DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH JURNAL
DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH JURNAL Oleh RINALDI KASIM NPM. 1010018412010 Magister Ilmu Hukum PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA 2014
DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
1
1
1 Rinaldi Kasim , Lis Febrianda , Maiyestati
1 Program Studi Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Bung Hatta Email : Rinaldi.kasim7@yahoo.co.id ABSTRAK
Eksistensi wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan cukup
penting, namun hubungan kerja antara kepala daerah dengan wakilnya
umumnya cepat berakhir. Fenomena ini tentu akan berdampak pada jalannya
roda Pemerintahan. Untuk itu rumusan masalah adalah : (1) Bagaimanakah
disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan
pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah? (2) Faktor-faktor apakah yang memengaruhi
disharmonisasi Wakil Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota
Padang? (3) Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam
menjaga harmonisasi dengan Walikota agar penyelenggaraan pemerintahan
di Kota Padang dapat berjalan dengan baik?. Metode penelitian melalui
pendekatan yuridis sosiologis dengan melalui pengumpulan data studi
dokumen dan wawancara mendalam dianalisis secara deskriptif analisis. Hasil
penelitian : (1) a. Belum semua tugas dan wewenang Wakil Walikota
diserahkan sepenuhnya kepada Wakil Walikota. b. Ada sebagian urusan
administrasi yang tidak melalui Wakil Walikota, akan tetapi langsung ke
Walikota. c. Dalam pengangkatan dan penunjukan pejabat-pejabat struktural
di pemerintahan Kota Padang, Walikota tidak berkoordinasi dengan Wakil
Walikota. (2) a. faktor hubungan kerja. b. faktor legitimasi. c. faktor politik.
(3) Upaya-upaya yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga
harmonisasi dengan Walikota : a. Lebih mempertimbangkan kepentingan
yang lebih besar yakni kepentingan orang banyak dari pada kepentingan
pribadi atau golongan. b. Memosisikan diri sebagai pembantu Walikota. c.
Tidak mau terlalu masuk dalam pengambilan kebijakan yang menjadi porsi
Walikota. d. Selalu berkomunikasi dengan Walikota jika ada hal-hal yang
menyangkut kepentingan masyarakat. e. Lebih mengutamakan pembangunan
untuk kepentingan daerah. f. Tidak memperlihatkan perbedaan pendapat
dengan Walikota di forum terbuka atau depan masyarakat. g. Jika pendapat
Wakil Walikota diakomodir oleh Walikota maka Wakil Walikota akan
mengapresinya.Kata Kunci: Disharmonisasi, Wakil Walikota, Pemerintahan Daerah
Pendahuluan
Penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam beberapa undang-undang. Pada Orde Baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Era Reformasi, ada beberapa undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, yakni Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal 16 ayat (1) dijelaskan, bahwa Kepala Daerah Tingkat
II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak- telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan fraksi- fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah. Sedangkan Ayat (2) menjelaskan bahwa hasil pemilihan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.
Berbeda dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam Pasal 40 ayat (3) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, dijelaskan bahwa pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan, sebagaimana DPRD dan disahkan oleh Presiden.
Sedangkan pada Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 dijelaskan bahwa Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang nama Presiden.
Adapun dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mempertegas paradigma baru tentang pemerintahan daerah.
Dilihat dari susunan pemerintahan daerah dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa Pemerintahan Daerah terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah. DPRD merupakan Badan Legislatif Daerah sedangkan Pemerintah Daerah merupakan Badan Eksekutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah lainnya. Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur, Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, Kepala Daerah Kota disebut Walikota. Kepala Daerah Propinsi karena jabatannya adalah juga Kepala Daerah administrasi sebagai Wakil Pemerintah.
Nomor
32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 24 ayat (1) dijelaskan, bahwa setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Pasal 24 Ayat (3) disebutkan bahwa Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Kemudian ayat (5) menyebutkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa, jabatan Wakil Kepala Daerah baru ada setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
1 Dalam Undang-Undang
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung. Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, penyelenggaraan pemerintahan di daerah hanya dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya yang merupakan penguasa tunggal di daerah yang dipilih melalui rapat paripurna DPRD.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam
Pasal 26 dijelaskan bahwa Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup. Wakil Kepala Daerah juga bertugas memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota bagi Wakil Kepala Daerah Provinsi dan wilayah pemerintahan kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota.
Fenomena disharmonisasi kepala daerah dan wakil kepala daerah mulai terjadi dalam tiga bulan pertama masa kepemimpinan, dan biasanya cenderung terus berlarut-larut hingga masa kepemimpinan tersebut berakhir. Sehubungan dengan ini, Djohermansyah Djohan mengungkapkan bahwa dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2010 yang lalu tercatat dari 164 calon
incumbent
yang maju, hanya sebesar 9.19 % (15 pasangan) yang masih maju berpasangan, sementara sebesar 90.85 % (149) pasangan, maju sendiri-sendiri atau berpisah dengan pasangan sebelumnya.
2 2 Djohermansyah Djohan, Solusi Pecah Kongsi Kepala Daerah , haluan.com/index.php?option=com_content d&view = article id = 4936:solusi-pecah Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya disharmonisasi antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia. Disharmonisasi antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah antara lain juga dapat dilihat dari mundurnya Wakil Bupati Garut, Dicky Chandra serta Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, meskipun pengunduran dirinya tidak disetujui oleh DPRD DKI Jakarta. Jika dicermati, banyaknya Wakil Kepala Daerah yang maju sebagai calon Kepala Daerah dalam Pemilukada periode berikutnya juga menjadi preferensi betapa banyak permasalahan ketika pasangan tersebut menjabat. Data dari Kementerian Dalam Negeri juga menjelaskan bahwa lebih dari 90 % pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di kabupaten/kota di Indonesia mengalami disharmonisasi akibat tidak jelasnya pembagian tugas dan wewenang. Dampaknya akan dapat mengganggu visi dan misi
& itemid = 82, diakses Hari Rabu Tanggal saat kampanye Pemilukada.
3 Berkaitan dengan hal di
atas, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kota Padang sebagai ibu kota provinsi yang berkedudukan sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Sumatera Barat, merupakan barometer dalam menciptakan situasi yang kondusif baik di bidang politik, hukum, sosial dan budaya, termasuk pemilihan kepala daerahnya. Dalam pemilihan Kepala Daerah, jabatan Wakil Walikota Padang yang pemilihannya dilakukan secara langsung dan satu paket dengan Walikota Padang juga terjadi disharmonisasi dengan Walikota dalam penyelenggaran pemerintahan di Kota Padang. Hal ini terlihat ketika Wakil Walikota antara lain hanya ditugaskan untuk mewakili Walikota dalam menghadiri undangan, baik acara pemerintah maupun acara kemasyarakatan. Di samping itu, dalam menghadiri sidang Paripurna DPRD Kota Padang yang seharusnya dilakukan oleh Walikota Padang tetapi hanya diwakili oleh Wakil Walikota saja.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? 2. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang? 3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Wakil
Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota agar penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dapat berjalan dengan baik?
Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk
ntuk
dan menganalisis disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang, dan untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota agar penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dapat berjalan dengan baik.
Metodologi
Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis- sosiologis ( sosio legal research) yaitu pendekatan yang dilakukan melalui perundang-undangan yang ada dan dihubungkan dengan fakta-fakta terhadap masalah yang diteliti.
4 Jenis penelitian ini
termasuk pada penelitian kualitatif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata/lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati atau dapat juga didefenisikan sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam wawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
5 Lokasi Penelitian
dilakukan pada Kantor Walikota Padang dengan pertimbangan bahwa Kota Padang adalah Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat yang merupakan barometer dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian 4 Bambang Sunggono, Metode
Penelitian Hukum , PT Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 113-114 Sudarwan Danim , Menjadi Penelitian Kualitatif , Pustaka Setia,
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah adalah data yang diperoleh di lapangan dengan cara mengumpulkan sejumlah keterangan melalui wawancara mendalam (indepth interview), dilakukan secara terbuka dan diberi kebebasan kepada informan untuk berbicara secara luas dan mendalam, serta digunakan sistem snow ball yaitu informasi yang telah didapatkan dari seorang informan, masih membutuhkan informasi dari informan lainnya sebagai data pendukung dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
Sedangkan data sekunder adalah data tambahan atau atau data pendukung yang memiliki kekuatan yang mengikat ke dalam, yang diperoleh dari bahan-bahan berupa catatan, dokumen, laporan, dan sumber- sumber lain yang berhubungan dengan disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini terdiri dari :
6 a.
Studi Dokumen yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari bahan-bahan yang ada di kepustakaan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
b.
Wawancara
Mendalam (indepth interview), dilakukan secara terbuka dan diberi kebebasan kepada informan untuk berbicara secara luas dan mendalam serta digunakan sistem snow ball yaitu informasi yang telah didapatkan dari seorang informan, masih membutuhkan informasi dari informan lainnya sebagai data pendukung dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini. 6 Ahmad Kurnia, Manajemen Penelitian, http://Skripsimahasiswa,blogspot.
com/2012/06/jenis-den-te, diakses Hari
Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian diolah dengan melakukan pengklasifikasian data dan dianalisis secara kualitatif deskriptif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati atau dapat juga didefenisikan sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam wawasannya sendiri dan hubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya,
7
sehingga penemuan dalam penelitian ini akan dirmuskan menjadi kesimpulan dalam penelitian.
Hasil dan Pembahasan Deskripsi Hasil Penelitian A. Disharmonisasi Eksistensi Wakil Walikota Padang Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dalam Pasal 26 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa :
(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah; f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan. Ayat (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.
Ayat (3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya c. memelihara selama 6 (enam) bulan ketentraman dan secara terus menerus ketertiban dalam masa jabatannya. masyarakat;
Selanjutnya dalam Pasal d. melaksanakan 27 dijelaskan pula bahwa : kehidupan
(1) Dalam melaksanakan demokrasi; tugas dan wewenang e. dan menaati sebagaimana dimaksud menegakkan dalam Pasal 25 dan Pasal seluruh peraturan 26, kepala daerah dan perundangundang wakil kepala daerah an; mempunyai kewajiban: f. menjaga etika dan a. norma dalam memegang teguh dan mengamalkan penyelenggaraan Pancasila, pemerintahan melaksanakan daerah; Undang-Undang g. memajukan dan
Dasar Negara mengembangkan Republik daya saing daerah; Indonesia Tahun h. melaksanakan 1945 serta prinsip tata mempertahankan pemerintahan dan memelihara yang bersih dan keutuhan Negara baik. Kesatuan i. melaksanakan dan
Republik mempertanggungj Indonesia; awabkan b. pengelolaan meningkatkan kesejahteraan keuangan daerah; rakyat; j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh Perangkat perundang- instansi vertikal di undangan yang mengatur tentang daerah dan semua pemerintahan daerah umumnya perangkat daerah; mengatur bahwa Wakil Kepala k. Daerah bertangung jawab kepada menyampaikan rencana strategis Kepala Daerah. Pengaturan penyelenggaraan tanggung jawab tersebut pemerintahan menunjukan kedudukan yang daerah di hadapan tidak sama antara Kepala Daerah Rapat Paripurna dan Wakil Kepala Daerah, dan DPRD. bahkan menyiratkan posisi
subordinate . Seluruh tugas,
Dari Pasal 26 dan Pasal wewenang dan fungsi dari Wakil
27 Undang-Undang Nomor 32 Kepala Daerah sesungguhnya
Tahun 2004 tentang dapat dilakukan oleh Susunan Pemberintahan Daerah di atas,
Organisasi dan Tata Kerja maka terlihat jelas bahwa tugas (SOTK) lain, seperti Sekretaris dan wewenang dari Wakil
8 Daerah misalnya. Karena, yang
Kepala Daerah adalah hanya mengelola roda birokrasi terbatas pada membantu tugas- pemberintahan adalah Sekretaris tugas dari Kepala Daerah, serta
Daerah, bukan Wakil Gubernur, menggantikan Kepala Daerah Wakil Bupati atau Wakil Wali sampai habis masa jabatannya Kota. apabila Kepala Daerah
Posisi yang tidak setara meninggal dunia, berhenti, dan cenderung bersifat diberhentikan, atau tidak dapat subordinate memungkinkan melakukan kewajibannya selama bahwa calon Kepala Daerah dan 6 (enam) bulan secara terus Wakil Kepala Daerah selayaknya menerus dalam masa jabatannya. tidak dicalonkan atau
Dalam hal pertanggungjawaban berpasangan. Hal ini juga sesuai Wakil Kepala Daerah juga
Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang , Kepala Daerah. dengan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 Ayat (4) bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis, tidak harus berpasangan dengan Wakil Kepala Daerah.
Selanjutnya jika dilihat eksistensi Wakil Walikota Padang berkenaan dengan tugas dan wewenang sebagai Wakil Kepala Daerah menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sangat jelaslah bahwa Wakil Walikota Padang telah menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik dan benar. Hal tersebut dibuktikan dengan penjelasan dari Walikota Padang yang mengatakan bahwa sekitar 90% mengenai penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang telah dikoordinasikan dengan Wakil Walikota, dan Wakil Walikota pasti tahu dan terlibat.
hampir 80% Wakil Walikota
Wawancara dengan Fauzi Bahar, Walikota Padang, pada Hari Kamis Tanggal
telah menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan kesepakatan awal mereka mencalonkan diri sebagai Walikota dan Wakil Walikota Padang, tidak mungkin Walikota bekerja tanpa bantuan dari Wakil Walikota.
10 Pendapat yang hampir
senada juga disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kota Padang, Syafril Basyir,
11 Kepala Dinas
Keuangan dan Aset Kota Padang, Syahrul,
12
dan Kepala Bagian Hukum Sekda Kota Padang, Andri Yulika, yang berpendapat bahwa hubungan antara Walikota dan Wakil Walikota dalam kedinasan sudah cukup baik dan sudah berjalan dengan baik dengan adanya saling koordinasi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawab dan wewenang masing-masing. Meskipun ada “riak-riak kecil” yang masih dalam batas 10 Ibid., 11 Wawancara dengan Syafril Basyir, Seketaris Daerah Kota Padang, pada
9 Beliau juga menambahkan bahwa
Hari Rabu Tanggal 1 Januari 2014. 12 Wawancara dengan Syahrul, Kepala Dinas Keuangan dan Aset Kota Padang, pada Hari Kamis Tanggal 2 Januari kewajaran dalam hubungan mereka.
13 Selanjutnya Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang Zulherman, yang mengatakan juga bahwa hubungan antara Walikota dan Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang pada saat ini berjalan dengan baik, sebab Wakil Walikota sekarang orangnya cukup bagus. Di beberapa daerah ada pasangan Kepala Daerah yang “pecah kongsi
”, tetapi Wakil Walikota Padang sangat membantu tugas Walikota. Meskipun ada beberapa kewenangan yang diberikan pada Wakil Walikota, akan tetapi tanggung jawab tetap pada Walikota. Adapun masalah penempatan pejabat mestinya untuk pejabat eselon II adalah kewenangan Walikota tetapi untuk pejabat eselon III dan IV sebaiknya mesti diserahkan pada Wakil Walikota, namun untuk itu
Yulika, Kepala Bagian Hukum Sekda Kota Padang, pada hari Jum`at Tanggal 3 Januari
oleh Walikota tidak dilakukannya.
14 Selanjutnya juga
disampaikan Wakil Walikota Padang, yang mengatakan bahwa dalam aplikasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang ada sebagian tugas pemerintahan yang diserahkan Walikota kepada Wakil Walikota Padang seperti pengawasan keuangan, evaluasi program dan kegiatan SKPD. Semua dilakukan Wakil Walikota Padang karena adanya aturan yang mengatur. Beliau juga menjelaskan bahwa, tugas Wakil Walikota adalah pengawasan. dimana Kota Padang pada Tahun 2013 yang lalu mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangannya. Untuk penempatan personil pada jabatan tertentu, kadang-kadang Wakil Walikota Padang juga diikutsertakan tapi kadang- kadang juga tidak. Ada juga tugas yang diberikan Walikota kepada Wakil Walikota yang
13 Wawancara dengan Andri
Wawancara dengan Zulherman, Ketua DPRD Kota Padang, pada hari Sabtu ditolak untuk dilaksanakan karena hal tersebut tidak mengacu pada peraturan yang berlaku atau hal-hal yang menyangkut akidah seperti menghadiri perayaan Natal dan lain sejenisnya.
juga menjelaskan bahwa, secara teknis kesepakatan awal dengan Walikota dalam hal pembagian tugas sebagai Wakil Walikota Padang tidak ada secara tertulis. Wakil Walikota Padang melakukan segala sesuatu sesuai dengan undang undang yang mengatur, meskipun yang dilakukan itu ada kesepakatan atau tidak. Wakil Walikota juga mengecek laporan pimpinan SKPD, dan kalau ada salah diperbaiki. Sesuatu yang menyangkut masyarakat Wakil Walikota selalu mengadakan rapat dengan SKPD terkait. Berkaitan dengan keuangan, kalau Walikota tidak ada Wakil Walikota mengoptimalkan tugas- tugas tersebut. Wakil Walikota Padang juga melakukan
Wawancara dengan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang, pada
kesepakatan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membuat pakta integritas dan lain-lain sebagainya.
16 Selanjutnya Wakil
Walikota Padang juga menegaskan bahwa tugas dan wewenang Wakil Kepala Daerah (Wakil Walikota) sifatnya hanya membantu tugas-tugas Walikota. Oleh karenanya ada tugas-tugas atau kebijakan-kebijakan yang tidak diberikan Walikota pada Wakilnya, seperti dalam penunjukan beberpa pejabat struktural, tidak semuanya tugas itu diserahkan pada Wakil Walikota. Juga seperti kasus rumah sakit Siloam yang didirikan di Padang, Wakil Walikota tidak pernah diajak serta dalam pengambilan kebijakan tersebut oleh Walikota Padang. Ada juga kasus sebuah perusahaan yang barang- barangnya sudah dibawa ke Padang tetapi karena izinnya belum keluar, maka Wakil Walikota membantu untuk mengurus izinnya, meskipun izin
15 Wakil Walikota Padang
tersebut tetap ditandatangani Walikota.
Memengaruhi Disharmonisasi Eksistensi Wakil Walikota Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Kota Padang
Berkaitan dengan hubungan penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dalam menanggapi pembagian tugas, peran dan wewenang antara Walikota Padang dan Wakil Walikota, Ketua DPRD Kota Padang Zulherman berpendapat bahwa, Wakil Walikota Padang harus diberi ruang cukup luas untuk mengurus pemerintahan secara internal. Saat ini belum seluruhnya kewenangan Wakil Walikota diserahkan kepada Wakil Walikota. Kewenangan- kewenangan yang ada dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah itu belum dilaksanakan secara maksimal baik oleh Walikota maupun Wakil
Walikota Padang, contohnya dalam menyusun personil untuk mengisi jabatan struktural pada Pemerintah Kota Padang, wakil walikota selama ini tidak diikut sertakan oleh walikota.
17 B. Faktor-Faktor Yang
18 Hal ini jugalah yang
menjadi salah satu penyebab ketidakharmonisan yang dirasakan oleh Wakil Walikota dengan Walikota Padang, dimana Wakil Walikota Padang merasa kurang nyaman bila tidak dilibatkan sepenuhnya dalam penunjukan pejabat-pejabat struktural di lingkungan pemerintahan Kota Padang, begitu juga dalam hal pengambilan kebijakan strategis, Wakil Walikota juga jarang dilibatkan. Akan tetapi Wakil Walikota juga sangat menyadari tugas dan wewenangnya hanya sebatas membatu tugas-tugas walikota.
19 Dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Kota Padang, dimana Wakil Walikota Padang
18 Wawancara dengan Zulherman, Ketua DPRD Kota Padang.
Wawancara dengan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang, Op. pada saat ini juga mencalonkan diri sebagai Walikota Padang untuk periode Tahun 2014-2019 yang dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sedangkan Walikota Padang lebih mendukung calon yang dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) yakni Muhammad Ichlas El Qudsi dan Januardi Sumka. Hal ini dipandang sebagian orang sebagai “ketidakharmonisan” antar Walikota dan Wakil Walikota Padang. Sebagaimana sama-sama diketahui bahwa pada Pilkada Kota Padang untuk periode Tahun 2009-2013 yang lalu Walikota Padang terpilih (Fauzi Bahar) diusung Partai Amanat Nasional (PAN), sedangan Wakil Walikota Padang terpilih (Mahyeldi) dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dimana sebagian masyarakat berpandangan bahwa Walikota sebenarnya tidak menginginkan Wakilnya maju sebagai calon Walikota Padang.
Oleh karena sering terjadi ketidakharmonisan antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia, maka Suharizal juga mengusulkan penghapusan Wakil Kepala Daerah dengan alasan:
20 Pertama, alasan
konstitusional. Dalam Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 tidak ada menyebutkan po- sisi Wakil Kepala Daerah. Hal ini dianggap sebagai dasar konstitusional menghilangkan jabatan Wakil Kepala Daerah, yang dengan sendirinya menghi- langkan pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah. Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 juga menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- masing sebagai Kepala Pe- merintah Daerah Provinsi, Kabu- paten, dan Kota dipilih secara de- mokratis.
Kedua,
praktek dalam penyelenggaraan pemerintahan era pilkada langsung. Berkaca dari realita kekinian, dengan ada- nya Wakil Kepala Daerah sering terjadi conflict of interest maupun conflict of politic dengan Kepala Daerahnya. Muaranya, efektifitas pemerintahan yang
Suharizal, diemban keduanya tidak berjalan.Seringkali antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terjadi hubungan yang kurang harmonis dan tidak kondusif bagi kelancaran pembangunan di daerah. Padahal kesatuan visi antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan faktor penting demi menjamin penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good
governance ). Banyak daerah
pasca pilkada langsung terjadi konflik dan disharmonisasi hubungan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Lemahnya keberadaan Wakil Kepala Daerah dapat juga disebabkan perbedaan basis politik antara keduanya, dan hal itu akan berdampak semakin memperbesar potensi konflik an- tara mereka yang menyebabkan pemerintahan tidak efektif.
Ketiga, alasan efisiensi
dan efektivitas pemerintahan di daerah. Regulasi yang mengatur pemerintahan di daerah membe- rikan kewenangan yang terbatas, dan duplikasi kewenangan dengan organ-organ lainnya.
Selain menimbulkan instabilitas politik, telah terjadi pemborosan anggaran dengan keberadaan Wakil Kepala Daerah. Adanya Wakil Kepala Daerah, maka perlu adanya tunjangan dan fasilitas khusus untuk Wakil Kepala Daerah yang tidak murah, sehingga menghabiskan anggaran yang tidak perlu. Kalau ingin jujur, sebenarnya peran dan fungsi Wakil Kepala Daerah bisa ditangani oleh sekretaris daerah jika memang berhalangan. Fakta ini menguatkan argumentasi ti- dak perlunya posisi Wakil Kepala Daerah yang hanya memubazir anggaran. Tugas Wakil Kepala Daerah yang agak tegas hanyalah untuk melakukan pengawasan dan evaluasi kepada unit pemerintahan di bawahnya. Di luar itu, Wakil Kepala Daerah diposisikan sebagai pengganti Kepala Daerah pada saat yang bersangkutan berhalangan, baik sementara maupun tetap. Dengan demikian, persoalan disharmonisasi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tam- paknya berasal dari persoalan ketidakjelasan distribusi tugas dan wewenang yang ada pada keduanya. Ketidakjelasan pem- bagian tugas inilah yang kemudian melahirkan rasa sakit hati dan memunculkan konflik politik dan kepentingan.
Keadaan tersebut juga dapat dijumpai dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dimana ada kebijakan-kebijakan yang dilakukan Walikota yang tidak melalui Wakil Walikota seperti surat-surat dan juga seperti kasus perizin Rumah Sakit Siloam yang mendapat penolakan dari masyarakat Kota Padang. Lebilh lanjut Wakil Walikota Padang berpendapat bahwa Walikota dan Wakil Walikota adalah bagaikan sebuah “kotak” artinya apapun yang menyangkut tugas-tugas harus dikoordinasikan dengan Wakil Walikota meskipun keputusan tetap berada ditangan Walikota. Penyusunan jabatan struktural yang dilakukan sendiri oleh Walikota ini juga menimbulkan ketidaknyaman Wakil Walikota, padahal Wakil Walikota Padang beranggapan bahwa seharusnya antara
Walikota dan Wakil Walikota adalah sebuah hubungan mitra kerja bukan antara atasan dan bawahan.
21 Menurut Ariska,
keretakan hubungan antara Kepala Daerah dan wakilnya praktis akan menggangu jalannya roda pemerintahan. Sebab, keretakan keduanya bisa memicu terkotak-kotaknya pejabat serta pegawai pemerintah, hal ini bisa memunculkan kelompok- kelompok hingga ke bawah, yang akan mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat tidak maksimal,"
22 Dari uraian di atas jika
dikaitkan dengan teori Talcott Parson, bahwa fungsi primer politik adalah untuk mengejar tujuan. Setiap masyarakat selalu merupakan suatu kesatuan politik, artinya masyarakat senantiasa berusaha untuk mencapai berbagai tujuan yang dianggap baik. Dalam rangka 21 Wawancara dengan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang, Op.
Cit 22 Kupas Tuntas (mor), mencapai tujuan ini, suatu masyarakat akan bergerak sebagai suatu kesatuan. Semakin baik sifat kesatuan untuk bergerak mencapai tujuan itu, semakin tinggi jadinya sifat masyarakat itu sebagai suatu kesatuan politik, maka tindakan- tindakan yang dilakukan masyarakat dapat digolongkan sebagai tindakan politik.
Dalam peta Parson, fungsi primer dari sub sistem sosial adalah untuk melakukan integrasi. Ketertiban tercapai oleh karena kepentingan- kepentingan serta kegiatan- kegiatan dari anggota-anggota masyarakat yang bermacam- macam dapat dirangkum dan disalurkan dengan baik, khususnya oleh norma-norma sosial, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran dan kekacauan hubungan-hubungan yang disebut sebagai usaha pengintegrasian.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan Kota Padang, Wakil Walikota Padang selalu mendahulukan kepentingan masyarakat Padang dibandingkan kepentingan pribadi ataupun golongan. Oleh karenanya Wakil Walikota Padang memegang prinsip bahwa Walikota dan Wakil Walikota adalah bagaikan sebuah kotak artinya apapun yang menyangkut tugas-tugas harus dikoordinasikan dengan Wakil Walikota meskipun keputusan tetap berada ditangan Walikota. Walikota dan Wakil Walikota adalah sebuah mitra kerja.
Selanjutnya menindaklanjuti amanat Pasal 26 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di atas dalam hal tugas dan wewenang Wakil Kepala Daerah (Wakil Walikota), maka Walikota Padang melakukan berbagai upaya dalam menjaga hubungan harmonisasi dengan Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dengan cara menempatkan
C. Uapaya-Upaya Wakil Walikota Dalam Menjaga Harmonisasi Dengan Walikota Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
tidak terlalu masuk ke wilayah pengambilan kebijakan yang menjadi porsi Walikota, dan tetap berpegang kepada Pasal
26 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana tugas Wakil Kepala Daerah hanya sebagai pembantu Kepala Daerah.
Walikota Padang juga telah menjalankan tugas-tugas yang telah diperintahkan oleh Walikota seperti pengambilan sumpah dan pelantikan Camat, Lurah, Tokoh Masyarakat Bundo Kanduang dan sebagainya.
Wakil Walikota Padang menjelaskan upaya-upaya yang dilakukannya dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota Padang dengan cara sebagai berikut:
25 23 Wawancara dengan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang, Op.
Cit., . 24 Rel, Mahyeldi Minta Camat dan Lurah Tingkatkan Kualitas Pelayanan Publik, diakses padda hari selasa tanggal 7 Januari 2014.
1. Mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan orang banyak.
2. Memosisikan Wakil Walikota untuk membantu Walikota dan mewakili Walikota apabila Walikota sedang tidak ada.
23 Selanjutnya Wakil
3. Kalau ada yang menyangkut kepentingan orang banyak, maka dibicarakan dan dikoordinasikan dengan Walikota.
4. Membangun untuk kepentingan daerah dan bukan untuk kepentingan pribadi, partai dan segolongan orang lain. Semua dikerjakan harus sesuai dengan aturan yang ada.
24 Dengan lebih terperinci
5. Perbedaan pendapat yang terjadi antara Walikota dan Wakil Walikota tidak perlu ditunjukan di forum atau di depan masyarakat tetapi dibicarakan dengan baik. Jika Walikota dapat menerimanya tentu akan diapresiasi, tetapi kalau tidak maka hal tersebut tidak menjadi masalah.
Simpulan
1. Ada beberapa disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota dengan Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang, diantaranya: a.
Tidak semua tugas dan wewenang Wakil Walikota Padang diserahkan sepenuhnya oleh Walikota Padang, seperti kasus rumah sakit Siloam yang didirikan di Padang, Wakil Walikota tidak pernah diajak serta dalam pengambilan kebijakan tersebut oleh Walikota Padang.
b.
Dalam hal surat menyurat di pemerintahan Kota Padang, ada sebagian surat-surat yang tidak melalui Wakil Walikota akan tetapi langsung ke Walikota Padang.
c.
Dalam hal-hal tertentu seperti pegangkatan dan penunjukan pejabat-pejabat struktural di pemerintahan Kota Padang, Walikota Padang kurang berkoordinasi dengan Wakil Walikota. Padahal menurut Wakil Walikota Padang segala sesuatu harus dikoordinasikan, meskipun keputusannya tetap berada ditangan Walikota.
2. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang adalah antara lain: a.
Pembagian tugas dan wewenang yang kurang tegas dan jelas antara Walikota dan Wakil Walikota Padang. (faktor hubungan kerja).
b.
Wakil Walikota Padang berpendapat bahwa hubungan antara Walikota dan Wakil Walikota adalah hubungan mitra kerja bukan hubungan antara atasan dan bawahan. Hal ini disebabkan karena pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Walikota dan Wakil Walikota Padang) dipilih satu paket secara bersamaan dan sama- oleh rakyat (faktor Padang tidak mau ligitimasi). terlalu masuk ke c. wilayah pengambilan
Wakil Walikota Padang mencalonkan diri kebijakan yang sebagai Calon Walikota menjadi porsi Padang periode Tahun walikota. 2014-2019 (faktor d.
Selalu Berkomunikasi politik). atau berkoordinasi
3. dengan Walikota
Adapun upaya-upaya yang dilakukan Wakil Walikota Padang, jika ada hal- dalam menjaga hubungan hal yang menyangkut dengan Walikota Padang kepentingan dalam penyelenggaraan masyarakat banyak. pemerintahan di Kota e.
Lebih mengutamakan Padang, adalah sebagai pembangunan untuk berikut: kepentingan daerah.
a. f. Wakil Walikota Padang Tidak memperlihatkan lebih perbedaan pendapat mempertimbangkan yang terjadi antara kepentingan yang lebih Walikota dan Wakil besar yakni kepentingan Walikota di forum- orang banyak forum terbuka atau dibandingkan didepan masyarakat. kepentingan pribadi atau g.
Jika Walikota Padang golongan. dapat menerima b. diri pendapat Wakil
Memosisikan sebagai pembantu Walikota, maka Wakil Walikota dan Walikota akan mewakili Walikota mengapresiasinya. apabila Walikota DAFTAR PUSTAKA sedang tidak ada.
A. Buku-buku
c. Walikota Wakil Bambang Sunggono, Metode Ahmad Kurnia,Manajemen
Penelitian Hukum , PT. Penelitian siswa,blogspot.
com/2012 /06/Jenis-den-te Sudarwan Danim, Menjadi
Penelitian Kualitatif , Pustaka
Setia, Bandung, 2002
Suharizal, 2011, Pemilukada:
Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang , Rajawali
Pers, Jakarta, 2011
Tjahya Supriatna, Teori
Pembaharuan Pemerintahan
Daerah , Program
Pascasarjana Institut
Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta, 2005
B. Perundang- Peraturan
undangan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
C. Website
Djohermansyah Djohan, Solusi Pecah Kongsi Kepala Daerah, haluan.com/index.php?option =com_contentd&view=article id=4936:solusi-pecah kongsi- kepala-daerah & catid=12:refleksi & itemid=82.