STUDI KARAKTERISTIK KOMPOSIT KULIT KRAS DAN RAMI DENGAN MATRIK RESIN EPOKSI SEBAGAI BAHAN TAHAN IMPAK

  

STUDI KARAKTERISTIK KOMPOSIT KULIT KRAS DAN RAMI DENGAN MATRIK

RESIN EPOKSI SEBAGAI BAHAN TAHAN IMPAK

1) 2) Aris Budianto Heru Santoso BR. 1,2)

  Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

  ABSTRACT The use of natural fibers as reinforcement in polymer composite materials

provide several advantages because of natural fibers have low density, capable of

biodegradable, recyclable, cheap price and has good mechanical properties and can

be renewed because it comes from nature. Composite material is a material system

that incorporated a combination of two or more constituent materials that on a macro

scale is different in shape or material composition of each insoluble each other. Crust

leather is skin rawhide tanning process results from large and small animals. The use

of leather has been used only in the fulfillment of human needs in terms of clothing

such as jackets, shoes, bags and others. Hemp (Boehmeria Nivea) belong to the

natural plant fiber derived from the bark (bast). Crust leather and hemp used in this

study by using epoxy resin matrix to form a composite.

   2 Composites in this study were made with a constant pressure of 100 kg / cm .

  

Samples were prepared with 56% volume fraction with KR11 arrangement, KR22

and KR33, and 61% with RK11 arrangement, RK22 and RK33, and different

thicknesses respectively 0.5 cm, 1.3 cm and 2.0 cm . Tests performed by ballistic test

and the results are measured using chronograph to know bullet speed reduction after

passing through the sample. The type of weapon used Sigak short barrel Glock 17

with a bullet throw velocity 1236 fps, with a range of 5 meters. The ballistic testing

using NIJ standard level III.

  The results showed that the longer the thicker the sample the higher the

speed reduction bullets, and bullet velocity difference in the rate of decline occurred

in most major KR33 arrangement with a decrease of 87.18% the speed of a bullet.

The result of a decrease in the speed of a bullet to the sample KR11, KR22, KR33,

RK11, RK22 and RK33 are 13,27%, 28,43%, 87,18%, 12,93%, 65,40%, 41,75%.

  Keywords : composite, crust leather, hemp, ballistic test.

  

STUDI KARAKTERISTIK KOMPOSIT KULIT KRAS DAN RAMI DENGAN MATRIK

RESIN EPOKSI SEBAGAI BAHAN TAHAN IMPAK

1) 2) Aris Budianto Heru Santoso BR. 1,2)

  Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

  ABSTRAK

  Penggunaan serat alam sebagai penguat pada material komposit polimer memberikan beberapa keuntungan karena serat alam memiliki massa jenis yang rendah, mampu terbiodegradasi, mudah didaur ulang, harga murah serta memiliki sifat mekanik yang baik dan dapat diperbaharui karena berasal dari alam. Material komposit merupakan suatu sistem material yang digabungkan kombinasi dua atau lebih material penyusun yang pada skala makro berbeda dalam bentuk atau komposisi material yang masing-masing tidak larut satu sama lain. Kulit kras merupakan kulit tersamak hasil proses penyamakan kulit mentah dari binatang besar maupun kecil. Penggunaan kulit selama ini hanya digunakan dalam pemenuhan kebutuhan manusia dalam hal busana seperti jaket, sepatu, tas dan lain-lain. Serat rami (Boehmeria Nivea) tergolong ke dalam serat alam tumbuhan yang berasal dari kulit batang (bast). Kulit kras dan rami digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan matrik resin epoksi sehingga membentuk komposit.

  Komposit pada penelitian ini dibuat dengan tekanan konstan sebesar 100

  2

  kg/cm . Sampel dibuat dengan fraksi volum 56% dengan susunan KR11, KR22 dan KR33, dan 61% dengan susunan RK11, RK22 dan RK33, dan ketebalan yang berbeda-beda secara berturut-turut 0,5 cm, 1,3 cm dan 2,0 cm. Pengujian dilakukan dengan uji tembak dan hasilnya diukur menggunakan chronograp untuk mengetahui pengurangan kecepatan peluru setelah melewati sampel. Senjata yang digunakan jenis laras pendek Sigak Glock 17 dengan kecepatan lemparan peluru 1236 fps, dengan jarak tembak 5 meter. Pengujian tembak ini menggunakan standar NIJ level

  III.

  Hasil penelitian menunjukkan, semakin lama tebal sampel semakin tinggi tingkat pengurangan kecepatan pelurunya, dan perbedaan tingkat penurunan kecepatan peluru yang paling besar terjadi pada susunan KR33 dengan penurunan kecepatan peluru sebesar 87,18%. Hasil penurunan kecepatan peluru untuk sampel KR11, KR22, KR33, RK11, RK22 dan RK33 adalah 13,27%, 28,43%, 87,18%, 12,93%, 65,40%, 41,75%.

  Kata kunci : komposit, kulit kras, rami, uji tembak.

1. LATAR BELAKANG MASALAH

  Pemakaian logam khususnya baja sebagai bahan baku dalam dunia manufaktur dan konstruksi mulai berkurang seiring dengan perkembangan teknologi dan pertimbangan terhadap masalah lingkungan dalam pengembangan material teknik. Material komposit, khususnya dengan penguatan serat alam mulai dikembangakan karena meningkatnya kebutuhan akan material yang kuat, ringan , tahan korosi, murah dan ramah lingkungan (Ward, 2002).

  Penggunaan serat alam sebagai penguat pada material komposit polimer memberikan beberapa keuntungan karena serat alam memiliki massa jenis yang rendah, mampu terbiodegradasi, mudah didaur ulang, harga murah serta memiliki sifat mekanik yang baik dan dapat diperbaharui karena berasal dari alam (Wang dkk, 2003).

  Serat rami merupakan tanaman yang memiliki kandungan serat yang tinggi. Pemanfaatan serat rami di Indonesia pada saat ini hanya sebatas sebagai bahan dasar pembuatan pakaian, kertas dan alat rumah tangga yang sederhana dan murah.

  Tentunya akan mempunyai nilai lebih, jika serat tersebut dapat digunakan untuk menggantikan serat non alam yang selama ini masih diimpor dari luar negeri sebagai penguat material komposit. Bahkan pusat riset Daimler Chrysler di Eropa mengungkapkan bahwa serat alam mempunyai potensi yang kuat dalam industri automotive jika dibandingkan dengan serat gelas, karena harganya murah dan ringan (Peijs, 2002).

  Kulit kras merupakan kulit tersamak hasil proses penyamakan kulit mentah dari binatang besar maupun kecil. Tujuan pembuatan kulit tersamak adalah untuk memberikan sifat kulit dengan menghilangkan bahan-bahan yang tidak berguna dari kulit mentah dan menambahkan bahan yang diperlukan ke dalam kulit. Proses penyamakan menyebabkan kulit mentah hasil peternakan menjadi lentur, dan tahan terhadap serangan bakteri (Zhiwen, 2008).

  Biokomposit merupakan salah satu jenis komposit yang tersusun dari serat alam sebagai penguat dan matrik alam atau matrik sintetis sebagai perekat. Biokomposit yang berbahan dasar natural merupakan fenomena menarik untuk diteliti karena ramah lingkungan, sumber bahan baku yang dapat diperbaharui, tidak beracun, relatif ringan dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

  Untuk aplikasi serat pada komposit, maka ikatan interfacial antara serat dan matrik merupakan unsur yang sangat penting dalam mencapai sifat mekanik yang baik. Ikatan interfacial ini sangat dipengaruhi wetability dari matrik terhadap serat, sehingga ketahanan biokomposit tersebut terhadap kondisi lingkungan dan beban mekanik akan lebih baik. Oleh karena itu perlu diteliti kekuatan mekanik komposit dari serat kulit kras dan rami dengan matrik resin epoksi sehingga bisa diketahui kemampuan mekanik dan kekuatan impact dari biokomposit. Karena serat kulit tersamak memiliki sifat yang elastis, ringan dan dapat diperbaharui maka serat ini memungkinkan untuk diaplikasikan pada pembuatan komposit yang tahan impak.

  2. PERMASALAHAN

  Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dari penelitian yang akan dilakukan, yaitu :

  1. Apakah wettability antara serat dan matrik yang dipakai akan menghasilkan

  o

  sudut kontak yang baik, yaitu kurang dari 30 , terutama antara kulit kras dan epoksi?

  2. Seberapa besar pengurangan kecepatan peluru yang bisa ditahan pada komposit yang akan dibuat dari material tersebut?

  3. TUJUAN PENELITIAN

  1. Untuk membuat biokomposit serat kulit kras dan rami (Boechmeria Nivea) dengan matrik resin epoksi.

  2. Untuk mengetahui kemampuan menahan laju kecepatan peluru dari komposit serat kulit kras dan rami (Boechmeria Nivea) dari daerah pegunungan Garut Jawa Barat dengan matrik resin epoksi sebagai biokomposit.

  4. KAJIAN PUSTAKA

  Ikatan interfacial antara serat dan matrik merupakan unsur yang sangat penting dalam mencapai sifat mekanik komposit yang baik. Kekuatan ini sangat berpengaruh terhadap sifat

  • – sifat mekanik komposit, dimana interface yang lemah menyebabkan komposit mudah rusak dan kekuatan geser komposit menjadi rendah (Clyen dan Jones, 2001). Ikatan interfacial antara serat dan matrik dipengaruhi oleh

  

moisture absorption dan wettability, dimana debonding dapat terjadi dengan mudah

  apabila serat memiliki moisture absorption yang tinggi, wettability yang jelek dan daya ikat yang kurang antara serat untreated dan matrik polimer. (Wang dkk, 2003). Perlakuan kimia pada serat dapat mengakibatkan berhenti proses moisture

  

absorption, membersihkan dan mengubah topografi permukaan serat meningkat

  kekasaran permukaan sehingga dapat meningkatkan daya ikat interfacial antara serat dengan matrik. Topografi permukaaan serat yang kasar tersebut akan menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik dengan matrik. Kompatibilitas matrik polipropolin (PP) dan polimer termoset epoksi bahwa sudut kontak serat rami dengan matrik PP lebih rendah dibandingkan dengan matrik epoksi yaitu sudut kontak dengan droplet PP berkisar antara 10° –35°, sedangkan dengan matrik epoksi dalam kisaran 35° (Marsyahyo dkk, 2007).

  Penelitian pengaruh panjang serat polypropylene yang tertanam dalam matrik cement terhadap sifat pull-out serta pengaruh lingkungan air laut dan air garam terhadap kekuatan ikatan interfacial antara serat matrik. Hasilnya menunjukan bahwa dengan meningkatnya panjang yang tertanam, maka meningkat pula beban pull-out, namun semakin panjang serat tertanam, maka tegangan gesernya menurun, sedangkan ikatan serat dan matrik menurun (Brown dkk, 2004). Gaya untuk melepaskan ikatan secara linear tergantung pada panjang yang tertanam, sedangkan kekuatan geser interfacialnya nampak tidak dipengaruhi oleh panjang yang tertanam untuk sebagian thermosplastic yang dipakai sebagai matrik (Hwang 2004).

5. DASAR TEORI Definisi Serat

  Serat merupakan bahan yang memiliki perbandingan dimensi panjang terhadap variasi penampang diameter atau tebal yang relatif besar. Diameter serat berkisar antara 5

  • –100 mikron. Serat mempunyai bentuk panjang kontinyu dan potongan serat dengan ukuran relatif pendek. Berdasarkan diameter dan karakteristik serat dibagi dalam tiga fase yaitu whisker, fiber, dan wires (Callister, 2000).

  Serat Rami

  Serat rami merupakan tanaman tahunan dan biasa tumbuh pada daerah pegunungan pada ketinggian 350-1200 m dari permukan laut. Tanaman yang diduga berasal dari Cina itu secara botanis dikenal dengan nama Boehmeria nivea. Spesies rami yang terdapat di Indonesia ada dua, yaitu Boehmeria nivea yang permukaan daunnya berwarna perak, dikenal dengan nama china grass, dan

  

Boehmeria tenacissima dengan permukaan bawah daunnya berwarna hijau dan

lebih sempit, dikenal dengan nama rhea.

  Serat ini akan tumbuh optimal pada ketinggian 500-1400 dpl dan akan tumbuh subur pada tanah yang gembur, lempung berpasir banyak mengandung organik pada ph 6-7, pada iklim 23° - 29,7° kelembaban 40 % -90 % dengan curah hujan 1200-2000 mm/th (Musaddad, 2007)

  Kulit

  Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Dalam Ensiklopedi Indonesia, dijelaskan bahwa kulit adalah lapisan luar badan yang melindungi badan atau tubuh binatang dari pengaruh-pengaru.h luar. misalnya panas. pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu.

  Dalam dunia perkulitan, jika dilihat dari sisi bahannya, dikenal ada dua kelompok besar kulit. Pertama, kulit yang telah mengalami proses pengolahan penyamakan kulit. yang kemudian disebut leather atau kulit jadi (kulit tersamak). Jenis kulit ini digunakan sebagai bahan baku industri persepatuan dan nonpersepatuan, yang pada umumnya merupakan barang-barang terpakai (fungsional). Kedua, kulit yang belum mengalami pengolahan dengan bahan kimiawi sehingga masih alami dan merupakan bahan mentah.

  Wettability Wetability adalah kemampuan suatu matrik untuk membasahi serat. Ini

  merupakan salah satu indikator kompatibilitas antara serat dan matriks pada material komposit. Perilaku mampu dan tidak mampu basah permukaan padat dengan suatu cairan dapat diukur secara sederhana menggunakan sudut kontak cairan terhadap benda padat (Rochery dkk, 2006). Secara kuantitatif, wettability ditunjukkan oleh sudut kontak (α) antara serat padat dan matrik cair dalam bentuk  semakin tinggi pula harga tegangan

  droplet , sehingga semakin tinggi harga cos

   permukaan serat-vapor sv, sudut kontak serat-matrik untuk menghasilkan kemampuan basah yang baik dan optimal tidak lebih dari 30° (Dorn, 1994).

  Sudut kontak yang memberikan mampu basah yang optimal ditentukan oleh besaran sudut antara permukaan kayu dan cairan perekat yang mendekati nol. Sudut kontak yang mendekati nol menunjukkan bahwa permukaan memiliki kemampuan menyerap cairan dimana cairan memiliki tegangan permukaan lebih rendah daripada permukaan kayu. Semakin kecil sudut kontak wettability semakin baik, sehingga matrik sebagai media perekat serat harus memiliki kemampuan melapisi luasan permukaan serat secara optimal (Vicks, 1999).

  Gambar 1 : Tingkat wettability menurut ukuran sudut kontak (Dorn, 1994)

  Uji Balistik

  Standar uji balistik untuk produk-produk tahan peluru seperti panel atau rompi pelindung dada dan helm pelindung kepala yang paling banyak digunakan adalah standar NIJ (National Institute of Justice) Amerika. Berdasarkan standar ini, baju balistik dibagi menjadi beberapa tingkatan (level), yaitu level I, II-A, II, III-A, III, dan

IV. Level I adalah tingkatan yang terendah, baju hanya dapat menahan peluru yang

  berkaliber (berdiameter) kecil, selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.

  Gambar 2 : Tingakatan kemampuan baju balistik (Anonimus, 2009) Prinsip kerja dari baju tahan peluru adalah dengan mengurangi sebanyak

  

mungkin lontaran energi kinetik peluru, dengan cara menggunakan lapisan-

  lapisan untuk menyerap energi laju tersebut dan memecahnya kepenampang baju yang luas, sehingga energi tersebut tidak cukup lagi untuk membuat peluru dapat menembus baju. Dalam menyerap laju energi peluru, baju (kevlar) mengalami deformasi yang menekan ke arah dalam (shock wave), tekanan kedalam ini akan diteruskan sehingga mengenai tubuh pengguna. Batas maksimal penekanan kedalam tidak boleh lebih dari 4,4 cm (44 mm). Jika batasan tersebut dilewati, maka pengguna baju akan mengalami luka dalam (internal organs injuries), yang tentunya akan membahayakan keselamatan jiwa (Syah E., 2014).

  Gambar 3 : Serapan laju energi peluru yang menyebabkan lapisan panel mengalami deformasi. (Syah E., 2014)

6. Bahan Penelitian

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari :

  1. Kulit kras yang digunakan berasal dari kulit sapi yang disamak dan belum diproses finising.

  2. Serat rami dari daerah pegunungan Garut Jawa Barat yang dipotong-potong dengan panjang 0,5 cm.

  3. Resin epoksi, dan bahan yang menunjang lainya.

  (a) (b) (c) Gambar 4: Bahan-bahan yang digunakan; (a) rami, (b) kulit kras dan (c) resin epoksi.

  Spesimen Uji Kadar Air Serat Rami

  Spesimen uji kadar air serat di ambil dari serat mentah (green) yang akan dianyam. Serat ditimbang sebelum dimasukkan oven sebagai massa awal, kemudian serat dimasukkan kedalam oven selama 6 jam pada temperatur 105 °C dan ditimbang setiap satu jam. Untuk menghitung prosentase kadar air (Marriati dkk, 2008) menghitung dengan persamaan di bawah ini. berat awal berat akhir -

  % kadar air x 100 %  berat akhir

  Spesimen Uji Wettability

  Spesimen uji wettability menggunakan serat rami tunggal. Serat dilekatkan di atas jig berbentuk profil U yang dibuat dari bahan aluminium. Matrik diteteskan di atas permukaan serat dengan orientasi serat membujur tiga baris dengan panjang serat tiap baris 10 cm jumlah titik droplet 30 buah, kemudian difoto dengan mikroskop optik dan pengukuran sudut kontak menggunakan image analyzer IPWin / coreldraw.

  Spesimen Uji Tarik Kulit

  Spesimen uji tarik dibuat sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06- 0234-989 tentang syarat mutu kulit boks, seperti terlihat pada gambar 5. 1 cm 3 cm 5 cm R = 1 11 cm 3 cm Gambar 5 : Spesimen uji tarik kulit.

  Pembuatan Komposit

  Pembuatan komposit pada penelitian ini menggunakan rami yang dipotong- potong dengan panjang 0,5 cm dan orientasi serat acak. Metode pembuatan komposit dengan cara manual hand lay up. Komposit dari serat rami dan kulit kras dibuat pada cetakan besi dengan ukuran 9 x 11 cm. Cetakan dari besi diberi aluminium foil agar komposit tidak lengket pada cetakan. Sebelum dicetak bahan rami dan kulit kras ditimbang terlebih dahulu untuk memperoleh perbandingan yang sama antara berat kulit dan rami. Resin epoksi juga ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan besarnya perbandingan 1:1 antara resin dan pengerasnya (hardener). Setelah bahan komposit ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cetakan lapis

  2

  demi lapis, sesuai perencanaan penelitian kemudian ditekan 100 kg/cm selama 12 jam.

  Spesimen Uji Balistik

  Bentuk dan dimensi specimen yang dipakai tergantung kepada pengujian yang akan dilaksanakan. Bentuk spesimen pada penelitian ini berupa persegi panjang dengan ukuran 9,5 x 11 cm dengan variasi tebal 0,41 cm, 1,4 cm dan 2,1 cm Gambar 6 : Sampel uji balistik.

  Panel komposit susunan I seperti terlihat pada gambar 7 di bawah ini, terdiri dari 3 buah sampel a, b, c secara berturut-turut dengan kode KR11, KR22, dan KR33.

  (a) (b) (c) Gambar 7 : Komposit susunan I Panel komposit susunan II seperti terlihat pada gambar 8 di bawah ini, terdiri dari 3 buah sampel a, b, c secara berturut-turut dengan kode RK11, RK22, dan RK33.

  (a) (b) (c) Gambar 8 : Komposit susunan II

  Keterangan : = lapisan rami = lapisan kulit kras

  Set up penelitian

  Pengecekan kecepatan peluru keluar dari senjata (pistol) dilakukan dengan menembakkan peluru tanpa menembak spesimen, di dekat cronograp dengan jarak 50 cm. Kecepatan peluru ini disebut sebagai V1, yaitu kecepatan peluru sebelum mengenai spesimen. Ilustrasi penembakan diperlihatkan pada gambar 9 di bawah ini.

  (a) (b) Gambar 9 : Ilustrasi penembakan tanpa spesimen. Ket:

  (a) = penembak (b) = chronograph

  Pengecekan kecepatan peluru setelah mengenai panel komposit dilakukan dengan menembak spesimen pada jarak lima meter dan di belakang spesimen dipasang

  

chronograp, seperti diilustrasikan pada gambar 10 di bawah ini. Kecepatan peluru

yang terdeteksi pada chronograp disebut sebagai V2.

  (a) (b) (c) Gambar 10 : Ilustrasi penembakan spesimen. Ket:

  (a) = penembak (b) = panel komposit (c) = cronograph

  Jarak penembak dan cronograph = 50 cm Jarak penembak dan panel komposit = 500 cm

  7. Prosedur Penelitian Gambar 11 : Diagram alir penelitian.

  Mulai Studi Literatur Mencetak dan membuat komposit dengan variasi tebal 0,4; 1,4; 2,0 cm

  Analisa Data Pembahasan Kesimpulan Pengadaan Material; Kulit kras, rami, dan matrik resin epoksi Uji kuat tarik Uji wetability

  Selesai Uji balistik Prosedur penelitian ini dimulai dengan studi literatur dengan membaca buku referensi yang mendukung, jurnal-jurnal dan beberapa tulisan dari internet. Langkah selanjutnya, setelah dilakukan studi literatur adalah mencari bahan-bahan yang diperlukan, seperti : kulit boks, rami dan resin epoksi. Pada penelitian ini dilakukan pengujian tarik dan pengujian wetability pada kulit boks. Pengujian tarik kulit boks dilakukan untuk memperoleh data kuat tarik dari bahan yang digunakan, sedangkan pengujian wetability untuk mengetahui mampu basah dari bahan yang digunakan. Setelah bahan sudah siap, selanjutnya membuat komposit dengan variasi tebal 0,4; 1,4; 2,0 cm dan posisi lapisan kulit dan rami yang berbeda. Komposit yang sudah jadi selanjutnya diuji tembak dengan jarak tembak 5 meter dan standar peluru yang digunakan sesuai dengan NIJ level III. Selesai penembakan, bekas tembakan diamati, difoto dan dianalisa. Hasil analisa tersebut kemudian disimpulkan.

8. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kadar Air Rami

  Menurut penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Muntaha, 2008, pengujian kadar air rami diperoleh sebagai berikut. Gambar 12 merupakan grafik pengaruh lama pemanasan terhadap berat serat ramie. Selisih berat serat sebelum dioven dengan berat serat setelah dioven merupakan kandungan air yang ada dalam

  o

  serat. Kadar air dalam serat ramie diukur dengan cara dipanaskan pada suhu 105 C supaya air yang terkandung dalam serat menguap/hilang .

  Berat spesimen ramie setelah dipanaskan 1 jam berkurang dan mulai konstan, ini menunjukkan kandungan air telah habis. Hasil pengujian keseluruhan kadar air rami dapat dilihat Tabel 1 yang mempunyai nilai rerata kandungan air serat rami kering sekitar 11,03 %. Tabel 1: Data hasil pengukuran kadar air (Muntaha,2008)

  Ber Berat serat setelah di oven pada temperatur at 105°C (gram) kada ser r air Sam at kerin pel awa

  1

  2

  3

  4

  5 6 rerat g

l jam jam jam jam jam jam a

( % )

  (gra m)

  rami 2.62 2.38

  2.37

  2.36

  2.36

  2.37 2.37 2.36 10.97 A rami

  2.83 2.55

  2.53

  2.53

  2.53

  2.54 2.54 2.54 11.33 B rami

  2.91 2.58

  2.62

  2.62

  2.62

  2.63 2.63 2.62 10.78 C 2.9 2.8

  rami A rami B r) rami C g 2.7 t ( a 2.6 er t s a 2.5 er

  B 2.3 2.4 1 2 3 4 5 6 Waktu oven (jam)

  Gambar 12 : Pengaruh lama pemanasan pada suhu 105°C terhadap berat serat rami

  Wettability Kulit Kras Dan Rami

  Hasil pengukuran sudut pada EKB (epoksi kras balik) dengan empat sampel : Pandangan atas

  Resin Epoksi Kulit Kras a. EKB Resin Epoksi Pandangan samping b. EKB Kulit Kras

c. EKB

  d. EKB Gambar 13 : Hasil penempelan epoksi pada kulit kras bagian flash.

  Menurut penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Muntaha, 2008, hasil pengamatan foto droplet serat rami dan matrik epoksi diperoleh sebagai berikut. Gambar 14 merupakan hasil pengamatan foto droplet serat rami dan matrik epoksi dengan mikroskop optik pembesaran 100X dan pengukuran sudut kontak antara serat dan matrik dengan menggunakan image analyzer IPWin / coreldraw terukur

  o

  sudut kurang dari 30 . Hal ini menunjukkan bahwa matriks epoksi mempunyai kompatibilitas yang tinggi atau baik terhadap serat rami. Karena wettability merupakan indikator salah satu kompatibilitas antara serat dan matriks maka keduanya dapat dibuat menjadi suatu material komposit.

  Gambar 14 : Sudut kontak antara serat rami dan matriks epoksi (Muntaha,2008).

  Hasil Uji Tarik Kulit Kras

  Pengujian tarik kulit kras mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kulit boks. Gambar berikut memperlihatkan empat spesimen untuk uji kulit kras. Setelah dilakukan uji tarik, diperoleh hasil seperti pada gambar 15, dan tabel 2 di bawah ini.

  Gambar 15 : Hasil pengujian tarik kulit kras. Table 2 : Hasil uji tarik pada kulit kras

  Kode Tebal Gaya Tegangan

  2

  specimen (mm) (N) (N/mm ) KKT 1 2.1 500

  23 KKT 2 1.9 441

  23 KKT 3 2.1 520

  25 KKT 4 1.6 294

  18 Rerata

  1.9 439

23 Hasil Uji Balistik

  • --a --b

  Gambar 16: Hasil uji sampel susunan I (a: depan, b: belakang)

  (a) (b)

  Gambar 17 : Penampang melintang sampel uji setelah ditembak, (a) untuk jenis KR22 dan (b) untuk sampel RK22.

  Pengamatan kecepatan peluru yang keluar dari pistol dilakukan dengan menembakkan pistol tanpa spesimen dan diarahkan pada chronograp pada jarak 50 cm. Hasil pengamatan kecepatan peluru ini disebut sebagai kecepatan awal peluru, V1. Pistol yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Sigak dan peluru Glock 17. Hasil pengamatan kecepatan awal ini diperlihatkan pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 : Hasil pengamatan kecepatan awal peluru.

  No Tembakan V1, fps 1 1 1151

  2 2 1139

  3 3 1419 Rata-rata 1236

  Dari tabel 3 di atas diperoleh tiga kali tembakan dengan kecepatan peluru rata-rata sebesar 1236 fps (feet per second). Selanjutnya pengambilan data diteruskan dengan menembak papan komposit yang terdiri dari enam sampel. Masing-masing sampel uji ditembak pada jarak lima meter, dan dibelakang sampel uji dipasang chronograp untuk mendeteksi kecepatan peluru setelah melewati panel komposit. Kecepatan peluru hasil pengukuran dinyatakan sebagai kecepatan akhir,

  V2. Hasil pengamatan kecepatan peluru setelah melewati panel komposit diperlihatkan pada tabel 4 di bawah ini.

  Tabel 4 : Hasil pengamatan kecepatan akhir peluru.

  No sampel Susunan

  I Kecepatan peluru, fps Prosentase penurunan, % a KR11 1072 13,27 b KR22 884,6 28,43 c KR33 158,4 87,18

  Susunan

  II a RK11 1076 12,94 b RK22 427,7 65,40 c RK33 720 41,75

  Prosentasi penurunan kecepatan dapat dihitung dengan rumus : % 100 x

  1 V

  2 V

  1 V V %

    Dimana : V1 = kecepatan awal peluru, fps.

  V2 = kecepatan akhir peluru, fps.

  Pembahasan Hasil perhitungan yang diperoleh diperlihatkan seperti pada tabel 4 di atas.

  Dari keenam sampel tersebut dapat dilihat bahwa penurunan kecepatan terbesar adalah terjadi pada sampel dengan kode KR33 yaitu terjadi penurunan kecepatan sebesar 87, 18%. Susunan komposit pada sampel KR33 yaitu terdiri dari tiga lapis kulit masing-masing di lapisan luar dan enam lapisan rami di bagian dalam. Gambar 18 memperlihatkan grafik perbedaan penurunan kecepatan peluru setelah melewati panel komposit atara susunan I dan susunan II.

  Gambar 18 : Perbedaan kecepatan peluru setelah melewati panel komposit susunan I dan II.

  500 1000 1500 a b c ke cepa ta n p e lu ru , fps sampel susunan I Komposit pada penelitian ini dibuat dengan tekanan konstan sebesar 100

  2

  kg/cm . Sampel dibuat dengan fraksi volum 56% dengan susunan KR11, KR22 dan KR33, dan 61% dengan susunan RK11, RK22 dan RK33, dan ketebalan yang berbeda-beda secara berturut-turut 0,5 cm, 1,3 cm dan 2,0 cm. Pengujian dilakukan dengan uji tembak dan hasilnya diukur menggunakan chronograp untuk mengetahui pengurangan kecepatan peluru setelah melewati sampel. Senjata yang digunakan jenis laras pendek Sigak dan peluru Glock 17 dengan kecepatan lemparan peluru 1236 fps, dengan jarak tembak 5 meter. Pengujian tembak ini menggunakan standar NIJ level III. Hasil penelitian menunjukkan, semakin lama tebal sampel semakin tinggi tingkat pengurangan kecepatan pelurunya, dan perbedaan tingkat penurunan kecepatan peluru yang paling besar terjadi pada susunan KR33 dengan penurunan kecepatan peluru sebesar 87,18%. Hasil penurunan kecepatan peluru untuk sampel KR11, KR22, KR33, RK11, RK22 dan RK33 adalah 13,27%, 28,43%, 87,18%, 12,93%, 65,40%, 41,75%.

9. Kesimpulan

  Dari hasil pengujian komposit kulit kras dan rami dengan matrik epoksi dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Dari hasil pengukuran wettability kulit kras dan serat rami memiliki sudut

  o

  kontak kurang dari 30 , sehingga kompabilitas komposit baik. Sudut kontak

  o o terbesar untuk kulit kras dan resin epoksi adalah 22,6 dan untuk rami 25 .

  2. Dari hasil uji balistik semua sample tembus peluru. Semakin lama tebal sampel semakin tinggi tingkat pengurangan kecepatan pelurunya, dan dan perbedaan tingkat penurunan kecepatan peluru yang paling besar terjadi pada susunan KR33 dengan penurunan kecepatan peluru sebesar 12,82%. Susunan komposit pada sampel KR33 yaitu terdiri dari tiga lapis kulit masing- masing di lapisan luar dan enam lapisan rami di bagian dalam.

DAFTAR PUSTAKA

  Anonimus, 1989, SNI No. 06-0234-989, Mutu Dan Cara Uji Kulit Boks, Dewan

  Standarisasi Nasional – DSN, Jakarta.

  Anonimus, 2009, Teknologi Baju Anti Peluru, on line access 20 April 2014.

  Brown, R. Shukla. And Singh, SP., 2004, Pullout behaviorof polypropylene fibers from Cementitious matrix, University of Rhode Island.

  Callister, W.D, 2000, Materials Science and Engineering : An Introduction, edisi ke 5, pen.John Wiley, New York.

  Chawla, K.C., 1987, Composit Materials, Springer-Verlag, New York. Clyne, T. W, and Jones, F. R, 2001, Composites interfaces, Encyclopdia of materials: Science and Technology, Elsever.

  Dorn, L., 1994, Adhesive Bonding -Terms and Definitions, EAA

  • – European Aluminium Association.

  Hwang, 2004, Evaluatio of Bulk Interfacial Adhesion between Wood and Five thermoplastics, Journal for Science , Vol 19 No1, Taiwan.

  Looney M., Kyratzis I.,Truong Y. and Wassenberg J., 2002, Enhancing the Unique

  

Properties of Kangaroo Leather, RIRDC Publica-tion No 02/105, RIRDC

  Project No CWT-1A Marsyahyo E., Soekrisno R., Rachardjo H.S.B, dan Jamasri, 2007, Pengukuran

  sudut kontak antara permukaan Serat Rami dengan Droplet matrik Epoksi

dan Polipropilin, Seminar Nasional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

  Matthews, F. L Rawling,R.D,1994, Composite Materials : Engineering and Science, edisi ke 1, Chapman & Hall, London.

  Mueller and Krobjilowski, 2003, New Discovery in the Properties of Composites

reinforced with natural Fibers, Journal of industrial Textile, Vol 33 No 2.

  Musaddad, A.M., 2007, Agribisnis Tanaman Rami, Cetakan 1, Penebar Swadaya, Jakarta.

  Peijs,T.,2002, Composites Turn Green, Journal e-Polymers 2002 No. T 002., Quen Mary, University of London, Departement of Material, Mile End Road, London E1 4NS, UK

  Rochery, M., Vroman, I., Campagne, C., 2006, Coating of polyester with

  poly(dimethylsioxane) and Poly(tetramethylene oxide) based of polyurethane, Journal of Industrial textiles, Vol.35,no.3,pp.227-238

Syah E., 2014, http://www.

artileri.org/ 2014/01/jenis-bahan-dan-cara-kerja-rompi-anti-peluru.html , on line access 20 April 2014.

  Vicks, C.B., 1999, Adhesive Bonding of Wood material, Wood Handbook Wood as Engineering material, Forest Priduct Laboratory, Madison Wang, Tabil P., Kolylaba C.P. and Sokhansanj, 2002, Flax Fiber Reinforced

  Thermoplastic Composites, Journal The Society f Eng. In Agriculture, food and Biological Systems, Dep. Of Agriculture and BioressourceUniv.

  Saskatchwan., 57 Campus Drive, Saskatoon, Sk, Canada , S7N 5A9. Ward,J., Panigrahi,S.,Tabil,LG., Crear, W.J.,and Pwel,T., 2002, Rotanional molding of Flax reinforced thermoplastics, Dep. Of Agricultural and bioresource Eng.

  Univ. of saskatchwan, 57 Campus Drive, saskaton, SK. S7N 59 CANADA. Zhiwen D, 2008, Technology of Leather Manufactur, China Leather & Footwear Industry Research Institute.