai berikut.
1. Motivasi dan minat, yang terlihat ketika melipat kertas, bertanya,
berkomentar, dan meminta untuk membuat sesuatu yang baru
21
2. Konsentrasi, yang terlihat dari lama waktu klien melakukan aktivitas
3. Kemampuan dalam menghadapi masalah, terlihat pada koordinasi tangan
dan mata, ketrampilan komunikasi, pendengaran dan penglihatan
4. Ketrampilan sosial, yang terlihat dari derajat kerjasama, kemauan untuk
mengajari teman, membantu, perilaku ketika menghadapi masalah
5. Tingkat berpretasi, terlihat dari penyelesaian tugas, usaha yang keras,
meningkatnya interaksi sosial, lebih relaks, sabar, dan fokus.
C. Aplikasi Paper Folding Therapy pada Anak
Ketika anak dihadapkan pada selembar kertas kosong, seringkali anak
akan menulis atau menggambar pada kertas tersebut. Jarang sekali, terdapat
anak yang menggunakannya untuk melipat dan membentuk sebuah objek.
Berbeda dengan seni lain yang membutuhkan bakat kreatif, origami dapat
dilakukan dengan belajar dari seseorang yang mendemonstrasikan proses
pembuatannya. Dewasa ini, origami sudah banyak digunakan oleh pendidik
dan terapis dalam melakukan intervensi terhadap anak-anak.
Para ahli terapi menemukan adanya efek modifikasi atau terapeutik
yang dirasakan oleh kliennya dari proses origami seperti yang dijelaskan di
atas. Terapi ini mengembangkan kemampuan anak untuk menjadi kreatif,
inventif,
dan
konstruktif.
Bagi
anak-anak,
permainan
adalah
cara
pembelajaran yang memiliki nilai yang positif. Origami termasuk ke dalam
salah satu jenis permainan yang menyediakan aktivitas yang nyaman dalam
mengikuti peraturannya. Dalam prosesnya, origami melibatkan emosi,
meyediakan hiburan dan dalam waktu yang sama dapat mengajari anak
melalui praktik atau pengalaman langsung. Beberapa anak menganggap
perubahan bentuk dari selembar kertas menjadi suatu bentuk tiga dimensi
merupakan suatu keajaiban yang disukai anak.
Dalam aktivitas learning by doing ini, anak mengamati bagaimana
setiap lipatan dilakukan dari sederhana hingga rumit, dari hanya meniru
hingga menggunakan kreatifitasnya untuk membentuk suatu objek baru.
Origami menyediakan sarana atau pendekatan multi sensory yang dapat
22
bermanfaat bagi anak dengan kesulitan belajar. Anak dituntun untuk
berbicara,
mendengarkan,
melihat,
mengamati,
menyentuh,
hingga
melakukan dalam aktivitas melipat kertas. Anak juga dapat meningkatkan
multiple cognitive skills, assosiative thinking skills, kesabaran, konsentrasi,
dan atensi melalui cara yang menyenangkan.
Dalam menghadapi anak yang mengalami kesulitan dalam meraih
prestasi akademik, origami dapat menjadi alternatif pendekatan yang sangat
bermanfaat. Misalnya dalam hal matematika. Origami menyediakan sarana
untuk meningkatkan pengalaman geometrik dan ketrampilan membayangkan
ruang sehingga anak dapat memanipulasi konsep belajar mereka. Ketika anak
melipat kertas menjadi dua bagian yang sama dan membukanya, anak dapat
belajar konsep setengah atau separuh. Ketika anak melipat setiap ujung kertas
ke bagian tengah, anak dapat belajar konsep seperempat. Selain itu, anak
juga dapat belajar berbagai bentuk geometri seperti segitiga, persegi panjang,
dan bentuk lain. Konsep matematika lain yang dapat diajarkan melalui
origami adalah mengenai simetri, proporsi, sudut, dan pembagian. Melalui
pembelajaran yang dipresentasikan dalam proses pembuatan origami ini, anak
dapat menangkap materi pembelajaran dengan lebih mudah, terutama bagi
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chen (2006). Dalam artikelnya yang berjudul
Math in Motion: Origami Math for Students Who are Deaf and Hard of
Hearing, peneliti menggunakan origami sebagai media pembelajaran bagi
siswa yang tuli dan sulit mendengar di mana mereka menyukai pembelajaran
secara konkret atau nyata yang lebih menekankan penglihatan dan perasaan
dalam belajar.
Pembelajaran lain yang dapat diaplikasikan melalui origami adalah
membaca. Membaca merupakan asosiasi dari simbol dan suara sementara
origami didasarkan pada asosiasi antara simbol dan aksi. Ketika anak melipat
kertas, terjadi proses perkembangan ketrampilan membaca pada tiga area
yaitu melihat tanda sebagai sebuah simbol, mengenali, dan mengintepretasi
artinya. Melalui skema untuk memproduksi model tiga dimensi, pendidik
23
dapat menggunakan origami untuk melatih membaca. Media ini sangat
berguna untuk anak yang mengalami keterbatasan membaca. Model origami
dapat mengurangi resistansi membaca dan membuat anak bekerja
berdasarkan tujuan yang diinginkannya.
Origami juga dapat mengembangkan konsep urutan pada anak.
Aplikasinya, hal ini dapat berguna bagi kemampuan anak untuk menulis
cerita di mana dibutuhkan langkah awal, tengah, dan akhir dalam
pembuatannya. Origami membantu anak mengkonstruksi konsep “first thing
first” di mana ketika mereka mencoba melipat bentuk origami tanpa melihat
dan mendengarkan instruksi verbal secara hati-hati, dan tidak mengikuti
setiap langkah secara urut, mereka tidak akan sukses memproduksi origami
yang diinginkan.
Pada anak-anak yang mengalami keterbatasan fisik karena kecelakaan
seperti luka pada tangan, seringkali mereka juga sulit untuk mengikuti
pembelajaran. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lesley M Wilson, Paul W
Roden, Yukiyo Taylor and Louise Marston, diperoleh hasil bahwa sesi
origami dapat terbukti bermanfaat untuk meningkatkan keberfungsian
kembali tangan yang terluka atau terkena penyakit. Melalui origami dalam
terapi ini, anak dapat megikuti pembelajaran dengan baik.
Dalam menghadapi permasalahan pada siswa yang mengalami kesulitan
belajar yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, diperlukan pendekatan
menyeluruh
yang
dapat
memperbaiki
baik
kesulitan
belajarnya,
meningkatkan self-esteem nya, mengurangi kecemasan, maupun memperbaiki
relasi interpersonalnya dengan teman sebaya.
Anak dengan kesulitan belajar seringkali menjadi frustrasi dan cemas
terhadap proyek atau tugas yang membutuhkan waktu lama untuk
menyelesaikannya dan berharap untuk melihat hasilnya sekarang juga.
Berbeda dengan aktivitas membentuk (craft) yang lain, origami tidak
melibatkan lem atau cat yang harus dikeringkan. Hasil dari origami dapat
dinikmati langsung setelah terbentuk. Kesalahan dalam origami tidak
menunjukkan ketidakmampuan seseorang. Yang diperlukan hanyalah
24
selembar kertas dan memulai untuk membuat model baru. Oleh karena itu,
origami dapat melatih anak untuk mengurangi kecemasan dan frustrasinya.
Perasaan lain yang dimiliki oleh anak yang mengalami kesulitan belajar
adalah perasaan tidak mampu belajar karena keterbatasan yang dimilikinya
sehingga anak cenderung berhenti mencoba untuk menghindari kegagalan.
Ketika terapis memberikan sebuah pengalaman yang berhasil dan membuat
anak bangga terhadapnya, mereka tidak lagi takut untuk mencoba sesuatu
yang baru. Origami berperan dalam hal ini di mana anak membuat sesuatu
yang tidak semua orang dapat melakukannya. Di sisi inilah origami dapat
meningkatkan self-esteem, mengurangi evaluasi diri yang salah, dan
mengurangi kecemasan yang dimiliki anak.
Efek terapeutik tersebut juga berlaku bagi anak yang sedang mengalami
hospitalisasi. Rasa cemas, dan inferioritas yang dirasakan ketika menjalani
perawatan dan pengobatan, dapat diturunkan melalui kegiatan melipat kertas
ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryanti, Sodikin,
dan Mustiah Yulistiani yang membuktikan adanya pengaruh antara terapi
bermain mewarnai dan origami terhadap penurunan tingkat kecemasan. Lebih
lanjut lagi, penelitian tersebut juga membuktikan adanya pengaruh terapi
bermain terhadap tingkat kooperatif pada anak usia 3 – 5 tahun. Padasaat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melukukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan.
Origami
dapat
memfasilitasi
proses
terapeutik
dengan
baik.
Menggunakan origami dapat menambah rapport antara terapis dan anak,
meningkatkan rasa memiliki kompetensi, mengurangi resistansi, dan media
penyelesaian masalah komunikasi yang efektif. Selain itu, origami juga dapat
menjadi aktivitas relaksasi diri untuk mengurangi stres.
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paper Folding (Origami) seringkali dikenal sebagai seni melipat kertas
yang berasal dari Jepang. Origami seringkali dibuat dari secarik kertas yang
dilipat-lipat sedemikian rupa tanpa memotong kertas tersebut. Paper Folding
atau yang sering disebut Origami dalam konteks terapi, termasuk ke dalam
pendekatan terapi kontemporer yang menekankan aspek non verbal sebagai
sarana ekspresi. Terapi ini disebut dengan Expressive Therapy. Beberapa
manfaat dari Origami Therapy adalah membangun fokus dan atensi,
membangun toleransi terhadap frustrasi, mempraktikkan pernyataan diri yang
positif, membangun harga diri, relaksasi. Origami therapy merupakan salah
satu jenis terapi yang sederhana. Satu-satunya material yang dibutuhkan
adalah secarik kertas. Sebagai teknik terapi, origami therapy juga memiliki
kelebihan dan kelemahan.
Anak-anak juga tidak lepas dari masalah. Permasalahan yang sering
dihadapi oleh anak adalah masalah belajar dan masalah psikologis akibat
lingkungan yang menekan dan tidak nyaman. Pada kasus-kasus seperti ini,
sangat diperlukan pendekatan yang menyeluruh yang dapat membantu anak
dalam belajar sekaligus menaikkan self-esteem, kemampuan mengatur emosi
dan sosialnya, mengurangi kecemasan dan frustrasi, sehingga perkembangan
anak dapat berjalan dengan baik. Di sinilah keberadaan origami therapy
sangat dibutuhkan dalam memberikan efek terapeutik.
B. Saran
Saran yang dapat diajukan, antara lain
1. Untuk penelitian selajutnya, diperlukan suatu teknik eksperimen untuk
membuktikan efektivitas penerapan origami therapy pada masalah yang
dialami anak.
26
2. Pendidik dan terapis dapat mulai mengaplikasikan origami therapy
sebagai pendekatan baru secara nyata di lapangan untuk mengatasi
permasalahan pada anak.
27
DAFTAR PUSTAKA
Chen, Kaili (2006). “Origami Math for Students Who Are Deaf and Hard of
Hearing”. Journal of Deaf Studies and Deaf Education. 11:2 Spring 2006.
Lafosse, M.G., dan Alexander, R.L. (Tanpa tahun). Origami Art. Singapore:
Tuttle Publishing.
Malchodi, C. A. (2007). Expressive Therapy. New York. Guilford Publication,
Inc.
Mehlomakulu,
Carolyn.
(2012).
“Origami
in
Therapy”.
Diunduh
http://creativityintherapy.blogspot.com/2012_07_01_archive.html
dari
pada
tanggal 3 Mei pukul 12.02 WIB.
Miller, Yurika. (2007). “A Phenomenological Exploration of Brief Art Therapy
Through Folding Two-Dimensional Drawings Created by An Adult
Population” Thesis.
Rahn, J.R. (2003). “Paper-Folding Ideas to Help Students Understand High
School Geometry Concepts“. Disampaikan dalam Workshop NCTM Annual
Meeting Session 988, San Antonio, TX.
Shalev, Hagit. (2005). “Origami in Education and Therapy”. Diunduh dari
http://www.theragami.com/origami_ed.html pada tanggal 3 Mei pukul 12.03
WIB.
Suryanti, Sodikin, dan Mustiah Yulistiani. (Tanpa tahun). “Pengaruh Terapi
Bermain Mewarnai dan Origami terhadap Tingkat Kecemasan sebagai Efek
Hospitalisasi pada Anak Usia Pra Sekolah Di RSUD Dr. R. Goetheng
Tarunadibrata Purbalingga”
Sustiwi, Atik. (2009). Seni Origami Bentuk Dasar Stimulasi Multiple Intelligence
untuk Anak Cerdas dan Kreatif. Yogyakarta: Rumah Pengetahuan.
Wilson, L.M., Roden, P.W., Taylor, Y. dan Marston, L. (2008). “The
Effectiveness of Origami on Overall Hand Function After Injury: A Pilot
Controlled Trial”. The British Journal of Hand Therapy.