PERTANYAAN DAN JAWABAN FILSAFAT KETUHANA
PERTANYAAN DAN JAWABAN FILSAFAT KETUHANAN (UTS)
Jelaskan pengertian tentang: Panentiesme, Panteisme, Okasionalisme, Henoteisme, Aseitas
Panenteisme: suatu faham yang tanpa mencampuradukkan dunia dengan Allah (seperti dalam panteisme), tidak mau
memisahkan pula dari dhat ilahi. Dalam konsepsi itu ada-nya Allah memang tidak disempitkan menjadi adanya dunia. Dunia
merupakan ungkapan empiris Allah yang berada di dalam segala hal secara imanen dan sekaligus transenden.
Panteisme: dari kata yunani pan: semua dan theos: Allah, adalah salah satu dari bentuk-bentuk yang mungkin dari monisme.
Panteisme mengakui hanya ada satu kenyataan yaitu Allah, sedang segala hal yang lain hanyalah merupakan berbagai cara
beradanya Allah. Panteisme adalah sebuah faham imanensi total.
Okasionalisme: faham yang mengatakan bahwa satu-satunya sebab sejati segala kejadian dalam dunia material dan dunia
rohani adalah Allah; sebab-sebab langsung dan terbatas tidak lebih dari kesempatan-kesempatan bagi campur tangan ilahi.
Henoteisme: faham yang mengakui banyak dewa, tetapi dalam doa dan kultus berseru kepada seorang dewa saja, seakan-akan
tidak ada dewa yang lain.
Aseitas: dari kata latin a se “ dari dirinya sendiri” ialah kekhasan sesuatu yang memiliki alasan dan tujuan eksistensinya dalam
dirinya sendiri. Istilah ini diciptakan pada abad pertengahan untuk menunjuk pada salah satu sifat dasar Allah, yaitu bahwa ia
tidak mempunyai penyebab lain selain diriNya sendiri. Kemudian dipakai oleh Schopenhauer dan menerapkannya pada hakekat,
sebagi kenyataan yang benar, yang satu-satunya yang bereksistensi atas dasar dirinya sendiri.
Persoalan religius tentang Tuhan sudah dijawab oleh agama. Mengapa diperlukan filsafat untuk
mendekati persoalan yang sama itu?
Untuk menguji apakah jawaban agama-agama itu benar atau dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, maka
filsafat perlu melihat dasar-dasar yang agama kemukakan. Ada jawaban agama yang mendasarkan diri pada keyakinan bahwa
ada Allah atau ada para dewa. Mereka mengiakan eksistensi Allah dan para dewa. Filsafat dari dirinya sendiri menyibukkan diri
dengan pengujian terhadap jawaban-jawaban yang telah diberikan agama. Filsafat akhirnya mau tidak mau harus tiba juga pada
pertanyaan tentang Allah, sebab hal tersebut termasuk dalam tugas filsafat sendiri yang paling khas, yaitu mempersoalkan Allah
sebagai dasar yang paling akhir dari semua realitas itu.
Problem tentang dasar terakhir atau tentang realitas mutlak tidak muncul di sana, ketika problem itu hanya menyentuh usaha
bagaimana manusia memecahkan problem itu. Ternyata di balik problem itu manusia pada dasarnya secara diam-diam
menerima bahwa pasti ada satu dasar terakhir dari semua keanekaragaman sebagai suatu persyaratan tentang apa semua yang
ada. Kita menyebutnya ABSOLUT (REALITAS ABSOLUT atau REALITAS MUTLAK).
Jelaskan ajaran “Ketritunggalan” dalam aliran Pangestu seperti yang diutarakan Dr. Sumantri dan
daam kaitannya dengan filsafat Ketuhanan. Apakah ada titik temu antara ajaran ini dengan
Tritunggal Kristen menurut pandangan kritis rasional. (pandangan pribadi)
Allah itu hanya satu yang wajib disembah. Ia kekal dan tak terikat oleh ruang dan waktu. ia tidak berawal dan tidak berakhir,
bukanlah laki-laki dan bukanlah juga perempuan. Dia tidak berbentuk, berwarna, tidak bersifat dan tidak tampak. Ia adalah yang
Mutlak dan bebas dari konsep. Pengetahuan manusia dan akal budi manusia tidak sanggup mengkonsepkannya. Pangestu
mengakuinya sebagai yang berfaset tiga yaitu Tri purusa: sukma kawekas, sukma sejati dan Roh Suci.
® Sukhma kawekas : faset atau sifat pertama dan yang tertinggi dari hidup: hidup dalam keadaan tenang, statis secara
mutlak, tidak bergerak, tak terbatas dan menjadi sumber kesadaran hidup. Gambarannya adalah air laut yang tenang
tanpa gelombang.
1|Page
Suhkma sejati: panutan sejati atau pemberi hidup sejati. Disebut cahaya Allah: merupakan satu cara hidup yang
dinamis dan aktif. Gambarannya adalah air laut yang bergelombang dan berombak.
® Roh suci adalah jiwa manusia atau manusia sejati yang sehakikat dengan Allah. Ia adalah cahaya Allah juga, tetapi
berbeda dgn sukma sejati karena sukma sejati Cuma pletikan dari api agung. Roh suci adalah cahaya atau sinar dari
bunga api itu dan menjadi satu dengan sukma sejati.
Pertanyaan kritis dari filsafat ketuhanan adalah: apakah konsep kebatinan tentang Allah seperti disebut diatas dapat kita
konfrontasikan dengan gagasan kristiani tentang tritunggal dan bagaimana kita menjelaskan hubungan itu secara rasional.
®
Jelaskan pendapat Imanuel Kant tentang eksistensi Allah sebagai suatu postulat (Kritik Budi Praktis)
Kant berusaha mencari dasar moral untuk setiap perbuatan manusia. Apakah ada dasar moral yang berlaku untuk semua orang
dan apakah dasar itu harus ada?
Kant merumuskan hukumdasar budi praktis:”berbuatlah sedemikian rupa sehingga prinsip kehendakmu setiap saat
dapat berlaku sebagai prinsip penetapan undang-undang yang berlaku umum”.
Dua unsure yg menentukan adalah kehendak subjektif dan prinsip hukum umum yg berlaku. Kehendak subjektif berarti
berlaku untuk subjek saja dan dapat ditemukan dalam diri setiap orang, sedang hukumumum adalah satu
hukumobjektif yang berlaku untuk semua orang.
Lalu prinsip apa yang dapat berlaku baik bagi kehendak subjektif maupun kehendak objektif?
Syarat untuk itu ditemukan dalam budi, yaitu dalam fungsi praktis dari budi. Fungsi praksis dari budi adalah menemukan
kehendak yang menuntun manusia untuk bertindak.
Fungsi praksis dari budi inilah yang menjadi prinsip tertinggi yang menjadi hukummoral bagi perbuatan dan mewajibkan
manusia untuk bertindak secara moral.
Hukum moral tertinggi dalam budi manusia bersifat imperative kategoris “lakukanlah saja menurut prinsip yang engkau
kehendaki bahwa prinsip itu menjadi satu hukumumum. Prinsip ini tidak kondisional, tidak tergantung pada
pengalaman empiris dan kategoris (tanpa jika…atau kalau…; tetapi ‘lakukan saja…’!
Kata kunci untuk menghayati hukummoral adalah kebebasan. Penghayan kebebasan Kant mensyaratkan pentingnya pertanyaan
“untuk apa saya bertindak secara moral di dunia ini?” atau ‘untuk apa saya berbuat baik”.
Pertanyaan ini dijawab dengan uraian tentang pentingnya penetapan”kebaikan tertinggi” sebagai objek atau tujuan dari
perbuatan praktis. Penetapan ‘kebaikan tertinggi’ memberi sumbangan untuk menjamin arah dan perbuatan manusia.
Kebaikan tertinggi adalah objek bayangan yang secara praktis dan perlu untuk memenangkan satu perbuatan yang
berarti.
Dua elemen yang khas dari kebaikan tertinggi adalah kebajikan dan kebahagiaan..
Eksistensi Allah diandaikan sebagai satu kebaikan tertinggi yang otonom dan satu hakekat moral yang suci dan
sempurna. Allah dibayangkan sebagai penghubung antara kebajikan dan kebahagiaan. Kebajikan merupakan satu
kebaikan tertinggi tetapi kebaikan yang belum terealisir secara penuh di bumi, sedangkan “kebahagiaan” adalah
kebaikan tertinggi yang lengkap dan sempurna.
Eksistensi Allah sebagai penghubung diandaikan sempurna, suci, lengkap tanpa cacat moral.
Jelaskan hubungan antara ajaran Platon tentang pengetahuan dan konsep Kristen tentang rahmat!
Pengetahuan menurut Platon adalah penglihatan rohaniah atau cara pandang rohaniah. Yang mau dikenal adalah
hakekat atau wujud yang dilambangkan dengan ‘X’. Hakekat/wujud itu tidak sama dengan ‘ide’ tetapi melalui ‘ide’ sebagai salah
satu pengenalan teoritis, hakekat itu dapat dikenal. Hakekat itu adalah sesuatu di dalam dirinya sendiri.
Bagaimana mengenal hakekat itu?
1. Dengan metode ‘dialektik’ yaitu seni yang tepat dalam dialog atau pembicaraan, seni pembicaraan yang membuat
orang perlahan-lahan sampai kepada ide.
2. Platon melukiskan cara pengenalan yang bersifat intuitif dengan bertolak dari objek yang kelihatan. Misalnya
memandang satu tubuh yang indah akan mendapat arti lebih intensif ketika diperluas lagi secara horizontal dengan
kegiatan memandang tubuh-tubuh indah yang lain. Dari kegiatan memandang ini orang sampai pada satu taraf yang
lebih tinggi yaitu pengertian tentang keindahan yang dari dirinya sendiri, yaitu keindahan yang menjelma dalam satu
figure. Cara memandang yang membawa pengertian seperti ini bergerak secara vertical, yaitu ketika keindahan itu
tidak lagi bersifat ‘jasmaniah’ tetapi ‘rohaniah’ dalam bentuk satu figur. Ini dapat tercapai ketika orang mengalami atau
menemukan seorang manusia yang dicintainya yang di dalamnya terdapat ‘figur keindahan’. Dari taraf ini manusia
2|Page
beranjak kepada pengertian dan pengenalan akan satu ‘bentuk absolut’ dari keindahan. Bentuk absolute ini dikenal
bukan karena hasil usaha manusia tetapi diterima secara sekejap sebagai “satu pengenalan intuitif”. Dalam taraf ini
manusia mengalami semacam pencerahan. Bentuk absolute ini adalah satu tujuan akhir yang menunjukkan satu
kualitas. Kualitas ini merupakan puncak yang tidak bisa dilampaui lagi, puncak dari dialektika. Tujuan terakhir itu
adalah mengenal ide yang menunjukkan kepada kebaikan tertinggi di dalam dirinya ide tentang pengetahuan tertinggi
ini adalah sebab awal dari pengetahuan, dari kebenaran dan dari realitas “Ada” di dalam dirinya sendiri. Kebaikan
tertinggi berdiri melampaui hakekat ide.
Teolog Kristen Justinus dari Nablus menafsirkan bahwa ide absolute yang coba dikenali oleh Platon adalah Allah sendiri
sehingga pengenalan akan ide yang menunjuk kepada Kebaikan Tertinggi merupakan pengenalan akan Allah sebagai
Kebaikan tertinggi. Tetapi konsep Kristen ini dijamin oleh roh kudus dalam kesempurnaan hidup dikemudian hari karena
penghayatan etis “homoiosis theo”.
Kemampuan ini tidak semata-mata dihasilkan oleh manusia tetapi karena rahmat semata-mata yang dianugerahkan Roh
kudus. Pengenalan intuitif yang tampak sebagai pengalaman pencerahan sekejap akan ide kekal dalam konteks Platon tidak
berasal dari kodrat nous manusia. Pengalaman ini dihadiahkan secara tiba-tiba kepada manusia, sehingga manusia
memperoleh “satu cara pandang atau cara melihat” yang secara intuitif menangkap Realitas Allah.
Konsep Justinus ini kemudian tampil juga dalam pandangan Agustinus mengenai Rahmat. Rahmat merupakan daya
penerangan rohani yang melampaui pengertian manusia. Pengenalan akan Allah dimampukan oleh cahaya roh ilahi itu, dan
cahaya itu terpusat dalam Logos sebagai roh Allah dan kebenaran. Allah dan Logos ini menampung semua ide dan
meletakkannya ke dalam jiwa manusia.
Apa beda antara filsafat ketuhanan dengan teologi!
Teologi: merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berbicara tentang Allah dengan bertitik tolak dari iman terhadap apa yang
diwahyukan melalui nabi2 dan KS. Kebenaran ditunju di sana adalah kebenaran iman. Kebenaran iman tetap berada di atas
kebenaran manusia. Sumber pengetahuan dari teologi ialah wahyu Allah, Kitab Suci, tradisi keagamaan dan refleksi kritis
tentang wahyu Allah itu serta magisterium Gereja.
Filsafat: Allah tidak pernah menjadi obyek renungan langsung. Obyek filsafat adalah hidup manusia yang direnungkan arti dan
dasarnya. Allah menjadi obyek filsafat dalam arti bahwa Ia menjadi gelutan kritis filsafat, sejauh ia masuk dalam hidup manusia
sekaligus menentukan arti hidup manusia. Sumber pengetahuan filosofis ttg Allah adalah budi manusia yang mempersoalkan
eksistensi Allah secara kritis yang mengakui eksistensiNya, meragukan eksistensiNya dan menolak eksistensiNya.
3|Page
Jelaskan pengertian tentang: Panentiesme, Panteisme, Okasionalisme, Henoteisme, Aseitas
Panenteisme: suatu faham yang tanpa mencampuradukkan dunia dengan Allah (seperti dalam panteisme), tidak mau
memisahkan pula dari dhat ilahi. Dalam konsepsi itu ada-nya Allah memang tidak disempitkan menjadi adanya dunia. Dunia
merupakan ungkapan empiris Allah yang berada di dalam segala hal secara imanen dan sekaligus transenden.
Panteisme: dari kata yunani pan: semua dan theos: Allah, adalah salah satu dari bentuk-bentuk yang mungkin dari monisme.
Panteisme mengakui hanya ada satu kenyataan yaitu Allah, sedang segala hal yang lain hanyalah merupakan berbagai cara
beradanya Allah. Panteisme adalah sebuah faham imanensi total.
Okasionalisme: faham yang mengatakan bahwa satu-satunya sebab sejati segala kejadian dalam dunia material dan dunia
rohani adalah Allah; sebab-sebab langsung dan terbatas tidak lebih dari kesempatan-kesempatan bagi campur tangan ilahi.
Henoteisme: faham yang mengakui banyak dewa, tetapi dalam doa dan kultus berseru kepada seorang dewa saja, seakan-akan
tidak ada dewa yang lain.
Aseitas: dari kata latin a se “ dari dirinya sendiri” ialah kekhasan sesuatu yang memiliki alasan dan tujuan eksistensinya dalam
dirinya sendiri. Istilah ini diciptakan pada abad pertengahan untuk menunjuk pada salah satu sifat dasar Allah, yaitu bahwa ia
tidak mempunyai penyebab lain selain diriNya sendiri. Kemudian dipakai oleh Schopenhauer dan menerapkannya pada hakekat,
sebagi kenyataan yang benar, yang satu-satunya yang bereksistensi atas dasar dirinya sendiri.
Persoalan religius tentang Tuhan sudah dijawab oleh agama. Mengapa diperlukan filsafat untuk
mendekati persoalan yang sama itu?
Untuk menguji apakah jawaban agama-agama itu benar atau dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, maka
filsafat perlu melihat dasar-dasar yang agama kemukakan. Ada jawaban agama yang mendasarkan diri pada keyakinan bahwa
ada Allah atau ada para dewa. Mereka mengiakan eksistensi Allah dan para dewa. Filsafat dari dirinya sendiri menyibukkan diri
dengan pengujian terhadap jawaban-jawaban yang telah diberikan agama. Filsafat akhirnya mau tidak mau harus tiba juga pada
pertanyaan tentang Allah, sebab hal tersebut termasuk dalam tugas filsafat sendiri yang paling khas, yaitu mempersoalkan Allah
sebagai dasar yang paling akhir dari semua realitas itu.
Problem tentang dasar terakhir atau tentang realitas mutlak tidak muncul di sana, ketika problem itu hanya menyentuh usaha
bagaimana manusia memecahkan problem itu. Ternyata di balik problem itu manusia pada dasarnya secara diam-diam
menerima bahwa pasti ada satu dasar terakhir dari semua keanekaragaman sebagai suatu persyaratan tentang apa semua yang
ada. Kita menyebutnya ABSOLUT (REALITAS ABSOLUT atau REALITAS MUTLAK).
Jelaskan ajaran “Ketritunggalan” dalam aliran Pangestu seperti yang diutarakan Dr. Sumantri dan
daam kaitannya dengan filsafat Ketuhanan. Apakah ada titik temu antara ajaran ini dengan
Tritunggal Kristen menurut pandangan kritis rasional. (pandangan pribadi)
Allah itu hanya satu yang wajib disembah. Ia kekal dan tak terikat oleh ruang dan waktu. ia tidak berawal dan tidak berakhir,
bukanlah laki-laki dan bukanlah juga perempuan. Dia tidak berbentuk, berwarna, tidak bersifat dan tidak tampak. Ia adalah yang
Mutlak dan bebas dari konsep. Pengetahuan manusia dan akal budi manusia tidak sanggup mengkonsepkannya. Pangestu
mengakuinya sebagai yang berfaset tiga yaitu Tri purusa: sukma kawekas, sukma sejati dan Roh Suci.
® Sukhma kawekas : faset atau sifat pertama dan yang tertinggi dari hidup: hidup dalam keadaan tenang, statis secara
mutlak, tidak bergerak, tak terbatas dan menjadi sumber kesadaran hidup. Gambarannya adalah air laut yang tenang
tanpa gelombang.
1|Page
Suhkma sejati: panutan sejati atau pemberi hidup sejati. Disebut cahaya Allah: merupakan satu cara hidup yang
dinamis dan aktif. Gambarannya adalah air laut yang bergelombang dan berombak.
® Roh suci adalah jiwa manusia atau manusia sejati yang sehakikat dengan Allah. Ia adalah cahaya Allah juga, tetapi
berbeda dgn sukma sejati karena sukma sejati Cuma pletikan dari api agung. Roh suci adalah cahaya atau sinar dari
bunga api itu dan menjadi satu dengan sukma sejati.
Pertanyaan kritis dari filsafat ketuhanan adalah: apakah konsep kebatinan tentang Allah seperti disebut diatas dapat kita
konfrontasikan dengan gagasan kristiani tentang tritunggal dan bagaimana kita menjelaskan hubungan itu secara rasional.
®
Jelaskan pendapat Imanuel Kant tentang eksistensi Allah sebagai suatu postulat (Kritik Budi Praktis)
Kant berusaha mencari dasar moral untuk setiap perbuatan manusia. Apakah ada dasar moral yang berlaku untuk semua orang
dan apakah dasar itu harus ada?
Kant merumuskan hukumdasar budi praktis:”berbuatlah sedemikian rupa sehingga prinsip kehendakmu setiap saat
dapat berlaku sebagai prinsip penetapan undang-undang yang berlaku umum”.
Dua unsure yg menentukan adalah kehendak subjektif dan prinsip hukum umum yg berlaku. Kehendak subjektif berarti
berlaku untuk subjek saja dan dapat ditemukan dalam diri setiap orang, sedang hukumumum adalah satu
hukumobjektif yang berlaku untuk semua orang.
Lalu prinsip apa yang dapat berlaku baik bagi kehendak subjektif maupun kehendak objektif?
Syarat untuk itu ditemukan dalam budi, yaitu dalam fungsi praktis dari budi. Fungsi praksis dari budi adalah menemukan
kehendak yang menuntun manusia untuk bertindak.
Fungsi praksis dari budi inilah yang menjadi prinsip tertinggi yang menjadi hukummoral bagi perbuatan dan mewajibkan
manusia untuk bertindak secara moral.
Hukum moral tertinggi dalam budi manusia bersifat imperative kategoris “lakukanlah saja menurut prinsip yang engkau
kehendaki bahwa prinsip itu menjadi satu hukumumum. Prinsip ini tidak kondisional, tidak tergantung pada
pengalaman empiris dan kategoris (tanpa jika…atau kalau…; tetapi ‘lakukan saja…’!
Kata kunci untuk menghayati hukummoral adalah kebebasan. Penghayan kebebasan Kant mensyaratkan pentingnya pertanyaan
“untuk apa saya bertindak secara moral di dunia ini?” atau ‘untuk apa saya berbuat baik”.
Pertanyaan ini dijawab dengan uraian tentang pentingnya penetapan”kebaikan tertinggi” sebagai objek atau tujuan dari
perbuatan praktis. Penetapan ‘kebaikan tertinggi’ memberi sumbangan untuk menjamin arah dan perbuatan manusia.
Kebaikan tertinggi adalah objek bayangan yang secara praktis dan perlu untuk memenangkan satu perbuatan yang
berarti.
Dua elemen yang khas dari kebaikan tertinggi adalah kebajikan dan kebahagiaan..
Eksistensi Allah diandaikan sebagai satu kebaikan tertinggi yang otonom dan satu hakekat moral yang suci dan
sempurna. Allah dibayangkan sebagai penghubung antara kebajikan dan kebahagiaan. Kebajikan merupakan satu
kebaikan tertinggi tetapi kebaikan yang belum terealisir secara penuh di bumi, sedangkan “kebahagiaan” adalah
kebaikan tertinggi yang lengkap dan sempurna.
Eksistensi Allah sebagai penghubung diandaikan sempurna, suci, lengkap tanpa cacat moral.
Jelaskan hubungan antara ajaran Platon tentang pengetahuan dan konsep Kristen tentang rahmat!
Pengetahuan menurut Platon adalah penglihatan rohaniah atau cara pandang rohaniah. Yang mau dikenal adalah
hakekat atau wujud yang dilambangkan dengan ‘X’. Hakekat/wujud itu tidak sama dengan ‘ide’ tetapi melalui ‘ide’ sebagai salah
satu pengenalan teoritis, hakekat itu dapat dikenal. Hakekat itu adalah sesuatu di dalam dirinya sendiri.
Bagaimana mengenal hakekat itu?
1. Dengan metode ‘dialektik’ yaitu seni yang tepat dalam dialog atau pembicaraan, seni pembicaraan yang membuat
orang perlahan-lahan sampai kepada ide.
2. Platon melukiskan cara pengenalan yang bersifat intuitif dengan bertolak dari objek yang kelihatan. Misalnya
memandang satu tubuh yang indah akan mendapat arti lebih intensif ketika diperluas lagi secara horizontal dengan
kegiatan memandang tubuh-tubuh indah yang lain. Dari kegiatan memandang ini orang sampai pada satu taraf yang
lebih tinggi yaitu pengertian tentang keindahan yang dari dirinya sendiri, yaitu keindahan yang menjelma dalam satu
figure. Cara memandang yang membawa pengertian seperti ini bergerak secara vertical, yaitu ketika keindahan itu
tidak lagi bersifat ‘jasmaniah’ tetapi ‘rohaniah’ dalam bentuk satu figur. Ini dapat tercapai ketika orang mengalami atau
menemukan seorang manusia yang dicintainya yang di dalamnya terdapat ‘figur keindahan’. Dari taraf ini manusia
2|Page
beranjak kepada pengertian dan pengenalan akan satu ‘bentuk absolut’ dari keindahan. Bentuk absolute ini dikenal
bukan karena hasil usaha manusia tetapi diterima secara sekejap sebagai “satu pengenalan intuitif”. Dalam taraf ini
manusia mengalami semacam pencerahan. Bentuk absolute ini adalah satu tujuan akhir yang menunjukkan satu
kualitas. Kualitas ini merupakan puncak yang tidak bisa dilampaui lagi, puncak dari dialektika. Tujuan terakhir itu
adalah mengenal ide yang menunjukkan kepada kebaikan tertinggi di dalam dirinya ide tentang pengetahuan tertinggi
ini adalah sebab awal dari pengetahuan, dari kebenaran dan dari realitas “Ada” di dalam dirinya sendiri. Kebaikan
tertinggi berdiri melampaui hakekat ide.
Teolog Kristen Justinus dari Nablus menafsirkan bahwa ide absolute yang coba dikenali oleh Platon adalah Allah sendiri
sehingga pengenalan akan ide yang menunjuk kepada Kebaikan Tertinggi merupakan pengenalan akan Allah sebagai
Kebaikan tertinggi. Tetapi konsep Kristen ini dijamin oleh roh kudus dalam kesempurnaan hidup dikemudian hari karena
penghayatan etis “homoiosis theo”.
Kemampuan ini tidak semata-mata dihasilkan oleh manusia tetapi karena rahmat semata-mata yang dianugerahkan Roh
kudus. Pengenalan intuitif yang tampak sebagai pengalaman pencerahan sekejap akan ide kekal dalam konteks Platon tidak
berasal dari kodrat nous manusia. Pengalaman ini dihadiahkan secara tiba-tiba kepada manusia, sehingga manusia
memperoleh “satu cara pandang atau cara melihat” yang secara intuitif menangkap Realitas Allah.
Konsep Justinus ini kemudian tampil juga dalam pandangan Agustinus mengenai Rahmat. Rahmat merupakan daya
penerangan rohani yang melampaui pengertian manusia. Pengenalan akan Allah dimampukan oleh cahaya roh ilahi itu, dan
cahaya itu terpusat dalam Logos sebagai roh Allah dan kebenaran. Allah dan Logos ini menampung semua ide dan
meletakkannya ke dalam jiwa manusia.
Apa beda antara filsafat ketuhanan dengan teologi!
Teologi: merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berbicara tentang Allah dengan bertitik tolak dari iman terhadap apa yang
diwahyukan melalui nabi2 dan KS. Kebenaran ditunju di sana adalah kebenaran iman. Kebenaran iman tetap berada di atas
kebenaran manusia. Sumber pengetahuan dari teologi ialah wahyu Allah, Kitab Suci, tradisi keagamaan dan refleksi kritis
tentang wahyu Allah itu serta magisterium Gereja.
Filsafat: Allah tidak pernah menjadi obyek renungan langsung. Obyek filsafat adalah hidup manusia yang direnungkan arti dan
dasarnya. Allah menjadi obyek filsafat dalam arti bahwa Ia menjadi gelutan kritis filsafat, sejauh ia masuk dalam hidup manusia
sekaligus menentukan arti hidup manusia. Sumber pengetahuan filosofis ttg Allah adalah budi manusia yang mempersoalkan
eksistensi Allah secara kritis yang mengakui eksistensiNya, meragukan eksistensiNya dan menolak eksistensiNya.
3|Page