BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga 2.1.1. Definisi Keluarga - Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarganya yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSJD Propinsi SUMUT Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga 2.1.1. Definisi Keluarga Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga “kulawarga”

  yang berarti “anggota” “kelompok kerabat”. Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, yang bersatu (Yulia, 2011).

  Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family: ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (di samping inti, ada orang lain: kakek/ nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain. Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia (Tirtarahardja, 2008).

  Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat primer dan fundamental. Di situlah anak dibesarkan, memperoleh penemuan awal. Serta belajar yang memungkinkan perkembangan diri selanjutnya. Di situ pula anak pertama-tama memperoleh kesempatan untuk menghayati pertemuan/ pergaulan dengan sesama manusia, bahkan memperoleh perlindungan yang pertama (Gunawan, 2010).

  Roucek (dalam Gunawan, 2010) mengatakan, keluarga adalah buaian dari kepribadian atau the family is the craddle of the personality. Keluarga merupakan pusat ketenangan hidup dan pangkal (home base) yang paling vital.

  2.1.2. Karakteristik Keluarga

  Menurut Gusti (2013), Karakteristik keluarga yaitu:

  1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

  2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

  3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial: Suami, istri, anak, kakak dan adik.

  4. Mempunyai tujuan yaitu: Menciptakan dan mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

  2.1.3. Peran Keluarga

  Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

  Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut : 1. Peranan Ayah :

  Ayah sebagai suami dari istri dan bapak dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

  2. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

  3. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual (Yulia, 2011).

2.1.4. Tipe – Tipe Keluarga

  Menurut Gusti (2013), tipe-tipe keluarga ada 2 (dua) macam, yaitu:

  1. Tipe keluarga Tradisionil

  a. Keluarga inti (Nuclear family) Adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

  b. Keluarga besar (Extended family) Adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, dll).

  c. Keluarga bentukan kembali (Dyadic family) Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya. g.

  Orang tua tunggal (Single parent family) Adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.

  h.

   The Single adult living alone Adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah. i.

   The unmarried teenage mother Adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan.

  j.

  Keluarga usila (Niddle age/ Aging couple) Adalah suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karir.

  2. Tipe Keluarga Non Tradisional

  a. Commune family Adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah

  b. Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga.

  c. Homoseksual Adalah dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu ruma tangga.

2.1.5. Tugas-tugas Keluarga Dalam Kesehatan

  Pada dasarnya tugas keluarga dalam kesehatan ada 5 (lima) yaitu: 1. Mengenal masalah kesehatan keluarga.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

  3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

  4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat.

  5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

2.1.6. Fungsi Keluarga

  Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut : 1.

  Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.

  2. Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

  3. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

  4. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

  5. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

  6. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

  7. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing- masing, dsb.

8. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

  9. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman diaantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga (Yulia, 2011).

2.1.7. Pemegang Kekuasaan Dalam Keluarga 1.

  Patriakal Yaitu yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah di pihak ayah.

  2. Matriakal Yaitu yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah di pihak ibu.

  3. Equaltarian Yaitu yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu.

2.1.8. Karakteristik Keluarga 1.

  Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan- penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur (Notoatmodjo, 2010).

  Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun (Wawan, 2011).

  Gangguan mental lebih sering terjadi pada orang yang berusia dibawah 45 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Gangguan kepribadian antisosial empat kali lebih banyak pada wanita yang menderita gangguan mood dan kecemasan (Aqib, 2013).

2. Pendidikan

  Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Wawan, 2011).

  3. Pekerjaan Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Wawan, 2011).

  Jenis pekerjaan dapat berperan dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan. Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel umur dan kelamin (Notoatmodjo, 2011)

  4. Penghasilan Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transpor, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011).

2.2. Kecemasan 2.2.1. Definisi Kecemasan

  Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik) (Aqib, 2013).

  Kecemasan menurut Abe Arkoff sebagai berikut: Anxiety as a state of

  

arousal caused by threat to well-being . Jadi, kecemasan adalah suatu keadaan

  yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Sundari, 2005).

  Gangguan kecemasan adalah sekelompok gangguan di mana kecemasan merupakan gejala utama (gangguan kecemasan umum dan gangguan panik).

  Kecemasan menjadi merusak jika orang yang mengalaminya dari peristiwa yang oleh sebagian besar tidak dianggap stres.

  Seseorang yang menderita gangguan kecemasan umum hidup tiap hari dalam ketegangan yang samar-samar, merasa takut atau cemas pada hampir sebagian besar waktunya dan cenderung bereaksi secara berlebihan terhadap stres yang ringan pun. Selama serangan panik yang parah, orang merasa takut bahwa dirinya akan mati.

  Orang yang mengalami kecemasan umum dengan gangguan panik mungkin tidak mengetahui dengan jelas mengapa mereka merasa ketakutan. Jenis kecemasan ini kadang-kadang dinamakan “free-floating” (melayang bebas) karena tidak dipicu oleh peristiwa tertentu; namun terjadi dalam berbagai situasi (Aqib, 2013).

  Kecemasan mempunyai segi yang disadari, seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/ bersalah, terancam, dan sebagainya. Juga ada segi- segi yang ada di luar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu (Aqib, 2013).

  2.2.2. Macam-macam Kecemasan

  Sundari (2005) mengatakan, macam-macam kecemasan adalah: 1)

  Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan denga hati nuraninya atau keyakinannya. Seorang pelajar/mahasiswa menyontek, pada waktu pengawas ujian lewat didepannya berkeringat dingin, takut diketahui.

  2) Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai penyebabnya.

  3) Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/benda yang tidak berbahaya. Rasa takut sebenarnya suatu perbuatan yang biasa/wajar kalau ada sesuatu yang ditakuti dan seimbang. Bila takut yang sangat luar biasa dan tidak sesuai terhadap objek yang ditakuti sebenarnya patologis yang disebut phobia.

  Phobia adalah rasa takut yang sangat atau berlebihan terhadap sesuatu yang tidak diketahui lagi penyebabnya.

  2.2.3. Tingkat Kecemasan

  Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 – 4, yang artinya adalah: Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) 1 = gejala ringan 2 = gejala sedang 3 = gejala berat 4 = gejala berat sekali Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: Jika total nilai (score) kurang dari 14 maka artinya derajat kecemasan seseorang tidak ada kecemasan, jika total nilai (score) 14 – 20 maka artinya derajat kecemasan seseorang mengalami kecemasan ringan, jika total nilai

  

(score) 21 – 27 maka artinya derajat kecemasan seseorang mengalami kecemasan

  sedang, jika total nilai (score) 28 – 41 maka artinya derajat kecemasan seseorang mengalami kecemasan berat, jika total nilai (score) 42 – 56 maka artinya derajat kecemasan seseorang mengalami kecemasan berat sekali.

  Perlu diketahui bahwa alat ukur HRS-A ini bukan dimaksudkan untuk menegakkan diagnosa gangguan kecemasan. Diagnosa gangguan cemas ditegakkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter (psikiater); sedangkan untuk mengukur derajat berat ringannya gangguan cemas itu digunakan alat ukur HRS-A (Hawari, 2011).

2.2.4. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Kecemasan

  Menurut Elina Raharisti Rufaidah (2009), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah : a.

  Faktor fisik Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.

  b.

  Trauma atau konflik Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.

  c.

  Lingkungan awal yang tidak baik.

  Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan. Menurut Musfir Az-Zahrani (2005) salah satu faktor yang memepengaruhi adanya kecemasan yaitu lingkungan keluarga yang keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah.

2.2.5. Stres dan Koping Keluarga

  Menurut Gusti (2013), Stres dan koping keluarga, yaitu: 1. Stresor jangka pendek dan panjang

  Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 6 bulan.

  Stresor jangka panjang yaitu stresor yang saat ini dialami yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.

  2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stresor.

  Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi stresor yang ada.

  3. Strategi koping yang digunakan.

  Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

  4. Strategi adaptasi disfungsional.

  Menjelaskan adaptasi disfungsional (perilaku keluarga yang tidak adaptif) ketika keluarga menghadapi masalah.

2.3. Gangguan Jiwa 2.3.1. Definisi Gangguan Jiwa

  Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik (Aqib, 2013).

2.3.2. Macam-macam Gangguan Jiwa

  Macam-macam gangguan jiwa ini banyak sekali, antara lain: 1)

  Neurasthenia Penderita neutrasthenia selalu merasa lelah, lesu yang sangat. Sering pula disebut penyakit payah, meskipun sebenarnya fisiknya tak terdapat penyakit apapun. Ia sangat sensitif terhadap cahaya, suara. Detik jam kadang-kadang menyebabkan tidak dapat tidur, kepala pusing, selalu gelisah, merasa mempunyai berbagai penyakit, dan takut akan mati. Menginginkan belas kasihan dari orang lain (Sundari, 2005).

  2) Histeria.

  Histeria terjadi akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi kesukaran- kesukaran, tekanan perasaan, kegelisahan, kecemasan dan pertentangan batin.

  Dalam menghadapi kesukaran itu orang tidak mampu menghadapinya dengan cara yang wajar, lalu melepaskan tanggung jawab dan lari secara tidak sadar kepada gejala-gejala histeria yang tidak wajar. Di antara gejala-gejalanya ada yang berhubungan dengan fisik dan ada pula yang berhubungan dengan mental.

  Termasuk dalam gejala-gejala fisik antara lain: a.

  Lumpuh histeria b.

  Cramp histeria c. Kejang histeria d.

  Mutism (hilang kesanggupan berbicara) Termasuk dalam gejala-gejala mental, antara lain: a.

  Hilang ingatan (amnesia) b.

  Kepribadian kembar (double personality) c. Mengelana secara tidak sadar (fugue) d.

  Jalan-jalan sedang tidur (somnabulism) (Aqib, 2013).

  3) Psychasthenia.

  Penderita psychasthenia, merasa tidak tenang, selalu diganggu dan dikejar- kejar, mimpi yang menakutkan, sering mengalami kompulsion (dorongan paksaan) untuk berbuat sesuatu. Sebenarnya penderita kurang mempunyai kemampuan untuk tetap dalam keadaan integrasi yang normal, repression (penekanan) terhadap pengalaman yang telah lalu (Sundari, 2005). 4)

  Gagap Berbicara (stuttering) Gejala gangguan jiwa lainnya ialah gagap berbicara, ada yang dalam bentuk berputus-putus, tertahan napas atau berulang-ulang. Apabila tekanan gagap itu terlalu besar, maka kelihatan orang menekan kedua bibirnya dengan diiringi gerakan-gerakan tangan dan kaki dan sebagainya.

  5) Ngompol (buang air kecil yang tidak disadari)

  6) Kepribadian Psikopati

  Psikopoati adalah ketidaksanggupan menyesuaikan diri yang mendalam dan kronis. Orang-orang yang psikopati itu biasanya menimpakan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain. 7)

  Keabnormalan Seksual Gejala-gejala yang sering dialami antara lain: a.

  Onani (masturbasi) b.

  Homo-seksual c. Sadisme

  8) Gangguan Kesadaran

  Gangguan kesadaran itu merupakan peristiwa dimana segenap kondisi psikis mengalami perubahan, sehingga pribadi menjadi tidak jernih dan tidak ceria secara psikis. Gejala gangguan kesadaran itu ada yang memanifestasikan diri dalam wujud seperti “mengantuk”, dan ada pula seperti bingung, termangu- mangu, dungu dan linglung.

  9) Defisiensi Moral

  Defisiensi/defect moral adalah: kondisi individu yang hidupnya delinquent (nakal, jahat). Selalu melakukan kejahatan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti-sosial; tanpa adanya penyimpangan atau ganggua organis pada fungsi inteleknya, namun inteleknya tidak berfungsi, hingga terjadi kebekuan moral yang kronis.

  10) Damaged Children

  Damaged children adalah anak-anak dengan perkembangan pribadi yang regresif serta kerusakan pada fungsi intelek, sehingga interrelasi kemanusiaannya miskin, beku, disertai penolakan terhadap super-ego dan hati nurani sendiri, hingga muncul kebekuan moral.

  11) Psikosa/ Psikosis

  Psikosa/psikosis adalah bentuk kekalutan mental yang ditandai dengan adanya disintegrasi kepribadian, dan terputusnya hubungan dirinya dengan realitas (Aqib, 2013).

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarganya yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSJD Propinsi SUMUT Medan Tahun 2014

4 86 83

Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan

0 69 9

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingakat Kecemasan Ibu Dalam Menghadapi Persalinan Di Klinik Niar Medan Tahun 2015

1 73 66

View of Hubungan Peran Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Mengalami Hospitalisasi

0 1 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan Penderita Dan Keluarga Penderita Tentang Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Dukungan Keluarga 1.1 Definisi Keluarga - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stroke 2.1.1. Definisi Stroke - Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan - Hubungan Karakteristik Deugan Tingkat Kecemasan Ibu Primigravida Pada Trimester III Dalam Menghadapi Persalinan Di Klinik Sumiariani Kecamatan Medan lobor Tabun 2014

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Keluarga Berencana 2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana - Hubungan Jenis dan Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Menstruasi Pada Ibu Pus di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahu

0 0 34

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi konstipasi - Perbedaan Karakteristik Klinis Anak Konstipasi Fungsional Dengan Riwayat Keluarga Konstipasi dan Tanpa Riwayat Keluarga Konstipasi

0 0 13