KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR RAYA KOTA PADANG ARTIKEL

  

KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA

KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR

RAYA KOTA PADANG

ARTIKEL

EVINCE OKTARINA

NPM. 1410018312017

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

2016

  

KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA

KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR

RAYA KOTA PADANG

Evince Oktarina¹, Alizar Hasan², Indra Khaidir¹,

  

¹Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta

²Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Andalas

Evince_oktarina@yahoo.com

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana prosedur, dasar hukum, serta kelayakan proyek terkait Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan Dengan Denda Kepada Kontraktor Studi Kasus Proyek Gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang, Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan Dengan Denda Kepada Kontraktor tersebut, diputuskan oleh Walikota dalam Perwako yang merupakan keputusan yang diambil oleh Pengguna Anggaran terhadap kontraktor yang terlambat menyelesaikan proyek pada akhir tahun anggaran. Penelitian ini dijalankan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study kasus (exploratory case study). Sumber data dimbil melalui wawancara yang mendalam (indepth interview) kepada 4 orang informan, data wawancara tersebut diperkuat oleh dokumentasi dan observasi untuk memperkuat hasil penelitian. Secara keseluruhan hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Prosedur pemberian kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor tidak bisa secara langsung diberikan kepada kontraktor, harus ada penelitian dari PPK terhadap progress pekerjaan dan surat pernyataan kesanggupan dari kontraktor untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang terlambat. Pemberian kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor untuk proyek yang didanai oleh APBD didasari oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yaitu Perpres No 4 Tahun 2015 pasal 93, PMK Nomor 194/PMK.05/2014, Permendagri Nomor 37 Tahun 2014. Menurut dasar hukum dan kajian menurut pakar hukum konstruksi, Pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, sesuai dengan kaidah dan ketentuan dalam hukum konstruksi dan ketentuan yang diatur oleh undang-undang. Karena Perwako dikeluarkan sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang dan peraturan di dalam pengadaan barang/jasa. Pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, tidak bisa diberikan kepada setiap proyek yang mengalami keterlambatan di akhir tahun anggaran, ada kriteria yang ditentukan didalam perwako, diantaranya harus proyek yang bersumber dari dana APBD dengan kontrak tahun tunggal dengan nilai pengadaan konstruksi di atas dua ratus juta rupiah. Adapun urgensi kajian pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, adalah supaya para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah mengetahui prosedur dan kajian hukumnya, supaya apabila menghadapi keterlambatan penyelesaian proyek di akhir tahun anggaran tidak menjadi masalah yang berulang.

  Kata Kunci: Pemberian Kesempatan 50 hari Pekerjaan, APBD, Perwako, PPK.

I. PENDAHULUAN dan kontrak tahun tunggal. Pembangunan

  Pembangunan infrastruktur di kota gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang ini Padang sekarang ini masih dilakukan untuk merupakan Program unggulan dari Walikota memenuhi fasilitas-fasilitas umum yang rusak dan wakil Walikota Padang. Revitalisasi dan akibat gempa 7,9 skala richter pada 30 rehabilitasi pasar tradisional, juga merupakan september 2009. Salah satunya pembangunan program secara nasional Presiden Jokowi atas gedung Inpres II Pasar Raya kota Padang 5.000 pasar tradisional dalam rangka dengan Program Pengembangan Sarana dan peningkatan infrastruktur, percepatan anggaran Prasarana Perdagangan, proyek ini untuk menggairahkan geliat perekonomian menggunakan dana yang berasal dari APBD rakyat.

  Di dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang sumber dana berasal dari APBD dengan kontrak tahun tunggal, penyelesaian pekerjaan harus selesai menjelang tanggal 18 Desember, karena KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) hanya melayani permintaan pembayaran sampai dengan tanggal 20 Desember. Untuk menghadapi pekerjaan kontrak tahun tunggal yang tidak selesai sampai dengan 31 Desember seperti yang terjadi pada proyek gedung Inpres

  II Pasar Raya Kota Padang, dilakukan pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada penyedia. Pemberian kesempatan50 (Lima Puluh) hari pekerjaan diputuskan dengan Perwako yaitu pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan yang melewati tahun anggaran.

  Didalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015

  Pasal 93 Tentang perubahan keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan maksimal 50 hari kalender tidak serta merta diberikan kepada penyedia barang/jasa, harus terlebih dahulu ada penelitian dari PPK melihat dari performa dan progress pekerja yang telah dilakukan, apakah penyedia barang/jasa tersebut mampu untuk menyelesaikan pekerjaan setelah diberikan kesempatan dimaksud, apabila penyedia barang/jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan PPK dapat memutuskan kontrak secara sepihak.

  Berdasarkan Pasal 120 Perpres No. 70 Tahun 2012 bahwa Penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam kontrak karena kesalahan penyedia barang/jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Dalam penjatuhan denda bagi penyedia yang melakukan wanprestasi sering menimbulkan perselisihan dengan pihak pemberi kerja, sehingga para pihak harus menempuh mekanisme penyelesaian sengketa sesuai dengan kesepakatan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

  Penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya, merupakan Anggaran baru pada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Tahun Anggaran berikutnya dengan mekanisme revisi anggaran.

  Revisi Anggaran dalam paradigma APBD tidaklah mudah karena menurut Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal 160 ayat 4 “Pergeseran Anggaran dilakukan dengan cara mengubah peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD sebagai dasar pelaksanaan untuk selanjutnya dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor, bagaimana prosedur pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari kepada kontraktor, bagaimana kajian hukum dan pendapat pakar hukum konstruksi terkait pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari, serta bagaimana kelayakan proyek menurut Perwako apabila mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan di akhir tahun anggaran, mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan selama 50 (Lima Puluh) hari.

  II. Tinjauan Pustaka

  2.1 Pengertian Keterlambatan Proyek

  Pengertian keterlambatan menurut Ervianto yang dikutip dari Suyatno (2010) adalah sebagai waktu pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan, sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan. Pada pelaksanaan proyek konstruksi, keterlambatan proyek seringkali terjadi, yang dapat menyebabkan berbagai bentuk kerugian bagi penyedia jasa dan pengguna jasa. Bagi kontraktor, keterlambatan selain dapat menyebabkan pembekakan biaya proyek akibat bertambahnya waktu pelaksanaan proyek, dapat pula mengakibatkan menurunnya kredibilitas kontraktor untuk waktu yang akan datang.

  Sedangkan bagi pemilik, keterlambatan penggunaan atau pengoperasian hasil proyek menyebabkan timbulnya perselisihan dan

  2. Keterlambatan yang dapat dimaafkan klaim antara pemilik dan kontraktor (Excusable Delays). (Soeharto,1997). Excusable Delays adalah keterlambatan

  Ketika proyek konstruksi terlambat, yang disebabkan oleh kejadian- kejadian artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut diluar kendali baik pemilik maupun tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontraktor. Pada kejadian ini, kontraktor kontrak. Jika pekerjaan proyek tidak dapat mendapatkan kompensasi berupa dilaksanakan sesuai kontrak maka akan ada perpanjangan waktu saja. penambahan waktu. Apabila setelah

  3. Keterlambatan yang layak mendapat penambahan waktu pelaksanaan proyek ini ganti rugi (Compensable Delays).

  juga tidak selesai sesuai kontrak yang sudah Compensable Delays adalah disepakati, maka akan diberikan waktu keterlambatan yang diakibatkan tambahan oleh pihak pemilik (owner) kepada tindakan, kelalaian atau kesalahan pihak pelaksana untuk menyelesaikan pemilik. Pada kejadian ini, kontraktor pekerjaan proyek tersebut. Dengan kata lain biasanya mendapatkan kompensasi bahwa adanya waktu tambahan yang diberikan berupa perpanjangan waktu dan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak tambahan biaya operasional yang pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan perlu selama keterlambatan pelaksanaan proyek, tetapi tidak juga terlaksana, maka tersebut. kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid, 2006).

  2.1.2 Dampak Keterlambatan

  Tambahan waktu untuk menyelesaikan Keterlambatan akan berdampak pada proyek adalah solusi penyelesaian masalah. perencanaan semula serta pada masalah Tetapi adanya perpanjangan waktu dari jadwal keuangan. Keterlambatan dalam suatu kontrak, dapat disebabkan antara lain; proyek konstruksi akan memperpanjang pekerjaan tambah, perubahan desain, durasi proyek atau meningkatkan biaya keterlambatan oleh pemilik. masalah diluar maupun kedua duanya. Adapun dampak kendali kontraktor. Dengan adanya perbedaan keterlambatan pada owner adalah hilangnya perjanjian kontrak awal dengan selang waktu potensial income dari fasilitas yang dibangun penyelesaian proyek maka terjadilah tidak sesuai waktu yang ditetapkan, keterlambatan proyek yang tidak diinginkan sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya oleh semua pihak-pihak terkait. kesempatan untuk menempatkan sumber

  Kondisi suatu kontrak dinilai dalam dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya kategori terlambat apabila (Ramli, 2014): tidak langsung (indirect cost) karena

  1. Dalam periode I (rencana pelaksanaan bertambahnya pengeluaran gaji karyawan, fisik 0%-70%) dari kontrak terjadi sewa peralatan serta mengurangi keuntungan keterlambatan antara 10%-20%. Lewis dan Atherley yang dikutip Suyatno

  2. Atau dalam periode II (rencana (2010). pelaksanaan fisik 70%- 100%) dari kontrak terjadi keterlambatan progres

  2.1.3 Mengatasi Keterlambatan

  fisik antara 0.5%-10%. Menurut Istimawan Dipohusodo (1996), selama proses konstruksi selalu saja muncul

2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan gejala kelangkaan periodik atas material-

  Kraiem dan Dickman yang dikutip dari material yang diperlakukan, berupa material Wahyudi, (2006) menyatakan, keterlambatan dasar atau barang jadi baik yang lokal maupun dapat dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu: import . Cara penanganannya sangat bervariasi

  1. Keterlambatan yang tidak dapat tergantung pada kondisi proyek, sejak yang dimaafkan (Non Excusable Delays). ditangani langsung oleh staf khusus dalam

  Non Excusable Delays adalah organisasi sampai bentuk pembagian porsi

  keterlambatan yang diakibatkan oleh tanggung jawab diantara pemberi tugas, tindakan, kelalaian, atau kesalahan kontraktor dan sub-kontraktor, sehingga dari sub-kontraktor, pemasok atau agen,

  importer , produsen atau industri, yang

  kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan adalah :

  1. Mengerahkan sumber daya tambahan

  2. Melepas rintangan-rintangan, ataupun upaya-upaya lain untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana

  3. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan pekerjaan pada saat berikutnya.

  Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi, untuk membangun menghasilkan bangunan dan bentuk fisik untuk menunjang perekononomian. Agar pekerjaan konstruksi berhasil diperlukan manajemen dalam setiap tahapan pelaksanaannya. Manajemen konstruksi memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu perancangan (planning), pelaksanaan (construction/implementing),dan pengendalian (controlling) yang terintegrasi sebagai suatu sistem untuk mencapai keberhasilan dari suatu proyek yaitu biaya (cost), mutu (quality), dan waktu (time) agar sesuai dengan persyaratan yang ditentukan (Wiriandhi 2003).

  Di dalam pelaksanaan proyek pemerintah disebut dengan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Agar sistem pengadaan Barang/Jasa pemerintah mencapai keberhasilan harus ada peraturan yang mengatur. Peraturan Perundang-undangan Proyek Infrastruktur yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi disebut Peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah No 59 tahun 2010 tentang perubahan peraturan pemerintah No 29 tahun 2000. Ketentuan lain (internasional) yang mengatur kontrak rancang bangun adalah FIDIC Condition Of Contract For Plant,

  Design and Build (Yellow Build), sebagaimana

  diamanatkan oleh menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memahami terhadap kebutuhan akan persyaratan umum kontrak instalasi dan rancang bangun sejalan dengan program pemerintah untuk proyek- proyek yang akan dilaksanakan pada era 2015- 2019 (Mudjisantosa, 2016).

  Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 merupakan perubahan ke empat atas Peraturan Pemerintah no 54 Tahun 2010. Revisi pertama telah dilakukan tanggal 30 Juni 2011 yang dituangkan dalam bentuk Perpres No. 35 Tahun 2011. Alasan revisi pertama, yaitu dianggap perlunya konsultan hukum untuk mendampingi instansi pemerintah dalam menghadapi tuntutan dari pihak ketiga. Isi revisi pertama adalah memasukkan jasa konsultansi di bidang hukum (meliputi konsultan hukum/advokat atau arbiter) dalam kriteria jenis pekerjaan/jasa yang boleh dilakukan dengan cara penunjukkan langsung.

2.2 Peraturan Perundangan Dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

  Revisi kedua dalam Perpres No. 70 Tahun 2012 pada tanggal 31 Juli 2012 mengandung maksud melakukan perubahan yang menyeluruh terhadap sistem pengadaan barang/jasa yaitu dengan membuat sistem pengadaan yang lebih sederhana dan mudah dilakukan. Terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 368, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5642). Peraturan presiden no 4 tahun 2015, bertujuan untuk percepatan pelaksanaan belanja Negara guna percepatan pelaksanaan pembangunan, diperlukan inovasi terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi Informasi, dan pertimbangan sebagaimana dimaksud untuk mempercepat dan mengefektifkan pengadaan barang/jasa. Perpres No 54 tahun 2010 sampai dengan perubahan keempat Perpres No 04 tahun 2015, tidak dapat dilepaskan dari perundang-undangan yang langsung berkaitan dengan pekerjaan konstruksi.

2.2.1 Peraturan Perundangan Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) Hari

  Ketentuan di dalam Peraturan Presiden No

  4 Tahun 2015 tentang pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari pekerjaan yang melewati tahun anggaran dimuat dalam pasal 93 ayat 1.a sebagai berikut: (1) PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila: a. kebutuhan Barang/Jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya

  Kontrak; a.1. berdasarkan penelitian PPK,

  Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; a.2.setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan; b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; c. Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan, dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau

  d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN, dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang. (1a) Pemberian kesempatan kepada Penyedia Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun Anggaran.

  (2) Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:

  a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;

  b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;

  c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam. (3) Dalam hal dilakukan pemutusan

  Kontrak secara sepihak oleh PPK karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kelompok Kerja ULP dapat melakukan Penunjukan Langsung kepada pemenang cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama atau Penyedia Barang/Jasa yang mampu dan memenuhi syarat. Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 70/2012 Pasal 13 menegaskan bahwa PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.

  Atas dasar ini maka komitmen ketersediaan anggaran baru pada tahun anggaran berikutnya, untuk menjamin nilai sisa pekerjaan, harus sudah ada maksimal sebelum akhir masa pelaksanaan pekerjaan. Ini agar pelaksanaan kontrak setelah tanggal 31 Desember menjadi bagian kontrak yang lalu/lama. Ini sebangun dengan pemahaman PMK 194/2014 pasal 5 bahwa Penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya tetap merupakan pekerjaan dari Kontrak berkenaan.

  Komitmen ketersediaan anggaran antara Kepala Daerah dan DPRD, sebagaimana amanat PP 58/2005 pasal 81 ayat 1, untuk menjamin kepastian nilai sisa pekerjaan pada APBD-P tahun berikutnya.

  Untuk pengadaan barang/jasa yang bersumber dari APBD, di atur dalam Permendagri No 13 tahun 2006 menjelaskan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan

  31 Desember. Merupakan suatu gambaran tentang rancangan anggaran dan pendapatan belanja daerah, berupa rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

  Pasal 52 ayat (1) Perpres No 70 tahun 2012 adalah “Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran”.

  barang/jasa akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima

  a. Berdasarkan penelitian PPK, penyedia

  3. Kriteria penyelesaian pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya :

  2. Sisa nilai pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran tidak dapat diluncurkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dan tidak dapat ditambahkan (on top) ke dalam anggaran Tahun Anggaran Berikutnya

  1. Jenis pekerjaan yang dapat diterapkan adalah pekerjaan dari suatu kontrak tahunan yang dibiayai dari Rupiah Murni, harus selesai pada akhir masa kontrak dalam Tahun Anggaran berkenaan

  Poin-poin penting dari PMK Nomor 194/PMK.05/2014 Menurut Samsul Ramli, 2014 ini adalah:

  Peraturan Menteri Keuangan adalah Tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran.

  2. Apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan disebabkan kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa maka tidak dapat di-DPAL-kan, sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan dianggarkan kembali sesuai ketentuan yang berlaku. Kontrak Tahun Tunggal berdasarkan

  Permendagri

  1. Penelitian terhadap penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan, sepanjang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL-kan.

  Untuk penetapan jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-SKPD masing-masing dilakukan sebagai berikut:

  sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan dalam rangka penyelesaian pekerjaan sesuai ketentuan peraturan

  13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

  2. Dituangkan kedalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) Tahun Anggaran 2015 sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2014 dengan berpedoman pada format Lampiran B.III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

  1. Pendanaan kegiatan lanjutan menggunakan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan anggaran) sebelumnya.

  19. Penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan lanjutan yang tidak selesai pada Tahun Anggaran 2014 dengan menggunakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) mempedomani Pasal 138 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  13 Tahun 2006 sebagaimana dirubah Permendagri 37/2012 dan 21/2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran, pekerjaan tentang langkah akhir tahun dituangkan pada Pada Lampiran Permendagri 37/2014 bagian V. Hal-Hal Khusus Lainnya angka 19 menyebutkan :

3. DPAL-SKPD disahkan oleh PPKD

  berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan

  b.

  Penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai, yang paling sedikit memuat pernyataan kesanggupan penyedia barang/jasa untuk : menyelesaikan sisa pekerjaan, menyelesaikan sisa pekerjaan dalam tempo 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan, pernyataan bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, pernyataan tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.

  c.

  Berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran Berikutnya melalui revisi anggaran.

  4. Sisa pekerjaan yang akan diselesaikan pada Tahun Anggaran berikutnya dilakukan perubahan kontrak oleh PPK. Perubahan tersebut dilaksanakan dengan koridor bahwa sumber dana untuk penyelesaian sisa pekerjaan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya dari DIPA Tahun Anggaran berikutnya, tidak menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan dan dilaksanakan sebelum jangka waktu kontrak berakhir.

  5. Penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya kepada PPK sebelum dilakukan penandatanganan perubahan kontrak

  6. Setelah perubahan kontrak ditandatangani, KPA menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir Tahun Anggaran berkenaan dengan melampirkan copy surat pernyataan kesanggupan di atas yang telah dilegalisasi oleh KPA.

  7. Pihak KPPN setelah mendapat pemberitahuan dari KPA, melakukan klaim pencairan jaminan/garansi bank sebesar nilai pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya untuk keuntungan negara. Jika jaminan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, penyedia barang/jasa wajib menyetorkan sejumlah uang ke kas negara sebesar nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya sebagai pengganti klaim pencairan jaminan/garansi bank pada kesempatan pertama

  8. Penyedia barang/jasa menyelesaikan sisa pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang disepakati di dalam surat pernyataan kesanggupan, dan dikenakan denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pengadan barang/jasa (melalui penyetoran ke kas negara atau diperhitungkan dalam pembayaran tagihan atas penyelesaian pekerjaan).

  9. Apabila sampai dengan batas waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat pernyataan kesanggupan, sisa pekerjaan belum dapat diselesaikan, maka KPA menghentikan pelaksanaan pekerjaan secara sepihak dan mengenakan denda keterlambatan maksimum kepada penyedia barang/jasa.

  10. Tata cara pembayaran tagihan penyelesaian pekerjaan, dilaksanakan dengan pengajuan SPM ke KPPN dan penerbitan SP2D dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

III. Metodologi Penelitian

  Adapun urutan tahapan penelitian dapat dilihat pada Diagram 2 Langkah- langkah Penelitian

  3. APIP bersama tim teknis dan PPHP melakukan pemeriksaan bersama, terhadap keterlambatan penyelesaian proyek, hasil pemeriksaan bersama

  2. PA/PPK menyurati Inspektorat (APIP) untuk memberitahukan, kalau pekerjaan penyelesaian proyek oleh kontraktor terjadi keterlambatan dan mencapai bobot 80 % pada akhir tahun anggaran.

  31 Desember 2015, progress pekerjaan sudah harus mencapai 100%, tetapi pada tahap pelaksanaan progress pekerjaan baru mencapai 80%, dengan keadaan itu penyedia menyurati PPK untuk minta tambahan waktu dan membuat Surat Pernyataan Kesanggupan.

  1. P enyedia (Kontraktor) membuat Laporan Kemajuan Pekerjaan (LKP) dimana pada akhir tahun anggaran dan sesuai dengan schedule perencanaan

  4.1 Prosedur Dikeluarkannya Pemberian Kesempatan Kepada Penyedia Barang/Jasa Menyelesaikan Pekerjaan Sampai Dengan 50 (Lima Puluh) Hari Pekerjaan Dengan Denda (Perwako) Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor, tidak secara langsung diberikan kepada kontraktor yang terlambat menyelesaikan pekerjaan di akhir tahun anggaran, setelah dilakukan penelitian ada sejumlah prosedur yang harus dilalui oleh Pengguna Anggaran, PPK, dan Kontraktor. Dari Hasil penelitian prosedur yang dilakukan oleh PA, PPK, dan kontraktor adalah:

  IV. Hasil dan Pembahasan

  Menentukan Informan Dokumentasi Hasil Penelitian Membuat Instrument Penelitian Pengambilan Data Sekunder Pengambilan Data Primer kepada seluruh Informan Informan Terdiri dari PPK, PPTK, Kontraktor Proyek, Pakar Hukum Konstruksi Diagram 2. Tahapan Penelitian

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan Penelitian ini dijalankan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study kasus (exploratory case

  study). Sumber data dimbil melalui wawancara

  Kesimpulan Diagram 1.Teknik Analisa Data

  Pengumpulan Data Reduksi Data Penyajian Data Penarikan

  Teknik analisa data digunakan seperti diagram 1 berikut:

  3.1 Teknik Analisis Data

  Data sekunder yaitu berupa Dokumen Perwako, Undang-Undang dan peraturan yang digunakan sebagai dasar hukum Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan.

  Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan pengumpulan data primer yaitu berupa wawancara lisan kepada PPK, PPTK , Kontraktor Proyek, untuk mengetahui prosedur dikeluarkannya Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan, untuk mengetahui Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan apakah sesuai dengan kajian hukum konstruksi melakukan wawancara kepada ahli Pakar Hukum Konstruksi.

  yang mendalam (indepth interview) kepada 4 orang informan, data wawancara tersebut diperkuat oleh dokumentasi dan observasi untuk memperkuat hasil penelitian.

  3.2 Tahapan Penelitian

  Tim Teknis menghasilkan rekomendasi bisa pekerjaan dilanjutkan atau tidak.

  4. PPK mengadakan rapat bersama dengan pimpinan (PA/KPA) adalah walikota dan stakeholders seluruh pihak yang terlibat dengan pertimbangan:

  a. Adanya Surat Permohonan dari kontraktor sanggup mengerjakan penyelesaian pekerjaan dibawah denda.

  b. Adanya dilihat itikad baik dari kontraktor untuk menyelesaikan pekerjaan dilihat dari persediaan material yang cukup untuk mencapai penyempurnaan pekerjaan.

  c. Berdasarkan hasil penelitian PPK, pembangunan yang mencapai 80 persen pada akhir tahun anggaran

  31 Desember 2015 sebenarnya sudah dapat ditempati oleh para pedagang sisa pekerjaan nya hanya terkait penyempurnaan saja sekitar 20%. Pekerjaan yang belum terlaksana adalah pemasangan atap, pemasangan keramik pemasangan pipa-pipa untuk antisipasi kebakaran serta pembuangan akhir toilet.

  d. Pertimbangan Adanya Perpres yang mengatur pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari.

  e. Pertimbangan Kebutuhan akan penyelesaian gedung yang mendesak untuk kepentingan perekonomian dan perdagangan.

  5. PPK meminta kepada PA/KPA untuk disediakan anggaran senilai sisa pekerjaan yang melewati tahun anggaran

  6. PPK mengenakan denda kepada penyedia selama masa keterlambatan dan menyerahkan Jaminan Pembayaran senilai bagian kontrak yang belum selesai, terhitung mulai batas akhir SPM (Surat Perintah Membayar) sesuai dengan klausul pembayaran pada dokumen kontrak dengan syarat:

  1. Masa berlaku jaminan pembayaran sampai dengan 31 Desember.

  2. Masa pengajuan klaim selama 30 (Tiga Puluh) hari sejak berakhirnya masa laku jaminan.

  3. Diterbitkan oleh Bank Umum yang berlokasi dalam wilayah kerja daerah bersangkutan; dan 4. Bersifat transferable.

  5. Surat kuasa (bermeterai cukup) kepada BUD untuk mencairkan jaminan pembayaran.

  6. PPK melakukan konfirmasi dan klarifikasi tertulis terkait keabsahan dan bisa dicairkan kepada penerbit jaminan (bank umum) dilengkapi keterangan tertulis tentang hasil konfirmasi dan klarifikasi dari penerbit jaminan. Kemudian PPK membuat Surat pernyataan tentang keabsahan dan bisa dicairkannya jaminan dimana didalamnya PPK bertanggung jawab sepenuhnya apabila jaminan tidak dapat dicairkan.

  7. Pada akhir SPM pembayaran dilakukan 100% termasuk pembayaran biaya pemeliharaan (retensi) dengan catatan penyedia melampirkan copy jaminan pemeliharaan. Nilai jaminan pemeliharaan sebesar 5% dari nilai kontrak dan masa berlakunya berakhir bersamaan dengan masa pemeliharaan serta mencantumkan tanggal dan nomor jaminan pada uraian SPM. Jaminan pemeliharaan inipun harus telah dikonfirmasi dan diklarifikasi PPK kepada penerbit terkait keabsahan, tata cara pencairan dan syarat unconditional.

  8. Penyedia memperpanjang masa laku jaminan pelaksanaan sampai dengan akhir masa keterlambatan.

  9. Penyedia menyampaikan surat pernyataan kesanggupan bermaterai bahwa :

  1. Sanggup menyelesaikan pekerjaan maksimal s/d 50 hari sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan.

  2. Bersedia dikenakan denda dalam masa keterlambatan. 3. tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran

  10. Penyelesaian pembayaran dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya jika:

  1. Menurut penelitian KPA dana dapat dialokasikan dalam DPA Tahun Anggaran Berikutinya melalui Revisi anggaran.

  2. KPA harus menyediakan alokasi anggaran pada DPA SKPD berkenaan Tahun Anggaran Berikutnya dengan mekanisme revisi anggaran sesuai ketentuan yang berlaku.

  3. Pengajuan usul revisi anggaran harus dilakukan PA/KPA sebelum batas akhir penyelesaian sisa pekerjaan (masa keterlambatan)

  4. PA/KPA bertanggungjawab penuh (formal dan material) terhadap keputusan melanjutkan melanjutkan sisa pekerjaan melewati tahun anggaran atau tidak.

  5. Dalam pengambilan keputusan ini PA/KPA dapat berkonsultasi dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

  11. PA/KPA menyampaikan pemberitahuan kepada BUD atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada Tahun Anggaran Berikutnya paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir Tahun Anggaran berkenaan dilampiri dengan copy surat pernyataan kesanggupan yang telah dilegalisasi oleh PA/KPA.

  12. Berdasarkan pemberitahuan dari PA/KPA, BUD melakukan klaim pencairan jaminan/garansi bank (Jaminan Pembayaran yang diserahkan penyedia pada saat batas akhir pencairan SPM LS) sebesar sisa nilai pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya untuk untung Kas Daerah.

  13. Dalam hal pencairan jaminan/garansi bank (Jaminan Pembayaran) tidak dapat dilaksanakan karena masa berlaku jaminan/garansi bank sudah berakhir atau dikarenakan sebab lainnya, penyedia barang/jasa wajib menyetorkan sejumlah uang ke Kas Daerah sebesar nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya sebagai pengganti klaim pencairan jaminan/ garansi bank pada kesempatan pertama.

  14. PPK melakukan perubahan kontrak dalam rangka menyelesaikan sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dengan syarat : 1. mencantumkan sumber dana dari DIPA Tahun Anggaran Berikutnya; 2. tidak boleh menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan.

  3. Perubahan Kontrak dilaksanakan sebelum jangka waktu Kontrak berakhir.

  4.1.1 Mekanisme Dana Untuk Sisa Pekerjaan Dari hasil penelitian dana sisa pekerjaan di atur menurut ketentuan sebagai berikut: (1) Dianggarkan pada anggaran tahun berikutnya atau APBDP tahun berikutnya. (2) PA/KPA/PPK harus menyediakan alokasi anggaran pada DPA SKPD berkenaan Tahun Anggaran berikutnya. (3) Dalam hal alokasi untuk pelaksanaan pekerjaan sebagai mana dimasksud pada ayat (1) belum tersedia dalam DPA Tahun Anggaran berikutnya, PA/KPA mengajukan revisi DPA pada perubahan APBD untuk mengalokasikan anggaran atas pekerjaan yang dilanjutkan tersebut. (4) Penyediaan alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui mekanisme revisi anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) Pembayaran Penyelesaian Sisa Pekerjaan Berdasarkan Pasal

  17 Perwako dilakukan sesuai prestasi pekerjaan yang diselesaikan sampai dengan batas akhir waktu penyelesaian sisa pekerjaan dimana dana baru bisa keluar setelah perubahan APBD tahun anggaran berikutnya disyahkan dengan kelengkapan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4.1.2 Denda Keterlambatan Menurut Pasal 93 Perpres No 4 tahun 2015, secara keseluruhan menjelaskan bahwa apabila PPK memperoleh keyakinan atas kemampuan penyedia dalam menyelesaikan sisa pekerjaan dalam 50 (Lima Puluh) hari, setelah masa pelaksanaan kontrak berakhir walaupun melewati tahun anggaran penyedia tetap dikenakan denda maksimum sebesar 5% (atas 1/1000 per hari keterlambatan) dari nilai kontrak. Dari hasil penelitian denda keterlambatan dilakukan melalui prosedur: (a) Disetorkan ke kas Daerah oleh penyedia barang/jasa;atau (b) Diperhitungkan dalam pembayaran tagihan atas penyelesaian pekerjaan. (c) Denda keterlambatan yang dibayar kontraktor secara penuh sebesar

  1/1000 (satu perseribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan, denda dibayar kontraktor secara penuh sebesar 5% dari nilai kontrak, karena kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sebelum 50 Hari, pembayaran denda ini dipotong dengan mencairkan jaminan pelaksanaan dengan cara menyetor ke kas Daerah oleh Kontraktor.

  4.2 Justifikasi Perwako Dengan Peraturan.

Tabel 4.1 Justifikasi Peraturan Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan Kepada Penyedia Perwako Perpres No 4 /2015 PMK No 194/2014 Permendagri

  Pasal 6 Pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan dapat melampaui tahun anggaran

  (1a) Pemberian kesempatan kepada Penyedia Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun Anggaran.

  (1) Dalam hal pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak terselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran, penyelesaian sisa pekerjaan dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya.

  pasal 8 yang pada intinya adalah penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya merupakan anggaran baru pada DIPA Tahun Anggaran Berikutnya dengan mekanisme revisi anggaran.

  Penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan lanjutan yang tidak selesai pada tahun 2014 dengan menggunakan DPAL-SKPD tahun 2015, apabila keterlambatan Penyelesaian pekerjaan akibat penyedia maka kegiatan yang belum selesai dianggarkan kembali

  4.3 Justifikasi Perwako Dengan Pakar Hukum Konstruksi Dari hasil penelitian Dilihat dari kajian prosedur dan dasar hukum yang dipakai Perwako Tentang Pemberian Kesempatan 50 (lima puluh) hari, Sesuai dengan kaidah hukum kontrak, Perwako sesuai dengan kaidah hukum kontrak karena pasal-pasal di dalam Perwako mengacu kepada dasar peraturan-peraturan hukum di atasnya yaitu Perpres, Peraturan menteri keuangan, dan Permendagri dan prosedur dikeluarkannya Perwako memenuhi syarat yang ditentukan di dalam peraturan pasal 93 Perpres No 4 tahun 2015.

  4.4 Kriteria Kelayakan Proyek Untuk Mendapatkan Kesempatan

  1. Progres Pekerjaan sudah mencapai 80% dan ada penelitian PPK terhadap kontraktor, apakah kontraktor akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan.

  pasal 93, Peraturan menteri keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 Pasal 3 dan Peremendagri No 13 Tahun 2006. Prosedur yang diberikan Walikota sebagai PA/KPA kepada penyedia proyek gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang adalah:

  Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada penyedia, harus dilakukan melalui prosedur yang sesuai dengan pemberian kesempatan 50 hari yang terdapat dalam peraturan, yaitu Perpres no 4 tahun 2015

  V Kesimpulan Berdasarkan kajian yang dilakukan, terkait pemberian kesempatan 50 (Lima

50 Hari akibat keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan

  5. Tidak Termasuk Pekerjaan Kontrak Tahun Jamak (MultyYear Contracts)

  4. Pengadaan Jasa Konstruksi yang merupakan Program Unggulan yang menyangkut kepentingan masyarakat secara umum, yang kebutuhannya tidak dapat ditunda.

  1.000.000.000,-(Satu Milyar Rupiah) yang sebagian atau seluruh barang diimport.

  2. Pengadaan Jasa Konstruksi di atas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) 3. Pengadaan Barang diatas Rp.

  1. Pengadaan Barang/Jasa dengan pelaksanaan pelelangan yang biayanya bersumber dari APBD.

  Dari hasil penelitian tidak semua proyek yang mengalami keterlambatan bisa memperoleh kesempatan 50 Hari Pekerjaan, menurut ketentuan di dalam Perwako, kriteria proyek yang layak mendapat kesempatan 50 Hari Pekerjaan apabila mengalami keterlambatan pekerjaan adalah:

  2. Penyedia Barang/Jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 50 (lima puluh) hari sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan, yang dinyatakan dengan adanya surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermatrai.

  3. Berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DPA tahun anggaran berikutnya dalam revisi anggaran.

  4. Dalam rangka mengambil keputusan KPA melakukan konsultasi dengan Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP).

  6. Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi yang dianggarkan pada anggaran tahun berikutnya atau APBDP tahun berikutnya.

  Prosedur yang dilakukan walikota sesuai dengan peraturan yang poin- poinnya terdapat dalam tinjauan pustaka.

  Dari kajian diperoleh, kriteria Pengadaan Barang/Jasa yang diberikan kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan adalah :

1. Sumber dana dari APBD.

  4. Pengadaan Jasa Konstruksi yang merupakan Program Unggulan yang menyangkut kepentingan masyarakat secara umum, yang kebutuhannya tidak dapat ditunda.

  Pasal 81 Ayat 1 Buku Istimawan Dipihusodo, 1996, Manajemen Proyek dan Konstruksi jilid 1 dan 2, Kan Nisius, Yogyakarta. Messah, dkk Kajian Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Gedung Di Kota Kupang Jurnal Teknik Sipil, Vol. II, No. 2, September 2013 Moleong, Dasar Penelitian Kualitatif 2007 Imam Soeharto, 2001, Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional, Erlangga, Jakarta.

  Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, 2015

  Proyek Konstruksi, Penerbit Andi, Yogyakarta

  Wulfram, I. Ervianto, 2002, Manajemen

  Sugiyono, 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung, CV. Alfabeta

  Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, tesis Harianto Talchis, 2007Universitas Diponegoro, Semarang

  Konseptual sampai dengan Oprasional, Erlangga, Jakarta

  Suharto,I, 1995, Manajemen Proyek dari

  Peraturan Presiden No 4 Tahun 2015 Pasal 93 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 Pasal 3 Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005

  5. Tidak Termasuk Pekerjaan Kontrak Tahun Jamak (MultyYear Contracts)

  2. Pengadaan Jasa Konstruksi besar dari Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) 3. Pengadaan Barang diatas Rp. 1.000.000.000,-(Satu Milyar Rupiah) yang sebagian atau seluruh barang diimport.

  Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2012

  Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 Pasal 160 Ayat 4

  Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 Pasal 138

  Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 Pasal 21

  DAFTAR PUSTAKA Peraturan

  6. Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi yang dianggarkan pada anggaran tahun berikutnya atau APBDP tahun berikutnya.

  Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37 Tahun 2014 Bagian V – 19

Dokumen yang terkait

KAJIAN ZONASI DAN STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI SUAKA PESISIR BATANG GASAN DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN JURNAL

1 7 16

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

0 4 16

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA ANGGOTA DPRD KABUPATEN PASAMAN BARAT DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING ARTIKEL

0 1 15

PERANAN KEPUASAN DALAM MEMEDIASI PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, CITRA ORGANISASI DAN KEPERCAYAAN TERHADAP LOYALITAS ANGGOTA (STUDI KASUS PADA KPN KOGUSDA TALAMAU) ARTIKEL

0 3 21

IMPLEMENTASI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR (PKB) ANGKUTAN UMUM KAITANNYA DENGAN KESELAMTAN PENUMPANG DIKABUPATEN SIJUNJUNG Hendri Payan

1 1 17

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG TENTANG PENURUNAN KUORUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) TENTANG PERUBAHAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM SUATU PERSEROAN TERBATAS (PT)

0 0 11

1 PERBANDINGAN PREDIKAT DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA DAN BAHASA BELANDA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA ARTIKEL

0 2 17

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN ARTIKEL

1 1 18

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA EKSPRESIF PUISI DAN AKTIVITAS SISWA DENGAN METODE LANGSUNG SISWA KELAS VIII 3 SMP NEGERI 31 PADANG

0 0 15

PENGARUH METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN KEMAMPUAN AWAL TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PADANG ARTIKEL

0 0 18