MINIMARKET INDOMARET DAN ALFAMART DALAM

MINIMARKET INDOMARET DAN ALFAMART DALAM
PERKEMBANGAN PERUSAHAAN RETAIL SISTEM
FRANCHISE DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan usaha melalui sistem franchise (waralaba) di Indonesia
saat ini mulai tumbuh dengan pesat. Sebagai suatu cara pemasaran dan
distribusi,

franchise

merupakan

alternatif

lain

di


samping

saluran

konvensional yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini memungkinkan untuk
mengembangkan saluran eceran yang berhasil tanpa harus membutuhkan
investasi besar-besaran dari perusahaan induknya. Bisnis francishing
bagaimanpun bentuknya, bertujuan untuk memperpanjang atau memperlebar
dunia bisnis dan industri. Hal ini tidak dapat disamakan dengan bisnis
penyewaan seragam ataupun dokter gigi. Aktivitas ini dapat digunakan di
banyak kegiatan ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena ada
manufacturer, proses, dan/atau distribusi barang-barang atau usaha pemberian
jasa.
Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara, penjualan
barang dan jasa melalui model franchising tumbuh dengan pesat sejak tahun
1950-an. Di Amerika Serikat misalnya, banyaknya bentuk franchising terdapat
lebih dari tiga digit retail sales yang berkembang. Di Australia diperkirakan
banyaknya franchise fast food untuk 90% atau lebih dari total penjualan dalam
suatu pasar. Ini semua merupakan laporan yang setidaknya mewakili bahwa
franchising dipraktikkan secara bersamaan oleh lebih dari 70 negara di selurug

negara (Suyud Margono dan Amir Angkasa, 2002: 67).
Cepatnya perkembangan dan suksesnya bisnis waralaba ini disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mendasar adalah bisnis ini
merupakan kombinasi dari pengetahuan dan kekuatan satu usaha bisnis yang
sudah ada/mapan. Pemilik nama bisnis franchising (franchisor) dengan
semangat entrepreneur sebagai pelaku bisnis di satu pihak. Di lain pihak,
terdapat penerima franchising (franchisee) yang dengan segala kemungkinan
dapat mengembangkan beberapa bisnis franchising berdasarkan kondisi pasar

setempat. Bagaimanapun juga, bisnis ini hanya dapat dijalankan oleh
organisasi yang stabil yang dapat berkembang, termotivasi, dan sungguhsungguh menjalankan inti bisnis kecil dengan penuh semangat.
Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi
kedua”, yang biasa disebut dengan ”format bisnis franchise.” Format bisnis
franchise pada dasarnya adalah suatu pembiakan komersial dimana franchisor
yang mempunyai produk atau jasa yang ingin dijual, lalu perusahaan tersebut
memilih untuk tidak memperluas usahanya sendiri, melainkan menjual hak
untuk menggunakan namanya, produk atau jasanya kepada franchisee yang
menjalankan tokonya secara semi-independen. Dalam hal ini, franchisor
menyediakan paket yang mencakup pengetahuan (know-how) dari usahanya
(Wirjono Prodjodikoro, 1992: 11). Prosedur operasi penyediaan produk dan

cara promosi penjualan. Sedangkan franchisee umumnya membayar sejumlah
uang kepada franchisor dan menyediakan dana untuk menyiapkan toko,
mengadakan sediaan, membeli peralatan, dan membayar royalty.
Di antara beberapa perusahaan di Indonesia yang mengembangkan
usaha dan bisnis secara franchise atau waralaba adalah Minimarket Indomaret
dan Minimarket Alfamart. Dalam beberapa tahun terakhir, kedua minimarket
ini secara ekspansif telah melakukan pengembangan usaha franchise secara
besar-besaran. Hal ini dapat dilihat dengan tumbuhnya minimarketminimarket baru hingga ke kota-kota kecil dan kecamatan-kecamatan.
Keberadaan minimarket-minimarket baru dan yang sudah ada sebelumnya dari
kedua pemain bisnis retail ini menandakan suatu perkembangan bisinis
franchise retail yang semakin subur.
B. Permasalahan
Didasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
bagaimanakah sejarah dan perkembangan perusahaan retail sistem franchise
minimarket Indomaret dan Alfamart di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum tentang Franchise

1. Peristilahan dan Definisi Franchise
Franchise dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah waralaba.
Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari
penghambaan atau perbudakan. Bila dihubungkan dalam konteks usaha,
franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan
sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sehingga pewaralabaan
(franchising) merupakan suatu aktivitas dengan sistem waralaba
(franchise)

yaitu

suatu

sistem

keterkaitan

usaha

yang


saling

menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima
waralaba (franchisee) (Iman Sjahputra Tunggal, 2004:1). Sedangkan PH
Collin (Gunawan Widjaja, 2001:7) dalam Law dictionary mendefinisikan
Franchise sebagai “Lisence to trade using a brand name and paying a
royalty for it” dan Frachising untuk pewaralabaan didefinisikan sebagai
“Act of selling a lisence to trade as a franchise”. Definisi tersebut
menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian
waralaba dengan imbalan royalti.
Berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Black’s Law
Dictionary, Franchise didefinisikan sebagai:
A special privilege granted or sold, such as to use name or to sell
products or services. In its simple terms, a franchise is a licence
from owner of a trademark or trade name permitting another to
sell a product or service under that name or mark. More broadly
stated, a franchise has involved into an elaborate agreement under
which the franchisee undertakes to conduct a business or sell a
product or service in accordance with methods and procedures

prescribed by the franchisor, and the franchisor undertakes to
assist the franchisee trough advertising, promotion and other
advisory services.
Pada rumusan tersebut ditunjukan waralaba menekankan pada
pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan

memanfaatkan merek dagang franchisor (pemberi waralaba) di mana
pihak franchisee (penerima waralaba) berkewajiban untuk mengikuti
metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi
waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan kewajiban
pemenuhan standar dari pemberi waralaba, pemberi waralaba akan
memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya
agar penerima waralaba dapat menjalankan usaha dengan baik. Menurut
Black’s Law Dictionary, pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu
franchisee agreement (Gunawan Widjaja, 2001:7).
Menurut IFA (International Franchise Association) Franchise atau
Waralaba merupakan : “…Continuing relationship in which the franchisor
provides a licensed privilege to do business, plus assistance in organizing,
training, merchandising and management…” . Waralaba adalah suatu
hubungan yang terus menerus dimana franchisor memberikan ijin

istimewa untuk melakukan bisnis beserta bantuan untuk mengorganisir,
melatih, menjual dan mengatur.
Sementara dalam pertemuan ilmiah yang dilaksanakan di Jakarta
oleh IPPM pada tanggal 25 Juni 1991 mengenai konsep perdagangan baru
yang disebut dengan istilah waralaba yang merupakan sistem pemasaran
vertikal, dikemukakan beberapa definisi waralaba, sebagai berikut:
a. Franchise atau waralaba adalah sistem pemasaran atau distribusi
barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor)
memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang
berskala kecil dan menengah, hak istimewa untuk melakukan suatu
sistem usaha tertentu dengan cara tertentu, waktu tertentu, dan disuatu
tempat tertentu.
b. Franchise atau waralaba adalah sebuah metode pendistribusian barang
dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain
yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut franchisor
sedang pembeli hak untuk menggunakan metode itu disebut
franchisee.

c. Franchising atau Waralaba adalah suatu hubungan berdasarkan
kontrak antara franchisor dan franchisee. Franchisor menawarkan dan

berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis dari
franchisee

melalui

penyediaan

pengetahuan

dan

pelayanan.

Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format,
atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor.
Kata “Waralaba” kali pertama diperkenalkan oleh lembaga
Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata
Franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan
langsung konsep franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise berarti
kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu

(Lindawaty S. Sewu, 2004:12).
Sementara Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 1997
tentang Waralaba dikatakan: “Franchise adalah perikatan dimana salah
satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau mengunakan hak
atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki
pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan
pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang
dan atau jasa”.
Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pemberi Waralaba adalah badan
usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Dalam penjelasan
Peraturan Pemerintah ini, pemberi waralaba lazim disebut Franchisor.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan Penerima Waralaba adalah
badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas yang dimiliki pemberi waralaba. Dalam penjelasan peraturan
pemerintah ini, Penerima waralaba lazim disebut Franchisee.


2. Tipe-Tipe Waralaba
Mencermati perkembangan dan penggolongan usaha waralaba,
menurut Iman Sjahputra Tunggal, berikut dapat disebutkan beberapa tipe
usaha waralaba, antara lain;
a. Product Franchising (trade name-franchising)
Dalam pengaturan ini, dealer diberi hak untuk mendistribusikan
produk

untuk

pabrikan.

Untuk

hak

tersebut,

dealer


(franchisee/penerima waralaba) membayar fee untuk hak menjual
kepada produsen (franchisor/pemberi waralaba)
b. Manufacturing franchising (Product-distribution franchising)
Pengaturan ini sering digunakan dalam industri minuman ringan
(Pepsi, Coca-Cola). Dengan menggunakan ini franchisor memberi
dealer (bottler) hak ekslusif memproduksi dan mendistribusikan
produk di daerah tertentu.
c. Business-format franchising (Pure/comprehensive franchising)
Yaitu suatu pengaturan dengan jalan franchisor menawarkan
serangkaian jasa yang luas kepada franchisee, mencakup pemasaran,
advertensi, perencanaan strategi, pelatihan, produksi dari manual dan
standar operasi (Iman Sjahputra Tunggal, 2004:16).
Ada dua tipe dasar waralaba, pertama adalah Waralaba Produk,
dimana pada waralaba tipe ini penerima waralaba menjual suatu produk
manufaktur atau mendistribusikan barang-barang yang diproduksi oleh
pemberi waralaba. Tipe yang kedua adalah Waralaba Rencana Usaha, yaitu
suatu jasa atau rencana usaha yang dijadikan elemen utama untuk dijual. .
Menurut IFA (Intenational Franchise Association) terdapat 4 jenis
Franchise mendasar yang biasa digunakan di Amerika Serikat.
1) Product Franchise
Produsen menggunakan produk waralaba untuk mengatur bagaimana
cara pedagang eceran menjual produk yang dihasilkan oleh produsen.
Produsen

memberikan

hak

kepada

pemilik

toko

untuk

mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik

toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik
toko harus membayar biaya atau membeli persediaan minimum
sebagai timbal balik dari hak-hak ini. Contoh terbaik dari jenis
waralaba ini adalah toko ban yang menjual produk dari franchisor atau
pemberi waralaba, menggunakan nama dagang, serta metode
pemasaran yang ditetapkan oleh franchisor atau pemberi waralaba.
2) Manufacturing Franchises
Jenis waralaba ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk
membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan
menggunakan

merek

dagang

dan

merek

pemberi

waralaba

(Franchisor). Jenis Waralaba ini seringkali ditemukan dalam industri
makanan dan minuman. Kebanyakan pembuat minuman botol
menerima waralaba dari perusahaan dan harus menggunakan bahan
baku yang sama jenisnya seperti yang digunakan oleh pemberi
waralaba

untuk

memproduksi,

mengemas

dalam

botol

dan

mendistrubusikan minuman tersebut.
3) Business Opportunity Ventures
Bentuk ini secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli
dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu.
Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik
bisnis, dan sebagai timbal-baliknya pemilik bisnis harus membayarkan
suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya.
4) Business Format Francising
Ini merupakan bentuk waralaba yang paling populer, di dalam praktek.
Melalui pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang
telah terbukti untuk mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan
menggunakan nama dan merek dagang dari perusahaan. Umumnya
perusahaan menyediakan sejumlah bantuan tertentu bagi pemilik bisnis
untuk memulai dan mengatur perusahaan. Sebaliknya, pemilik bisnis
membayar sejumlah biaya atau royalty. Terkadang perusahaan juga

mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari
perusahaan.
3. Unsur-unsur dari Pewaralabaan
Pada setiap model bisnis franchise sekurang-kurangnya terdapat
unsur-unsur sebagai berikut.
a. Adanya minimal 2 (dua) pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak
franchisee. Pihak franchisor sebagai pihak yang memberikan
franchise, sementara pihak franchisee merupakan pihak yang
diberikan/menerima franchise atau waralaba tersebut.
b. Adanya penawaran paket usaha dari pemberi waralaba.
c. Adanya kerjasama pengelolaan unit usaha antara pihak pemberi
waralaba dengan pihak penerima waralaba.
d. Dimilikinya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak penerima waralaba
yang akan memanfaatkan paket usaha miliknya dari pihak pemberi
waralaba.
e. Seringkali terdapat kontrak tertulis antara pihak pemberi waralaba
dengan pihak penerima waralaba (Munir Fuady , 2002:339).
4. Manfaat dan Keunggulan Serta Kelemahan Sistem Waralaba
Sistem waralaba sebagai strategi perluasan dari suatu usaha yang
telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi dan ingin
berusaha sendiri, selain memberi keuntungan kepada pelaku usaha tersebut
(Pemberi dan Penerima waralaba) juga memberikan manfaat yang lebih
luas dalam dunia perekonomian.
Seperti yang dikatakan oleh Anang Sukandar, Ketua Asosiasi
Franchise Indonesia dalam seminar di Universitas Gajah Mada, 2 Oktober
2004, bahwa ada beberapa manfaat luas dari sistim usaha waralaba, yakni:
a. Menggiatkan perekonomian
b. Menciptakan lapangan pekerjaan
c. Secara konsisten menjaga mutu/ produk/jasa yang ditawarkan.
d. Memberi pemerataan kesempatan pada semua pihak.

Dijelaskan pula oleh Anang Sukandar dalam bukunya yang
berjudul Franchising di Indonesia, bahwa keunggulan dari pola franchise
dapat dilihat dari peningkatan efektivitas dan efisiensi dari operasinya
melalui jaringan yang terbentuk dan mendapatkan efek skala ekonomi,
karena pembelian dalam partai besar, berpromosi dan memasarkan dalam
skala yang besar pula.
Sementara keuntungan sistem waralaba bagi pelaku usaha waralaba
sendiri secara spesifik dijabarkan oleh Martin Mandelson dalam bukunya
yang berjudul Franchising : Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan
Franchisee adalah sebagai berikut.
a. Keuntungan bagi pemberi waralaba
1) Waralaba merupakan suatu organisasi sentral kecil yang secara
ideal terdiri dari beberapa manajer yang berpengalaman luas dan
mengkhususkan pada berbagai macam aspek bisnis yang menjadi
perhatian dan tulang punggung organisasi tersebut. Organisasi
semacam ini dapat menghasilkan keuntungan yang memadai tanpa
perlu terlibat dengan resiko modal yang tinggi maupun dengan
masalah-masalah detail sehari-hari yang timbul dari pengelolaan
dan manajemen gerai eceran yang kecil. Semua kegiatan
administrasi dan pengelolaan jalannya bisnis dan atau produk yang
diwaralabakan akan diselenggarakan sepenuhnya oleh penerima
waralaba. Pemberi waralaba akan mempunyai lebih banyak waktu
untuk memikirkan kebijakan (policy) untuk mengembangkan bisnis
yang diwaralabakan tersebut.
2) Tidak ada kebutuhan untuk menyuntikkan sejumlah besar modal
untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan yang besar. Masingmasing outlet (gerai) yang terbuka memanfaatkan sendiri sumber
daya financial yang disediakan oleh setiap penerima waralaba.
Dana yang ada pada penerima waralaba dapat dipergunakan untuk
mengembangkan bisnis dan produk yang diwaralabakan.

3) Organisasi pemberi waralaba mempunyai kemampuan untuk
memperluas jaringan secara lebih cepat pada tingkat nasional dan
tentunya juga di tingkat internasional, dengan menggunakan modal
yang resikonya seminimal mungkin.
4) Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi
wilayah yang belum masuk dalam lingkungan organisasinya.
5) Pemberi waralaba hanya akan mempunyai permasalahan staf yang
lebih sedikit karena ia tidak telibat dalam masalah staf pada
masing-masing pemilik gerai. Setiap karyawan pada outlet (gerai)
bisnis penerima waralaba menjadi tanggung jawab penerima
waralaba sepenuhnya.
6) Penerima waralaba akan mengkonsentrasikan diri secara lebih
optimum pada bisnis yang diwaralabakan tersebut, oleh karena
mereka adalah pemilik bisnis itu sendiri. Penerima waralaba yang
berpikiran

tajam,

bermotifasi

kuat,

dan

tajam

dalam

pengamatannya dalam meminimalkan biaya serta memaksimalkan
penjualan, memiliki nilai lebih yang jauh lebih banyak daripada
yang harus dan dapat diselesaikan oleh seorang manajer yang harus
dibayar oleh pemberi waralaba.
7) Pemberi waralaba cenderung untuk tidak memiliki asset outlet
(gerai) dagang sendiri. Tanggung jawab bagi aset tersebut
diserahkan pada penerima waralaba yang memilikinya.
8) Seorang pemberi waralaba yang melibatkan bisnisnya dalam
kegiatan manufaktur/pedagang besar bisa mendapatkan distribusi
yang lebih luas dan kepastian bahwa ia mempunyai outlet (gerai)
untuk produknya.
9) Tipe-tipe skema waralaba tertentu mampu menangani penerima
waralaba secara nasional. Pemberi waralaba, dalam skala yang
besar lebih dapat bernegosiasi dengan pihak-pihak yang sangat
menaruh perhatian dan mempunyai sejumlah pabrik, kantor,
gudang, depot, atau tempat-tempat lain diseluruh negeri, dan

mengatur masing-masing waralaba lokal untuk menangani
pekerjaan yang muncul diperusahaan-perusahaan di wilayah
waralabanya. Hal ini akan mengefisienkan waktu para penerima
waralaba.
b. Keuntungan bagi penerima waralaba
1) Penerima waralaba dapat mengatasi kurangnya pengetahuan dasar
dan pengetahuan khusus yang dimiliki melalui program pelatihan
yang terstruktur dari pemberi waralaba.
2) Penerima waralaba mendapatkan insentif dengan memiliki bisnis
sendiri yang memiliki keuntungan tambahan dan bantuan terusmenerus dari pemberi waralaba. Penerima waralaba adalah
pengusaha independen yang beroperasi di dalam kerangka
perjanjian waralaba. Dia memiliki peluang melalui kerja keras serta
usahanya untuk memaksimalkan penghasilan dari bisnis dan nilai
investasinya.
3) Di dalam banyak kasus, penerima waralaba mendapat keuntungan
dari kegiatan operasional dibawah nama yang telah mapan dalam
pandangan dan pikiran masyarakat.
4) Penerima waralaba biasanya akan membutuhkan modal yang lebih
kecil dibanding bila ia mencoba untuk menjalankan bisnis secara
mandiri.
5) Penerima waralaba akan menerima bantuan sebagai berikut:
a) Penyeleksian tempat;
b) Mempersiapkan rencana untuk memperbaiki model gedung
termasuk rencana tata ruang yang diperlukan atau persyaratanpersyaratan hukum yang diperlukan;
c) Mendapatkan dana untuk sebagian biaya akuisisi dari bisnis
yang diwaralabakan;
d) Pelatihan stafnya;
e) Pembelian peralatan;
f) Seleksi dan pembelian suku cadang;

g) Membantu membuka bisnis dan menjalankannya dengan
lancar.
6) Penerima waralaba mendapatkan keuntungan dan aktivitas iklan
dari promosi pemberi waralaba pada tingkat nasional dan atau
internasional.
7) Penerima waralaba mendapatkan keuntungan dan daya beli yang
besar dari kemampuan negosiasi yang dilakukan pemberi waralaba
atas nama seluruh penerima waralaba dalam jaringannya.
8) Penerima waralaba mendapatkan pengetahuan khusus dan ber-skill
tinggi serta berpengalaman dalam organisasi dan manajemen
kantor pusat dari pemberi waralaba, walaupun dia tetap mandiri
dalam bisnisnya sendiri.
9) Resiko bisnis penerima waralaba berkurang sangat besar.
10) Penerima waralaba mendapatkan jasa-jasa dan para staf lapangan
pemberi waralaba yang berada disana untuk membantunya
mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul dari waktu ke
waktu dalam pengelolaan bisnis.
11) Penerima waralaba mendapatkan keuntungan dari pengggunaan
paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang, serta proses,
formula, dan resep rahasia milik pemberi waralaba.
12) Penerima waralaba mengambil keuntungan dari program riset dan
pengembangan yang dilakukan oleh pemberi waralaba secara terusmenerus,

yang

dilakukan

untuk

memperbaiki

bisnis

dan

membuatnya tetap up to date dan kompetitif.
13) Pemberi waralaba mengumpulkan informasi dan pengalaman yang
tersedia

sebanyak-banyaknya

untuk dibagi

kepada

seluruh

penerima waralaba dalam sistemnya. Hal ini tentu saja juga
didukung oleh seluruh penerima waralaba, yang juga memberikan
kontribusi dari pengetahuan dan pengalamannya yang diperoleh
selama menjalankan kegiatan waralaba, yang tersedia bagi seluruh
penerima waralaba dalam jaringan pemberi waralaba.

14) Kadang-kadang terdapat jaminan teritorial untuk memastikan
bahwa tidak ada penerima waralaba lain di dalam wilayah bisnis
penerima waralaba. Meskipun demikian, jaminan seperti itu tidak
ditemukan disemua kontrak, karena jaminan seperti itu akan
menimbulkan masalah-masalah pada hukum kompetisi (anti trust).
15) Dengan dukungan yang diberikan bank-bank kepada sistem
waralaba pemberi waralaba, penerima waralaba akan sangat
mungkin mendapatkan akses ke sumber-sumber pinjaman dan
syarat-syarat pinjaman yang tersedia baginya.
Meskipun banyak keuntungan yang dapat diperoleh seperti
diuraikan di atas, namun sebagai suatu pranata ekonomi, sistem waralaba
tidak bebas dari kelemahan-kelemahan, yakni adanya kemungkinan
kerugian yang dapat terjadi baik pada pemberi waralaba maupun pada
penerima waralaba. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:
a. Beberapa

Penerima

waralaba

cenderung

menganggap

dirinya

independen. Sehingga pemberi waralaba harus memiliki keyakinan
untuk menjamin bahwa standar kualitas barang dan jasa narus terus
terjaga melalui rantai waralaba. Pemberi waralaba harus dapat
menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai
penyelia dari standar-standar tersebut, serta dapat memberikan bantuan
bagi penerima waralaba untuk mengatasi masalah yang mungkin
dihadapi oleh penerima warlaba dalam operasional pelaksanaan
kebijakan yang diberikan oleh pemberi waralaba.
b. Ada penerima waralaba yang tidak tertarik pada peluang-peluang yang
mereka dapatkan dari bisnis tersebut. Untuk itu hindari timbulnya
kemungkinan kekurangpercayaan diantara pemberi waralaba dan
penerima waralaba yang berasal dari ketidak seimbangan antara
penerima waralaba dan atau individu-individu dalam organisasi
penerima waralaba dengan pihak-pihak yang harus dihubunginya
dalam organisasi pemberi waralaba.

c. Pemberi waralaba khawatir bahwa semua hasil kerja dan usaha yang ia
berikan dalam pelatihan kepada penerima waralaba hanya akan
menghasilkan pesaing dimasa mendatang. Dalam hal ini pemberi
waralaba harus yakin bahwa orang yang telah diseleksi sebagai
waralaba sesuai dengan tipe waralaba tertentu dan mempunyai
kapasitas untuk menerima tanggung jawab dan tekanan untuk memiliki
dan menjalankan bisnisnya sendiri. Pemberi waralaba menyerahkan
sepenuhnya pertumbuhan bisnis milik penerima waralaba kepada
penerima waralaba itu sendiri.
d. Adanya kemungkinan terjadinya kesulitan untuk mendapatkan
kerjasama dari penerima waralaba dalam mendekorasi dan merenovasi
tempat-tempatnya,

memperbaharui

perlengkapannya

dan

menyesuaikannya dengan standar lain agar masyarakat selalu diberikan
pelayanan yang sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam perjanjian
waralaba secara konsisten dengan merek dan citra milik pemberi
waralaba.

B.

Profil Minimarket Indomaret dan Alfamart
1. Minimarket Indomaret
Indomaret merupakan jaringan minimarket yang menyediakan
kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari dengan luas penjualan kurang
dari 200 m2. Dikelola oleh PT. Indomarco Prismatama, gerai pertama
dibuka pada November 1968 di kalimantan. Tahun 1997 perusahaan
mengembangkan bisnis gerai waralaba pertama di Indonesia, setelah
Indomaret teruji dengan lebih dari 230 gerai. Pada Mei 2003 Indomaret
meraih penghargaan “perusahaan waralaba 2003” dari presiden Megawati
Soekarnoputri. Kini Indomaret mencapai lebih dari 1400 gerai, dari total
itu 52% adalah milik sendiri dan sisanya milik masyarakat yang tersebar
dikota-kota Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jogjakarta, Bali, dan lampung. Indomaret mudah ditemukan di daerah
pemukiman, gedung perkantoran dan fasilitas umum karena penempatan
lokasi gerai di dasarkan pada motto “mudah dan hemat”, lebih dari 3.500
jenis makanan dan nonmakanan tersedia dengan harga bersaing,
memenuhi hampir semua kebutuhan konsumen sehari-hari, didukung oleh
pusat distribusi, yang menggunakan teknologi mutahir, Indomaret
merupakan salah satu asset bisnis yang sangat menjanjikan, keberadaan
Indomaret diperkuat oleh anak perusahaan dibawah bendera grup
INTRACO yaitu Indogrosir, Finco, BSD Plaza dan Charmart.
Sasaran pemasaran Indomaret adalah konsumen semua kalangan
masyarakat, lokasi gerai yang strategis dimaksudkan untuk memudahkan
Indomaret melayani sasaran demografinya yaitu keluarga. Sistem
distribusi dirancang seefisien mungkin dengan jaringan pemasok yang
handal dalam menyediakan produk terkenal dan berkualitas serta sumber
daya manusia yang kompeten, menjadikan Indomaret memberikan
pelayanan terbaik kepada konsumen. Saat ini Indomaret memiliki 8 pusat
distribusi di Ancol Jakarta, Cimanggis Depok, Tangerang, Bekasi, Parung,
Bandung, Semarang dan Surabaya. Dengan menjalin lebih dari 500
pemasok, Indomaret memiliki posisi baik dalam menentukan produk yang

akan dijualnya. Laju pertumbuhan gerai Indomaret yang pesat dengan
jumlah transaksi 14,99 juta transaksi per bulan didukung oleh sistem
teknologi yang handal. Sistem teknologi informasi Indomaret pada setiap
point of sales di setiap gerai mencakup sistem penjualan, persediaan dan
penerimaan barang. Sistem ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan saat
ini dengan memperhatikan perkembangan jumlah gerai dan jumlah
transaksi di masa mendatang.
Indomaret berupaya meningkatkan pelayanan dan kenyamanan
belanja

konsumen

dengan

menerapkan

sistem

check

out

yang

menggunakan scanner di setiap kasir dan pemasangan fasilitas
pembayaran Debit BCA. Pada setiap pusat distribusi diterapkan digital
picking system (DPS). Sistem teknologi informasi ini memungkinkan
pelayanan permintaan dan suplai barang dari pusat distribusi ke toko-toko
dengan tingkat kecepatan yang tinggi dan efisiensi yang optimal.
Visi Indomaret sendiri adalah menjadi aset nasional dalam bentuk
jaringan ritel waralaba yang unggul dalam persaingan global. Sedangkan
mottonya adalah “mudah & hemat”. Budaya yang diterapkan dalam tubuh
perusahaan Indomaret adalah Dalam bekerja kami menjunjung tinggi nilainilai:
a. Kejujuran, kebenaran dan keadilan
b. Kerja sama tim
c. Kemajuan melalui inovasi yang ekonomis
d. Kepuasan pelanggan (sumber: www.Indomaret.co.id).
2. Minimarket Alfamart
PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT) atau Alfamart merupakan
perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan
jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari.
Alfamart dapat dimiliki masyarakat luas dengan cara kemitraan.
Perusahaan ini didirikan pada 27 Juni 1999. Pada saat berdiri, perusahaan

bernama PT. Alfamart Mitra Utama (AMU). Pemegang saham perusahaan
ini adalah PT. Alfamart Retailindo Tbk. dengan saham sebesar 51% dan
PT. Lancar Distrindo sebesar 49%. Toko pertama dibuka dengan nama
Alfa Minimart pada tanggal 18 Oktober 1999 berlokasi di Jl. Beringin
Raya, Karawaci, Tangerang. Pada tanggal 1 Agustus 2002, Kepemilikan
beralih ke PT Sumber Alfaria Trijaya dengan komposisi pemegang saham:
PT HM Sampoerna, Tbk sebesar 70% dan PT Sigmantara Alfindo sebesar
30%. Pada tanggal 1 Januari 2003 nama Alfa Minimart diganti menjadi
Alfamart. Hingga saat ini, perusahaan telah memiliki toko lebih dari 2.266
buah toko.
Toko pertama dibuka 18 oktober 1999 dengan nama ”Alfa
Minimart” di Jl. Beringin Raya, Karawaci, Tangerang. Pada tanggal 1
Januari 2003 berubah nama menjadi Alfamart. Visi dari Alfamart adalah
Menjadi jaringan distribusi retail terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat
luas, berorientasi kepada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan
kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global,
sedangkan misinya adalah:
a. Memberikan kepuasan kepada pelanggan/konsumen dengan berfokus
pada produk dan pelayanan yang berkualitas unggul.
b. Selalu menjadi yang terbaik dalam segala hal yang dilakukan dan
selalu menegakkan tingkah laku/etika bisnis yang tertinggi.
c. Ikut

berpartisipasi

dalam

membangun

negara

menumbuhkembangkan jiwa wiraswasta dan kemitraan usaha.

dengan

d. Membangun organisasi global yang terpercaya, tersehat dan terus
bertumbuh dan bermanfaat bagi pelanggan , pemasok, karyawan,
pemegang saham dan masyarakat pada umumnya.
Budaya yang dijunjung dalam bekerja adalah:
a. Integritas yang tinggi.
b. Inovasi untuk kemajuan yang lebih baik.
c. Kualitas & Produktivitas yang tertinggi.
d. Kerjasama Team.
Yang menjadi target dari pemasaran Alfamart adalah area perumahan,
fasilitas publik, dan gedung perkantoran, sedangkan motto yang digunakan
Alfamart adalah “belanja puas harga pas”.
C. Perkembangan Perusahaan Retail Sistem Franchise di Indonesia
Di Indonesia, franchise atau yang lebih dikenal dengan waralaba sudah
dikenal sejak sekitar tahun 1970-an, hal ini terbukti dengan masuknya
restoran-restoran dengan penyajian pelayanan cepat (fast food), seperti
Kentucky Fried Chicken dan Pizza Hut. Namun, sebelumnya sudah ada usaha
franchise asing yang masuk ke Indonesia, seperti Hotel Hyatt, Hotel Sheraton,
dan produksi minuman Coca-cola, tetapi usaha tersebut belum begitu dikenal
masyarakat sebagai usaha franchise, karena konsumen baru dari kalangan
tertentu saja. Kemudian sistem franchise mulai berkembang pesat di Indonesia
sejak tahun 1980-an, terutama bisnis franchise dengan merek asing atau luar
negeri. Pemerintah mengijinkan kegiatan usaha franchise ini dengan harapan
untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia.
Perkembangan perusahaan-perusahaan eceran di Indonesia dewasa ini
sangat pesat. Hal ini dikarenakan bisnis ini merupakan usaha yang memiliki
prospek cerah, lebih-lebih di Indonesia yang jumlah penduduknya sangat
besar dengan kebutuhan yang besar pula. Salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bisnis eceran tersebut adalah Minimarket Alfamart dan Minimarket
Indomaret yang dikelola dengan sistem franchise atau waralaba. Akhir-akhir
ini memang sedang maraknya bisnis waralaba. Dengan konsep waralaba ini

sebuah perusahaan bisa berkembang dengan sangat cepat. Perusahaan sebesar
Mac Donald, KFC, starbuck, mengalami pertumbuhan yang sangat cepat.
Dalam skala nasional, perkembangan bisnis waralaba semacam minimarket
atau retail juga sangat baik. Sebagai contoh Indomaret dan Alfamart. Bicara
soal bisnis franchise di Indonesia, ada 2 nama besar brand ritel yaitu
Indomaret dan Alfamart yang cukup eksis saat. Kedua retail ini selalu
bersanding berdekatan di berbagai lokasi.
Tidak banyak yang bisa dibandingkan kedua kompetitor ini. Total
investasi, pembagian royalti, dan fasilitas yang diberikannya juga hampir
sama. Untuk bergabung dalam franchise Alfamart, dibutuhkan investasi
sebesar Rp 300-380 juta di luar sewa bangunan dengan biaya rotalti pada
kisaran 2-3% selisih omzet dengan nilai bawah tiap golongan. Begitu pula
dengan Indomaret, total investasi yang dibutuhkan yaitu Rp 300 juta atau Rp
350 juta di luar sewa bangunan, tergantung kategori fasilitas yang didapat.
Pemberian royaltinya antara 2-4% dari omzet. Persyaratannya pun hampir
sama, karena terkait dengan Undang-Undang mengenai waralaba.

BAB III
PENUTUP
Waralaba (franchising), yaitu suatu sistem pemasaran atau distribusi
barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan
kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil atau
menengah dengan hak-hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu
melalui cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu dan di suatu tempat
tertentu pula. Franchisor biasanya menyediakan peralatan, produk atau jasa yang
dijual, dan pelayanan manajerial. Sebagai imbalannya, franchisee harus
membayar uang pangkal (initial franchise fee) dan royalti atas penjualan kotor,
membayar management fee. membayar biay a sewa peralatan franchisor (bila
ada), serta memasarkan produk dan jasa dengan cara-cara yang ditentukan oleh
franchisor. Salah satu keuntungan dari membeli hak waralaba ini adalah tetap
independen (meskipun tidak sepenuhnya), tetapi memperoleh manfaat dari nama
merek dan dari pengalaman jaringan waralaba tersebut.
Ada tiga bentuk sistem waralaba, yaitu pertama, product franchise. Dalam
bentuk yang dikenal pula dengan sebutan product distribution franchising atau
franchising model perusahaan minuman Coca-Cola, franchisor memberikan
kekeluasaan bagi para franchisee untuk memproduksi dan mendistribusikan lini
produk tertentu dengan menggunakan nama merek dan sistem pemasaran yang
ditentukan/dikembangkan oleh franchisor. Misalnya keagenan sepatu, mobil
(Ford, Honda), pompa bensin, dan minuman ringan (Coca-Cola).
Bentuk kedua yang paling umum dan banyak berkembang dewasa ini
adalah business format franchising (entrepreneurship franchising). Dalam bentuk
ini, franchisor mengembangkan usahanya dengan membuka outlet yang dikelola
oleh franchisee yang berminat membuka usaha dengannya. Franchising bentuk
ini banyak berkembang di industri restoran siap santap (misalnya Kentucky Fried
Chicken dan McDonald’s) serta toko retail, seperti Minimarket Indomaret dan
Minimarket Alfamart.

Sedangkan bentuk ketiga adalah business opportunity venture. Franchisor
merancang suatu sistem jalur distribusi, lalu franchisee mendistribusikan
barang/jasa sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh franchisor.
Produk/jasa yang didistribusikan tersebut bukanlah produk/jasa yang dihasilkan
oleh franchisor. Contohnya adalah distribusi komponen kendaraan bermotor.
Di

Indonesia,

perkembangannya

bentuk

cukup

pesat.

waralaba
Hal

ini

mulai

banyak

dibuktikan

diminati

dengan

dan

semakin

berkembangnya jumlah outlet Minimarket Indomaret dan Minimarket Alfamart.
Kedua outlet minimarket pengecer (retail) ini sudah menyebar hingga ke berbagai
pelosok wilayah di Pulau Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan Widjaja. 2001. Seri Hukum Bisnis Waralaba. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada.
Iman Sjahputra Tunggal. 2004. Franchising Konsep dan Kasus. Jakarta:
Harvarindo.
Lindawaty S.S. 2004. Franchise Pola Bisnis Spektakuler (Dalam Perspektif
Hukum dan Ekonomi). Bandung: CV. Utomo.
Suyud Margono dan Amir Angkasa. 2002. Komersialisasi Aset Intelektual Aspek
Hukum Bisnis. Jakarta: Gramedia.
Wirjono Prodjodikoro. 1992. Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan
Tertentu. Bandung: Sumur.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba.
www.Indomaret.co.id.