MOMEN, KECONDONGAN DAN KERUNCINGAN

MOMEN, KECONDONGAN DAN
KERUNCINGAN
Oleh :
Malalina (20102512008)
Febrina Bidasari (20102512018)
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Rata-rata dan varians sebenarnya merupakan hal istimewa dari kelompok
ukuran lain yang disebut Momen. Dari Momen ini juga dapat diturunkan beberapa
ukuran lain.

1.

MOMEN

a.

Untuk Data Tunggal
Misalkan diberikan variabel x dengan harga-harga: x1, x2, x3, …, xn. Jika

A = sebuah bilangan tetap dan r = 0, 1, 2, …, n, maka momen ke-r sekitar A,
disingkat mr’, didefinisikan oleh hubungan :

'
r

m =

(xi − A)r
n

… (1.1)

Untuk A = 0 didapat momen ke-r sekitar nol atau disingkat momen ke-r.
'
r

m =

x ir
n

… (1.2)


maka untuk r = 1 didapat rata-rata x
Jika A = x kita peroleh momen ke-r sekitar rata-rata, biasa disingkat mr.
mr =

( x i − x )r
n

Untuk r = 2, persamaan (2.3) memberikan varians s2.
Untuk membedakan apakah momen itu untuk sampel atau untuk populasi, maka
dipakai simbol :
mr dan mr’ untuk momen sampel
r

dan

r’

untuk momen populasi


Jadi mr dan mr’ adalah statistik sedangkan r dan r’ merupakan parameter.

b.

Untuk Data Kelompok
Jika data telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi (data kelompok),

maka persamaan-persamaan di atas berturut-turut berbentuk :
Momen ke-r di sekitar A
f i ( x i − A)

'
r

m =

r

n


Untuk A = 0 didapat momen ke-r sekitar nol atau disingkat momen ke-r.
m r' =

f i xir
n

Jika A = x kita peroleh momen ke-r sekitar rata-rata, biasa disingkat mr.
f i ( xi − x )

mr =

r

n

Keterangan :
n=

fi


xi = tanda kelas interval
fi = frekuensi yang sesuai dengan xi.
Dengan menggunakan persamaan diatas untuk data kelompom dapat ditulis
dengan cara coding menjadi :
'
r

m =p

r

fi.ci r
n

Keterangan :
P = Panjang kelas,
c = Variabel coding, (c = 0, + 1, + 2, .... )

Dari m’r harga-harga mr dapat ditentukan berdasarkan hubungan :


'

( )

m2 = m2 − m1
'

' 2
'

( )
+ 6(m ) m

'

m3 = m3 − 3m1 m2 + 2 m1
'

'


m4 = m4 − 4m1 m3

' 3

' 2

'

1

'
2

( )

− 3 m1

' 4

Contoh :

Untuk menghitung momen disekitar rata-rata, untuk data dalam daftar distribusi
frekuensi, kita lakukan sebagai berikut:
TABLE 5.1: Table pembantu untuk mencari m
f1
Ci
f1Ci
f1C12
f1C13
5
-2
-10
20
-40
18
-1
-18
18
-18
42
0

0
0
0
27
1
27
37
27
8
2
16
42
64
100
15
97
33

Data
60 – 63

64 – 67
68 – 71
72 – 75
76 – 79
Jumlah

Dapat dihitung:
'
1

m =p

1

'
2

m =p

n

2

m =p

fi.ci 2
n

m3' = p 4

'
4

fi.ci 1

4

fi.ci 3
n
fi.ci 4
n

=4

15
= 0,6
100

= 16

97
= 15,52
100

= 64

33
= 21,12
100

= 256

253
= 647,68
100

Sehingga dengan menggunakan hubungan di atas:

f1C14
80
18
0
27
128
253

'

( )

m2 = m2 − m1

' 2

= 15,52 − (0,6) 2
= 15,52 − 0,36 = 15,16
'

'

( )

'

m3 = m3 − 3m1 m2 + 2 m1

' 3

= 21,12 − 27,936 + 0,432
= −6,384
'

'

( )m

'

m4 = m4 − 4m1 m3 + 6 m1

' 2

'
2

( )

− 3 m1

' 4

= 647,68 − 50,688 + 55,872 − 0,3888
= 652,4752
Jadi Varian S2 = m2 = 15,16
2. KECONDONGAN ATAU KEMENCENGAN (SKEWNESS)
Tampilan kurva yang diperlihatkan oleh suatu distribusi data bisa saja
berbentuk simetris maupun tidak simetris. Kurva yang mencerminkan distribusi
data dikatakan simetris bila belahan kanan dan belahan sebelah kiri memiliki
bentuk dan ukuran yang sama. Sebaiknya, kurva yang menggambarkan distribusi
data dikatakan tidak simetris jika belahan sebelah kiri dan belahan sebelah kanan
tidak memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Guna menunjukkan tingkat
simetrisitas suatu kurva yang ditampilkan dari suatu distribusi data, konsep dan
pengertian mengenai ukuran kecondongan (skewness) menjadi penting untuk
dipahami.
Bentuk suatu kurva merupakan pencerminan pola distribusi data.
Karenanya, kecondongan suatu kurva dapat dilihat dari perbedaan letak antara
mean, median, dan modus. Bila disajikan dalam bentuk grafik maka akan terlihat
sebagai berikut :
Kurva
Distribusi

Keterangan
suatu

gugusan

data

dikatakan simetris bila nilai mean,
median, dan modus terletak dalam
suatu titik temu atau mempunyai
nilai yang sama besarnya.

Mo = x = Md

Condong secara Negatif
(Condong ke Kiri)
Kecondongan Penyebaran Data ke
Arah kiri.
Karena nilai mean, median, dan
modus tidak sama maka bentuk
kurva

yang

ditampilkan

x

akan

condong pada salah satu sisi kiri
saja.
Condong secara Positif
(Condong ke Kanan)
Kecondongan Penyebaran Data ke
Arah Kanan.
Mo

Karena nilai mean, median, dan

x

modus tidak sama maka bentuk
kurva

yang

ditampilkan

akan

condong pada salah satu sisi kanan
saja.

Contoh :
Tentukan bentuk Kurva dari Nilai Ujian Statistik Semester II ?
Nilai Ujian
32
42
52
62
72

-

41
51
61
71
81

Frekuensi (f)
7
12
22
12
7
60

Nilai Tengah (X)
36.5
46.5
56.5
66.5
76.5

f.X
255.5
558
1243
798
535.5
3390

Penyelesaian :
Dari tabel diatas dilakukan perhitungan mean, median dan modus.
Mean dari data nilai ujian statistik adalah :

Mo

X =

fX
f

=

3390
= 56,50
60

Median dari data nilai ujian statistik adalah :

1
n−F
30 − 19
2
= 56,50
= 51,50 + 10
Me = b + p
22
f
Modus dari data nilai ujian statistik adalah :

b1
10
= 56,50
= 51,50 + 10
10 + 10
b1 + b2

Mo = b + p

Dari data ujian statistik karena nilai mean, median dan modus adalah sama maka
akan membentuk kurva yang simetris yaitu :

Mo = x = Md

Untuk mengetahui bahwa kurva condong kekiri atau ke kanan dapat digunakan
metode berikut :
a.

Koefisien Kemencengan Person
Karl Pearson (seorang pakar statistika ternama) telah merumuskan suatu

formula, yakni melalui apa yang dinamakan sebagai koefisien kecondongan
Pearson. Rumus untuk mengukur tingkat kecondongan distribusi data oleh Karl
Pearson ini adalah :
PSk =

X − Mo
s

Keterangan :
PSk

= Koefisien kecondongan Person

X

= Mean

Mo

= Modus

= standar deviasi

s

Selain melalui rumus yang lebih menekankan pada nilai-nilai modus,
dalam kondisi tertentu median dipandang sebagai ukuran nilai sentral yang lebih
mampu memberikan angka valid. Karl Pearson merumuskan kembali hubungan di
atas secara umum :

X − Mo = 3( X − Md )
Keterangan : Md

= Median

X

= Mean

Mo

= Modus

Apabila rumus di atas disederhanakan dengan memperhitungkan median dan nilai
modus dari hubungan itu, maka akan menjadi :

PSk =

3( X − Md )
s

Keterangan :
Md

= Median

X=

Mean

Mo = Modus
s =

Standar Deviasi

Berkenaan dengan perhitungan koefisien kecondongan Pearson itu, ada tiga
kemungkinan yang dapat terjadi yaitu :
a.

Nilai koefisien kecondongan Pearson adalah 0 maka distribusi data dalam
suatu gugusan akan membentuk pola yang simetris.

b.

Nilai kecondongan Pearson nilainya lebih dari 0 maka arah kecondongan
adalah ke kanan di mana dalam hal ini data akan terkonsentrasikan pada
nilai yang rendah ( X terletak di sebelah kanan Mo).

c.

Sementara apabila nilai koefisien kecondongan kurang dari 0 maka arah
kecondongan adalah ke kiri di mana dalam hal ini ia akan terkonsentrasikan
pada nilai yang relatif tinggi ( X terletak di sebelah kanan Mo).

Contoh :

Tentukan niali koefisien person dan tentuka kemencengan kurva dari data Nilai
Ujian Statistik di Universitas Borobudur Tahun 2009
Nilai Ujian
31
41
51
61
71
81
91

-

Frekuensi
(f)

Nilai Tengah
(X)

4
3
5
8
11
7
2
40

35.5
45.5
55.5
65.5
75.5
85.5
95.5

40
50
60
70
80
90
100

f.X

(X − X ) (X − X )

142
136.5
277.5
524
830.5
598.5
191
2700

Penyelesaian :
nilai mean :

X =

fX
f

=

2700
= 67,5
40

Nilai standar deviasai :
f (X − X )

2

s=

n

=

10840
= 271 = 16,2
40

Nilai Median :

1
1
n−F
40 − 12
Md = b + p 2
= 60,5 + 10 2
= 70,5
f
8
Nilai Modus :

Mo = b + p

b1
3
= 74,94
= 70,5 + 10
3+ 4
b1 + b2

Nilai koefisien kecondongan Pearson :
PSk =

X − Mo 67,5 − 74,94
=
= −0,46
s
16,2

atau

PSk =

3( X − Md ) 3(67,5 − 70,5)
=
= −0,56
s
16,2

2

-32
-22
-12
-2
8
18
28

1024
484
144
4
64
324
784

f (X − X )

2

4096
1452
720
32
704
2268
1568
10840

Karena nilai koefisien kecondongan Pearson adalah negatif maka kurvanya
condong ke kiri.

b. Koefisien Kemencengan Bowley
Koefisien kemencengan Bowley berdasarkan pada hubungan kuartil-kuartil
(Q1,Q2 dan Q3) dari sebuah distribusi. Koefisien kemencengan Bowley
dirumuskan :
sk B =

(Q3 − Q2 ) − (Q2 − Q1 )
(Q3 − Q2 ) + (Q2 − Q1 )
Atau

sk B =

(Q3 + Q1 − 2Q2 )
(Q3 − Q1 )

Keterangan :
skb

= Koefisien kemencengan Bowley

Q

= Kuartil
Koefisien kemencengan Bowley sering juga disebut Kuartil Koefisien

Kemencengan.
Apabila nilai skb dihubungkan dengan kurva, didapatkan :
a.

Jika Q3 - Q2 > Q2 – Q1 maka distribusi akan menceng ke kanan (Menceng
positif)

b.

Jika Q3 - Q2 < Q2 – Q1 maka distribusi akan menceng ke kiri (Menceng
negatif)

c.

skb positif berarti distribusi menceng ke kanan

d.

skb negatif berarti distribusi menceng ke kiri

e.

skb = + 0,01 berarti distribusi yang menceng tidak berarti

f.

skb > 0,03 berarti distribusi yang menceng berarti

Contoh :
Tentukan kemencengan kurva nilai ujian statistik universitas Borobudur Tahun
2007
Nilai Ujian
31
41
51
61
71
81
91

-

Frekuensi (f)

40
50
60
70
80
90
100

Nilai Tengah (X)

4
3
5
8
11
7
2
40

35.5
45.5
55.5
65.5
75.5
85.5
95.5

i = 1 maka

in 1(40 )
=
= 10 terletak dikelas ke-3
4
4

i = 2 maka

in 2(40 )
=
= 20 terletak dikelas ke-4
4
4

i = 3 maka

in 3(40)
=
= 30 terletak di kelas ke-5
4
4

b1 = 50,5 ; b2 = 60,5 ; b1 = 70,5
p = 10
f1 = 5 ; f1 = 8 ; f1 = 11
F1 = 7 ; F1 = 12 ; F1 = 20 ;

1(40)
−7
4
Q1 = 50,5 + 10
= 56,5
5
2(40 )
− 12
Q2 = 60,5 + 10 4
= 70,5
8
3(40 )
− 20
Q3 70,5 + 10 4
= 79,59
11

f.X
142
136.5
277.5
524
830.5
598.5
191
2700

Sehingga nilai koefisien kemencengan Bowley adalah :
sk B =

(Q3 + Q1 − 2Q2 )
79,59 + 56,5 − 2(70,5)
=
= −0,2
(Q3 − Q1 )
79,59 − 56,5

Karena skB negatif yaitu -0,2 maka kurva menceng kekiri dengan kemencengan
yang berarti.

c. Koefisien Kemencengan Persentil
Koefisien kemencengan persentil didasarkan atas hubungan antarpersentil
(P90, P50 dan P10) dari sebuah distribusi. Koefisien kemencengan persentil
dirumuskan :
sk P =

P90 − 2 P50 + P10
P50 − P10

Keterangan :
skP

= Koefisien kemencengan Persentil

P

= Persentil

Contoh :
Tentukan kemencengan kurva nilai ujian statistik universitas Borobudur Tahun
2007
Nilai Ujian
31
41
51
61
71
81
91

-

40
50
60
70
80
90
100

Penyelesaian :

Frekuensi (f)
4
3
5
8
11
7
2
40

Nilai Tengah (X)
35.5
45.5
55.5
65.5
75.5
85.5
95.5

f.X
142
136.5
277.5
524
830.5
598.5
191
2700

n = 40
i = 10 maka

in 10(40 )
=
= 4 terletak dikelas ke-1
100
100

i = 50 maka

50(40 )
in
=
= 20 terletak dikelas ke-4
100
100

i = 90 maka

in 90(40)
=
= 36 terletak dikelas ke-6
4
100

b10 = 30,5 ; b50 = 60,5 ; b90 = 80,5
p = 10
f10 = 4 ; f50 = 8 ; f90 = 7
F10 = 4 ; F50 = 12 ; F90 = 31

10(40)
−4
100
= 30,5
P10 = 30,5 + 10
4
50(40)
− 12
100
= 70,5
P50 = 60,5 + 10
8
90(40)
− 31
100
= 87,64
P90 = 80,5 + 10
7

Sehingga koefisien kemencengan persentil adalah :
sk P =

P90 − 2 P50 + P10 87,64 − 2(70,5) + 30,5
=
= −0,5715
P50 − P10
70,5 − 30,5

Karena skP negatif yaitu -0,5715 maka kurva menceng ke kiri.

d. Koefisien Kemencengan Momen
Koefisien kecondongan momen atau koefisien kecondongan merupakan
perbandingan momen ketiga dengan pangkat tiga simpangan baku. Dilambangkan

α3 ,

merupakan

penyederhanaan

dari

koefisien

kecondongan

Pearson.

Kecondongan momen dinamakan pula koefisien kecondongan relatif(relative

skewness coefficient).
Apabila nilai α 3 dihubungkan dengan keadaan kurva maka :
a.

Nilai koefisien kecondongan momen adalah 0 maka distribusi simetris atau
normal.

b.

Nilai koefisien kecondongan momen positif, distribusi data condong ke
kanan.

c.

Nilai koefisien kecondongan momen negatif, arah kecondongan distribusi
data adalah ke kiri.

d.

Menurut karl pearson distribusi yang memiliki nilai α 3 > + 0,50 adalah
distribusi yang sangat menceng

e.

Menurut kenney dan keeping nilai α 3 bervariasi antara + 2 bagi distribusi
yang menceng.

Untuk mencari nilai α 3 , dibedakan antara data tunggal dan data kelompok

a.

Untuk Data Tunggal
Koefisien kemencengan momen untuk data tunggal dirumuskan :

1
M3 n
α3 = 3 =
s
Keterangan :

α 3 = koefisien kemencengan momen
Contoh :
Tentukan nilai α 3 dari : 2, 3, 5, 9, 11

(X − X )

3

s3

Penyelesaian :
X =

2 + 3 + 5 + 9 + 11
=6
5
X

(X − X )

2

X−X
-4
-3
-1
3
5

2
3
5
9
11
JUMLAH

(X − X )

16
9
1
9
25
60

2

s=

3

64
27
1
27
125
60

60
= 3,873
4

=

n −1

(X − X )

Sehingga koefisien momen adalah :
1
α3 = n

(X − X )

3

s3

1
(60)
5
=
= 0,2
(3,873)2

Maka kecondongan dari data ini adalah kecondongan ke kanan (positif)

b.

Untuk Data Berkelompok
Koefisien kemencengan momen untuk data kelompok dirumuskan :
1
α3 = n

(X − X )

3

s3

f

Contoh :
Tentukan kemencengan kurva nilai ujian statistik universitas Borobudur Tahun
2007
Nilai Ujian

Frekuensi
(f)

Nilai
Tengah
(X)

31

-

40

4

35.5

142

41

-

50

3

45.5

136.5

51

-

60

5

55.5

277.5

61

-

70

8

65.5

524

71

-

80

11

75.5

830.5

81

-

90

7

85.5

598.5

91

-

100

2

95.5

191

40

(X − X )

2

f.X

X−X

(X − X )

2700

Penyelesaian :

X =

fX
f

=

2700
= 67,5
40

(X − X )

2

s=

2828
= 8,5
40

=

n −1

Sehingga Koefisien kemencengan momen adalah :
1
α3 = n

(X − X )

3

s3

f

1
(− 81360)
40
=
= −3,31
8,4

Maka kecondongan dari data ini adalah kecondongan ke kiri (negatif)

3

f (X − X )

3

3. KERUNCINGAN ATAU KURTOSIS
Keruncingan atau kurtosisi adalah tingkat kepuncakan dari sebuah
distribusi yang biasa diambil secara relatif terhadap suatu distribusi normal.
Berdasarkan keruncingannya, kurva distribusi dapat dibedakan atas tiga
macam, yaitu :
Leptokurtik
Leptokurtik merupakan
distribusi yang memiliki puncak
relatif tinggi

Platikurtik
Platikurtik merupakan distribusi
yang memiliki puncak hampir
mendatar
Mesokurtik
Mesokurtik

merupakan

distribusi yang memiliki puncak
yang tidak tinggi dan tidak
mendatar.

Apabila ketiganya digambar secara bersamaan maka dihasilkan :

Bila distribusinya simetris maka distribusi mesokurtik dianggap sebagai distribusi
normal.
Untuk mengetahui keruncingan suatu distribusi, ukuran yang sering
digunakan adalah koefisien keruncingan atau koefisien kurtosisi persentil.

a.

Koefisien Keruncingan
Koefisien keruncingan dilambangkan dengan α 4 . Hasil perhitungan

koefisien keruncingan diperoleh :
-

Jika α 4 < 3 maka distribusi platikurtik

-

Jika α 4 > 3 maka distribusi leptokurtik

-

Jika α 4 = 3 maka distribusi mesokurtik
Untuk mencari nilai koefisien keruncingan, dibedakan antara data tunggal

dan data kelompok.

a.

Untuk data Tunggal

1
α4 = n

(X − X )

4

s4

Contoh :
Tentukan keruncingan dari data : 2, 3, 6, 8, 11 dengan s= 3,67 dan X = 6
X

X−X
-4
-3
0
2
5

(X − X )

4

2
256
3
81
6
0
8
16
11
625
JUMLAH
978
Sehingga koefisien keruncingannya adalah :
1
α4 = n

(X − X )

4

s4

1
(978)
5
=
= 1,08
(3,67 )4

Karena nilai koefisien keruncingan lebih kecil dari 3 maka distribusinya
adalah platikurtik.

b.

Untuk data Kelompok

1
α4 = n

(X − X )

4

f

s4

Contoh :
Tentukan keruncingan dari tabel distribusi frekuensi dengan s = 3,42 berikut :
Nilai Ujian
65
68
71
74
77
80

-

67
70
73
76
79
82

Frekuensi
(f)
2
5
13
14
4
2
40

Nilai
Tengah (X)
66
69
72
75
78
81

X−X
-7.425
-4.425
-1.425
1.575
4.575
7.575

Penyelesaian :
1
α4 = n

(X − X ) f
s4

4

1
(16472,9662)
40
=
= 3,01
(3,42)4

Sehingga didapat grafik yaitu :

(X − X )

f (X − X )

3039.3858
383.4009
4.1234
6.1535
438.0911
3292.5361

6078.7716
1917.0044
53.6047
86.1490
1752.3643
6585.0723
16472.9662

4

4

b. Koefisien Kurtosisi Persentil
Koefisien kurtosisi persentil dilambangkan dengan K (kappa). Untuk
distribusi normal, nilai K = 0,263. Koefisien kurtosisi Persentil dirumuskan :

1
(Q3 − Q1 )
2
K=
P90 − P10
Contoh :
Tentukan koefisien kurtosisi persentil (K) dari nilai ujian statistik universitas
Borobudur Tahun 2007
Nilai Ujian
31
41
51
61
71
81
91

-

40
50
60
70
80
90
100

Frekuensi (f)

Nilai Tengah (X)

4
3
5
8
11
7
2
40

Penyelesaian :

1(40)
−7
4
Q1 = 50,5 + 10
= 56,5
5
3(40 )
− 20
4
Q3 70,5 + 10
= 79,59
11
10(40)
−4
100
P10 = 30,5 + 10
= 30,5
4

35.5
45.5
55.5
65.5
75.5
85.5
95.5

f.X
142
136.5
277.5
524
830.5
598.5
191
2700

90(40)
− 31
100
= 87,64
P90 = 80,5 + 10
7
Sehingga nilai koefisien kurtosisi persentil adalah :

1
(Q3 − Q1 ) 1 (23,09)
=2
= 0,2
K=2
57,14
P90 − P10
Karena nilai K = 0,2 maka distribusinya adalah distribusi normal dan grafiknya
adalah sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Iqbal. 2009. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif).
Jakarta:Bumi Aksara
N. Reksoatmodjo, Tedjo. 2009. Bandung:Refika Aditama.
Riduwan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Bandung:Alfabeta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung:Tarsito
Walpole, Ronald E. 1997. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Widyantini. 2004. Statistika. Yogyakarta:PPPG Matematika