INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS (10)

TUGAS AKHLAK TASAWUF

INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS

Disusun
O
L
E
H
Kelompok 10
Nama Kelompok :

- Apriyanti Anggraini Sitorus
- Putri Wiwin Indah Syafirah Saragih
- Raihan Alya Shafira

Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Sistem Informasi
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
2017/2018

I.


Pendahuluan
Artikel ini akan mengkaji tentang integrasi tasawuf dan sains baik itu dari aspek

ontology, epismotologi, dan Aksiologi.Tujuan dari arikel ini adalah untuk membahas tentang
kaitannya antara ilmu sains dan ilmu agama. Artikel ini menggunakan metode diskriptif
analisis.
Semua ilmu pengetahuan tentunya ada kaitannya dengan ilmu agama. Masih ada
beberapa orang yang beranggapan bahwa ilmu sains dan ilmu lainnya tidak ada kaitannya
dengan ilmu agama. Tasawuf sendiri sebagai bagian dari ilmu agama tentu ada kaitannya
dengan ilmu-ilmu lain karena semuanya bersumber dari Al-Quran.

II.

Pembahasan

A. Integrasi dalam Sejarah Islam
Integrasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “integration” dari kata kerja “integrate”
yang berarti menggabungkan, menyatupadukan, mempersatukan atau mengitegrasikan. . Jadi
yang di maksud integrasi adalah sebuah sistem yang mengalami pembauran hingga menjadi

satu kesatuan yang utuh. Dalam hal ini adalah integrasi tasawuf dan sains.
Di dalam buku Gerbang Tasawuf oleh Dr. Ja’far, MA. di jelaskan bahwa integrasi
ilmu-ilmu dalam islam sudah

lama adanya. Sebab, para ilmuwan Muslim klasik telah

menguasai seluruh disiplin ilmu yang berkembang pesat pada masa mereka, baik ilmu-ilmu
rasional (ilmu yang memakai logika), ilmu-ilmu empirik (ilmu yang diperoleh dari
observasi), maupun ilmu-ilmu kewahyuan..1 Mereka tidak hanya menguasai dan ahli dalam
bidang agama tetapi bidang-bidang lain. Seperti yang dikatakan di dalam buku Gerbang
Tasawuf ada beberapa ilmuwan muslim yang ahli dalam berbagai bidang, diantaranya:
1

Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), hal.105.
1

-

Al-Jahiz adalah ahli dalam bidang sastra Arab, biologi, zoology, sejarah filsafat,
psikologi, teoloi, dan politik.


-

Al-Kindi menguasai seluruh cabang filsafat seperti metafisika, astrologi, optic,
zoology dan meteorology.

-

Al-Razi adalah ahli dalam bidang filsafat, kimia, matematika, sastra, dan
kedokteran.

-

Al-Farabi menguasai berbagai cabang filsafat, yaitu metafisika, etika, logika,
matematika, musik, dan politik.

-

Ibn Bajjah adalah tokoh yang dikenal sebagai seorang astronom, filsuf, musisi,
dokter, fisikawan, psikolog, dan botanis.


-

Ibn Thufail adalah seorang ahli filsafat, kedokteran, dan hokum Islam.

-

Al-Ghazali adalah seorang teolog, filsuf, dan sufi.

-

Umar Khayyam adalah matematikawan, astronom, dan sufi.

-

Ikhwan al-Shafa adalah kelompok filsuf yang menguasai filsafat, psikologi,
biologi, dan fisika.

-


Ibn al-Haitsam merupakan tokoh dalam bidang falak, matematika, geometri,
pengobatan, dan filsafat.

-

Al-Biruni adalah ahli dalam bidang matematika, fisika, astronom, sejarah,
farmasi, dan kedokteran.

-

Ibn Rusyd adalah ahli dalam bidang kedokteran, hokum Islam, matematika, fisika,
dan puisi.

-

Fakhr al-Din al-Razi dikenal sebagai ahli filsafat, tasawuf, kedokteran, tafsir, dan
fiqih.

-


Nashr al-Din al-Thusi merupakan pakar dalam bidang astronomi, biologi, kimia,
matematika, filsafat, fisika, teologi, tasawuf dan hokum.

-

Quthb al-Din al-Syirazi merupakan ahli dalam bidang astronomi, matematika,
kedokteran, fisika, music, filsafat, dan tasawuf.

-

Mulla Shadra adalah seorang pakar teologi, hokum Islam, tafsir dan hadis.

2

-

Baha al-Din Amili merupakan seorang ahli fakih, ahli hadis, filsuf,
matematikawan, dan arsitek.2

Dapat disimpulkan bahwa para ilmuwan Muslim terdahulu tidak hanya ahli dalam

bidang ilmu-ilmu kealaman, tetapi juga ahli dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan. Dikatakan
di dalam buku Kuntowijoyo yang berjudul “Islam sebagai Ilmu” bahwa pokok dari konsep
integrasi adalah penyatuan (bukan sekedar penggabungan) antara wahyu Tuhan dan temuan
pikiran manusia.3 Menurutnya integrasi adalah memberi proporsi atau keseimbangan yang
layak bagi Tuhan dan manusia dalam hal keilmuwan. Al-Quran tidak hanya mengandung
petunjuk yang jelas dan solusi semua masalah praktis kemanusiaan melainkan juga
menawarkan sejumlah mukjizat ilmiah. Al-Quran sebagai petunjukk seharusnya juga
dipahami secara spesifik sebagai petunjuk bagi ilmuwan dalam mendapatkan ide dan
membangun sebuah teori. Karena hubungan antara fenomena alam dan kebenaran al-Quran
bersifat pasti maka hubungan sebaliknya berlaku. Ayat al-Quran akan memperlihatkan dan
memberi informasi tentang teori dan fenomena alam tertentu sebagaimana dinyatakan.4
Dalam buku yang ditulis oleh Ziaudin Sardar yang berjudul “Jihad Intelektual:
Merusmuskan Paramater-paramater Sains Islam” mengatakan bahwa umat islam

membutuhkan “sains islam” karena kebutuhan-kebutuhan prioritas-prioritas, dan perhatian
masyarakat muslim berbeda dari apa yang dimiliki oleh peradaban Barat. Umat islam
membutuhkan sains Islam karena suatu peradaban tidak akan sempurna apabila tidak
memiliki

suatu


sistem

ibjektif

untuk

memecahkan

suatu

masalah.

5

Maka dari itu al-Quran dan Hadis menjadi sumber utama dalam berilmu karena alQuran dan Hadis tidak membedakan anatara ilmu agama dan ilmu umum atau ilmu lainnya,
yang ada didalam al-Quran dan Hadis adalah ilmu.
Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), hal.103.
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu (Yogyakarta: Tiara Wacana,2006), hal.55.
4

Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan al-Quran Sebagai Basis Konstruksi Ilmu Pengetahuan
(Bandung: Mizan, 2012).
5
Ziaudin Sardar, Jihad Intelektual: Merusmuskan Paramater-paramater Sains Islam. Translated by A.E.

2

3

Priyono (Surabaya: Risalah Gusti, 1998). Hal.63.
3

B. Integrasi dalam Ranah Ontologi

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On/Ontos yang artinya
ada, dan Logos yang artinya ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut
istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Suriasumantri


menyimpulkan bahwa ontologi sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu yang membahas
tentang hakikat dari objek telaah ilmu dan hubungan objek ilmu dengan manusia sebagai
pencari ilmu.

6

Dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah teori keberadaan atau teori dari

cabang filsafat yang membahas tentang realita.

Objek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu,
ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang
dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.7

Pada saat berbicara tentang hal-hal gaib, ilmu agama tidak dapat dipandang ilmiah karena
sebuah ilmu, baru bisa dikatakan ilmiah apabila objeknya bersifat empiris. Padahal
sebetulnya dalam mempelajari fenomena-fenomena alam yang menjadi objek dari ilmu-ilmu
umum, nilai agama dapat dengan mudah kita jumpai karena dengan mempelajari alam berarti
jugamempelajari dan mengenal dekat cara kerja Tuhan.8
Dari prespektif Ibn Arabi, alam merupakan manifestasi sifat-sifat Allah Swt. dan cermin

bagi-Nya. Maksudnya adalah alam inilah bukti wujud dari sifat-sifat Allah Swt yang
merupakan sumber ilmu. Saintis Muslim sebagai peneliti alam epirik (terutama dunia
Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), hal.105.
Inu Kencana Syafii, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama, 2004), hal.9.
8
Mulyadhi Kertanegara, Integrasi Ilmu (Jakarta: Mizan Media Utama, 2005), hal.12.

6

7

4

mineral, tumbuhan, binatang, dan manusia) harus menyadari bahwa alam merupakan ciptaan
dan manifestasi Allah Swt. dan ajaran Islam mengajarkan bahwa alam merupakan tandatanda keberadaan dan kekuasaan-Nya, sehingga dengan meneliti alam diharapkan dapat
memperkuat keimanan terhadap-Nya dan bukan menjauhkan manusia dari-Nya.9
C. Integrasi dalam Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Episteme” yang artinya pengetahuan
dan juga “logos” yang bermakna ilmu. Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang
membahas pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok epistemologi adalah makna
pengetahuan, kemungkinan manusia meraih pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui.
Dengan demikian epistemilogi adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu10. Kajian-kajian
ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang disebut dalam
epistemologi islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf mengandalkan metode
irfani, yang biasa disebut metode takziyah an-nafs.
Metode tajribi adalah suatu metode penelitian atau penemuan ilmu yang, selain
memerankan kemampuan berpikir logis, juga dilanjutkan dengan tindakan eksperimen,
observasi atau bentuk-bentuk metode yang dikenal dalam metode penelitian ilmiah sekarang
ini.

Para ilmuwan Muslim telah

memanfaatkan

metode tajribi ini dengan baik dan

sungguh-sungguh. Mereka telah melakukan pengamatan-pengamatan terhadap objek-objek
fisik, baik dalam level teoritis, yaitu melakukan kajian mendalam dan kritis terhadap karyakarya ilmiah para filosof dan ilmuwan Yunani, seperti astronomi, kedokteran dan lain-lain,
maupun dalam level-level praktis, yaitu melakukan berbagai eksprerimen untuk
membuktikan benar atau salah suatu teori tertentu atau menciptakan teori yang belum ada
sebelumnya.11
Sedangan metode irfani ialah suatu metode (cara) penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs)
hanya untuk berma’rifat kepada Allah Swt, bukan dilakukan dengan kegiatan yang berkaitan
Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), hal.107.
Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), hal.108.
11
Abd al-Rasyid Moten, Isla izatio of K owledge” Methodology of Research i Political Scie ce, A erica Jour al
of Islamic Social Science (American Journal of Islamic Social Science 1990)
5
9

10

dengan rasionalitas seperti observasi, penelitian dan lainnya. Kutipan tersebut selaras dengan
keempat pendapat kaum sufi yaitu al-Ghazali, Ibn Arabi, Suhrawardi, dan Mulla Shadra
meskipun terdapat sedikit perbedaan pendapat.
Seorang sufi al-Ghazali menemukan kebenaran dalam mahzab kaum sufi (al-shuffiyah)
dan mahzab tasawuf (thuruqq tasawuf) dan meninggalkan mahzab filsafat. Kemudian dalam
pelaksanaan tazkiyah al-nafs ini al-Ghazali berpegang kepada cara khalawah, uzlah, riyadah,
dan al-mujahadah, dan disamping itu melakukan tahzib al-akhlak yaitu mendidik akhlak
untuk berzikir kepada Allah Swt. Sehingga dalam pelaksanaan tazkiyah al-nafs memerlukan
pengorbanan yang berat daripada sufi termasuk harta, keluarga bahkan tahta untuk
berma’rifat.
D. Integrasi dalam Aksiologi
Aksiologi merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “axios” yang
berarti nilai dan “logos” yang berarti teori. Aksiologi adalah suatu cabang filsafat atau ilmu
yang mempelajari tentang nilai dalam berbagai bentuk. Dalam kata lain, aksiologi dapat
disimpulkan sebagai teori nilai.
Menurut Bunnin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian,
termasuk makna, karakteristik dan klasifikasi nilai serta dasar dan karakter pertimbangan
nilai. Sebab itu, aksiologi disebut dengan teori nilai12. Menurut Richard Bender, Suatu nilai
adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui
bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian, atau yang menyumbangkan
pada pemuasan yang demikian. Dengan demikian kehidupan yang bermanfaat ialah
pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa bertambah. Sarwan menyatakan
bahwa aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai
(kebaikan, keindahan, dan kebenaran)13.
Definisi lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya,
12
13

Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016). hal.110
Sarwan HB, Filsafat Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994). hal.22
6

membinanya di dalam kepribadian peserta didik.14. Surisumantri menyimpulkan bahwa
aksiologi sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu membahas tentang kegunaan dan
penggunan ilmu, kaitan antara penggunaan ilmu dengan kaedah moral, dan hubungan antara
prosedur dan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral dan professional.15
Berdasarkan paparan mengenai definisi aksiologi, dapat disimpulkan bahwa aksiologi
merupakan suatu bagian dari kajian filsafat mengenai nilai-nilai yang bersangkutan dengan
kebaikan, keindahan, kebenaran dan mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
manusia.
Secara aksiologis, ilmu dan agama dapat dikatakan memiliki hubungan berupa nilai-nilai
(kebenaran, kebaikan, keindahan dan keilahian) yang terkait satu sama lain dijadikan
pertimbangan untuk menentukan kualitas nilai. secara aksiologis ilmu dan agama dapat
dikatakan memiliki hubungan yang integratis-kualifikatif. Artinya nilai-nilai ( kebenaran,
kebaikan, keindahan dan keilahian) secara simultan terkait satu sama lain dijadikan
pertimbangan untuk menentukan kualitas nilai.16

III.

Kesimpulan

Tasawuf dalam arti kata ilmu agama dan sains, keduanya merupakan ilmu yang
penting didunia ini.Ahli pun seorang muslim dibidang sains maupun ilmu lain tanpa didasari
ilmu agama akan sia-sia. Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang ahli dalam bidang agama
tapi tidak bisa mengaplikasikannya kedalam ilmu lain akan sia-sia juga. Sebenarnya kedua
ilmu itu tentu saja berkaitan. Ketika kita sedang belajar ilmu sains ataupun ilmu lainnya tentu
saja bahwa kita mengingat bahwa semuanya adalah anugerah dari Allah Swt. dan kita
sebagai umat muslim harus bisa menjaga dan merawatnya dengan didasari ilmu agama.
Walaupun begitu masih banyak orang yang berpikir bahwa kedua ilmu tersebut tidak

14

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Baya Madya Pratama. 1997). hal.69.
Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing,2016). hal.110
16
http://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/tribakti/article/view/326/254 pada tanggal 10 oktober pukul 12.20
15

7

berkaitan. Padahal sejak zaman para ilmuwan muslim terdahulu dapat dilihat bahwa mereka
tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi menguasa ilmu-ilmu rasional.

8

DAFTAR PUSTAKA
Ja’far, 2016. Perdana Publishing. Medan: Perdana Publishing.
Kuntowijoyo, 2006. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Purwanto, Agus, 2012. Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan al-Quran Sebagai
Basis Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung: Mizan.

Syafil, Inu Kencana, 2004. , Pengantar Filsafat Bandung: Refika Aditama.
Kertanegara, Mulyadhi, 2005. Integrasi Filsafat. Jakarta: Mizan Media Utama.
Moten, Abd al-Rasyid, 1990. , Islamization of Knowledge” Methodology of Research
in Political Science, American Journal of Islamic Social Science”. American Journal of

Islamic Social Science.
HB, Sarwan 1994. Filsafat Agama . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin dan Abdullah Idi, 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Baya Madya
Pratama.
http://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/tribakti/article/view/326/254 pada tanggal
10 oktober pukul 12.20.