HIJRAH DAN SPIRIT PERUBAHAN penuh

HIJRAH DAN SPIRIT PERUBAHAN BAGI ORANG-ORANG MUDA 1
Oleh : Firdaus 2

Demi Waktu,
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian
(QS 103 : 1-2)
Pendahuluan
Dalam banyak kesempatan, Allah SWT melalui ayat-ayatNya dalam Al-Qur an
bersumpah atas berbagai hal. Ada yang bersumpah dengan menggunakan kuda
perang (surat Al- Adiyat), ada yang bersumpah dengan menggunakan matahari
yang naik (surat Al-Dhuhaa), ada yang atas nama fajar (surat al-Fajar) dan banyak
lainnya. Dalam ayat yang dikutip di atas, Allah SWT bersumpah dalam QS al- Ashr
atas nama waktu bahwa manusia benar-benar merugi. Kenapa Allah SWT
bersumpah dengan menggunakan waktu untuk mengatakan bahwa manusia dalam
kerugian? Pertanyaan ini muncul tidak secara serta merta karena teks yang ada
dalam al-Quran, melainkan muncul atas pemaknaan terhadap teks dalam ayat
tersebut.
Pemaknaan terhadap teks dalam konteks ini tidak dimaksudkan sebagai tafsir
sebagaimana tafsir teks dalam studi hermeneutika yang detail. Pemaknann ini
hanya sebatas pemaknaan secara awam dalam komunikasi harian. Dengan
demikian, pertanyaannya adalah, apa yang kita fahami jika mitra komunikasi

bersumpah atas nama waktu? Dalam hal ini, apa yang kita fahami jika Allah SWT
bersumpah dengan waktu? Tentu pemaknaan awam kita adalah bahwa waktu
membatasi ruang gerak manusia dan membuat manusia serba keterbatasan jika
tidak mampu mengatur dan mensiasati ritme waktu.
Herakleitos, seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah
bingkai, di dalamnya seluruh realitas kehidupan kita hadapi. Kita tidak bisa
mengerti benda-benda nyata apapun tanpa meletakkannya pada bingkai ruang
waktu (Cassirer, 1987: 63 dalam Johan Weintré : 2003). Lingkungan kita terbatas,
dan ruang itu ternyata penuh dengan hal-hal abstrak dan konkret yang ditemui
dan dialami oleh manusia. Disamping hal tersebut, ada juga unsur dan wujud yang
diwarisi serta dipelajari dari nenek moyang (Johan Weintré : 2003). Sehingga
dengan demikian, manusia sungguh berada dalam keterbatasan jika tidak segara
berbenah (baca hijrah)

Disampaikan dalam Dikusi Panel Bidang PU HMI Cabang Padang, 17 Desember 2011.
Ketua Umum HMI Komisariat ISIP Unand Periode 2005-2006. Sekarang beraktifitas di
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesua (PBHI) Sumatera Barat.
1

2


Firman tuhan tentang kerugian manusia atas nama waktu dan Filsafat Heraklitus
tentang ruang dan waktu dalam dinamika kehidupan manusia menjadi pijakan
dalam memaknai arti hidup dan kehidupan dalam menjaga keseimbangan di
wilayah antara. Dalam konteks ini, manusia dituntut untuk mensiasati ruang dan
waktu. Saat waktu atau ruang dan atau keduanya tidak memungkinkan bagi
manusia untuk mengambil manfaat, saat itu manusia dituntut mengambil
keputusan yang tepat diantara pilihan strategis yang tersedia.
Hijrah: Dari Visi, Strategi Hingga Pengorbanan
Jamak difahami, latar belakang hijrahnya nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke
Madinah (waktu itu masih bernama Yastrib) didorong oleh makin tingginya
tekanan dari orang-orang Mekah terhadap aktifitas dakwah yang dilakukan oleh
nabi Muhammad SAW. Di lain sisi orang-orang Yastrib di saat bersamaan juga
meminta nabi Muhammad SAW untuk datang ke kampung mereka dan
menyampaika kebenaran Islam di sana. Dalam kondisi seperti demikian nabi
Muhammad SAW kemudian mengganti strategi dakwah dengan memilih untuk
hijrah dari Mekkah ke Yastrib. Dengan melakukan hijrah dari Mekkah ke Yastrib,
Islam memungkinkan untuk dikembangkan dari Yastrib.
Dalam peristiwa hijrah, proses perpindahan dari Mekkah ke Madinah tidak hanya
dilakukan oleh nabi Muhammad SAW, akan tetapi melibatkan dan mengajak semua

ummat islam yang semakin hari semakin ditekan oleh penguasa di Mekkah saat itu.
Banyak catatan penting yang dapat dijadikan sebagai sebuah renungan dalam
peristiwa penting perjalanan islam itu.
Catatan pertama tentang hijrah adalah sebuah strategi. hijrah menjadi sebuah
strategi dilihat dari kacamata bagaimana Nabi memanfaatkan ruang dan waktu
untuk menghindar sementara dari tekanan Quraysh dalam kegiatan
pengembangan islam di Mekkah. Catatan kedua adalah pengorbanan. Orang-orang
yang ikut hijrah bersama nabi, meninggalkan harta mereka dan hanya membawa
sebagian saja sebagai bekal. Selain meninggalkan rumah dan harta, sebuah cerita
heroik muncul dari bagaimana saydina Ali bin Abi Thalib yang dengan berani
menggantikan Nabi tidur di tempat yang dijaga ketat oleh punggawa Quraysh. Apa
yang dilakukan oleh Ali merupakan bentuk pengorbanan lain dari proses hijrah
yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW.
Catatan ketiga, dan yang paling penting adalah niat atau dalam bentuk yang lebih
luas adalah visi. Tanpa visi atau niat yang matang, hijrah tentu tidak dapat
dilakukan secara fokus dan optimal, karena yang menjadi niat seseorang dalam
melakukan hijrah maka, itu yang akan didapatkan oleh mereka yang hijrah. Dalam
sebuah hadist yang diriwayatakan oleh Imam Bukhari, Nabi mengatakan:

Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap

orang apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya
untuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya
adalah kepada apa yang ia hijrahi . (HR. Bukhari)
Dengan mengikuti apa yang disabdakan Nabi, penting untuk menentukan niat
sebelum melakukan hijrah. Maka, di sini sesungguhnya urgensi dari hijrah. Bahwa
hijrah tidak hanya semata-mata sebagai sebuah aktifitas dalam rangka strategi dan
pengorbanan, namun jauh di balik itu, niat menjadi faktor utama. Dimana apa yang
diniatkan dalam proses hijrah merupakan konsekuensi yang akan ditanggung oleh
seseorang yang melakukan hijrah.
Hijrah: Semangat Perubahan Untuk Kalangan Muda
Hijrah secara harfiah diartikan dengan berpindah atau migrasi. Jika pemaknaan
tersebut lebih diperluas, maka dapat difahami bahwa hijrah tersebut tidak hanya
dalam bentuk pindah secara fisik. Seperti yang disinggung di atas bahwa hijrah
dapat dilihat senagai sebuah strategi dan pengorbana, maka dalam hal ini hijrah
tidak jauh dari semangat perubahan. Dimana dalam hal ini perubahan dimaknai
sebuah sebagai usaha kolektif untuk menegakkan terciptanya tata kehidupan yang
baru (Blummer, 1955)
Dalam konteks perubahan, Sztompka (1993) menyebutkan bahwa dalam aktor
individual untuk melakukan perubahan, terdapat tiga tipe berlainan; tipe pertama
terdiri dari orang-orang biasa dalam kegiatan sehari-hari. Tipe pertama adalah

orang-oang biasa saja yang mengikuti rutinitas kehidupan sehari-hari seperti
bekerja, makan, istirahat dan sebagainya. Tipe kedua terdiri dari individu yang
karena kualitas pribadinya yang khas (pengetahuan, kecakapan, bakat,
keterampilan, kekuatan fisik, kecerdikan atau kharisma dan sebagainya). Tipe
kedua ini adalah orang-orang yang biasanya betindak mewakili orang lain atas
nama mereka, atau untuk kepentingan mereka. Mereka ini dapat mencakup
pemimpin, nabi, ideolog, kepala suku, negarawan dan sebagainya. Tipe kedua ini
dapat muncul dari individu-individu yag ada dalam tipe pertama. Tipe ketiga
terdiri dari orang yang menduduki posisi luar biasa karena mendapatkan hak
istimewa tertentu. Peran mereka memungkinkan dan bahkan memerlukan
tindakan yang berakibat terhadap orang lain, menentukan nasib orang lain dan
lain-lain. Mereka ini adalah semisal raja, eksekutif, legislatif, manajer dan
sebagainya. Mereka dapat muncul dari individu-individu tipe pertama atau
individu-individu tipe kedua3.

3

Lihat Piotr Sztompka, 2007. Sosisologi Perubahan Sosial. Ed. 1. Cet. 3. Prenada, Jakarta. Hal 306

Melakukan perubahan untuk kondisi yang lebih baik merupakan hal yang penting

sekaligus sebagai merupakan tantang bagi setiap orang. Dia merupakan sebuah
pilihan hidup yang sekaligus mengorbankan. Dalam banyak perubahan sering
dibidani oleh kalangan muda yang sering kita sebut dengan pemuda dalam
dinamika kehidupan bangsa. Mereka menghiasi berbagai sisi kehidupan yang tidak
bertapal batas. Dengan segala kelebihan dan kemampuan yang dimiliki, pemuda
mengisi berbagai sisi kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Secara prisnsip
orang muda memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Selalu ingin memberontak . Sifat ini muncul disebabkan oleh
ketidakstabilan seseorang pada usia pemuda (15-30 tahun), karena pada
masa ini kecenderungan orang masih berada pada masa pencarian jati
diri. Hasrat untuk diakui dan mendapatkan perhatian dari orang lain
membuat seseorang pada masa usia ini terdorong utuk melakukan apa
yang tidak biasa. Dngan melakukan hal yang tidak biasa ia merasa
mendapatkan pengakuan dari orng lain. Jika sikap ini diarahkan pada hal
yang bersifat positif, maka ia akan menuju pada sifat-sifat kreatif, inovatif
dan energik sehingga melahirkan para pekerja keras yang pantang
menyerah
2. Bekerja keras dan pantang menyerah. Sifat kedua ini muncul sebagai
akibat dari sifat pertama. Sifat ini muncul karena proses pencaharian jati
diri oleh pemuda sebagaimana dimaksud di atas. Dalam proses pencarian

diri ini sesungguhnya orang tidak akan pernah berputus asa karena jati
diri meruapakan bagian terpenting dalam dirinya 4. Kerja keras dan
pantang menyerah ini kemudian yang mendorong pemuda bersifat
optimis sehingga melahirkan orang-orang yang memiliki kualitas pribadi
yang khas
3. Selalu optimis. Sifat merupakan muara dari dua sifat di atas yang perlu
diapresiasi dengan aktifitas-aktifitas yang bersifat positif sehingga
menimbulkan dampak yang positif dalam kehidupan masyarakat

Dengan tiga ciri yang dimiliki ini kemudian orang muda memiliki potensi besar di
beberapa sektor untuk melakukan suatu perubahan. Sektor tersebut antara lain:

1. Sektor pembebasan dan kemerdekaan. Pada sector ini pemuda adalah
kemampuan, tekad, keberanian, dan kesabaran menghadapi tantangan.
Dengan pemuda ummat menghalau musuh dan mengangkat bendera
kejayaan.

2. Sektor pemikiran dan Pembentukannya. Pemuda adalah unsur kokoh
yang mampu belajar keras, menguasai dan menghasilkan pemikiran
serta pembaruan. Ibarat ranting yang masih segar, kelenturannya cukup


4 Lihat aliran-aliran filsafat eksitensi seperti Kiekegart, Sartre dan lain sebagainya yang melihat
bahwa eksistensi diri merupakan hal yang mutlak dalam kehidupan sesorang. Jika seseorang tidak
menemukan eksistensi dirinya, maka ia tidak akan dapat hidup secara terarah dan terpola

untuk terbentuknya pemikiran sekaligus mentransformasikan pemikiran
tersebut kepada orang lain.

3. Sektor Iman dan Amal. Iman yang diam dan kehilangan dinamika tidak
ada harganya, sedangkan keimanan pemuda selalu memunculkan energi
tersembunyi yang besar dalam bentuk amal berupa gerakan membina
umat.
4. Sektor Perubahan. Pemuda adalah pelopor dan sarana perubahan.
Pemuda memiliki kekuatan jiwa yang besar, maka perubahan yang
dilakukannya pun besar.

Namun demikian, pertanyaan pentingnya yang muncul kemudian sejauh mana
kalangan muda memaknai dan menggunakan spiriti hijrah untuk melakukan suatu
perubahan dalam dinamika kehidupan sosial? Karena sebuah aktifitas tanpas spirit
akan menjadi suatu rutinitas semata.

Khatimah

Tidak ada yang tidak berubah, sehingga hijrah dari suatu tempat ke tempat lain
atau dari suatu situasi ke situasi lain untuk tujuan yang lebih baik. Orang muda
dengan segala potensi yang mereka miliki, memiliki potensi yang lebih besar
dalam melakukan perubahan. Namun, pertanyaannya adalah seberapa siap anak
muda untuk berpindah dari suatu keadaan ke keadaan lain, dari suatu kondisi ke
kondisi lain? Atau hijrah dari suasana kemapanan ke suasana perjuangan?
Seberapa siapkah kita? Jawabannya tentu ada pada kita. Wallahua lam.