Strategi Pengembangan Karakter Anak Usia
Strategi Pengembangan Karakter Anak Usia Taman KanakKanak
Faridatul Farihah1
Abstract
Character education is a system planting the values of the characters in the learnes which
includes components: awareness, understanding, caring, and high commitment to carry
out those value, both of God Almighty, myself, fellow, environment, and the community
and the overall so to be perfect man in accordance with the nature. Problem formulation
that can be taken that is, what sense strategy? What sense character, understanding early
childhood? Strategy character development early childhood. Strategy character
development implemented through two approacges that is, the process of intervention and
habituation.
Keywords : strategy, character education, early childhood
Abstrak
Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta
didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang
tingi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga
menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. Rumusan masalah yang dapat di
ambil yaitu, apa pengertian strategi ?, apa pengertian karakter ?, pengertian anak usia
dini ?, strategi pengembangan karakter anak usia dini. Strategi pengembangan karakter
dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu, proses intervensi dan pembiasaan.
Kata Kunci : strategi, pendidikan karakter, anak usia dini
Pendahuluan
Pendidikan karakter akan sangat tepat jika diimplementasikan sejak dini, yaitu
sejak anak belajar di lembaga PAUD seperti Kelompok Bermain (KB), Taman KanakKanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA). Namun sungguh disayangkan, implementasi
pendidikan karakter di lembaga PAUD seperti di KB, TK maupun RA masih belum
optimal. Hal itu dikarenakan implementasi pendidikan karakter di lembaga PAUD tengah
1
Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini STAIN PAMEKASAN,
Jl. Raya Panglegur KM 04 Pamekasan, Jawa Timur, Indonesia.
mengalami problem metodologis, problem aksiologis, dan problem epistemologis. Selain
itu, masih ada TK/RA yang di manage belum optimal. Pendidikan karakter anak usia dini
sangat dipengaruhi oleh kegiatan manajemen yang dipraktikkan oleh mereka. 2
Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada
peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan
komitmen yang tingi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan
yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara
keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. 3
Pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistis yang
menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik
sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi berkualitas yang mampu hidup mandiri dan
memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Lebih jauh, Sri
Judiani mengemukakan bahwa pendidikan karakter ialah pendidikan
yang
mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga mereka memiliki nilai
dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis,
produktif, dan kreatif.4
Dari latar belakang di atas dapat di ambil beberapa rumusan masalah, pertama
apa pengertian strategi ?, kedua apa pengertian karakter ?, ketiga pengertian anak usia
dini ?, keempat strategi pengembangan karakter anak usia dini ?.
Tujuan penelitian ini adalah yang pertama untuk mengetahui apa pengertian
strategi, kedua untuk mengetahui pengertian karakter, yang ketiga untuk mengetahui
pengertian anak usia dini, dan yang keempat untuk mengetahui strategi pengembangan
karakter anak usia dini.
Pembahasan
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani “strategos” yang berasal dari “stratos”
yang berarti militer dan ‘ag’ yang berarti memimpin. Strategi dalam konteks awalnya
diartikan sebagai generalship atau sesuatu yang dikerjakan oleh para Jendral dalam
membuat rencana untuk menaklukkan dan memenangkan perang. 5 Hal senada juga
disampaikan oleh seorang ahli bernama Clauswitz yang menyatakan bahwa strategi
merupakan seni pertempuran untuk memenangkan perang. Strategi secara umum
didefinisikan sebagai cara mencapai tujuan. Strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas penting
yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 6 Definisi lain pengertian strategi menurut David
Hunger dan Thomas Wheleen adalah rumusan perencanaan komprehensif tentang
bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan
keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing. 7
Secara etimologi istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu Karasso yang
berarti cetak biru, format dasar, dan sidik seperti dalam sidik jari. Dalam hal ini karakter
2
Najib, Manajemen Strategik Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini (Yogyakarta: Gava
Media,2016), hlm.5.
3
Muhammad Fadlillah, dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2003), hlm.23.
4
Ibid.
5
Husni Mubarok, Manajemen Strategi. (Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12 No.2, 2017),
hlm. 10
6
Arif Yusuf Hamali, Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. (Tadris: Jurnal Pendidikan,
Vol.12 No.2, 2017), hlm. 25
7
David Hunger dan Thomas Wheleen, Manajemen Strategis (Tadris: Jurnal Pendidikan Islam,
Vol. 12 No.2, 2017), hlm. 16.
diartikan sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi, seperti
ganasnya laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya. Pendapat lain
menyebutkan bahwa karakter berarti to mark (menandai) dan memfokuskan, bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Sementara
menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan,
dan kebiasaan. Pengertian ini sejalan denga uraian Pusat Bahasa Depdiknas yang
mengartikan karakter sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Dalam pandangan agama (islam), anak merupakan amanah (titipan) Allah Swt.
Yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orangtua.
Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai
penunjang kehidupannya di masa depan. Bila potensi-potensi ini tidak diperhatikan,
nantinya anak akan mengalami hambatan-hambatan dalam pertumbuhan maupun
perkembangannya.8
Dalam pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20/2003 ayat 1,
disebutkan bahwa yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang
usia 0-6 tahun. Menurut kajian rumpun ilmu PAUD dan penyelenggaraannya dibeberapa
negara PAUD dilaksanakan sejak 0-8 tahun. Bredekamp membagi anak usia dini menjadi
3 kelompok, yaitu kelompok bayi hingga 2 tahun, kelompok 3 hingga 5 tahu, dan
kelompok 6 hingga 8 tahun. Berdasarkan keunikan dan perkembangannya, anak usia dini
terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu masa bayi lahir sampai 12 bulan, masa batita (toddler)
usia 1-3 tahun, masa prasekolah usia 3-6 tahun, dan masa kelas awal 6-8 tahun. 9 Anak
usia dini merupakan pribadi yang memiliki karakter yang sangat unik. Keunikan karakter
tersebut membuat orang dewasa menjadi kagum dan terhibur melihat tingkah laku yang
lucu dan menggemaskan. Akan tetapi, tidak sedikit pula orang merasa kesal dengan
tingkah laku anak yang dianggapnya nakal dan susah diatur. Disebabkan karakterkarakter itulah yang akan menjadi pusat perhatian untuk dikembangkan dan diarahkan
menjadi karakter yang positif.10
Strategi pengembangan karakter dilaksanakan melelui dua pendekatan yaitu,
proses intervensi dan pembiasaan. Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan
melalui kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan
pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Sedangkan
melalui proses pembiasaan atau habituasi, diciptakan dan ditumbuhkan aneka situasi dan
kondisi yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, dirumah, dan
dilingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan.
1. Intervensi
Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan budaya luhur. Masyarakat Indonesia
adalah masyarakat beragama. Nilai-nilai keluhuran budaya, kejujuran, kebersamaan,
pengorbanan dan kerja keras sesuai tuntutan ilahi, turut mewarnai perilaku masyarakat
Indonesia sejak jaman dahulu. Sikap sopan santun, ramah, suka menolong sesama dan
hormat kepada yang lain merupakan sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama
dan kepercayaannya.
Pembelajaran yang bersifat pembiasaan dan aplikatif lebih dijadikan acuan
daripada Budaya sekolah lainnya yang juga ditumbuhkan adalah keteladanan diberikan
8
Ibid., hlm. 44.
Ibid., hlm. 47.
10
Ibid., hlm. 81-82.
9
apabila siswa bertemu dengan guru maupun dengan teman lainnya, terbiasa bersikap
ramah, senyum, mengucap salam dan menyapa dengan bahasa yang baik. Ajakan untuk
selalu sabar jika mendapat kesulitan dan selalu bersyukur jika mendapat kenikmatan turut
membangun karakter anak. Hal ini dilakukan melalui aneka permainan, nyanyian, cerita
teladan, dan juga pembiasaaan.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan. Membangun
karakter hanya bisa dilakukan apabila lingkungan belajar di sekolah. Sekolah adalah
tempat untuk bersenang-senang, dimana anak merasa nyaman, merasa senang di sekolah
sehingga proses belajar menjadi efektif. Jika sekolah adalah tempat yang menyenangkan,
otak anak akan sangat terangsang untuk bisa berkembang dengan baik. Sehingga, selain
anak cepat menyerap pelajarannya, karakter anak juga akan terbentuk dengan bagus. Oleh
karena itu, agar karakter anak terbentuk, iklim sekolah harus diciptakan sedemikian rupa
sehingga anak-anak semangat untuk belajar. Beberapa cara yang dapat dilakukan agar
sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak, serta menjadi lingkungan yang
kondusif untuk membangun karakter anak didik, diantaranya sebagai berikut:
Pola pembelajaran di sekolah menggunakan paradigma “student centre” dengan
mendasarkan pada prinsip-prinsip: Belajar sangat penting dan sangat menyenangkan.
Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik. Anak hendaknya menjadi
pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat,
dan bahan mereka dikelas. Anak perlu merasa nyaman dan memiliki kebanggaan di kelas.
Ruang kelas adalah milik anak dan mereka dilibatkan untuk mengatur. Contohnya, ruang
kelas dibuat semenarik mungkin dan merangsang secara visual, dengan cara diisi
berbagai hasil.
Konsep Pembelajaran Integratif (Integrated Learning). Kegiatan pembelajaran
pada anak juga senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak pada usia dini
sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek
perkembangannya. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek
perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan. Contohnya, jika anak melakukan
kegiatan makan siang bersama dan dilanjutkan dengan pembelajaran cuci piring.
Kegiatan yang dilakukan dengan pendampingan guru ini, sekaligus menanamkan nilainilai karakter kemandirian, religius, disiplin dan tanggung jawab. Serta membudayakan
cuci piring sebagai media pembelajaran siswa.
Bermain sambil Belajar. Melalui pembelajaran joyfull learning anak belajar
dalam suasana bermain. Inti pendekatan ini meyakini bahwa anak akan melakukan segala
sesuatu secara maksimal apabila anak suka dan paham benar apa manfaat bagi dirinya.
Berdasarkan hal tersebut, bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan
pembelajaran di prasekolah. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh para guru
hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan, dengan menggunakan strategi
dan metode, materi/bahan ajar, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak.
Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objekobjek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.
Ketika bermain, anak membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya.
Penanaman nilai-nilai budi pekerti, melalui pementasan panggung boneka, kegiatan
bermain peran dan aktivitas lain yang menyenangkan bagi anak.
Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Setiap kegiatan untuk
menstimulasi perkembangan potensi dan karakter anak, perlu memanfaatkan berbagai
media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang
sengaja disiapkan oleh guru. Anak tidak hanya berkegiatan di dalam kelas, tetapi juga
belajar di ruang terbuka, alam bebas maupun di arena bermain edukatif. Di dalam konteks
alam modern, anak tetap perlu dikenalkan dengan alam yang mengitarinya. Anak perlu
diajak memasuki alamnya, mengakrabkan kembali dengan habitat dan kehidupan
sosialnya.
2. Pembiasan
Penanaman nilai-nilai karakter memerlukan pembiasaan. Artinya sejak usia dini,
anak mulai dibiasakan mengenal perilaku atau tindakan yang baik dan mana yang buruk,
mana yang boleh dilakukan mana yang tidak sehingga diharapkan selanjutnya menjadi
sebuah kebiasaan (habitat). Perlahan-lahan sikap/nilai-nilai luhur yang ditanamkan
tersebut akan terinternalisasi kedalam dirinya dan membentuk kesadaran sikap dan
tindakan sampai usia dewasa.
Kegiatan rutin di sekolah. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan
anak terus menerus dan konsisten setiap saat. Karakter erat kaitannya dengan habitat atau
kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku. Berhubung karakter adalah
habit atau kebiasaan, maka membentuk karakter memerlukan latihan yang terus menerus.
Karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter anak menjadi lembek apabila
tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang
binaragawan yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya, “otot-otot” karakter
juga akan terbentuk dengan praktek-praktek latihan yang akhirnya akan menjadi
kebiasaan.
Contoh kegiatan ini adalah, pembiasaan mengucapkan salam apabila bertemu
guru, tenaga kependidikan, atau teman. Melalui kegiatan beribadah bersama atau shalat
bersama, berdo’a waktu mulai dan selesai kegiatan. Pembiasaan hidup bersih dan sehat
dilakukan dengan pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain),
budaya cuci tangan, budaya menggosok gigi, serta aksi bersih-bersih lingkungan yang
rutin dilakukan di sekolah. Kemandirian juga ditanamkan dengan pembiasaan menata
sepatu dan tas pada tempatnya, mengembalikan dan merapikan alat bermain setelah
digunakan, belajar makan dan mencuci makan sendiri, agar perlahan-lahan membentuk
kesadaran sikap dan menjadi habit sampai usia dewasa.
Keteladanan, keteladanan adalah perilaku dan sikap guru tenaga kependidikan
yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi anak untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga
kependidikan yang lain menghendaki agar anak berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai karakter bangsa maka guru dan tenag kependidikan lainnya adalah orang-orang
yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras,
bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga
kebersihan.
Anak-anak pada usia 4-6 tahun, sudah dapat menerima pandangan orang lai,
terutama orang dewasa. Anak bisa menghormati otoritas dan sangat mempercayai orang
tua/guru, sehingga penekanan pentingnya perilaku baik dan sopan akan sangat efektif.
Pengkondisian,untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, maka
sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus
mencerminkan kehidupan nilai-nilai dan karakter yang diinginkan. Misalnya
membiasakan toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu
dibersihkan, slogan yang berisi ajakan baik, sekolah terlihat rapi dan alat-alat permainan
ditempatkan dengan teratur.11
11
Ramli, Pendidikan Karakter (Bandung: Angkasa, 2003), hlm. 31-45
Kesimpulan
Strategi secara umum didefinisikan sebagai cara mencapai tujuan. Strategi terdiri dari
aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Karakter diartikan
sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi, seperti ganasnya
laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya.
Anak usia dini merupakan pribadi yang memiliki karakter yang sangat unik.
Keunikan karakter tersebut membuat orang dewasa menjadi kagum dan terhibur melihat
tingkah laku yang lucu dan menggemaskan.
Strategi pengembangan karakter dilaksanakan melelui dua pendekatan yaitu, proses
intervensi dan pembiasaan. Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan melalui
kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan
karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Sedangkan melalui proses
pembiasaan atau habituasi, diciptakan dan ditumbuhkan aneka situasi dan kondisi yang
berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, dirumah, dan dilingkungan
masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan.
Daftar Pustaka
Fadlillah, Muhammad, dan Lilif Mualifatu Khorida. Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2003.
Hunger, David dan Thomas Wheleen. Manajemen Strategis. Tadris: Jurnal Pendidikan
Islam, Vol. 12 No. 2, 2017
Mubarok, Husni. Manajemen Strategi. Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12 No. 2,
2017.
Mulyasa, Manajemen Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Najib, Manajemen Strategik Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Gava Media, 2016.
Ramli, Pendidikan Karakter. Bandung: Angkasa, 2003
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013.
Yusuf Hamali, Arif. Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Tadris: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 12 No. 2, 2017
Faridatul Farihah1
Abstract
Character education is a system planting the values of the characters in the learnes which
includes components: awareness, understanding, caring, and high commitment to carry
out those value, both of God Almighty, myself, fellow, environment, and the community
and the overall so to be perfect man in accordance with the nature. Problem formulation
that can be taken that is, what sense strategy? What sense character, understanding early
childhood? Strategy character development early childhood. Strategy character
development implemented through two approacges that is, the process of intervention and
habituation.
Keywords : strategy, character education, early childhood
Abstrak
Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta
didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang
tingi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga
menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. Rumusan masalah yang dapat di
ambil yaitu, apa pengertian strategi ?, apa pengertian karakter ?, pengertian anak usia
dini ?, strategi pengembangan karakter anak usia dini. Strategi pengembangan karakter
dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu, proses intervensi dan pembiasaan.
Kata Kunci : strategi, pendidikan karakter, anak usia dini
Pendahuluan
Pendidikan karakter akan sangat tepat jika diimplementasikan sejak dini, yaitu
sejak anak belajar di lembaga PAUD seperti Kelompok Bermain (KB), Taman KanakKanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA). Namun sungguh disayangkan, implementasi
pendidikan karakter di lembaga PAUD seperti di KB, TK maupun RA masih belum
optimal. Hal itu dikarenakan implementasi pendidikan karakter di lembaga PAUD tengah
1
Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini STAIN PAMEKASAN,
Jl. Raya Panglegur KM 04 Pamekasan, Jawa Timur, Indonesia.
mengalami problem metodologis, problem aksiologis, dan problem epistemologis. Selain
itu, masih ada TK/RA yang di manage belum optimal. Pendidikan karakter anak usia dini
sangat dipengaruhi oleh kegiatan manajemen yang dipraktikkan oleh mereka. 2
Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada
peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan
komitmen yang tingi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan
yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara
keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. 3
Pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistis yang
menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik
sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi berkualitas yang mampu hidup mandiri dan
memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Lebih jauh, Sri
Judiani mengemukakan bahwa pendidikan karakter ialah pendidikan
yang
mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga mereka memiliki nilai
dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis,
produktif, dan kreatif.4
Dari latar belakang di atas dapat di ambil beberapa rumusan masalah, pertama
apa pengertian strategi ?, kedua apa pengertian karakter ?, ketiga pengertian anak usia
dini ?, keempat strategi pengembangan karakter anak usia dini ?.
Tujuan penelitian ini adalah yang pertama untuk mengetahui apa pengertian
strategi, kedua untuk mengetahui pengertian karakter, yang ketiga untuk mengetahui
pengertian anak usia dini, dan yang keempat untuk mengetahui strategi pengembangan
karakter anak usia dini.
Pembahasan
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani “strategos” yang berasal dari “stratos”
yang berarti militer dan ‘ag’ yang berarti memimpin. Strategi dalam konteks awalnya
diartikan sebagai generalship atau sesuatu yang dikerjakan oleh para Jendral dalam
membuat rencana untuk menaklukkan dan memenangkan perang. 5 Hal senada juga
disampaikan oleh seorang ahli bernama Clauswitz yang menyatakan bahwa strategi
merupakan seni pertempuran untuk memenangkan perang. Strategi secara umum
didefinisikan sebagai cara mencapai tujuan. Strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas penting
yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 6 Definisi lain pengertian strategi menurut David
Hunger dan Thomas Wheleen adalah rumusan perencanaan komprehensif tentang
bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan
keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing. 7
Secara etimologi istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu Karasso yang
berarti cetak biru, format dasar, dan sidik seperti dalam sidik jari. Dalam hal ini karakter
2
Najib, Manajemen Strategik Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini (Yogyakarta: Gava
Media,2016), hlm.5.
3
Muhammad Fadlillah, dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2003), hlm.23.
4
Ibid.
5
Husni Mubarok, Manajemen Strategi. (Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12 No.2, 2017),
hlm. 10
6
Arif Yusuf Hamali, Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. (Tadris: Jurnal Pendidikan,
Vol.12 No.2, 2017), hlm. 25
7
David Hunger dan Thomas Wheleen, Manajemen Strategis (Tadris: Jurnal Pendidikan Islam,
Vol. 12 No.2, 2017), hlm. 16.
diartikan sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi, seperti
ganasnya laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya. Pendapat lain
menyebutkan bahwa karakter berarti to mark (menandai) dan memfokuskan, bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Sementara
menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan,
dan kebiasaan. Pengertian ini sejalan denga uraian Pusat Bahasa Depdiknas yang
mengartikan karakter sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Dalam pandangan agama (islam), anak merupakan amanah (titipan) Allah Swt.
Yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orangtua.
Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai
penunjang kehidupannya di masa depan. Bila potensi-potensi ini tidak diperhatikan,
nantinya anak akan mengalami hambatan-hambatan dalam pertumbuhan maupun
perkembangannya.8
Dalam pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20/2003 ayat 1,
disebutkan bahwa yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang
usia 0-6 tahun. Menurut kajian rumpun ilmu PAUD dan penyelenggaraannya dibeberapa
negara PAUD dilaksanakan sejak 0-8 tahun. Bredekamp membagi anak usia dini menjadi
3 kelompok, yaitu kelompok bayi hingga 2 tahun, kelompok 3 hingga 5 tahu, dan
kelompok 6 hingga 8 tahun. Berdasarkan keunikan dan perkembangannya, anak usia dini
terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu masa bayi lahir sampai 12 bulan, masa batita (toddler)
usia 1-3 tahun, masa prasekolah usia 3-6 tahun, dan masa kelas awal 6-8 tahun. 9 Anak
usia dini merupakan pribadi yang memiliki karakter yang sangat unik. Keunikan karakter
tersebut membuat orang dewasa menjadi kagum dan terhibur melihat tingkah laku yang
lucu dan menggemaskan. Akan tetapi, tidak sedikit pula orang merasa kesal dengan
tingkah laku anak yang dianggapnya nakal dan susah diatur. Disebabkan karakterkarakter itulah yang akan menjadi pusat perhatian untuk dikembangkan dan diarahkan
menjadi karakter yang positif.10
Strategi pengembangan karakter dilaksanakan melelui dua pendekatan yaitu,
proses intervensi dan pembiasaan. Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan
melalui kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan
pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Sedangkan
melalui proses pembiasaan atau habituasi, diciptakan dan ditumbuhkan aneka situasi dan
kondisi yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, dirumah, dan
dilingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan.
1. Intervensi
Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan budaya luhur. Masyarakat Indonesia
adalah masyarakat beragama. Nilai-nilai keluhuran budaya, kejujuran, kebersamaan,
pengorbanan dan kerja keras sesuai tuntutan ilahi, turut mewarnai perilaku masyarakat
Indonesia sejak jaman dahulu. Sikap sopan santun, ramah, suka menolong sesama dan
hormat kepada yang lain merupakan sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama
dan kepercayaannya.
Pembelajaran yang bersifat pembiasaan dan aplikatif lebih dijadikan acuan
daripada Budaya sekolah lainnya yang juga ditumbuhkan adalah keteladanan diberikan
8
Ibid., hlm. 44.
Ibid., hlm. 47.
10
Ibid., hlm. 81-82.
9
apabila siswa bertemu dengan guru maupun dengan teman lainnya, terbiasa bersikap
ramah, senyum, mengucap salam dan menyapa dengan bahasa yang baik. Ajakan untuk
selalu sabar jika mendapat kesulitan dan selalu bersyukur jika mendapat kenikmatan turut
membangun karakter anak. Hal ini dilakukan melalui aneka permainan, nyanyian, cerita
teladan, dan juga pembiasaaan.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan. Membangun
karakter hanya bisa dilakukan apabila lingkungan belajar di sekolah. Sekolah adalah
tempat untuk bersenang-senang, dimana anak merasa nyaman, merasa senang di sekolah
sehingga proses belajar menjadi efektif. Jika sekolah adalah tempat yang menyenangkan,
otak anak akan sangat terangsang untuk bisa berkembang dengan baik. Sehingga, selain
anak cepat menyerap pelajarannya, karakter anak juga akan terbentuk dengan bagus. Oleh
karena itu, agar karakter anak terbentuk, iklim sekolah harus diciptakan sedemikian rupa
sehingga anak-anak semangat untuk belajar. Beberapa cara yang dapat dilakukan agar
sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak, serta menjadi lingkungan yang
kondusif untuk membangun karakter anak didik, diantaranya sebagai berikut:
Pola pembelajaran di sekolah menggunakan paradigma “student centre” dengan
mendasarkan pada prinsip-prinsip: Belajar sangat penting dan sangat menyenangkan.
Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik. Anak hendaknya menjadi
pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat,
dan bahan mereka dikelas. Anak perlu merasa nyaman dan memiliki kebanggaan di kelas.
Ruang kelas adalah milik anak dan mereka dilibatkan untuk mengatur. Contohnya, ruang
kelas dibuat semenarik mungkin dan merangsang secara visual, dengan cara diisi
berbagai hasil.
Konsep Pembelajaran Integratif (Integrated Learning). Kegiatan pembelajaran
pada anak juga senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak pada usia dini
sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek
perkembangannya. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek
perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan. Contohnya, jika anak melakukan
kegiatan makan siang bersama dan dilanjutkan dengan pembelajaran cuci piring.
Kegiatan yang dilakukan dengan pendampingan guru ini, sekaligus menanamkan nilainilai karakter kemandirian, religius, disiplin dan tanggung jawab. Serta membudayakan
cuci piring sebagai media pembelajaran siswa.
Bermain sambil Belajar. Melalui pembelajaran joyfull learning anak belajar
dalam suasana bermain. Inti pendekatan ini meyakini bahwa anak akan melakukan segala
sesuatu secara maksimal apabila anak suka dan paham benar apa manfaat bagi dirinya.
Berdasarkan hal tersebut, bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan
pembelajaran di prasekolah. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh para guru
hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan, dengan menggunakan strategi
dan metode, materi/bahan ajar, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak.
Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objekobjek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.
Ketika bermain, anak membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya.
Penanaman nilai-nilai budi pekerti, melalui pementasan panggung boneka, kegiatan
bermain peran dan aktivitas lain yang menyenangkan bagi anak.
Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Setiap kegiatan untuk
menstimulasi perkembangan potensi dan karakter anak, perlu memanfaatkan berbagai
media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang
sengaja disiapkan oleh guru. Anak tidak hanya berkegiatan di dalam kelas, tetapi juga
belajar di ruang terbuka, alam bebas maupun di arena bermain edukatif. Di dalam konteks
alam modern, anak tetap perlu dikenalkan dengan alam yang mengitarinya. Anak perlu
diajak memasuki alamnya, mengakrabkan kembali dengan habitat dan kehidupan
sosialnya.
2. Pembiasan
Penanaman nilai-nilai karakter memerlukan pembiasaan. Artinya sejak usia dini,
anak mulai dibiasakan mengenal perilaku atau tindakan yang baik dan mana yang buruk,
mana yang boleh dilakukan mana yang tidak sehingga diharapkan selanjutnya menjadi
sebuah kebiasaan (habitat). Perlahan-lahan sikap/nilai-nilai luhur yang ditanamkan
tersebut akan terinternalisasi kedalam dirinya dan membentuk kesadaran sikap dan
tindakan sampai usia dewasa.
Kegiatan rutin di sekolah. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan
anak terus menerus dan konsisten setiap saat. Karakter erat kaitannya dengan habitat atau
kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku. Berhubung karakter adalah
habit atau kebiasaan, maka membentuk karakter memerlukan latihan yang terus menerus.
Karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter anak menjadi lembek apabila
tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang
binaragawan yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya, “otot-otot” karakter
juga akan terbentuk dengan praktek-praktek latihan yang akhirnya akan menjadi
kebiasaan.
Contoh kegiatan ini adalah, pembiasaan mengucapkan salam apabila bertemu
guru, tenaga kependidikan, atau teman. Melalui kegiatan beribadah bersama atau shalat
bersama, berdo’a waktu mulai dan selesai kegiatan. Pembiasaan hidup bersih dan sehat
dilakukan dengan pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain),
budaya cuci tangan, budaya menggosok gigi, serta aksi bersih-bersih lingkungan yang
rutin dilakukan di sekolah. Kemandirian juga ditanamkan dengan pembiasaan menata
sepatu dan tas pada tempatnya, mengembalikan dan merapikan alat bermain setelah
digunakan, belajar makan dan mencuci makan sendiri, agar perlahan-lahan membentuk
kesadaran sikap dan menjadi habit sampai usia dewasa.
Keteladanan, keteladanan adalah perilaku dan sikap guru tenaga kependidikan
yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi anak untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga
kependidikan yang lain menghendaki agar anak berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai karakter bangsa maka guru dan tenag kependidikan lainnya adalah orang-orang
yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras,
bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga
kebersihan.
Anak-anak pada usia 4-6 tahun, sudah dapat menerima pandangan orang lai,
terutama orang dewasa. Anak bisa menghormati otoritas dan sangat mempercayai orang
tua/guru, sehingga penekanan pentingnya perilaku baik dan sopan akan sangat efektif.
Pengkondisian,untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, maka
sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus
mencerminkan kehidupan nilai-nilai dan karakter yang diinginkan. Misalnya
membiasakan toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu
dibersihkan, slogan yang berisi ajakan baik, sekolah terlihat rapi dan alat-alat permainan
ditempatkan dengan teratur.11
11
Ramli, Pendidikan Karakter (Bandung: Angkasa, 2003), hlm. 31-45
Kesimpulan
Strategi secara umum didefinisikan sebagai cara mencapai tujuan. Strategi terdiri dari
aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Karakter diartikan
sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi, seperti ganasnya
laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya.
Anak usia dini merupakan pribadi yang memiliki karakter yang sangat unik.
Keunikan karakter tersebut membuat orang dewasa menjadi kagum dan terhibur melihat
tingkah laku yang lucu dan menggemaskan.
Strategi pengembangan karakter dilaksanakan melelui dua pendekatan yaitu, proses
intervensi dan pembiasaan. Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan melalui
kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan
karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Sedangkan melalui proses
pembiasaan atau habituasi, diciptakan dan ditumbuhkan aneka situasi dan kondisi yang
berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, dirumah, dan dilingkungan
masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan.
Daftar Pustaka
Fadlillah, Muhammad, dan Lilif Mualifatu Khorida. Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2003.
Hunger, David dan Thomas Wheleen. Manajemen Strategis. Tadris: Jurnal Pendidikan
Islam, Vol. 12 No. 2, 2017
Mubarok, Husni. Manajemen Strategi. Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12 No. 2,
2017.
Mulyasa, Manajemen Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Najib, Manajemen Strategik Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Gava Media, 2016.
Ramli, Pendidikan Karakter. Bandung: Angkasa, 2003
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013.
Yusuf Hamali, Arif. Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Tadris: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 12 No. 2, 2017