PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA EKSPRESIF PUISI DAN AKTIVITAS SISWA DENGAN METODE LANGSUNG SISWA KELAS VIII 3 SMP NEGERI 31 PADANG

  

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA EKSPRESIF PUISI DAN

AKTIVITAS SISWA DENGAN METODE LANGSUNG SISWA KELAS

  

VIII 3 SMP NEGERI 31 PADANG

ARTIKEL

MARDAWATI

  NPM 111001852001

  

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

2015

  

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA EKSPRESIF PUISI

DAN AKTIVITAS SISWA DENGAN METODE LANGSUNG

SISWA KELAS VIII 3 SMP NEGERI 31 PADANG

(THE IMPROVEMENT OF EXPRESSIVE READING SKILLS

AND STUDENTS’

  ACTIVITIES BY USING DIRECT METHOD :

A CASE STUDY AT SMP NEGERI 31 PADANG)

Mardawati¹, Agustina², Marsis¹

  

¹Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta,

²Universitas Negeri Padang

  Email: mardawati61@yahoo.com

  

ABSTRACT

The research has been done because of the low quality of students’ in understanding the

literary works especially in reading poems expressively. This paper describes the

improvement of expressive reading skills and students’ activities by the use of direct method.

Direct method refers to a method used by a teacher as a model in learning a subject. A

number of concepts used in analyzing the data were taken from Agustina (2008) in terms of

reading poems expressively, and Abimanyu (2008) in terms of direct method. Data of the

research were taken from the students at class VIII 3 SMPN 31 Padang that consist of 15

male and 15 female students. The research has been done in three cycles that consists of four

steps, namel (1) planning, (2) implementation, (3) observation, (4) reflexion. Data of this

research were the result of expressive reading poems, and non-test data obtained from

observation sheets, and the result of field notes. From the data analysis, the writer found: (1)

the application of direct method in expressive reading poems learning have positive impact

on students learning, this also can be seen from students behavior during the learning

process in reading poems expressively, (2) students activity increased from cycle I, cycle II

to cycle III, that is cycle I is 55, 6, cycle II increased became 66, 8 and cycle III increased

becaming 85, 7. As result, the use of direct method can improve the skills in reading poems

expressively, and the students activities were also increased, they are (a) the rhythm 86,1%,

(b) the volume 87,8%, (c) expression 87,8%, (d) kinesik 87,8%.

  Keywords: expressive reading, poem, student activities, direct method.

  

ABSTRAK

  Penelitian ini dilatarbelakangi dengan masih rendahnya kualitas pemahaman siswa terhadap karya sastra di sekolah. Terutama puisi. Karena itu, tujuan penelitian ini membahas tentang peningkatan kemampuan membaca ekspresif puisi dan aktivitas dengan metode langsung siswa Kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus yang terdiri atas empat tahapan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Data penelitian ini berupa hasil tes membaca ekspresif puisi, dan data non-tes didapat dari lembaran observasi, dan hasil catatan lapangan. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan berkesimpulan sebagai berikut: (1) penerapan metode langsung dalam pembelajaran membaca ekspresif puisi berdampak positif terhadap proses belajar siswa kelas

  VIII 3 SMPN 31 Padang, terlihat dari perilaku siswa selama proses belajar membaca ekspresif puisi, (2) aktivitas siswa kelas meningkat dari siklus I sampai siklus III yaitu siklus I adalah 55,6, siklus II meningkat menjadi 66,8 dan siklus III meningkat lagi menjadi 85,7. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode langsung dapat meningkatkan kemampuan membaca ekspresif puisi dan aktivitas siswa juga meningkat, yaitu dari segi: (a) irama 86, 1 %, (b) volume suara 87,8 %, ( c) mimik 87,8 %, (d) kinesik 87,8 %.

  Kata Kunci: membaca ekspresif puisi, aktivitas, metode langsung

  Kegiatan membaca merupakan proses yang kompleks dan rumit, serta spesifik. Membaca bukan hanya sekedar kata atau mengenal sederetan kata yang membangun kalimat. Membaca bukanlah sekedar kemampuan melafalkannya dengan baik, tetapi jauh lebih luas dari itu. Dalam membaca dituntut aktivitas mental yang terarah, yang sanggup menangkap dan memahami gagasan- gagasan terselubung di balik lambang tertulis digunakan dalam membaca dibagi menjadi 2 (dua), yaitu kebahasan dan kesastraan. Materi kebahasan dapat berupa bacaan yang bersifat deskriptif, argumentatif dan ekspositori, sedangkan materi kesusteraan meliputi puisi, dongeng, dan drama.

  Kompetensi membaca selanjutnya, yaitu membaca nyaring membaca dengan memperhatikan intonasi dan aksentuasi. Tergolong dalam membaca nyaring adalah membaca berita dan pengumuman dan bisa juga dimasukkan membaca sambutan dan pidato. Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam membaca adalah kejelasan suara karena hasil pembacaan diperuntukkan bagi orang lain. Persoalan jeda dan pelafalan menjadi penting untuk diperhatikan. Kompetensi membaca yang terakhir yaitu membaca indah.

  Membaca indah adalah membaca ekspresif puisi (Agustina: 2008). Membaca jenis ini selain komunikatif karena didengarkan oleh orang lain, juga bersifat ekspesif dalam pengertian mewakili rasa pembacanya. Yang tergolong dalam jenis membaca ini adalah membaca sastra. Dalam membaca ini dijelaskan khusus membaca puisi.

  Pembelajaran membaca puisi adalah bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra merupakan proses yang terjadi antara guru dan siswa, dalam pengenalan, pemahaman dan penghayatan karya sastra. Pada akhirnya, dalam apresiasi sastra siswa mampu menikmati karya sastra dan mampu menerapkan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra di dalam kehidupan sehari-hari. puisi, dalam kegiatan belajar selama ini belum terlaksana secara maksimal, padahal pembelajaran puisi merupakan kegiatan pementasan karya seni yang memerlukan kemampuan khusus. Proses belajar mengajar di SMP Negeri

  31 Padang, khususnya siswa kelas VIII, dalam pembelajaran membaca puisi belum sepenuhnya menguasai dengan baik. Pembelajaran membaca puisi belum mencapai hasil yang optimal. Sebagai gambaran antara lain, siswa membaca puisi dengan pelafalan kata dan intonasi yang kurang tepat sedangkan siswa yang berani tampil secara sukarela tidak ada. Apabila tidak segera diperbaiki maka yang menjadi salah satu tujuan dari kurikulum yaitu membaca puisi dengan artikulasi yang tepat tidak akan tercapai.

  Penyebab siswa belum sepenuhnya menguasai dengan baik, ini terjadi karena guru dalam mengajar hanya menggunakan metode ceramah. Guru menjelaskan bahwa apabila membaca puisi intonasinya harus benar, vokalnya harus jelas serta berekspresi sesuai dengan isi puisi yang dibacakan tanpa membaca secara langsung, sehingga pada saat siswa disuruh tampil tidak berani karena takut apabila tampilannya tidak baik akan ditertawakan temannya atau dimarahi guru. Siswa sering merasa malu sehingga menundukkan kepalanya, dan kurang percaya diri sehingga pada saat membaca puisi suaranya tidak bisa didengar oleh temannya yang duduk di bangku belakang serta tanpa ekspresi.

  Pembangkit motivasi siswa agar menyukai pembacaan puisi dapat ditempuh dengan langkah-langkah: mengajak siswa berdiskusi tentang puisi yang akan dibacakan, siswa bisa melihat guru sebagai model langsung. Dengan kata lain, dapat menggunakan metode langsung. Banyak metode yang bisa disimak seperti yang disampaikan (Abimanyu, 2008), yaitu; metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, motode langsung, dan eksperimen. puisi, metode langsung dapat dijadikan pilihan. Kelebihan metode ini dalam pembelajaran membaca puisi adalah: (1) siswa dapat secara langsung mengamati bentuk pembacaan puisi, (2) siswa dapat secara langsung mengetahui pelafalan kata dan intonasi dalam membaca puisi dengan baik, (3) siswa dapat secara langsung mengetahui pentingnya interpretasi, penampilan ketika membaca puisi; dan (4) suasana kelas akan lebih hidup karena menghilangkan kejenuhan serta dapat dijadikan sebagai hiburan.

  Pemilihan metode langsung merupakan tantangan bagi guru. Guru akan menjadi model di depan kelas. Dengan demikian guru akan berusaha meningkatkan kualitas diri. Penyajian pembelajaran yang dipersiapkan dengan baik akan mendapat respon dari siswanya. Penyajian berulang-ulang dan selalu menarik akan menimbulkan motivasi siswa terhadap minat membaca puisi dan berekspresi melalui materi puisi. Untuk meningkatkan kemampuan, patut dilakukan penelitian dengan judul "Peningkatan Kemampuan Membaca Ekspresif Puisi dan Aktivitas Siswa dengan Metode Langsung Siswa Kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang".

  Penelitian ini perlu dilakukan karena pembelajaran membaca puisi termasuk pembelajaran yang sulit. Penelitian yang dilakukan ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penerapan berbagai fakta yang ditemukan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran untuk mening- katkan kualitas tindakan melalui proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan mempelajari pengaruh yang ditimbulkanya yang dilakukan dengan melibatkan kolaborasi dan kerja sama peneliti dan praktisi (Sanjaya, 2010).

  Penelitian ini perlu dilakukan karena pembelajaran membaca puisi termasuk pembelajaran yang sulit. Penelitian ini dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah temukan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran untuk meningkat- kan kualitas tindakan melalui proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan mempelajari pengaruh yang ditimbulkanya yang dilakukan dengan melibatkan kolaborasi dan kerja sama peneliti dan praktisi.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut ini. (1) Peningkatan proses kemampuan membaca puisi ekspresif dengan metode langsung siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang. (2) Aktivitas belajar peserta didik membaca puisi ekspresif dengan metode langsung siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang, (3) Peningkatan kemampuan membaca ekspresif puisi dengan Metode langsung siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang.

  2. KAJIAN PUSTAKA

  Bagus, dkk (1981) menyatakan “pemakaian bahasa sebagai alat komunikasi merupakan tanda kemampuan berbahasa yang hanya dimiliki oleh manusia”. Namun, kemampuan berbahasa adalah suatu daya yang harus diusahakan dan dipelajari secara formal maupun informal sebelum manusia memiliki kemampuan tersebut. Seseorang dikatakan mampu berbahasa apabila orang tersebut dapat menggunakan bahasa lisan pada saat mendengarkan dan berbicara dan atau dapat menggunakan bahasa tulis pada saat membaca dan menulis.

  Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata- kata atau bahasa tulis, yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau tidak dipenuhi maka pesan yang tersurat dan tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 2008). adalah suatu proses yang bersifat fisik atau yang disebut proses mekanik, berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual, dan suatu proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi”. Menurut Nurhadi (1987), “membaca adalah sebuah proses yang kompleks dan rumit”. Kompleks, artinya dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal dapat berupa intelegensi (IQ), minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan sebagainya. Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana–berat, mudah–sulit), faktor lingkungan, atau faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan, dan tradisi membaca.

  Teeuw (1983) mengemukakan bahwa membaca dan menilai sebuah karya sastra bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap pembaca roman atau puisi, baik modern ataupun klasik, pasti pernah mengalami kesulitan, merasa seakan-akan tidak memahami apa yang dikatakan ataupun dimaksudkan oleh pengarangnya. Kita dapat mengatakan bahwa proses membaca, yaitu memberi makna pada sebuah teks tertentu, yang kita pilih, atau yang dipaksakan kepada kita (dalam pengajaran misalnya) adalah proses yang memerlukan pengetahuan sistem kode yang cukup rumit, kompleks, dan aneka ragam.

  Kegiatan fisik pada saat membaca disebut proses mekanik yang berupa kegiatan mengamati tulisan secara verbal sedangkan kegiatan psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Hornby (dalam Widyartono, 2010) menyatakan bahwa kegiatan membaca puisi merupakan upaya apresiasi puisi. Secara tidak langsung, dalam membaca puisi, pembaca akan berusaha mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek dalam karya sastra dipahami, dihargai persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan menerjemahkan bait per bait untuk merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang dibacanya setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup, pembaca dapat membaca puisi.

  Nurhadi (2004) mengatakan tujuan membaca dibagi menjadi dua, umum dan khusus.Secara umum tujuan membaca adalah mendapat informasi, memperoleh pemahaman, dan mem- peroleh kesenangan.Secara khusus tujuan membaca adalah memperoleh informasi yang faktual, memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, memberikan penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, memperoleh kenikmatan emosi, dan mengisi waktu luang.

  Setiap bentuk dan gaya membaca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah, gerakan kepala, gerakan tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan tersebut harus memperhatikan: (1) jenis acara. Pertunjukkan, pembuka acara resmi,

  performance-art , dan lain-lain; (2) pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema.

  perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan, kemanusiaan, dan lain-lain; (3) pemahaman puisi yang utuh; (4) pemilihan bentuk dan gaya baca puisi; (5) tempat acara. indoor atau outdoor; (6) audien; (7) kualitas komunikasi; (8) totalitas performansi, penghayatan, ekspresi; (9) kualitas vocal; (10) kesesuaian gerak; dan (11) jika menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, harus memperhatikan: (a) pemilihan kostum yang tepat, (b) penggunaan properti yang efektif dan efisien, (c) setting yang sesuai dan mendukung tema puisi, dan(d) musik

  Menurut peters (1991)“Reading as a

  general process if we keep in mind a few key terms whichapply to all kinds of reading” . Ia

  mengatakan bahwa membaca sebagai sebuah proses umum apabila kita menjaga atau atau istilah pendukung untuk menerapkan semua jenis kegiatan membaca. Walaupun belajar membaca merupakan proses yang kompleks dan rumit, itu merupakan salah satu hal yang dapat dicapai oleh otak manusia. Ketika belajar membaca di tingkat sekolah dasar, mula-mula dipelajari huruf-hurufnya, kemudian menghubungkan huruf-huruf tersebut menjadi kata-kata.

  Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, seting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak.

  Untuk mengkur keberhasilan tujuan pembelajaran dapat dilihat dari nilai (baik proses maupun hasil) yang dicapai oleh siswa.Oleh karenanya, diperlukan penilaian yang sesuai yang dapat mengukur hal tersebut. Format penilaian yang biasa digunakan dalam pengajaran sastra ada beberapa, di antaranya adalah teknik penilaian unjuk kerja. Format penilaian ini merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut siswa melakukan tugas tertentu misalnya membaca puisi.

  Sujana (2008) mengungkapkan “penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu”. Hal ini meng isyaratkan bahwa obyek yang dinilai adalah hasil belajar siswa yang disesuaikan dengan tujuan pem belajaran. Nurgiyantoro (2009) men yatakan bahwa tes kesastraan (termasuk puisi) mencangkup tes kognitif, tes afektif, dan tes psikomotorik.

  Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa tes atau penilaian yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran maka penilaian hasil dalam pembelajaran membaca ekspresif puisi dengan didasarkan pada hasil pekerjaan siswa memahami dan membaca ekspresif dalam bentuk kegiatan membaca ekspresif dengan irama, volume suara, mimik, dan kinesik sesuai dengan isi puisi. Hal tersebut disesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan sekolah di semester II dengan materi puisi. Di samping itu, pada pedoman penskoran tiap aspek juga dinilai sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

  Semi (1993) menyatakan bahwa metode langsung menghendaki agar peserta didik langsung diajak meng- gunakan bahasa yang bersangkutan, sebagaimana anak mempelajari bahasa ibunya. Pembelajaran bahasa harus bermula dari pengenalan benda-benda dan perilaku yang ada di sekeliling pembelajar, misalnya benda-benda yang ada di dalam kelas. Ketika proses belajar berlangsung, pembelajar meng komunukasikan apa yang dilihatnya dengan menggunakan bahasa kedua. Untuk menghindari penggunaan terjemahan, pengajar dapat memanfaat- kan gambar-gambar.

  Sasmita (2009) “metode yang di dasarkan pada metode yang diajarkan oleh guru”. Kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode langsung dalam pelaksanaannya tidak menggunakan bahasa ibu pembelajar sebagai bahasa pengantar. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tarigan (1989) “metode langsung berpijak pada konsep pemerolehan bahasa pertama”. Bahasa pengantar pada metode ini adalah bahasa sasaran. Siswa secara langsung dapat mempersiapkan arti atau pengertian bahasa sasaran atau bahasa yang akan dipelajari karena menggunakan terjemahan tidak diperbolehkan. Pola kalimat diajarkan secara induktif. Tujuan dari metode ini adalah agar pembelajar berpikir dalam bahasa yang sedang dipelajari sejak awal pembelajaran.

  Sebagai sebuah reaksi proaktif terhadap metode gramatika terjemah, maka ada beberapa karakteristik dari metode. (1) keterampilan berbicara sebagai ganti keterampilan membaca, menulis, dan terjemah. (2) Basis pembelajarannya terfokus pada teknik demonstratif; menirukan dan menghafal langsung, dimana murid-murid mengulang-ulang kata, kalimat dan percakapan melalui asosiasi, konteks dan definisi yang diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan. (3) Mengelakkan jauh- jauh penggunaan bahasa Ibu pelajar. (4) Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui tanya jawab yang terencana dalam pola interaksi yang bervariasi. (5) Interaksi antar guru dan murid terjalin secara aktif, dimana guru berperan memberikan stimulus berupa contoh-contoh, sedangkan siswa hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan, memperagakannya.

  Metode ini berangkat dari satu asumsi dasar, bahwa pembelajaran bahasa Asing tidaklah jauh berbeda dengan belajar bahasa Ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi keseharian; dimana tahapannya bermula dari mendengarkan kata-kata, menirukannya secara lisan, sedangkan mengarang dan membaca dikembangkan kemudian. Metode ini berorientasi pada pembentukan keterampilan pelajar agar mampu berbicara secara spontan dengan tata bahasa yang fungsional dan berfungsi untuk mengontrol kebenaran (Zaenuddin, 2006).

  Kelebihan Metode Langsung. adalah: (1) mempersiapkan penge- tahuan bahasa yang bermanfaat bagi ujaran dalam konteks, (2) cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat linguistik para siswa, dan (3) penampilan dan pajangan bagi tuntunan spontan.

  Kekurangan metode langsung adalah: (1) hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil, (2) sukar menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat situasi sebenarnya di dalam kelas, dan (3) sangat membutuhkan guru yang terampil dan fasih (Hamid,

  3. METODE PENELITIAN

  Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu penelitian kolaboratif antara peneliti, guru, dan siswa maupun staf sekolah lain untuk menciptakan kinerja sekolah yang lebih baik. Menurut Arikunto (2008), penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah kegiatan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi di dalam sebuah kelas secara bersama. Maksud kelas tersebut bukan hanya dalam ruangan, namun lebih pada kelompok yang sedang belajar.

  Penelitian dilakukan di SMP Negeri

  31 Padang dengan pertimbangan SMP Negeri 13 Padang tempat peneliti bertugas sebagai guru.

  Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang, yang terdaftar pada tahun ajaran 2013/2014.Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang yang berjumlah 30 orang. Penelitian ini dilakukan pada semeste genap tahun ajaran 2013/2014 yaitu bulan Mei-Juni 2014.Siklu I dilakukan pada tanggal

  24 Mei dan tanggal 26 Mei 2014. Siklus II dilakukan pada tanggal 2 Juni dan 4 Juni 2014 dan siklus III dilakukan pada tanggal 9 Juni dan 11 Juni 2014.

  Sumber data adalah siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang yang menjadi responden penelitian.Data tersebut berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang berupa informasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang tentang aktivitas dan kemampuan membaca ekspresif puisi, dan (2) peneliti berperan untuk melihat tingkat keberhasilan pembelajaran membaca ekspresif puisi dengan metode langsung dan guru kelas beserta satu orang guru lain menjadi observer

  Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara dan latihan unjuk kerja adalah untuk mengukur tingkat keterampilan siswa dalam membaca ekspresif puisi.Aktivitas siswa dalam membaca puisi adalah sebagai berikut. (1) Memilih puisi yang akan dibaca dan (2) Membaca ekspresif puisi di depan kelas.

  Analisis data dilakukan setiap selesai siklus.Hasil kedua siklus dibandingkan sehingga tergambar perbedaan hasil kedua siklus.Data yang terkumpul dianalisis melalui langkah-langkah berikut: (1) analisis lembar observasi, (2) analisis catatan lapangan, dan (3) analisis unjuk kerja.Penetapan persentase penguasaan siswa terhadap indikator kemampuan membaca ekspresif puisi adalah sebagai berikut ini. (1) Jika siswa memperoleh persentase penguasaan 81 – 100% dapat ditetapkan baik sekali atau setara dengan nilai A. (2) Jika siswa memperoleh persentase penguasaan 66 – 80% dapat ditetapkan baik atau setara dengan nilai B. (3) Jika siswa memperoleh persentase penguasaan 56 – 65% dapat dikatakan cukup atau setara dengan nilai

  C. (4) Jika siswa memperoleh pesentase penguasaan 41 – 55% dapat ditetapkan kurang atau setara dengan nilai D. (5) Jika siswa memperoleh persentase penguasaan ≤ 41% dapat ditetapkan kurang sekali atau setara dengan nilai E.

  4. PEMBAHASAN

  Peningkatan proses kemampuan membaca puisi ekspresif dengan metode langsung siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang. Berdasarkan pengamatan pada pelaksanaan siklus II terlihat bahwa terjadi peningkatan proses dan hasil pembelajaran membaca puisi dari siklus I. Peningkatan proses dapat dilihat dari meningkatnya keaktifan siswa pada saat apersepsi, dan keaktifan dan perhatian siswa pada saat guru menyampaikan materi pem- belajaran mengalami kenaikan. Peningkatan hasil dilihat dari meningkatnya jumlah siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dalam membaca puisi.

  Pada siklus I siswa yang dinyatakan belum ada yang tuntas dan pada siklus orang siswa yang telah mencapai KKM. Meskipun dalam siklus II ini telah ada peningkatan baik dari proses maupun hasil namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan kekurangan- kekurangan, seperti guru masih terlihat kurang dalam pengelolaan kelas dan mengkondisikan siswa agar tidak gaduh, beberapa siswa masih terlihat belum sepenuhnya fokus dalam kegiatan pembelajaran, dan belum semua siswa yang merespons stimulus yang diberikan guru.

  Pembelajaran bahasa memang tidak ada habisnya.Seperti halnya ilmu alam, ilmu bahasa pun mengalami per- kembangan termasuk dalam metode- metode pembelajarannya, baik bagi penutur asli, maupun penutur asing yang ingin belajar bahasa Indonesia. Globalisasi secara langsung telah memperkenalkan bahasa Indonesia ke seluruh dunia, sehingga banyak orang asing yang tertarik untuk belajar bahasa Indonesia. Bagi para penutur asing yang belum mengetahui bagaimana struktur bahasa Indonesia, mempelajarinya tentu tidaklah mudah. Ada bermacam metode pembelajaran bahasa kedua yang bisa kita terapkan sebagai pengajar pembelajaran bahasa kedua bagi penutur asing seperti metode langsung. Defenisi metode langsung adalah metode pembelajaran bahasa kedua yang tidak hanya memperlakukan bahasa kedua sebagai bahan yang harus diajarkan dan dilatihkan, melainkan juga menjadikannya sebagai alat pengantar dalam mengajarkan dan melatih bahasa kedua.

  Pembelajaran dengan metode langsung menolak pemakaian bahasa ibu (bahasa pertama).Semua aspek bahasa disajikan dalam bahasa yang diajarkan. Misalnya pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing disajikan dalam bahasa Indonesia. Sistem pembelajaran langsung menuntun dan mengajak siswa untuk memahami dan menanamkan bahan pem- belajaran tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa ibu atau bahasa pertama siswa.

  Keterampilan berbahasa akan dapat berbagai pendekatan serta prinsip-prinsip pembelajaran yang sesuai. Adapun prinsip pembelajaran bahasa yang sesuai adalah pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat sesuai dengan kemampuannya.

  Pada prinsipnya pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus mendukung upaya pembelajaran yang dilakukan oleh siswa (resiprok). Sebagai sebuah metode yang secara praktis-aplikatif telah digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran bahasa Arab, eksistensi direct method dalam khazanah pemerolehan atau pembelajaran bahasa kedua (asing) tentu menarik untuk ditelisik mengenai hakikat metode tersebut, mulai dari sejarah dan perkembangannya, definisi, prinsip, karakteristik, keunggulan dan kelemahan, dan model-model penyajian materinya

  Tindakan pada siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat dalam siklus I. Pada siklus II ini guru juga menerapkan metode langsung dalam pembelajaran membaca ekspresi puisi. Berbeda dengan siklus I, pada siklus ini puisi yang dipilih adalah “Do’a”. Adapun tugas yang dikerjakan siswa pada siklus II sama dengan tugas pada siklus I, yakni membaca ekspresif puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik dan kinestetik. Perbedaan tugas yang diberikan pada siswa dalam tidakan

  II adalah, ditiadakannya berlatih vokal bagi siswa dalam membaca puisi. Hal ini sudah disepakati oleh guru dan peneliti, karena akan mengurangi konsentrasi siswa pada mimik dan kinesik saat membaca puisi. Siswa terlalu ber gantung pada anotasi tanpa meng indahkan ekspresi yang seharusnya harus dimunculkan saat membaca puisi. Tugas membaca puisi ini bersifat individu, namun tempat duduk siswa dibuat berkelompok seperti diskusi.

  Metode Langsung memiliki satu aturan yang sangat mendasar yaitu: tidak boleh ada penerjemahan (ke

  pun . Pada kenyataannya dalam direct

  method, makna yang ingin disampaikan langsung menggunakan bahasa target melalui penggunaan demonstrasi dan alat bantu visual, tanpa menggunakan bahasa asli siswa

  Sebelum melaksanakan siklus I peneliti bersama dengan guru kelas sebagai kolaborator menyusun rencana pembelajaran (RPP). Siklus I ini merupakan tindakan awal untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran membaca ekspresif di kelas tersebut. Berdasarkan kesepakatan antara guru dan peneliti pada siklus I ini tema yang digunakan dalam materi membaca puisi adalah “Sepisaupi”. Metode langsung yang dibuat dimasukkan kedalam RPP, dimana guru langsung membacakan puisi di depan kelas.

  Dari pelaksanaan siklus I tersebut diperoleh deskripsi hasil pembelajaran membaca puisi dari wawancara dengan siswa yang menyatakan bahwa masih terdapat beberapa kekurangan-ke kurangan di dalam pelaksanaan tindakan. Kekurangan tersebut berasal dari guru dan siswa. Kekurangan dari pihak guru, yakni: (1) guru kurang dapat memantau siswa secara keseluruhan karena karena posisi guru lebih banyak di depan dan pada titik tertentu saja (dekat meja guru) pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran; (2) guru masih terkesan agak kaku dan terlalu tegas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga siswa terkesan takut untuk beraktualisasi terhadap materi; dan (3) guru belum dapat membangkitkan semangat siswa secara optimal khususnya untuk memberikan pendapat atau menanggapi sehingga stimulus yang diberikan guru kurang diresponss dengan baik oleh siswa. Kelemahan yang terdapat dari pihak siswa, yakni: (1) beberapa siswa kelihatan kurang berkonsentrasi saat guru membacakan puisi di depan kelas; (2) sebagian siswa terlihat belum sepenuhnya fokus saat pembelajaran berlangsung (melakukan aktivitas lain, seperti menolah- sebagainya); (3) sebagian siswa belum mampu menyesuaikan mimik dan kinesik pada saat pembacaan puisi.

  Kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan pada siklus I ini merupakan faktor penyebab kurang me- muaskannya hasil tes kemampuan membaca puisi siswa. Hasil tes kemampuan me- nunjukkan baru 1 orang siswa yang telah memperoleh nilai 80 (dinyatakan tuntas). Selanjutnya, kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam siklus I tersebut dievaluasi oleh peneliti dan guru hingga menghasilkan perencanaan pembelajaran baru. Melalui perencanaan ini diharapkan dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam pelaksanaan tindakan I.

  Sikap dapat dibentuk sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Ditambahkan pula oleh Suwandi (2010) bahwa secara umum obyek/sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran meliputi beberapa hal, yakni sikap terhadap materi pelajaran (motivasi mengikuti pelajaran, keseriusan, semangat); sikap terhadap guru/pengajar (interaksi, respons); dan sikap terhadap proses pembelajaran (perhatian, kerja sama, konsentrasi, dsb.) sedangkan penilaian hasil, Sujana (2008) mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilai adalah hasil belajar siswa yang disesuaikan dengan tujuan pem belajaran. Berdasarkan penilaian proses dan hasil yang sudah dilakukan guru dan peneliti tersebut, dihasilkan keberhasilan peningkatan dalam tingkat keaktifan siswa pada saat apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran, dan minat serta motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu, peningkatan persentase keberhasilan juga terjadi pada ketuntasan hasil belajar siswa dalam membaca puisi, berupa kemampuan siswa dalam meningkat. Peningkatan tersebut tampak pada pembacaan puisi siswa yang pada setiap siklusnya menun- jukkan semakin adanya perbaikan baik dalam penggunaan irama, volume, mimik, dan kinesik. Dengan demikian, penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang dikemukakan peneliti.

  Aktivitas belajar peserta didik membaca puisi ekspresif dengan metode langsung siswa kelas VIII

  3SMPNegeri 31 Padang Hasil pengamatan terhadap aktivitas belajar peserta didik membaca ekspresif puisi dengan metode langsung di kelas

  VIII 3 SMP Negeri 31 Padang mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III.Aktivitas yang diamati meliputi. (1) menjawab salam guru, (2) aktivitas respon terhadap apersepsi guru, (3) aktivitas perhatian terhadap penjelasan guru, (4) aktivitas keaktifan bertanya, (5) aktivitas kemampuan dalam praktek membaca ekspresif puisi sebesar, dan (6) aktivitas ekspresi dalam membaca puisi sebesar. Adapun bentuk keaktifan yang diamati adalah sikap siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, keaktifan dalam merespons, kesungguhan dalam mengerjakan tugas, dan semangat serta antusias dalam mengikuti pembelajaran.Siswa terlihat lebih aktif dan perhatian saat mengikuti pelajaran.Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti pelajaran di setiap siklus semakin menunjukkan adanya peningkatan. Indikator yang menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran adalah kemauan siswa untuk memperhatikan atau fokus terhadap kegiatan pembelajaran serta kemauan dan keaktifan siswa untuk merespons stimulus yang diberikan guru. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat survei awal, beberapa siswa terlihat kurang fokus pada saat kegiatan pembelajaran. Selain itu, keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran juga belum begitu terlihat, karena saat pembelajaran siswa lebih banyak aktif dalam merespons stimulus yang diberikan guru. Setelah adanya tindakan melalui penerapan pembelajaran metode langsung sebagai pendekatan pembelajaran dalam membaca ekspresif puisi keaktifan siswa semakin meningkat.

  Peningkatan kemampuan membaca Ekspresif Puisi dengan Metode langsung siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang Selanjutnya, peneliti bersama-sama dengan guru berdiskusi untuk merancang rencana pembelajaran baru yang bertujuan untuk mengatasi segala kekurangan yang masih terdapat dalam pelaksanaan siklus II. Pada siklus III ini guru dan peneliti berusaha untuk memperkecil segala kelemahan yang terjadi selama pelaksanaan pembelajaran membaca puisi. Pelaksanaan siklus III merupakan perencanaan siklus terakhir dalam penelitian ini.Pada pelaksanaan siklus III guru juga menerapkan pendekatan pembelajaran metode langsung dalam pembelajaran membaca ekspresif puisi. Puisi yang diambil pada siklus ini adalah “Temanku dan Aku”. Berbeda dengan siklus-siklus sebelumnya, agar kegiatan pembelajaran lebih bervariatif maka pada siklus ini dibuat apersepsi semenarik mungkin yang akan membuat siswa lebih konsentrasi, fokus dan senang dalam pembelajaran. Pemberian contoh pembacaan puisi juga dilakukan secara langsung oleh salah seorang siswa dengan sukarela. Dari pelaksanaan siklus

  III terlihat bahwa terjadi peningkatan proses dan hasil pembelajaran membaca puisi dari siklus

  II. Peningkatan proses dapat dilihat dari meningkatnya keaktifan siswa pada saat apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa pada saat guru menyampaikan materi pembelajaran, serta minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran, sedangkan untuk pening- katan hasil dilihat dari meningkatnya jumlah siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dalam membaca ekspresif puisi yang berupa pembacaan ekspresif puisi pada siklus ini mencapai 22 orang (pada siklus II sebesar 7 kekurangan yang terdapat pada siklus- siklus sebelumnya sudah dapat teratasi dan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan pun juga telah tercapai. Oleh karenanya, dalam penelitian ini hanya dilaksanakan sampai pada siklus

  III. Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa penerapan metode langsung dalam pembelajaran membaca puisi di kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang telah berhasil. Keberhasilan pendekatan metode langsung dalam upaya mening- katkan kualitas proses dan hasil pembelajaran membaca puisi dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut.

  1. Penggunaan irama Siswa telah mampu menggunakan irama dengan baik sesuai dengan isi puisi yang dibacanya. Pada saat pretes siswa membaca puisi hanya berdasarkan pada imajinasi atau pengetahuannya tanpa ada suatu metode yang mendukung. Hal yang menyebabkan sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam membaca karena siswa tidak memiliki gambaran cara membaca ekspresif puisi.

  2. Volume suara Berdasarkan hasil pekerjaan siswa tampak bahwa siswa telah mampu menggunakan tingkat volume yang tepat dan sesuai dengan isi puisi dan jumlah pendengar meskipun masih sedikit malu. Sebagian besar siswa dalam membaca puisi telah mampu menggunakan volume yang sesuai sehingga pendengar puisi tersebut mampu menikmatinya. Berbeda saat pretes, yang mana sebagian besar siswa saat pembacaan puisi masih belum mampu menggunakan volulme yang sesuai. Hal ini menyebabkan unsur keindahan pada puisi dirasa sangat kurang dan masih seperti cerita biasa.Namun setelah adanya tindakan dapat dilihat pada karya siswa hal tersebut dapat diminimalkan.

  3. Mimik Salah satu cara agar pendengar pembacaan puisi adalah dengan penggunaan mimik atau ekspresi wajah pembaca puisi yang harus sesuai dengan isi puisi. Dengan kesesuaian antar isi puisi dan mimik pembaca puisi, mampu meningkatkan pemahaman dan penghayatan teks puisi yang dibaca. Setelah dilakukan tindakan antara peneliti dan guru dalam setiap pembacaan puisi siswa telah mampu menggunakan mimik yang sesuai.

  Dari siklus ke siklus siswa mulai dapat menggunakan mimik dengan cukup baik sehingga puisi yang dibacakan siswa juga terlihat semakin indah dan harmonis.

  4. Kinesik Sebagian siswa sudah terlihat menggunakan kinesik dalam pembacaan puisinya (meski awalnya hanya beberapa siswa yang mendapatkan kriteria baik).Indikator penggunaan kinesik atau gerak tangan dan tubuh yang sesuai dengan isi puisi.Pada awalnya, siswa merasa masih malu untuk menggunakan kinesik namun setelah diberikan pendekatan metode langsung oleh guru, peningkatan siswa yang menggunakan kinesik tiap siklus bertambah secara signifikan.Pembacaan puisi lebih indah dan menarik untuk didengarkan dan dihayati.

  Adanya peningkatan pada setiap kriteria pembacaan puisi tersebut menjadikan nilai siswa dalam membaca puisi juga mengalami peningkatan. Pada saat pretes, terlihat bahwa kemampuan membaca puisi siswa masih kurang memuaskan. Peningkatan kemampuan membaca ekspresif siswa tampak pada jumlah siswa yang telah mendapatkan nilai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan (80). Siklus I belum ada siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimal dari jumlah siswa keseluruhan 30 dengan nilai rata- rata 45,6. Peningkatan mulai tampak pada siklus II dari 30 siswa 7 siswa telah mencapai ketuntasan hasil belajar dan nilai rata-ratanya adalah 60,8. Pada siklus III kemampuan siswa dalam membaca ekspresif puisi mengalami peningkatan yang signifikan. Sehingga mencapai ketuntasan minimal berjumlah 22 orang dengan nilai rata- rata 81,3.

  Dengan menerapkan metode ceramah, siswa cenderung kurang mampu mengekspresikan diri saat membaca puisi di depan kelas. Dari diskusi yang dilakukan antara guru dan peneliti, siswa-siswa tersebut merasa malu dan kurang nyaman jika harus berada di depan kelas dan menjadi pusat perhatian siswa lain. Sebaliknya, terdapat siswa-siswa yang tingkat kognitifnya kurang namun memiliki bakat dan minat yang besar terhadap sastra khususnya membaca puisi, mereka sangat berkompeten di bidang ini. Mereka mampu berekspresi sesuai hatinya, merasa nyaman dan percaya diri ketika membaca puisi di depan kelas. Mereka juga tidak malu jika harus berteriak atau menangis demi penghayatan tehadap puisi yang dibacanya.

  Siswa-siswa tersebut memang memiliki kecerdasan linguistik sehingga mampu mengungkapkan apa yang dirasakan atau apa yang dipikirkan dalam bentuk kemampuan membaca, menulis, atau berkomunikasi. Berdasarkan pemaparan di atas tampak bahwa penerapan metode langsung dalam pem belajaran membaca puisi pada siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 31 Padang dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Peningkatan proses didasarkan pada meningkatnya keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran baik pada saat apersepsi maupun keaktifan siswa dalam merespons stimulus yang diberikan guru, kesungguhan dalam mengerjakan tugas, keantusiasan dan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran dan, peningkatan hasil didasarkan pada meningkatnya kemampuan siswa membaca ekspresif puisi (jumlah siswa yang mendapatkan nilai 80).

  Berdasarkan hasil penelitian dan berikut ini. (1) Penerapan metode langsung dalam pembelajaran membaca ekspresif puisi berdampak positif terhadap sikap belajar siswa kelas VIII 3 SMPN 31 Padang. Perubahan tersebut dapat diamati dari sikap dan perilaku siswa selama proses belajar membaca ekspresif puisi. (2) Penerapan metode langsung dalam pembelajaran membaca ekspresif puisi berdampak positif terhadap aktivitas siswa kelas VIII 3 SMPN 31 Padang. Aktivitas siswa meningkat dari siklus I sampai siklus III. (3) Penerapan metode langsung mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca ekspresif puisi. Peningkatan tersebut diketahui dari hasil tes membaca ekspresif puisi yang diperoleh siswa, mulai dari siklus I, siklus II dan siklus III. Nilai rata- rata siswa di siklus I adalah 55,5 meningkat menjadi 66,8 di siklus II, dan terus meningkat menjadi 85,7 di siklus III.

  Akrom Malibary dkk. 2008. Pedoman

  dalam Pengajaran Bahasa Indonesia . Yogyakarta: BPFE-

  2003. Quantum Learning. Bandung: Kaifa. Burhan Nurgiyantoro. 2009. Penilaian

  Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Bali (Baliologi), Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bobbi DePorter dan Mike Hernacki.

  Sastra . Jakarta: Gramedia Bagus, I Gst. Ngurah (Ed). 1986. Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Bali . Denpasar: Proyek

  A. Teeuw. 1983. Membaca dan Menilai

  Arikunto, Suharsini. Sukardjono, dan Supadi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: Bumi Aksara.

  Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan TinggiAgama Islam

  FBSS UNP Al Qarni, ‘Aidh. 2004. La Tahzan. Jakarta: Qisthi Press

  Daftar Pustaka Abimanyu, Soli. 2008. Strategi Pembelajaran.

  Keterampilan Membaca . Padang:

  Agustina. 2008. Pembelajaran

  Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa

  Aftaruddin, Pesu. 1984. Pengantar

  PusatPembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud

  Berbahasa Indonesia (Membaca dan Menulis)Murid Kelas VI Sekolah Dasar di Daerah Gorontalo . Jakarta:

  M. Kasim, Husain Yunus, dan Ny. AisaDaud. 1985. Kemampuan

  Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Wahidji, Abu, Mansoer Pateda, Ny. M.

  Yogyakarta Darsono dan Ibrahim. 2000. Fasih Berbahasa

  Arab I. Solo: Tiga Serangkai

  Critical Readings . New York:

  Penerbit Sinar Baru _________2008.Penilaian Hasil Proses

  Proses Belajar Mengajar. Bandung:

  Sudjana, Nana 1988 Dasar-dasar

  Sudiar, Nanen. 2014.”Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi Menggunakan Teknik Pemodelan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V. Jurnal. FKIP Univ Tanjung Pura Pontianak

  faktor yang Mempengaruhinya, Edisi Revisi . Jakarta : Rineka Cipta

  Surakarta: Yuma Pustaka Slameto. 2003. Belajar dan faktor-

  Indonesiatera Sarwiji Suwandi. 2010. Model Assesmen dalam Pembelajaran .

  Masuk Sekolah . Magelang:

  Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Sarumpaet, Toha Riris. 2002. Sastra