KARAKTER DAN PLOT DALAM NOVEL GUGUR BUNG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Persoalan-persoalan yang
diangkat oleh pengarang dalam karya sastra tidak lepas dari pengalaman nyata dan
kehidupan sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya pengarang memang harus
menambah dan mengemasnya terlebih dahulu dengan gaya bahasa yang berbeda
sehingga mampu membuat pembaca terbawa dalam cerita tersebut. Pada dasarnya
dalam mengemas ceritera dalam sebuah karya sastra seorang penulis mengusung
nilai-nilai budaya tertentu untuk dimasukan ke dalam tulisannya. Membawa nilai
budaya ini tidak lepas dari pekerjaan penulis sebagai agen sebuah kebudayaan, yaitu
mengamati dan mengapresiasi sebuah kebudayaan baik itu tradisional maupun
kebudayaan

kontemporer.

Sebab

kenyataannya


manusia

adalah

makhluk

berbudaya, oleh sebab itu segala peristiwa hidup manusia erat hubungannya
dengan budaya.
Kreativitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di
antaranya dalam organisasi sosial dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan proses simbolis. Proses simbolis meliputi bidang-bidang agama, filsafat, seni
ilmu, sejarah, mitos dan bahasa (Kuntowijaya, 2006). Dalam karya sastra proses
simbolis ini merangkum banyak hal, namun simbol terpenting yang digunakan
adalah bahasa sebagai alat untuk mentransformasikan ide. Bahasa adalah simbol
legitimasi sebuah budaya dan kekuatan propaganda budaya tersebut terhadap
individu-individunya. Pada akhirnya bahasa menciptakan kultus kepemilikan

1

budaya yang secara historis terbentuk dari proses infiltrasi yang baru kepada yang

lama.
Menurut Lesile White kebudayaan dan peradaban tergantung pada simbol.
Kemampuan

menggunakan

simbollah

yang

dapat

melahirkan

dan

mempertahankan kebudayaan. Tanpa simbol tidak ada kebudayaan, tanpa simbol
manusia hanyalah binatang (Ratna, 2015). Dengan demikian budaya sebagai latar
belakang penting eksistensi manusia, secara keseluruhan terbentuk dari aktivitas
reproduksi simbol. Misalnya, pergeseran sastra Jawa Kuno ke wilayah Bali pasca

masuknya budaya Islam yang diusung pendatang dari jazirah Arab dan pedagang
Campah yang berpengaruh pada berdirinya kerajaan Demak yang menginvansi
Majapahit. Keruntuhan Majapahit sebagai simbol penting eksistensi budaya
Hindu, termasuk sastra Jawa Kuno, memperkuat Demak sebagai simbol eksistensi
budaya Islam sekaligus memperluas penggunaan simbol-simbol islamiah dalam
kehidupan masyarakat umum.
Nilai budaya manusia dipaparkan sebagai sesuatu yang bukan hanya tiruan
realitas yang ada tetapi merupakan sebuah upaya untuk masuk ke dalam realitas
tersebut. Artinya, sebagai sebuah karya seni, novel juga mengusung pesan budaya
yang tidak hanya bentukan artifisial belaka namun menunjukan secara jelas nilainilai budaya yang ada. Selain bahasa sebagai alat yang menjembatani sebuah
karya kepada pembacanya, nilai budaya lain pun ikut mempengaruhi sebuah karya
sastra.
Nilai budaya di dalam karya sastra dipaparkan sebagai bagian penting
dalam plot cerita. Demikian halnya di dalam novel Gugur Bunga Kedaton karya
Wahyu H.R. berkisah tentang proses keruntuhan sebuah simbol kebudayaan

2

Hindu, Majapahit, oleh kekuatan budaya baru bernama Islam yang dipelopori oleh
kerajaan Demak. Simbol-simbol budaya sebagai nilai kehidupan yang dipegang

teguh bertemu dengan kepentingan-kepentingan politis yang praksis dan
bagaimana tokoh-tokoh penting di dalam kisah novel tersebut mempertahankan
nilai-nilai budaya yang mereka anut masing-masing.
Nilai budaya merupakan nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat.
Koentjaraningrat dalam Sunarti (2008: 15) mengemukakan bahwa nilai budaya

itu

adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau adat. Nilai budaya adalah lapisan
paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Jadi, nilai budaya adalah suatu yang
dianggap sangat berpengaruh dan dijadikan pegangan bagi suatu masyarakat.
Selanjutnya koentjaraningrat dalam Sunarti (2008: 16) mengemukakan suatu
sistem nilai-nilai budaya terdiri atas konsepsi- konsepsi
pikiran

sebagian

besar

yang


hidup

dalam

alam

warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka

anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya
biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi
kelakuan manusia yang tingkatnya

bagi kelakuan manusia. Sistem tata

lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus,

hukum, dan nilai budaya itu.

Novel Gugur Bunga Kedaton menggambarkan nilai-nilai budaya yang

coba dipertahankan masing-masing kubu dengan balutan persoalan-persoalan
politik. Namun umumnya membicarakan bagaimana dakwah agama mengendarai
politik sebagai alat utama persebaran nilai-nilai sistemnya. Budaya Islam yang
baru pertama masuk ke tanah Jawa dan membentuk komunitas egaliternya di
Gelagah Wangi, menggunakan pengaruh posisi politik Adipati Jimbun sebagai
anak selir asal Campa dari Prabu Kerthabumi untuk memuluskan rencana
pendirian negara berbasis syariat Islam pertama di tanah Jawa. Pada akhirnya

3

peperangan pecah dan menjadi salah satu sejarah konspirasi politik terbesar pada
masa itu. Lantas kemudian lahirlah sebuah nilai budaya dominan yang bertahan
ratusan tahun lamanya kemudian.
Penelitian ini menganalisa karakter tokoh utama dan plot dalam novel Gugur
Bunga Kedaton karya Wahyu H.R. Penggunaan istilah ‘karakter’ sendiri dalam
berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda,
yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap,
ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut
(Nurgiyantoro, 2005:165). Dengan demikian karakter dapat berarti ‘pelaku cerita’
dan dapat pula berarti perwatakan. Menurut Nurgiyantoro (2005:165), istilah

tokoh merujuk pada orangnya dan pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter
menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca.
Lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.
Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:165), mengungkapkan bahwa tokoh cerita
(karakter) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau
drama yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang diakukan dalam tindakan.
Menganalisa nilai budaya yang ada di dalam novel Gugur Bunga Kedaton
ini menjadi penting dan relevan mengingat salah satu sejarah penting dalam
perjalanan peradaban bangsa Indonesia juga sangat dipengaruhi peristiwa ini.
Sejarah sebagai wadah kebudayaan dengan semua nilainya merupakan media
yang paling tepat untuk menelusuri bagaimana sebuah nilai budaya tercipta dan
tumbuh di tengah masyarakat. Selain itu untuk menjawabi relevansi antara
kebudayaan dan sastra, dimana sastra sebagai media lain untuk memperkenalkan

4

nilai-nilai budaya. Sebagai pendekatan untuk menganalisa novel, maka peneliti
menggunakan kajian antropologi sastra. Antropologi sastra adalah
Untuk itu, penelitian kali ini akan mengangkat tema: “Karakter dan Plot

Dalam Novel Gugur Bunga Kedaton Karya Wahyu H.R. Menggunakan
Kajian Antropologi Sastra”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka penulis menguraikan
rumusan masalah sebagai berikut,
1. Bagaimana karakter utama dalam novel Gugur Bunga Kedaton karya
Wahyu H.R menggunakan kajian antropologi sastra?
2. Bagaimana plot dan peristiwa dalam novel Gugur Bunga Kedaton karya
Wahyu H.R menggunakan kajian antropologi sastra?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari kajian Gugur Bunga Kedaton berdasarkan analisa nilai budaya
ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Mendeskripsikan karakter utama dalam novel Gugur Bunga Kedaton
karya Wahyu H.R menggunakan kajian antropologi sastra.
2. Mendeskripsikan plot dan peristiwa dalam novel Gugur Bunga Kedaton
karya Wahyu H.R menggunakan kajian antropologi sastra.

5


1.4 Fokus Penelitian
Penelitian ini lebih tertuju pada mendeskripsikan karakter, plot dan nilai
budaya, terutama yang terdapat dalam karya sastra. Dalam hal ini, peneliti
menggunakan novel dengan judul Gugur Bunga Kedaton karya Wahyu H.R.
sebagai bahan utama analisa nilai budaya di dalam karya sastra menggunakan
kajian antropologi sastra.

1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi mahasiswa dan dosen Bahasa dan Sastra Indonesia: penelitian ini
diharapkan bisa menjadi alternatif melihat dunia kesusatraan. Bahwa dunia
sastra bisa menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai budaya yang
tertanam di masyarakat termasuk bagaimana nilai budaya itu muncul dan
tumbuh berkembang. Selain itu penelitian ini berusaha memberikan gambaran
historis bagaimana dan seperti apa sebuah nilai budaya mengalami dialektika
seturut perjalanan sejarah.
2. Bagi penikmat karya sastra: penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan
untuk kembali melihat dan mengupgrade cara mengapresiasi sebuah karya
satra, terutama karya-karya yang bermuatan nilai sebuah kebudayaan. Dimana
nilai sebuah kebudayaan tidak hanya dilihat hanya sebagai sesuatu yang begitu

adanya, tapi juga perlu dipelajari bagaimana nilai budaya itu hadir dan bertahan
hingga sekarang.
3. Bagi dunia sastra secara umum: penelitian ini diharapkan bisa menjadi
sumbangsih penting peneliti terkait kajian nilai budaya di dalam sebuah karya

6

sastra, terutama terkait sastra yang mengusung banyak catatan historis seperti
novel Gugur Bunga Kedaton.

1.6 Definisi Operasional
1. Novel
Secara harafia novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian
diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’. Sebutan novel dalam bahasa
Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia
novella (yang dalam bahasa Jerman : novelle ). Dewasa ini istilah novella dan
novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet
(Inggris: novelete), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya
cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.
2. Karakter

Karakter dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian
yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai
sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh
tersebut. Dengan demikian karakter dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula
berarti perwatakan.
3. Plot
Stanton dalam Nurgiyantoro mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang
brisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab-akibat, peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
yang lain. Kenny dalam Nurgiyantoro mengemukakan plot sebagai peristiwa-

7

peritiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena
pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.
4. Antropologi Sastra
Yang dimaksud dengan antropologi sastra adalah ilmu pengetahuan dalam
hubungan ini karya sastra yang dianalisis dalam kaitannya dengan masalah
antropologi. Dengan kalimat lain, antropologi sastra adalah analisis terhadap
karya sastra didalamnya terkandung unsur-unsur antropologi.

8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karya Sastra Sebagai Media Budaya
Media sastra adalah bahasa, sementara bahasa adalah salah satu simbol
budaya. Menurut Leslie White (dalam Ratna, 2015:13) budaya dan peradaban
tergantung pada simbol. Ini secara gamblang menjelaskan bahwa legitimasi
simbol sangat mempengaruhi peradaban sebuah budaya. Simbol-simbol ini seperti
halnya bahasa, memiliki peranan penting sebagai pembentuk sebuah budaya.
Contohnya, bahasa Maori menjadi salah satu media budaya bangsa Maori. Tanpa
bahasa misalnya, sebuah budaya hanya akan menjadi apokaliptik, tidak berbentuk
bisa dan tidak tersampaikan.
Sastra dalam sejarahnya telah menjadi sebuah jembatan penghubung
antara masa kini dan masa yang akan datang. Tetap di dalam bingkai sebagai
sebuah karya seni, sastra menawarkan pembelajaran budaya dalam kerangka
imajinasi yang bertemu dengan fakta-fakta sosial. Ratna (2015:45) menjelaskan
bahwa selama proses membaca sebuah karya sastra, pembaca akan terus menerus
membayangkan dan mempertentangkan kisah-kisah faktual perjalanan Vasco da
Gama atau Colombus dengan konsep-konsep fiksional yang mereka imajinasikan.
Meskipun demikian faktanya, perjalanan Vasco dan Gama atau Colombus
merupakan ekspedisi politik yang secara historis tercatat dan menjadi salah satu
media penyebaran budaya Eropa ke benua-benu lain. Justru struktur historis yang
difiksikan ini menjadi sebuah media baru dalam penyampaian era sebuah budaya.
Seperti ketika Pramoedya Ananta Toer menulis tentang tokoh fiksi Minke dalam

9

Bumi Manusia dia coba membawa pembacanya untuk memahami fakta sosial
budaya dengan melewati jalur-jalur imajinatif karya sastra sebagai seni.
Sastra sebagai media budaya terjawabi, bukan hanya sebagai karya sastra
semata yang menjual jargon-jargon imajiner tapi juga membawa kualitas-kualitas
estetis

faktual.

Seperti

karya-karya

klasik

Ahmad

Tohari

yang

mendokumentasikan budaya penari ronggeng di pesisir Jawa sebagai bilah lain
dari budaya Jawa masa kolonial. Atau bagaimana Siti Nurbaya dikisahkan sebagai
cerminan budaya Minangkabau klasik yang menghalalkan perkawinan paksa dan
poligami. Karya-karya ini menampilkan sisi fiksi namun di sisi yang lain
mengusung kisah faktual budaya yang emamng terjadi.
Sastra sebagai bentukan karya seni tidak hanya menjadi jembatan
kekhaosan berpikir untuk memasuki alam-alam dunia lain tetapi lebih dari itu
untuk menjawabi realitas peradaban budaya manusia. Greg Soetomo (2003:30)
menguraikan pemikiran Marx bahwa seni bukan hanya tiruan atau refleksi dari
realitas yang ada tapi merupakan bagian dari realitas itu. Jelas bahasa seni, seperti
halnya sastra berbeda dalam menyampaikan realitas tersebut.
2.2 Pengertian-Pengertian
2.2.1

Pengertian Kajian Sastra
Dalam konteks kajian sastra kali ini, kajian sastra yang dimaksud adalah

kajiabn sastra akademis. Yang dimaksud dengan kritik sastra akademis adalah
kritik sastra yang terbentuk sebagai akibat dari aktivitas dan hasil aktivitas
pemahaman dan penilaian karya sastra yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan modern (Faruk, 2014:59). Kritik sastra sendiri dipandang banyak
ahli lahir dari kemunculan formalisme Rusia awal abad XX.

10

Kritik sastra juga dipahami bukan sebagai aktivitas dan hasil aktivitas
akademis yang netral belaka, melainkan bagian dari sebuah aktivitas diskursifideologis yang mempunyai kontribusi dalam pembentukan suatu sistem sosial
tertentu dalam konteks historis tertentu (Faruk, 2014:61). Oleh sebab itu
berkembanglah aneka jenis teori kritik sastra seperti, strukturalisme Praha,
strukturalisme Prancis, kritik sastra pasca-modern, kritik sastra feminis, kritik
sastra pasca struktural dan kritik sastra pasca Marxis.

2.2.2

Pengertian Nilai Budaya
Manusia hidup sebagai manusia yang bermasyarakat, tidak mungkin tanpa

kerjasama dengan orang lain. Secara lahiriah dan batiniah maka manusia
merupakan makhluk Tuhan yang tersempurna dibanding dengan makhluk lain,
karena pada manusia selain kehidupan ia juga mempunyai kemampuan untuk
berfikir dan berkarya. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia, yang di antara
para anggotanya terjadi komunikasi, pertalian dan akhirnya saling mempengaruhi
antara satu dengan yang lain. Hal itu dilakukan oleh para anggota masyarakat
dalam suatu golongan karena manusia tidak dapat hidup sendiri. Dari masyarakat
inilah tumbuh dan berkembang nilai budaya.
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat adalah nilainilai yang berhubungan dengan kepentingan para anggota masyarakat, bukan nilai
yang dianggap penting dalam satu anggota masyarakat sebagai individu, sebagai
pribadi. Individu atau perseorangan berusaha mematuhi nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat karena dia berusaha untuk mengelompokkan diri dengan anggota

11

masyarakat yang ada, yang sangat mementingkan kepentingan bersama bukan
kepentingan diri sendiri.
Nilai budaya merupakan nilai yang ada dan berkembang di dalam
masyarakat. Koentjaraningrat (dalam Sunarti, 2008:16 ) mengemukakan bahwa
nilai budaya itu adalah tingkat pertama budaya ideal atau adat. Nilai budaya
adalah lapisan paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Jadi, nilai budaya adalah
suatu yang dianggap sangat berpengaruh dan dijadikan pegangan bagi suatu
masyarakat.
Selanjutnya koentjaraningrat (dalam Djamaris dalam Sunarti, 2008:17)
mengemukakan suatu sistem nilai-nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal
yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu
sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan
manusia. Sistem tata kelakuan manusia yang tingkatnya lebih konkrit, seperti
aturan-aturan khusus, hukum, dan nilai budaya itu.
Djamaris (dalam Sunarti, 2008:17) mengungkapkan bahwa nilai budaya
dikelompokkan ke dalam lima pola hubungan, yaitu; (1) nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan Tuhan, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia
dengan alam, (3) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, (4)
nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain atau sesamanya, (5) nilai
budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Menurut Koentjaraningrat (2002:180) budaya adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik manusia untuk belajar. Hal tersebut berarti bahwa seluruh

12

tindakan manusia adalah budaya karena tindakan manusia dalam kehidupan
masyarakat memiliki beberapa tindakan yaitu tindakan naluri reflek, tindakan
akibat proses fisiologi. Meskipun demikian persoalan budaya dan tindakan budaya
merupakan tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar.
Konsep budaya menurut Koentjaraningrat mengartikan konsep itu dalam
arti yang terbatas ialah pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi
hasratnya akan keindahan. Karena hasil karya manusia tidak hanya berakar
kepada nalurinya yang hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses
belajar.
Meskipun demikian, konsep serupa itu tidak dapat muncul secara spontan,
melalui serangkaian aksi dan reaksi yang lepas dari kehendak seseorang. Manusia
mempunyai bakat yang telah terkandung selalu mengembangkan berbagai macam
perasaan,

hasrat,

nafsu

serta

emosi

dalam

kepribadian

individualnya

(Koentjaraningrat, 2002:228). Seseorang berhasil dalam memahami nilai dalam
kehidupan merupakan proses sosialisasi yang dialami oleh sebagian individu
dalam budaya.
Nilai budaya adalah ide-ide yang mengonsepkan hal-hal yang paling
bernilai dalam kehidupan manusia (Koentjaraningrat, 2004:11). Konsep tersebut
sulit di terangkan secara rasional dan nyata (abstrak), karena telah lama berakar
dalam alam jiwa manusia sehi ngga sulit diganti atau diubah dalam waktu yang
singkat

(Sapardi,

2008:140-141).

Oleh

karena

itu

nilai-nilai

budaya

merupakan sistem tata kelakuan yang menunjukkan hubungan timbal balik
yang ada dalam masyarakat dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi
kelakuan

manusia

Koentjaraningrat (Sukidin

dkk,

2003:25).

Jadi

suatu

13

dianggap bernilai apabila dihasilkan dari suatu gagasan yang benar, baik, dan
berfungsi dalam kehidupan manusia di dalam msyarakat, sehingga nilai suatu
konsep yang hidup dalam diri masyarakat dianggap mempunyai fungsi yang
signifikan yang dipakai untuk mengatur kehidupan masyarakat.
Persoalan budaya menjadi menarik karena hal-hal itu orang dapat
mendeduksikan pentingnya aspek kultural dalam aktivitas kolektif yang praktis.
Segala aktivitas manusia dalam lingkungan menunjukkan proses yang berbeda
dengan yang lainnya. Hubungan dengan lingkungan sosial menjadi lebih intensif
apabila orang tersebut menguraikan isi hatinya dengan lebih jelas dan dapat lebih
mudah menerima maksud dan pendirian individu-individu lain (Koentjaraningrat,
2002:230). Lingkungan masyarakat menjadikan manusia lebih memahami sebuah
proses sosialisasi yang berbeda. Hal ini merupakan perasaan dan nilai budaya
yang memberi motivasi akan tindakan internalisasi dalam kepribadiannya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya adalah hasil buah budi manusia
untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hasil buah budi (budaya) manusia itu dapat
kita bagi menjadi 2 macam :
a) Budaya material (lahir), yaitu budaya yang berwujud kebendaan,
misalnya : rumah, gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin, pakaian dan
sebagainya.
b) Budaya immaterial (spiritual= batin), yaitu : budaya, adat istiadat,
bahasa, ilmu pengetahuan dan sebagainya
Koentjaraningrat (2002:203) mengemukakan bahwa ada tujuh unsur
budaya yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yaitu :
1) Bahasa

14

2) Sistem pengetahuan
3) Organisasi sosial
4) Sistem peralatan hidup dan teknologi
5) Sistem mata pencaharian hidup
6) Sistem religi
7) Kesenian
Tiap-tiap budaya universal menjelma dalam wujud budaya yaitu berupa
sistem budaya, berupa sistem sosial dan berupa unsur-unsur budaya fisik.
Dengan demikian sistem ekonomi mempunyai wujudnya sebagai konsep
rencana-rencan, kebijaksanaan, adat-istiadat yang berhubungan dengan ekonomi,
tetapi wujudnya berupa tindakan-tindakan dan interaksi berpola antara produsen,
pengecer dengan konsumen. Demikian juga sistem religi wujudnya sebagai
sistem keyakinan dan gagasan-gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh
halus, neraka dan surga tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa upacaraupacara,

baik

bersifat

musiman

maupun

yang

bersifat

kadangkala

(Koentjaraningrat, 2002:204). Budaya universal pada setiap sistem religi
mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan religius.
Sistem kesenian berwujud tindakan-tindakan interaksi berpola antara
seniman pencipta, adat istiadat aktivitas sosial dan sebagainya bersifat universal
seperti misalnya sistem kekerabatan. Unsur itu pasti ada dalam tiap masyarakat
dan budaya di dunia. Namun untuk keperluan logika dalam metode perincian,
sistem kekerabatan dapat dimasukkan dalam golongan adat atau komplek
budaya. Hal ini disebabkan karena sistem kekerabatan merupakan unsur khusus
dalam

rangka

organisasi

sosial

(Koentjaraningrat,

2002:208).

Sistem

15

kekerabatan merupakan sistematik pemerincian dalam unsur budaya di dalam
masyarkat.
Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa budaya itu mempunyau
tiga wujud ialah :
1) Wujud budaya sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.
Wujud pertama adalah ideal dari budaya. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba
atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala atau dengan kata lain dalam
alam pikiran dari warga masyarakat dimana budaya itu hidup. Warga
masyarakat menyatakan gagasan dalam tulisan dan budaya ideal berada
dalam karangan dan buku-buku hasill karya para penulis warga
masyarakat yang bersangkutan.
Budaya ideal disebut juga adat tata kelakuan atau secara singkat adat
dalam arti khusus atau adat istiadat dalam, bentuk jamaknya. Maksudnya
tata kelakuan menunjukkan bahwa budaya ideal berfungsi sebagai tata
kelaksanaan yang mengatur, mengendali dan memberi arah kepada
kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsi itu
secara khusus adat terdiri dari beberapa lapisan yaitu dari yang paling
abstrak dan luas sampai yang paling konkret dan sistem hukum yang
bersandar kepada norma-norma adalah lebih konkret.
Sedangkan peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas
peraturan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat manusia (seperti
misalnya aturan sopan santun) merupakan lapisan adat istiadat yang paling
konkret tetapi terbatas ruang lingkupnya.

16

2) Wujud budaya sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarkat.
Wujud budaya dari budaya yang disebut sistem sosial atau sosial system,
mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial terdiri
dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan,
serta bergaul satu dengan yang lain, dari detik ke detik, hari ke hari dan
tahun ke tahun selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
kelakuan.
Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem
sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kehidupan manusia seharihari, sehingga sistem sosial bisa diobservasi dan didokumentasi.
3) Wujud budaya sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud ketiga dari budaya disebut budaya fisik dan memerlukan
keterangan hanya karena merupakan seluruh total hasil fisik dari aktivitas
perbuatan dan akrya semua manusia dalam masyarakat yang sifatnya
paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat dan difoto.
Budaya fisik yang dimiliki atau dihasilkan oleh sesuatu bangsa harus
digolongkan terlebih dahulu dan tingkatan masing-masing. Sebagai
pangkal penggolongan dapat dipakai unsur-unsur universal. Yang
kemudian tiap unsur besar dipecah ke dalam sub unsur-unsurnya. Tiap sub
unsur ke dalam sub-sub unsurnya, tiap sub-sub unsur kedalam sub-sub
unsurnya. Misal aspek fisik dari suatu religi sebagai unsur budaya yang
universal adalah gedung (bangunan) tempat pemuja. Unsur besar itu dapat

17

dipecah lagi ke dalam beberapa sub unsur, yaitu perabot upacara. Sub
unsur tersebut dapat dibagi-bagi ke dalam beberapa sub-sub unsur
misalnya juga pendeta pemuja upacara.
Ketiga wujud dari budaya di atas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat
tidak dapat terpisah satu dengan yang lain. Budaya ideal dan adat istiadat
mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran
dan ide-ide maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda
budaya fisiknya. Sebaliknya, ekbudayaan fisik membentuk suatu lingkungan
hidup tertentu makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan
alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga
mempengaruhi cara berpikirnya (Anymous, 2015).
2.3 Karakter
2.3.1 Pengertian Karakter
Penggunaan istilah ‘karakter’ sendiri dalam berbagai literatur bahasa
Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokohtokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan,
emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut (Nurgiyantoro,
2005:165). Dengan demikian karakter dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat
pula berarti perwatakan.
Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:165), mengungkapkan bahwa tokoh
cerita (karakter) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
diakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut juga dapat diketahui bahwa

18

antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dengan
penerimaan pembaca. Dalam hal ini, khususnya dari pandangan teori resepsi,
pembecalah sebenarnya yang memberikan arti semuanya. Untuk kasus
kepribadian seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata
(verbal) dan tingkah laku lain (non-verbal). Pembedaan antara tokoh lebiih
ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik.
Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang
merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu, tak
jarang langsung mengisyaratkan pada kita perwatakan yang dimilikinya.
2.3.2 Tokoh
Tokoh dan penokohan merupakan unsur penting dalam karya naratif. Plot
boleh saja dipandang sebagai tulang punggung cerita, namun kita pun dapat
mempersoalkan: “Siapa yang diceritakan itu?”, “Siapa yang melakukan
sesuatu dan dikenai sesuatu, “sesuatu” yang dalam plot disebut peristiwa.
“siapa pembuat konflik”, dan lain-lain adalah urusan tokoh dan penokohan.
(Nurgiyantoro.2005:164)
Menurut Nurgiyantoro (2005:165), istilah tokoh merujuk pada orangnya
dan pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan
sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca. Lebih menunjuk pada
kualitas pribadi seorang tokoh.
Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:165), mengungkapkan bahwa tokoh
cerita (karakter) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan

19

kecenderungan tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
diakukan dalam tindakan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tokoh cerita ialah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang
oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi
dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan.
2.3.3 Tokoh sentral
Adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh
sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang
membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
b. Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang
membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau
menyampaikan nilai-nilai negatif (Nurgiyantoro, 2005:165).
2.3.4 Tokoh bawahan
Adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh
bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu
a. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi
kepercataan tokoh sentral (protagonist atau antagonis).
b. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali
memegang peran dalam peristiwa cerita.

20

c. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau
berfungsi sebagai latar cerita saja (Nurgiyantoro, 2005:165).
2.4 Plot
Stanton dalam Nurgiyantoro (2010:113) mengemukakan bahwa plot
adalah cerita yang brisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya
dihubungkan

secara

sebab-akibat,

peristiwa

satu

disebabkan

atau

menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny dalam Nurgiyantoro
(2010:113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peritiwa yang ditampilkan
dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun
peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.
Penampilan peristiwa-peristiwa yang hanya berdasarkan diri pada urutan
waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwaperistiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil
pengolahan dan penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan
menarik, khusunya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan
secara keseluruhan (Nurgiyantoro: 2010:113).
Peristiwa-peristiwa cerita(danatau plot) dimanifestasikan lewat perbuatan,
tingkah laku, dan sikap tokoh- tokoh (utama) cerita. Bahkan , pada umumnya
peristiwa yang ditampilkan dalam cerita tak lain dari perbuatan dan tingkah
laku para tokoh, baik yang berifat verbal maupun nonverbal, baik yang
bersifat fisik maupun batin (Nurgiyantoro, 2010:114).
2.5 Novel
Secara harafia novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian
diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams, 1981:119 dalam

21

Nurgiyantoro, 2010:9). Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia.
Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya
komunitasnya yang luas pada masyarakat. Novel ( Inggris : novel ) dan cerita
pendek (disingkat : cerpen ; inggris : short story ) merupakan dua bentuk karya
sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannnya yang
kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian
fiksi seperti dikemukakan di atas, juga berlaku untuk novel. Sebutan novel dalam
bahasa Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa
Italia novella (yang dalam bahasa Jerman : novelle ). Dewasa ini istilah novella
dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet
(Inggris: novelete), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya
cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro,
2010:9).
Nurgiyantoro (2010:9) Novel dan cerpen sebagai karya fiksi mempunyai
persamaan, keduanya dibangun oleh unsur-unsur pembangunan (baca: unsurunsur intrinsik dan ekstrinsik). Dari segi panjang cerita, novel (jauh) lebih panjang
dari cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu seccara bebas,
menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak
melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks.
Membaca sebuah novel, untuk sebagian (besar) orang hanya ingin menikmati
cerita yang disuguhkan. Mereka hanya akan mendapatkan kesan secara umum dan
samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca novel yang
(kelewat) panjang yang baru dapat diselesaikan setelah berkali-kali baca, dan
setiap kali baca hanya selesai beberapa episode, akan memaksa kita untuk

22

senantiasa mengingat kembali cerita yang akan telah dibaca sebelumnya.
Pemahaman secara keseluruhan cerita novel, dengan demikian, seperti terputusputus, dengan cara mengumpulkan sedikit demi sedikit per episode. Apalagi,
sering, hubungan antarepisodetidak segera dapat dikenali, walau secara teoretis
tiap episode haruslah tetap mencerminkan tema dan logika cerita, sehingga boleh
dikatakan bahwa hal itu bersifat mengikat adanya sifat saling keterkaitan
antarepisode (Nurgiyantoro, 2010:9).
2.5.1

Ciri-Ciri Novel

Ciri-ciri movel menurut Nurgiyantoro (2010:9) adalah sebagai berikut,
a.

Jumlah kata lebih dari 35.000 buah.

b.

Jumlah waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca novel yang
paling pendek diperlukan waktu minimal 2 jam atau 120 menit.

c.

Jumlah halaman novel minimal 100 halaman.

d.

Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku.

e.

Novel menyajikan lebih dari satu impresi, efek dan emosi.

f.

Skala novel luas.

g.

Seleksi pada novel lebih luas.

h.

Kelajuan pada novel kurang cepat.

i.

Unsur-unsur kepadatan dan intensitas dalam novel kurang diutamakan.

2.5.2

Jenis-Jenis Novel

23

Jenis novel menurut Nurgiyantoro (2005:165) adalah,
a.
1)

Berdasarkan nyata atau tidaknya suatu cerita,novel terbagi dua jenis
Novel fiksi sesuai namanya,novel berkisah tentang hal yang fiktif dan tidak
pernah terjadi, tokoh, alur maupun latar belakangnya hanya rekaan penulis
saja. contoh: Twillight, Harry Potter

2) Novel non fiksi novel ini kebalikan dari novel fiksi yaitu novel yang bercerita
tentang hal nyata yang sudah pernah terjadi, lumrahnya jenis novel ini
berdasarkan pengalaman seseorang,kisah nyata atau berdasarkan sejarah.
contoh: Laskar Pelangi
b. Jenis novel berdasarkan genre cerita, jenis novel di bagi menjadi beberapa
macam
1) Novel romantic cerita novel yang satu ini berkisah seputar percintaan dan
kasih sayang dari awal hingga akhir. contoh: Ayat Ayat Cinta, Gita Cinta dari
SMU
2) Novel horror jenis novel yang satu ini memiliki cerita yang menegangkan,
seram dan pastinya membuat pembaca berdebar debar, umumnya bercerita
tentang hal hal yang mistis atau seputar dunia gaib. contoh: Bangku Kosong,
Hantu Rumah Pondok Indah
3) Novel misteri cerita dan jenis novel ini lebih rumit karena akan menimbulkan
rasa penasaran hingga akhir cerita. contoh: Novel novel karangan Karen Rose
dan Agatha Christie

24

4) Novel komedi sesuai namanya, jenis novel ini mengandung unsur kelucuan
atau membuat orang tertawa dan benar benar tertidur. contoh: Masuk Masukin
Saja, Kambing Jantan, 30 Hari Mencari Cinta
5) Novel Inspiratif jenis novel yang ceritanya mampu menginspiri banyak orang,
umumnya novel ini sarat akan pesan moral atau hikmah tertentu yang bisa di
ambil oleh pembaca sehingga pembaca merasa mendapat suatu dorongan dan
motivasi untuk melakukan hal yang lebih baik. contoh: Negeri 5 Menara,
Laskar Pelangi
c. Jenis novel berdasarkan isi, tokoh dan pangsa pasar
1) Teenlit berasal dari kata teen yang berarti remaja dan lit dari kata literature
yang berarti tulisan /karya tulis. Jenis novel ini bercerita seputar permasalahan
para remaja umumnya, tentang cinta atau persahabatan. Tokoh dan pangsa
pasarnya novel ini adalah anak usia remaja, usia yang di anggap labil dan
memiliki banyak permasalahan. contoh: Me vs Heighells, Dealova
2) Chicklit chick adalah bahasa slang dari Amerika yang berarti wanita muda, jadi
jenis novel yang satu ini bercerita tentang seputar kehidupan atau permasalahan
yang di hadapi oleh seorang wanita muda pada umumnya. Jenis buku novel ini
sebenarnya bisa di nikmati oleh siapa saja, namun umumnya cerita dari novel
ini lebih kompleks, rumit bahkan kadang mengandung unsur dewasa yang
tidak terlalu mudah di tangkap oleh pembaca usia remaja singkat. Contoh: Miss
Jutek, Testpack.

25

3) Songlit. Novel ini di tulis berdasarkan sebuah lagu contohnya ruang rindu, di
mana judul novel adalah judul sebuah lagu ciptaan Letto group band indonesia
yang terkenal lewat lagu ini yang menjadi soundtrack sinetron Intan yang
melambungkan nama Naysila Mirdad dan Dude Harlino, buku ini bisa di
nikmati oleh siapapun baik remaja maupun orang dewasa.
4) Novel dewasa novel jenis ini tentu saja hanya di peruntukkan bagi orang
dewasa karena umumnya ceritanya bisa seputar percintaan yang mengandung
unsur sensualitas orang dewasa. contoh: Saman dan Larung (Siagian, 2014).
2.6 Antropologi Sastra
Antropologi sastra terdiri dari dua kata, yaitu antropologi dan sastra.
Secara singkat antropologi (anthropos + logos) berarti ilmu tentang manusia,
sedangkan sastra (sas + tra) berarti alat untuk mengajar. Secara etimologis
kelompok kata tersebut belum menunjukkan arti seperti dimaksudkan dalam
pengertian yang sesungguhnya. Tetapi secara luas yang dimaksud dengan
antropologi sastra adalah ilmu pengetahuan dalam hubungan ini karya sastra
yang dianalisis dalam kaitannya dengan masalah antropologi. Dengan kalimat
lain, antropologi sastra adalah analisis terhadap karya sastra didalamnya
terkandung unsur-unsur antropologi (Ratna, 2011:6).
Menurut Ratna (2011:9) antropogi sastra memiliki definisi diantaranya:
a) Antropologi sastra adalah aspek-aspek antropologis (dari) sastra sebagaimana
psikologi sastra dan sosiologi sastra adalah sosiologis dan psikologis sastra.
b) Analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan unsur-unsur
antropologisnya.

26

c) Analisis terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan unsur-unsur
antropogisnya
d) Analisis terhadap karya sastra melalui sudut pandang antropologi, dan
e) Analisis terhadap karya satra dengan menggunakan pendekatan antropologi.
Kelima definisi memiliki pengertian yang hampir sama. Masalah yang
terpenting adalah prioritas kedudukan terhadap karya sastra, bukan
antropologi. Meskipun demikian, dikaitkan dengan dominasi sastra itu
sendiri, maka yang dianggap lebih sesuai adalah tiga definisi pertama.
Ratna (2011:39) menyatakan analisis antropologis adalah usaha untuk
mencoba memberikan identitas terhadap karya sastra tersebut, dengan
menganggapnya sebagai mengandung aspek tertentu, dalam hubungan ini ciri-ciri
kebudayaannya. Cara yang dimaksudkan dengan sendirinya berpegang pada
definisi

antropologi

sastra

tersebut.

Ciri-cirinya,

diantaranta:

memiliki

kecenderungan ke masa lampau, citra primordial, citra arketipe. Ciri-ciri yanglain,
misalnya,

mengandung

aspek-aspek

kearifan

lokal

dengan

fungsi

dan

kedudukannya masing-masing, berbicara mengenai suku-suku bangsa dengan
subkategorinya, seperti: trah, klen, dan kasta.
Antropologi sastra dengan demikian memiliki tugas yang sangat penting
untuk mengungkapkan aspek-aspek kebudayaan, khususnya kebudayaan tertentu
masyarakattertentu. Karya sastra, dalam bentuk apapun, termasuk karya-karya
yang dikategorikan sebagai bersifat realis tidak pernah secara eksplisit
mengemukakan muatan-muatan yang akan ditampilkan, ciri-ciri antropologisyang
terkandung di dalamnya (Ratna, 2011: 41).

27

Secara sederhana, antropologi sastra dapat ditampilkan dalam tabel
sebagai berikut.
Tabel 2.1 Analisis Antropologi sastra
NO
Interdisiplin
Antroplogi Sastra
1
Ciri-ciri
Berkaitan dengan kebudayaan
Intensitas pada masa lampau
Intensitas pada isi/ muatan
Merupakan ilmu yang relatuf
baru
2.
Metode Analisis
Hermeneutik
Kualitatif
Deskriptif analitik
3
Teknik Analisis
Menguraikan
Membandingkan
Mengklasifikasi
membagankan
mentabelkan
4
Instrumen analisis Peneliti sendiri
Kartu data
Kertas, pensil, dsb
Sumber: Ratna (2011: 49)

2.7 Sinopsis Novel Gugur Bunga Kedaton karya Wahyu H.R
Kisah Gugur Bunga Kedaton diawali dengan penggambaran sebuah wilayah
di pesisir utara Jawa, yakni Gelagah Wangi, cikal bakal kerajaan Demak Bintoro.
Adalah Raden Jimbun—putra Raja Kerthabumi di Majapahit—yang didorong
oleh Sunan Ampel untuk mendirikan basis kerajaan Islam dari Gelagah Wangi.
Sejak saat itu, Gelagah Wangi berkembang menjadi basis masyarakat Islam yang
semakin ramai dan Raden Jimbun diangkat menjadi Bupati di Gelagah Wangi oleh
Raja Kerthabumi.
Dengan dikawal para wali dengan misi dakwah Islam, Raden Jimbun
bergerak melebarkan sayap. Bahkan, berupaya melepaskan diri dari Kerajaan
Majapahit dan pengaruh kepercayaan lama Hindu Majapahit waktu itu. Tidak bisa
28

disangkal, tanpa kekuasaan politik-militer-ekonimi-budaya, mustahil sebuah misi
bisa berkembang. Hasil musyawarah para wali, para penyokong Raden Jimbun,
memutuskan Gelagah Wangi harus bergerak. Tapi, bagaimana mungkin Raden
Jimbun menyerang Kerajaan Majapahit yang dipimpin ayahandanya sendiri, Raja
Kerthabumi?
Serangan prajurit Majapahit yang dipimpin oleh Patih Gajah Permada ke
Giri Kedaton sebelumnya, hingga mengancam nyawa Sunan Giri dan Sunan
Bonang, dijadikan alasan Glagah Wangi menyerang Majapahit. Setelah Perang
Paregreg (1401-1406 M) Majapahit memang kian lemah dan terpecah belah, tak
seperti pada zaman tokoh besar Hayam Wuruk dan Gajah Mada yang berjaya.
Dengan kekuatan penuh, pasukan Glagah Wangi akhirnya mampu
mengalahkan pasukan Majapahit. Majapahit telah ditakdirkan runtuh atau
memasuki sandyakalaing mangsa (masa kesuraman). Kerajaan besar yang pernah
berjaya itu akhirnya takluk oleh kerajaan bernama Demak, kerajaan kecil di
pesisir utara Jawa. Sejak saat itu, Demak menjadi kekuatan baru di Nusantara.
Namun, kisah terus bergerak. Perang besar antara Demak dan Majapahit ternyata
masih menyisakan beberapa pihak dari Majapahit dan keturunannya yang
kemudian menghimpun kekuatan di timur Pulau Jawa. Majapahit berambisi
merebut kejayaan masa silam kembali. Perang besar pun tak terelakkan dan
kembali terjadi.
2.8 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan rujukan, penliti mneggunakan judul penelitian’ “Analisis Nilai
Budaya dalam Novel Rantau Satu Muara Karya Ahmad Fuadi,” oleh Oky Desiana
pada tahun 2014.Rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu Nilai budaya

Minang apa sajakah yang terkandung dalam novel Rantau Satu Muara karya

29

Ahmad Fuadi. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan nilai budaya Minang
yang terkandung dalam novel
Fuadi.Penelitian

ini

Rantau

Satu

menggunakan metode

Muara

deskriptif

karya
kualitatif.

Ahmad
Teknik

pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, baca, dan teknik catat. Adapun
langkah-langkah

dalam mengumpulkan data: a) membaca Novel Rantau Satu

Muara secara cermat dan berulang-ulang; b) mencatat apa saja data-data yang
mengandung nilai budaya yang terdapat dalam novel Rantau Satu Muara; dan c)
memilah-milah data ke dalam unit kecil sesuai dengan

nilai

budaya

yang

terkandung di dalam novel tersebut agar mudah dianalisis. Persamaan peneliyian
Desy dengan peneliti adalah pada kajian analisis dan metode penelitian. Sedangkan
perbedaannya adalah pada novel yang dikaji dan pendekatan penelitian.
Penelitian kedua yang dijadikan rujukan adalah penelitian dengan judul, Nilainilai Budaya dalam Novel Para Priyayi Karya Umar Kayam dan Implementasinya di
sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai budaya,1) nilai budaya
yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, 2) nilai-nilai yang
menggambarkan hubungan manusia dengan manusia dan, 3) nilai-nilai yang
menggambarkan hubungan manusia dengan dirinya sendiri.metode yang digunakan
sama dengan peneliti yaitu metode deskriptif. Perbedaan pada kajian budaya dan
pendekatan penelitian yang digunakan.

30

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Pendekatan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa karakter
utama dan plot yang terdapat dalam Novel Gugur Bunga Kedaton
karya Wahyu H.R. Novel Gugur Bunga Kedaton karya Wahyu H.R. mengambil
setting kerajaan Demak dimasa lalu sehingga untuk menganalisa karakter utama
dan plot di dalam novel Gugur Bunga Kedaton, perlu dilakukan pendekatan
antropologi sastra. Antropologi sastra adalah ilmu pengetahuan dalam hubungan
ini karya sastra yang dianalisis dalam kaitannya dengan masalah antropologi.
Dengan kalimat lain, antropologi sastra adalah analisis terhadap karya sastra
didalamnya terkandung unsur-unsur antropologi (Ratna, 2011:6).

31

Metode

penelitian

yang

digunakan

adalah

deskriptif

kualitatif dengan menggunakan pendekatan antropologi sastra.
Ratna (2004:47) menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya metode deskriptif
tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, melainkan meliputi
fakta sosial yang ditafsirkan oleh subjek.
Berdasarkan uraian di atas, metode penelitian yang sesuai untuk mengkaji
novel Gugur Bunga Kedaton karya Wahyu H.R. adalah metode kualitatif
yang bersifat deskriptif dengan pendekatan antropologi sastra untuk menganalisa
karakter utama dan plot yang terdapat di dalam novel tersebut. Metode ini dipilih
dan digunakan dalam penelitian yang menghasilkan data deskriptif tentang nilai
budaya

berupa kata-kata tertulis seperti yang terdapat dalam novel Gugur

Bunga Kedaton.
3.2 Sumber Data
Sumber data merupakan suatu hal pokok dalam penelitian. Pada penelitian
ini sumber data yang digunakan adalah adalah subjek penelitian, tempat data
menempel, sumber data dapat berupa, benda, gerak, manusia, tempat dan
sebagainya. Oleh karena itu peneliti menjadikan kata, kalimat, suasana, dan
lingkungan yang terdapat dalam data objektif novel Gugur Bunga Kedaton karya
Wahyu H.R. sebagai sumber dan data penelitian.
3.3 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
metode penelitian yang meliputi:
1.

Studi Pustaka

32

Metode yang digunakan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengkaji
sumber-sumber pustaka rujukan yang mencakup buku-buku, karya tulis lainnya,
artikel, dan lain-lain dari berbagai media.
2.

Metode Catat
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik catat pada kartu data.

Data-data yang diperoleh dari pembacaan heuristik dan hermeneutik tentang
situasi-situasi dan kejadian-kejadian yang menyangkut masalah karakter
kemudian dicatat pada kartu data.
3.

Pengkodean
Data yang diperoleh kemudian dicatat dalam tabel instrumen dan diberi

kode sesuai jenis data. Contoh: GBK/H38/NB. Dibaca: Gugur Bunga Kedaton,
Halaman 38 dengan karakter tokoh utama dan plot. Contoh ini dapat digambarkan
pada tabel berikut:
Tabel 3.1: Rekapitulasi data karakter tokoh utama dan plot
No
Kutipan
Kode
1
“Ya, aku mengerti Guru! Tak Mungkin GBK/H38/NB
Allah mengutus seorang Rasul yang bukan
dari kaumnya, misalnya orang Arab diberi
seorang Rasul dari China. Atau Kitab
sucinya berbahasa India misalnya. Allah
pasti memberi orang Arab seorang utusanNya dari kalangan orang Arab sendiri dan
Al-Quran pasti memakai bahasa setempat.
Karena mudah dimengerti oleh bangsa
yang bersangkutan.”
4.

Metode Deskriptif
Metode yang digunakan untuk mendeskripsikan data yang telah diperoleh,

data-data yang berguna dicatat dalam kartu data. Dalam penelitian ini metode

33

deskripsi digunakan untuk mendeskripsikan data-data dalam novel Gugur Bunga
Kedaton karya Wahyu H.R yang sesuai dengan penelitian.

3.4 Analisis Data
Pada umumnya penelitian Antropologi sastra menurut Bernanrd lebih
bersumber pada tiga hal yaitu, manusia/orang, artikel tentang sastra dan
bibliografi. Dari sumber data ini sering menjadi pijakan seorang peneliti sastra
untuk mengungkap makna di balik karya sastra. Ketiga sumber data tersebut
dipandang sebagai documentation resources (Endraswara, 2013:109).
Oleh karena itu teknik menganalisis data dalam novel Gugur Bunga
Kedaton karya Wahyu H. R. adalah sebagai berikut:
1. Menentukan teks yang dipakai sebagai objek penelitian, yaitu novel
Gugur Bunga Kedaton karya Wahyu H.R
2. Yang diteliti adalah persoalan pemikiran, gagasan, falsafah dan premispremis masyarakat yang terpantul dalam karya sastra. Berbagai mitos,
legenda, dongeng, serta hal-hal gaib juga sangat diperhatikan oleh peneliti.
3. Kajian diarahkan pada unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat
yang mengitari karya sastra tersebut.
4. Menganalisis struktur novel yang mengungkapkan tema dan masalah,
latar, alur, penokohan, serta hubungan antar unsur. Mengungkapkan
karakter tokoh utama dan plot yang dipaparkan di dalam novel Gugur
Bunga Kedaton karya Wahyu H.R

34

5. Kemudian ditarik kesimpulan yang menunjukan seperti apa karakter tokoh
utama dan plot dilukiskan di dalam novel Gugur Bunga Kedaton karya
Wahyu H.R

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas hasil analisis dan pembahasan. Data yang dianalisis
didapatkan dari novel Gugur Bunga Kedaton. Berikut adalah deskripsi data yang
didapatkan

selama

penelitian.

Tujuan

penelitian

ini

adalah

untuk

1)

Mendeskripsikan karakter utama dalam novel Gugur Bunga Kedaton karya
Wahyu H.R menggunakan kajian antropologi sastra. 2) Mendeskripsikan plot
dan peristiwa dalam novel Gugur Bunga Kedaton karya Wahyu H.R
menggunakan kajian antropologi sastra.
1) Karakter Utama dalam novel gugur bunga kedaton

35

Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:165), mengungkapkan bahwa tokoh cerita
(karakter) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau
drama

yang

ditafsirkan

oleh

pembaca

memiliki

kualitas

moral

dan

kecenderungan tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang diakukan
dalam tindakan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa tokoh cerita ialah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan
fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh