LAPORAN DAN PENDAHULUAN DAN APENDICITIS

LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDISITIS

A. PENGERTIAN
 Appendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2009).
 Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 2008)
 Appendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjad di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup
tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
(Anonim, Apendisitis, 2007).
 Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pemanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar
kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus
Iainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan
lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007).

.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yaitu :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokais atau segmentais, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk
nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring,
biasanya ditemukan pada usia tua.

C. ANATOMI FISIOLOGI ORGAN TERKAIT
1) Anatomi Appendiks
a. Letak di fossa iliaca kanan, basis atau pangkalnya sesuai dengan titik Mc Burney 1/3
lateral antara umbilicus dengan SIAS.
b. Basis keluar dari puncak sekum bentuk tabung panjang 3 – 5 cm.
c. Pakal lumen sempit, distal lebar. ( Farid 3, 2001 )
2) Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar lima kaki
( sekitar 1,5 m ) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar
sudah pasti lebih besasr dari usus kecil. Rata –rata sekitar 2,5 1nc.( sekitar 6,5 cm ) tetapi
makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besardibagi menjadi sekum, colon, dan

rectum. Pada sekum terdapat katup ileosecal dan Appendiks yang melekat pada ujung
sekum. Colon dibagi lagi menjadi colon asendens, transversum desendens dan sigmoid.
Tempat dimana colon membentuk kelokan tajan yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut – turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai
setinggi Krista iliaka dan membentuk S. lekukan rectum. Pada posisi ini gaya berat
membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid. Rectum terbentang dari colon
sigmoid sampai anus ( Silvia A. Price, Lorraina, M Wilson 2007)
3) Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir
dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid
Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

D. ETIOLOGI
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi Yaitu :
1. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen, pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus.
2. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
3. Tergantung pada bentuk appendiks, yaitu:
a. Appendik yang terlalu panjang.
b. Massa appendiks yang pendek.
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
d. Kelainan katup di pangkal appendiks.
E. PATOFISIOLOGI
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat ,
kemungkinan oleh faecalit ( massa keras dari faeces ), tumor , benda asing , bacterial dan
virus. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas
atau menyebar hebat secara prodresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan
bawah dari abdomen, akhirnya appendiks yanag terinflamasi berisi pus.
Sebagian kecil dari appendiks dapat menjadi membengkak atau nekrosis. Tekanan
didalam appendiks meningkat dengan cepat , menimbulkan nekrosis yang cepat dari dinding

appendiks dengan diikuti oleh perforasi.

F. PATHWAY
-

Idiopatik
Makan tak teratur
Kerja fisik yang keras
Massa keras feces
Obstruksi lumen

-

Suplai aliran darah menurun
Mukosa terkikis
Peradangan pada appendiks

- Perforasi
- Abses
- Peritonitis


Distensi abdomen

Menekan gaster
Appendiktomy

Resiko terjadi
infeksi

Insisi bedah
Nyeri /
ketidaknyam
anan

Peningkatan produksi HCL
Mual, muntah

Pembatasan intake cairan

Resiko kurang

volume cairan

Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

G. TANDA DAN GEJALA
Adapun manifestasi klinis dari appendicitis yaitu :
1. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan sering
kali muntah.
2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari
ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum
kanan.
3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme
otot, dan konstipasi atau diare.
4. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kiri bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah).
5. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamnesa ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting adalah :
a. Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian
menjalar keperut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri visceral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan yang lain, yaitu:
a. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling terasa
nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi jika orang dapat
menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.

b. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap

mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan
terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
2) Hb (hemoglobin) nampak normal.
3) Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrate.
4) Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosaappendicitis akut, kecuali
bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
1) Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan.
2) Kadang ada fekolit (sumbatan).
3) Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma .
I. KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau
abses apendiks


Tromboflebitis supuratif




Abses subfrenikus



Obstruksi intestinal

J. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
1. Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri:
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian
laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien
disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena
mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.

2. Terapi bedah
Appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan
cairan dan gangguan sistemik penting.
3. Terapi antibiotik,
Terapi antibiotic ini diberikan tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika
appendicitis telah mengalami perforasi.
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi ditandai
dengan skala 1-5, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena
jugulanis, pucat, edema, dan kelainan bunyl jantung.
b. Aktivitas/ istirahat: Malaise
c. Sirkulasi : Tachikardi
d. Eliminasi :
 Konstipasi pada awitan awal
 Diare (kadang-kadang)
 Distensi abdomen
 Nyeri tekan/lepas abdomen
 Penurunan bising usus
e. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah.
f. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan

terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
nafas dalam

g. Keamanan : demam
h. Pernapasan


Tachipnea



Pernapasan dangkal

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah.
2. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis
sekunder terhadap proses inflamasi.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing,
muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi
5. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, nyeri.
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya mual,muntah dan
pembatasan makanan.
7. Pembatasan aktivitas berhubungan dengan relokasi nyeri.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman.
M. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 : Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan skala nyeri hilang/
berkurang.
Criteria hasil : - Skala nyeri 0
- Ekspresi wajah klien rilex
- TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Kaji karakteristik nyeri : catat lokasi, durasi, intensitas nyeri (skala 0-10).
Rasional : untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindakannya.

2. Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dari penyakit klien.
3. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional : Posisi ini mengurangi ketegangan pada organ – organ abdomen.
4. Berikan aktivitas hiburan dengan tekhnik relaksasi dan distraksi.
Rasional : Mengalihkan pasien dari rasa nyeri.
5. Anjurkan teknik relaksasi dengan napas dalam.
Rasional : Mengurangi ketegangan dapat mengurangi nyeri.
6. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : sebagai mitra kita perlu berkolaborasi dengan dokter, apabila nyeri pasien
tidak dapat hilang dengan posisi dan tehnik relaksasi.
DX 2 : Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan tidak terjadi infeksi.
Criteria hasil : - Terbebas dari tanda-tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen.
- Penyembuhan luka berjalan lancar.
- Abdomen lunak, tidak ada distensi.
- Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi
1. Awasi dan catat tanda – tanda vital, perhatikan bila ada demam berkeringat, perubahan
mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional : Segera timbulnya dugaan infeksi atau terjadinya sepsis, abses peritonitis
memudahkan perawat merencanakan dan melakukan tindakan keperawatan secara dini.
2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka septic sesuai prosedur kerja
Rasional : Dapat menurukan atau mencegah terjadinya infeksi
3. Pantau insisi luka dan balutan, catatan karakteristik drainase luka/ adanya eritema
Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya situasi proses infeksi atau pengawasan
penyembuhan.

4. Berikan informasi yang tepat dan jujur pada klien atau orang terdekatnya tentang kondisi
klien
Rasional : Suatu informasi yang akurat memberikan pengetahuan tentang adanya
kemajuan situasi sehingga memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan
kecemasan
5. Kolaborasi dalam pemberian abat – obat antibiotic
Rasional : Memungkinkan penurunan jumlah organisme terutama pada infeksi yang telah
ada sebelumnya
DX 3 : Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing,
muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan kebutuhan cairan
kembali normal.
Criteria hasil : - Membran mukosa lembab
- Turgor kulit elastis
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
Intervensi
1. Kaji tanda – tanda vital klien; awasi tekanan darah dan nadi
Rasional : Tanda – tanda vital sangat membantu mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler
2. Lihat membrane mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional : Turgor kulit dan membran mukosa merupakan indikasi status hidrasi serta
keadekuatan sirkulasi perifer
3. Kaji dan catat intake dan output cairan secara teliti, termasuk urine output,catat warna
urine/konsentrasi dan jenis
Rasional : Penurunan output urine pekat dan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/
kebutuhan peningkatan cairan.
4. Berikan cairan peroral atau parenteral sesuai anjuran dan lanjutkan dengan diet sesuai
toleransi

Rasional : Dapat menurunkan iritasi gaster dan muntah serta meminimalkan kehilangan
cairan
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga, jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Barbara, C, Long. 2007. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Brunner & Suddarth. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta:EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2008. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 4 Vol 1.
Jakarta:EGC
Price, S & Wilson, L. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta:EGC
Smeltzer,S,C & Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Sudoyo. W. Aru,et,al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jakarta: FKUI.
Suyono, Slamet. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Wilkinson,M Judith. 2013. Buku Diagnosa Keperawatan (NIC dan NOC). Jakarta:EGC