PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR DISTILA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051)

PERCOBAAN 1
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: DISTILASI &
TITIK DIDIH

Nama

: Ganjar Abdillah Ammar

NIM

: 11213021

Kelompok

:3

Tanggal Percobaan

: 24 September 2014


Tanggal Laporan

: 1 Oktober 2014

Asisten

: Khoirotul Ummah / 20514052
Rahmi Rachmawati / 20514015
Arinta Dewi / 11212039

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

I.


Tujuan Percobaan
1. Menentukan suhu tetesan pertama distilat.
2. Menentukan indeks bias untuk semua senyawa murni dari hasil
distilasi sederhana, bertingkat dan azeotrop terner.
3. Menentukan persentase nilai galat percobaan tiap distilasi.

II.

Teori Dasar
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia

berdasarkan

perbedaan

kecepatan

atau


kemudahan

menguap

(volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan.
Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu
(Syukri,2007).
Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak
menuju kondenser yaitu pendingin proses pendinginan terjadi karena kita
mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar condenser), sehingga uap yang
dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya
kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran
homogen tersebut ( Syukri, 2007).
Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali
uap tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana
tekanan uapnya sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan
kembali disebut destilat. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik
didihnya, dan memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau

dari zat cair lainnya yang mempunyai perbedaan titik didih cairan murni.
Pada destilasi biasa, tekanan uap di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik
didih normal). Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer
yang ditempatkan pada tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan
titik didih destilat (Fhya, 2011)

Titik didih suatu zat cair didefinisikan sebagai temperatur di mana
besarnya tekanan uap zat cair tersebut sama dengan tekanan atmosfer,
sehingga terjadi perubahan fasa dari fasa cair menjadi fasa gas. Titik didih
suatu zat cair pada tekanan 1 atm disebut sebagai titik didih normal (Wilcox
& Wilcox, 1995). Uap-uap yang mengembun tersebut kemudian dikumpulkan
dalam suatu wadah penampung (Schoffstal, 1999)
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang
memiliki titik didih yang konstan. Campuran azeotrop merupakan
penyimpangan dari hokum Raoult (Soebagio, 2005)

III. Data Pengamatan
1. Distilasi Sederhana
Suhu saat tetesan pertama terjadi : 49 ˚C
Indeks bias distilat

No
1
2
3
4
5
2.

: 1.35581

Volume (mL)
5
10
15
20
20 (Dalam Labu)

Suhu (˚C)
56
59

60
70
-

Indeks Bias
1.35766
1.355142
1.354641
-

Suhu (˚C)
43
45
49
38
38

Indeks Bias
1.367219
1.368718

1.399899
1.37598
-

Suhu (˚C)
56
61
61
62
-

Indeks Bias
1.39085
1.40103
1.35766
-

Distilasi Bertingkat
Suhu saat tetesan pertama terjadi : 37 ˚C
Indeks bias distilat

No
1
2
3
4
5

: 1.37795

Volume (mL)
5
10
15
20
18 (Dalam Labu)

3. Distilasi Azeotrop Terner
Suhu saat tetesan pertama terjadi: 56 ˚C
Indeks bias distilat
No

1
2
3
4
5

: 1.38310

Volume (mL)
5
10
15
20
20 (Dalam Labu)

IV. Perhitungan dan Pengolahan Data
A. Kurva Regresi
1. Distilasi Sederhana

Sederhana

80
70
f(x) = 0.86 x + 50.5
R² = 0.83

Suhu (˚C)

60
50
40

Linear ()

30
20
10
0
4

6


8

10

12

14

16

Axis Volume (ml)

2. Distilasi Bertingkat

18

20

22

Bertingkat
60

Suhu (˚C)

50
f(x) = − 0.22 x + 46.5
R² = 0.1

40
30

Linear ()

20
10
0
4

6

8

10

12

14

Volume (ml)

3. Distilasi Azeotrop Terner

16

18

20

22

Azeotrop
64

Suhu (˚C)

62

f(x) = 0.36 x + 55.5
R² = 0.74

60
58

Linear ()

56
54
52
4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

Volume (ml)

B. Perhitungan Galat
Untuk menghitung indeks bias pada lingkungan dengan suhu
tertentu, maka dapat ditentukan dengan menggunakan fungsi:
nD20˚C = nDT – 0.00045 (20 – T)
dimana:

nD20˚C = indeks bias pelarut saat keadaan T = 20 ˚C
nDT

= indeks bias pelarut yang seharusnya saat keadaan T

T

= suhu ruang saat praktikum

Pada saat suhu ruang (T) = 25 ˚C
nD20˚C = nD25 ˚C – 0.00045 (20 – 25)

nD20˚C = nD25 ˚C + 0.00225
nD25˚C = nD20˚C – 0.00225
nD25˚Caseton = 1.35916 – 0.00225 = 1.35691
nD25˚Cmetanol = 1.33141 – 0.00225 = 1.32916
a. Distilasi Biasa
i. n aseton referensi = 1.35916
ii. n aseton rumus = 1.35691
iii. n aseton distilat = 1.35581
¿
Galat = ¿ n aseton rumus−n asetondistilat ∨ n aseton rumus ×100 % ¿
¿
= ¿ 1.35691−1.35581∨ 1.35691 ×100 % ¿
= 0.08107%
b. Distilasi Bertingkat
i. n aseton referensi = 1.35916
ii. n aseton rumus = 1.35691
iii. n aseton distilat = 1.37795
¿
Galat = ¿ n aseton rumus−n asetondistilat ∨ n aseton rumus ×100 % ¿
¿
= ¿ 1.35691−1.37795∨ 1.35691 × 100 % ¿
= 1.55058%
c. Distilasi Azeotrop Biner
i. n metanol referensi = 1.33141
ii. n metanol rumus = 1.35766
iii. n metanol distilat = 1.38318
¿
Galat = ¿ n metanol rumus−n metanoldistilat ∨ n metanol rumus ×100 % ¿
¿
= ¿ 1.32916−1.38318∨ 1.32916 ×100 % ¿
= 4.06422%

V.

Pembahasan
Prinsip dasar distilasi adalah perbedaan titik didih tiap zat dalam
larutan, sehingga apabila dipanaskan pada suhu tertentu maka zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu. Zat yang
menguap terlebih dahulu inilah yang disebut distilat. Distilat ini yang akan
menjadi objek selama percobaan berlangsung, baik itu perlakuan dengan
suhu, tekanan dan indeks bias.
Terdapat 2 jenis distilasi yang telah dilakukan selama percobaan,
yaitu distilasi sederhana dan distilasi bertingkat. Distilasi sederhana
merupakan sistem pemisahan dan pemurnian zat paling sederhana.
Berbeda dengan distilasi bertingkat yang menggunakan kolom fraksinasi
berupa kondensor tanpa aliran air. Fungsi dari masing-masing alat ini
berbeda dimana distilasi bertingkat dipergunakan untuk memisahkan zatzat yang memiliki titik didih berdekatan, yakni kurang dari 20 oC dan
bekerja dalam tekanan yang rendah. Sedangkan pada distilasi sederhana
diperlukan perbedaan titik didih sebesar 75 oC pada tekanan atmosfer.
Pada distilasi sederhana, tetesan pertama menunjukkan suhu 49 oC
dan 37 oC pada tetesan pertama distilasi bertingkat. Dimana distilat yang
didapat dari kedua proses distilasi adalah aseton yang memiliki titik didih
56.2 oC. Hal ini jelas menunjukkan bahwa tetesan distilat pertama
memiliki titik didih dibawah zat murninya, yang mengindikasikan bahwa
distilat tersebut tidak murni. Penyebabnya adalah lemahnya ikatan yang
terbentuk antar molekul zat murni dengan pelarut sehingga penguapan
akan lebih mudah terjadi, berbeda dengan ikatan zat murni yang lebih kuat
dan stabil. Tekanan uap pada campuran juga lebih rendah dikarenakan
adanya perbandingan jumlah zat pada campuran atau disebut dengan fraksi
yang sesuai dengan hukum Raoult. Karena ada fraksi dalam suatu
campuran menyebabkan tekanan campuran akan lebih rendah dan karena
tekanan uap rendah (tekanan yang dibutuhkan untuk menguapkan zat)
mengakibatkan suhu yang dibutuhkan untuk menguapkan zat juga rendah,
suhu berbanding lurus dengan tekanan (persamaan gas ideal).

Pada distilasi azeotrop terner menunjukkan suhu 56 oC pada tetesan
pertama sehingga distilatnya adalah metanol yang memiliki titik didih 64.7
o

C bukan toluena, karena memiliki perbedaan titik didih yang jauh

dibandingkan titik didih pada percobaan yaitu 110.6 oC
Indeks bias percobaan didapat dari hasil rata-rata indeks bias per 5
ml volume distilat. Untuk distilasi sederhana memiliki indeks bias
1.35581, distilasi bertingkat 1.37795 dan distilasi azeotrop terner 1.38310.
Sedangkan literatur menunjukkan bahwa aseton memiliki indeks bias
1.35916 dan metanol sebesar 1.33141. Tentunya untuk distilasi sederhana
dan bertingkat memiliki nilai indeks bias yang tidak begitu jauh
perbedaannya. Lain hal dengan distilasi azeotrop terner yang memiliki
perbedaan suhu cukup jauh.
Untuk indeks bias yang tersisa pada labu tidak dapat ditentukan
karena kerabunan gambar/ objek dalam melakukan pengukuran dan
pengamatan pada alat refraktometer.
Grafik menampilkan kemiringan dan arah pergerakan suhu tiaptiap distilasi. Hanya distilasi bertingkat yang menunjukkan sifat regresi,
sedangkan kedua grafik lainnya mengalami kenaikan grafik (suhu).
Dengan rumus regresi distilasi sederhana y = 0,86x + 50,5, distilasi
bertingkat y = -0,22x + 46,5 dan distilasi azeotrop terner y=0,36x + 55,5.
Penurunan suhu yang terjadi pada distilasi bertingkat disebabkan
karena suhu yang semakin tinggi pada pemanas sehingga menyebabkan
uap air menempel pada ujung termometer. Karena itu pula termometer
menunjukkan nilai yang terus menerus turun seiring pertambahan waktu.
Juga karena distilasi bertingkat diperuntukkan pada perbedaan suhu yang
kecil dan tekanan rendah, maka energi yang dibutuhkan pun akan lebih
kecil dibanding distilasi sederhana jika pada skala yang sama.
Persentase galat masing-masing distilasi memberi nilai terhadap
ketepatan proses distilasi. Distilasi sederhana mendapatkan galat
0.08107%, distilasi bertingkat 1.55058% dan distilasi azeotrop terner
4.06422%. Didapat kesalah terbesar pada distilasi azeotrop terner dengan
mendekati angka 3% menjelaskan bahwa sifat senyawa azeotrop tidak

dapat/sulit dipisahkan dengan cara distilasi bertingkat. Dikarenakan
senyawa azeotrop akan memiliki komposisi tetap apabila didihkan
sehingga diperlukannya perlakuan berbeda dari senyawa lain. Untuk itu
dibutuhkan metode pressure swing distillation dalam pemisahan azeotrop
terner.
Dari hasil perhitungan dan analisis data, galat terkecil diperoleh
dari distilasi sederhana yaitu 0.08107%. Hal ini dapat terjadi karena
pemisahan aseton dari air memang lebih efektif dilakukan pada distilasi
sederhana dibandingkan dengan distilasi bertingkat. Karena perbedaan titik
didih aseton dengan air cukup tinggi sekitar 50 oC maka tidak efektif jika
menggunakan distilasi bertingkat yang fungsinya adalah memisahkan
campuran zat yang memiliki sedikit perbedaan titik didik (dibawah 90 oC).

VI. Kesimpulan

o

Suhu pertama ( C)
Indeks Bias
Galat (%)

Sederhana

Bertingkat

49
1.35581
0.08107

37
1.37795
1.55058

Azeotrop
Terner
56
1.38310
4.064220

Dari hasil percobaan distilasi sederhana didapat suhu tetesan pertama
berupa aseton sebesar 49 oC dengan indeks bias 1.35581 dan galat indeks
bias 0.08107. Pada distilasi bertingkat suhu tetesan pertama aseton bernilai

37 oC dengan indeks bias 1.37795 dan galat indeks bias sebesar 1.55058.
Pada distilasi azeotrop terner diperoleh suhu tetesan pertama metanol
sebesar 56 oC dengan indeks bias 1.38310 dengan galat indeks bias
4.064220%.

VII. Daftar Pustaka


Ibrahim, S., Sitorus, M. 2013. Teknik Laboratorium Kimia Organik.
Graha Ilmu: Yogyakarta.



Schoffstal, A.M. 1999. Microscale and Miniscale Organic Chemistry
Laboratory Experiments, 1st edition. Mc Graw Hill: New York, 57-75



Wilcox, C.F., Wilcox, M.F. 1995. Experimental Organic Chemistry: a
Small Scale Approach, 2nd edition. Prentice Hall: New Jersey, 44-65



Fhya. 2011. Destilasi (www.scribd.com). Diakses pada 1 Desember
2013. Palu.



Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik II. UM Press: Malang



Syukri.2007. Kimia Dasar 2. Penerbit ITB. Bandung