FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT EFEKTIFI

FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT EFEKTIFITAS PASAL 6
UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK
TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA
YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
(Studi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata
Malang)
JURNAL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh
Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh:
DEWANGGA KURNIAWAN
135010107111154

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALA/NG
2018

1


HALAMAN PЕRSЕTUJUAN
Judul Jurnal

: Faktor Pendorong Dan Penghambat
Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda Yang Berkaitan Dengan Tanah
(Studi di PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata
Malang)

Idеntitas Pеnulis

:

a. Nama
b. NIM

: Dewangga Kurniawan

: 135010107111154

Konsеntrasi

: Hukum Pеrdata Keperdataan

Jangka waktu pеnеlitian

: 6 bulan

Disеtujui pada tanggal :
Pеmbimbing Utama

Pеmbimbing Pеndamping

Prof. Dr. Suhariningsih,SH.M.S.
NIP. 19500526 198002 2 001

Shanti Riskawati, SH., M.Kn.
NIP 201201 801216 2 001


Mеngеtahui
Kеtua Bagian Hukum Pеrdata

Dr. Budi Santoso, SH., LLM.
NIP. 19720622 200501 1 002

2

Faktor Pendorong Dan Penghambat Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda Yang Berkaitan Dengan Tanah
(Studi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata
Malang)
Dewangga Kurniawan, Prof. Dr. Suhariningsih, SH., M.S., Shanti Riskawati,
SH., M.Kn.
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Desember 2017
Email : dewanggakurniawan999@yahoo.com
ABSTRAK
Secara subtasansi pasal 6 UUHT seharusnya telah menimbulkan rasa keadilan
diantara kedua belah pihak dikarenakan dalam pasal ini memuat suatu tindakan

yang dapat dilakukan oleh kreditur kepada debitur saat terjadi kredit macet yang
disebut parate execuite, secara struktur peranan hakim dalam efektifitas pasal 6
UUHT hanya sampai pada pemutusan siapa yang dianggap salah. Sedangkan
secara kultur tidak efektifnya penyelesaian kredit macet dikarenakan kurangnya
pengertian dan iktikad baik dari pihak debitur, pihak debitur enggan melepas
barang jaminanya meskipun barang jaminan tersebut telah berpindah kepemilikan
kepada kreditur secara sah menurut hukum. Faktor pendorong terlaksananya
parate executie ini ialah adanya komunikasi pihak kreditur dengan aparat negara
dengan meminta peran sertanya untuk melakukan eksekusi terhadap barang
jaminan, sedangkan penghambat penyelesaian kredit macet, dalam hal ini adalah
penguluran waktu yang dilakukan oleh debitur supaya pasal 6 UUHT tidak
efektif, debitur yang telah dinyatakan kalah dalam gugatanya tetap bersikukuh
untuk tidak mau meninggalkan tanah atau bangunan yang dijadikannya sebagai
barang jaminan yang telah sah secara hukum untuk dilakukan eksekusi oleh pihak
kreditur sehingga membuat penyelesaian kredit macet menjadi tidak efektif.
Kata Kunci : efektif, penyelesaian kredit, parate execuite, kreditur, debitur,
eksekusi, barang jaminan, setelah putusan.

3


ABSTRACT
Substanstially, Article 6 of Law Number 4 Year 1996 Concerning to the Rights of
Landers and Land-Related Objects (hereinafter “UUHT”) should have created a
sense of justice between the two parties because this article contains an action that
can be done by creditors to the debtor when there is a bad credit called parate
executie, the structure of the role of the judge in the effectiveness of Article 6 of
UUHT is only until the termination who is considered wrong. While in the
culture, the ineffectiveness of the settlement of bad debts is caused by the lack of
understanding and good faith from the debtor, the debtor is reluctant to release the
goods even though the guarantee goods have transferred ownership to the creditor
legally according to the law. The driving force for the implementation of this
executie parate is the communication of the creditor with the state apparatus by
requesting his/her role to execute the guarantee goods, while the obstacle to the
settlement of bad debts, in this case is the extention of time made by the debtor in
order to make Article 6 of UUHT becoming not effective, the debtor who has been
declared defeated in his lawsuit remains adamant and does not want to leave the
land or buildings which he made as a collateral goods that have been legally valid
to be executed by the creditors, this make the settlement of the non-performing
loans become ineffective.
Key Word : Effective, Credit Settlement, Parate Execuite, Creditor, Debtor,

Execution, Collateral Goods, After Verdict.

A. PENDAHULUAN
Perjanjian kredit sebenarnya tidak pernah tertulis dengan jelas di
dalam hukum positif. Perjanjian kredit merupakan gabungan dari
perjanjian pinjam meminjam dan perjanjian accessoir atau yang biasa
disebut dengan perjanjian tambahan dengan pemberian jaminan oleh
debitor. Dalam pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan menyebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga”.1 Dalam pelaksanaan sebuah
perjanjian hal yang paling diinginkan adalah lancarnya perjanjian tersebut,
akan tetapi terkadang hal yang diinginkan tersebut tidaklah berjalan seperti
1 Pasal 1313 BW

4


apa yang dipikirkan. Debitur yang tidak dapat melaksanakan kewajibanya
atau wanprestasi membuat kreditur mau tidak mau harus memaksa agar
debitur memenuhi kewajibanya. Salah satu cara memaksa yang sah
menurut hukum adalah dengan parate executie. Parate executie atau
parate eksekusi mempunyai arti pelaksanaan yang langsung tanpa
melewati proses pengadilan atau hakim.2 Parate executie termuat di dalam
pasal 6 UUHT yang berbunyi “apabila debitor cedera janji, pemegang
hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”3
Akan tetapi dalam sisi yang berbeda, ada ketentuan ketentuan lain
yang tidak memperbolehkan kreditur melakukan parate executie tanpa
adanya fiat pengadilan. Salah satunya penjelasan umum angka 9 UUHT
yang mempunyai inti bahwasanya bila ingin melakukan suatu eksekusi
paksa haruslah terlebih dahulu mendapat fiat hakim, lebih lanjut pada
penjelasan angka 9 ini menyuruh agar supaya mengacu pada pasal 224
Reglement Indonesia yang diperbaharui, (Het herziene Indonesisch
reglement) dan pasal 258 Reglemen acara hukum untuk daerah luar Jawa
dan Madura (Reglement tot regeling van het rechtswezen in de gewesten
buwiten Java n Madura).4 Selain itu pada Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor: 3201 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986
yang berisi pernyataan bahwa penjualan barang jaminan dengan tanpa
melewati pengadilan adalah perbuatan yang melawan hukum, yang juga
mengharuskan merujuk pada pasal 224 HIR/258 Rbg bila ingin melakukan
parate executie.5

2 J. Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993 Hlm 5.
3 Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
4 Lihat penjelasan umum angka 9 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak
tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
5 Lihat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 3201 K/Pdt/1984
tertanggal 30 Januari 1986.

5

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kredit macet
yang dialami oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor
Cabang Martadinata Malang pada tahun 2016, tercatat ada 31 kredit macet

dari 5.600 peminjam. Pelaksanaan parate eksekusi yang kerap kali
dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang
Martadinata Malang tidak lain hanyalah bertujuan agar pihak debitur mau
melaksanakan kewajibanya. Sehingga perlu di lakukan suatu penelitian
mengenai efektif atau tidaknya pasal 6 UUHT pada kredit macet.
Keefektifan pasal tersebut juga dapat memberikan kepastian hukum,
sehingga pihak yang membutuhkan suatu kepastian hukum bisa
mendapatkan haknya. Keefektifan akan pasal 6 UUHT pada kredit macet
tersebut berdampak pula pada pemenuhan hak kreditor bilamana debitor
wanprestasi.
B. ISU HUKUM
Permasalahan yang diangkat ialah mengenai efektifitas pasal 6
Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah pada kredit macet.
C. PEMBAHASAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis ialah jenis
penelitian yuridis empiris. Jenis penelitian yuridis empiris terdiri atas:
a) Penelitian terhadap identifikasi hukum, dan
b) Penelitian terhadap efektifitas hukum.

Dari jenis penelitian empiris tersebut yang akan digunakan ialah
efektifitas hukum. Karena sesuai dengan permasalahan yang akan
diangkat ialah efektifitas pasal, efektifitas pasal mengakibatkan
berlakunya hukum atau efektifnya hukum.

2. Pendekatan penelitian

6

Pеndеkatan pеnеlitian yang akan digunakan pеnulis ialah
yuridis sosiologis. Yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang dilakukan
dengan cara memperoleh suatu data dengan mendapatkan penelitian di
lapangan. Pendekatan yuridis sosiologis adalah suatu pendekatan yang
mengkaji pandangan dan perilaku hukum orang (manusia dan badan
hukum), masyarakat dan efektivitas berlakunya hukum positif di
masyarakat.

Pendekatan

yuridis


sosiologi

digunakan

untuk

menganalisis efektivitas pasal 6 undang-undang nomor 4 tahun 1996
tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah pada kredit macet di PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang.
3. Alasan Pemilihan Lokasi
Pеnеlitian ini dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang, alasan pеmilihan
lokasi ini dikarеnakan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Kantor Cabang Martadinata Malang banyak menyalurkan KUR
ataupun pinjaman kepada masyarakat di tahun 2016, dan pada proses
perjanjian kredit di tahun 2016 tersebut, terdapat pula kredit-kredit
macet pada perjanjian kreditnya. Maka dari itu penulis ingin meneliti
efektiftitas pasal 6 UUHT pada kredit macet di PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang.
4. Jenis Dan Sumber Data
Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian empiris. Maka jenis dan sumber data yang akan dipakai
penulis ialah:

a. Jenis Data
1) Data primer

7

Data primer adalah informasi pengalaman, pendapat,
harapan, dan lain-lain dari subyek penelitian. Dalam hal ini
diperoleh dari subyek penelitian dengan menggunakan metode
wawancara dengan pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang selaku kreditor.
2) Data Sekunder
Data sekunder ialah semua publikasi tentang hukum
yang merupakan dokumen tidak resmi. Publikasi tersebut
mencakup buku-buku teks yang membicarakan beberapa
permasalahan hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar
atau penjelasan atas putusan hakim.
b. Sumber Data
1) Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
penelitian dilapangan yaitu data yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan

pihak PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang terkait
efektivitas pasal 6 UUHT pada kredit macet di PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata
Malang.
2) Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari
artikel-artikel, buku, jurnal-jurnal, hasil-hasil penelitian
maupun koleksi perpustakaan, dalam hal ini koleksi
perpustakaan diperoleh melalui Perpustakaan Universitas
Brawijaya dan Pusat Data Dan Informasi Hukum (PDIH).
5. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan penulis ialah Data
primer. Data primer dalam penelitian hukum empiris dapat diperoleh
8

melalui wawancara terhadap narasumber/responden/informan kunci,
baik terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan menggunakan
pedoman wawancara, dan pengamatan tidak terlibat atau terlibat.
6. Populasi dan Sampling
Populasi
Populasi mеrupakan kеsеluruhan dari objеk pеngamatan
dan/atau objеk yang mеnjadi pеnеlitian. Populasi didalam pеnеlitian
ini adalah pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor
Cabang Martadinata Malang, yaitu Pimpinan Cabang, Supervisor
Penunjang Bisnis, dan pihak bank yang biasa terlibat dalam
menangani masalah kredit macet.
Sampеl
Jеnis sampеl yang dipakai didalam pеnеlitian ini ialah
purposivе sampling. Sampеl di dalam pеnulisan ini adalah Pimpinan
Cabang, Supervisor Penunjang Bisnis, dan pihak bank yang biasa
terlibat dalam menangani masalah kredit macet di PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang,
sеhingga nantinya dapat disimpulkan bahwa pasal 6 UUHT tеrsеbut
еfеktif atau tidak.
7. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan metode penelitian yaitu penelitian empiris,
maka dalam menganalisis data, data yang digunakan adalah analisis
deskriptif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan
dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut
kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori,
asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi
kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang
dirumuskan.

9

8. Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah Pada Kredit Macet Di PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang
Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang
atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau dimana
dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu
hal.6 Dalam kehidupan sehari-hari salah satu perjanjian yang sangat
sering dilakukan oleh masyarakat adalah perjanjian kredit, namun
perjanjian kredit sebenarnya tidak pernah tertulis dengan jelas di
dalam hukum positif. Perjanjian kredit merupakan gabungan dari
perjanjian pinjam meminjam dan perjanjian accessoir atau yang biasa
disebut dengan perjanjian tambahan dengan pemberian jaminan oleh
debitor. Dalam pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992
tentang perbankan menyebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga”. Di kehidupan sehari-hari dapat ditemui banyak sekali orangorang yang melakukan perjanjian kredit, hal semacam ini identik
dengan uang dan bank. Banyak sekali pihak-pihak yang hendak
meminjam uang yang kemudian mengarahkan niatnya menuju bank.
Karena memang bank lah yang sampai sekarang dapat dikatakan bisa
memberikan pinjaman dalam jumlah besar. Dalam pelaksanaan sebuah
perjanjian hal yang paling diinginkan adalah lancarnya perjanjian
tersebut, akan tetapi terkadang hal yang diinginkan tersebut tidaklah
berjalan seperti apa yang diharapkan.

6 Pasal 1313 BW

10

Wanprestasi yang diderita debitor seperti halnya kredit macet,
kerap kali terjadi pada sebuah bank. Keadaan diamana debitor tidak
dapat membayar hutangnya dengan waktu yang telah ditentukan oleh
bank yang telah telah disetuji bersama membuat bank menempuh jalur
hukum dengan melakukan tindakan hukum, Seperti halnya yang
terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang
Martadinata Malang.
Terkait tindakan hukum, parate eksekusi merupakan tindakan
hukum yang sering dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang untuk menangani
masalah pada suatu kredit macet. Parate executie atau parate eksekusi
mempunyai arti pelaksanaan yang langsung tanpa melewati proses
pengadilan atau hakim.7 Dan tujuan dari parate eksekusi ini adalah
untuk mempercepat pelunasan piutang yang belum dibayar oleh
debitor kepada kreditor.
Hal yang membuat parate eksekusi dapat dilaksanakan tanpa
fiat hakim dapat dilihat dalam pasal 6 Undang-undang nomor 4
tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah (yang selanjutanya disebut UUHT) ,
yang berbunyi :
“Apabila debitor cedera janji, pemegang hak tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. 8 Dengan
demikian, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang
Martadinata Malang tidak perlu lagi melewati pengadilan untuk

7 J. Satrio, Loc.cit.
8 Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

11

meminta fiat hakim bilamana hendak melakukan suatu eksekusi pada
suatu jaminan milik debitur yang telah wanprestasi.
Akan tetapi, meskipun eksekusi yang hendak dilakukan bank
sendiri sebenarnya telah disesuaikan dan sesuai dengan pasal 6 UUHT
oleh pihak bank namun tetap saja pihak debitur selaku penggugat
melakukan perlawanan dengan landasan yang biasa digunakan
menurut PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah
Malang adalah penjelasan umum angka 9 UUHT. Yang mana pada
penjelasan umum angka 9 UUHT tersebut mempunyai inti
bahwasanya bila ingin melakukan suatu eksekusi paksa haruslah
terlebih dahulu mendapat fiat hakim, lebih lanjut pada penjelasan
angka 9 ini menyuruh agar supaya mengacu pada pasal 224
Reglement Indonesia yang diperbaharui, (Het herziene Indonesisch
reglement) dan pasal 258 Reglemen acara hukum untuk daerah luar
Jawa dan Madura (Reglement tot regeling van het rechtswezen in de
gewesten buwiten Java n Madura).9
Landasan lainnya yang kerap digunakan oleh pihak debitor
saat menggugat pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Kantor Wilayah Malang adalah Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor: 3201 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986 yang
berisi tentang pernyataan bahwa penjualan barang jaminan dengan
tanpa melewati pengadilan adalah perbuatan yang melawan hukum. 10
Di samping itu juga terdapat tindakan-tindakan tidak terpuji yang
kerap dilakukan pihak debitor untuk menghalangi proses eksekusi
seperti

penghalang-halangi

petugas

eksekusi

yang

sedang

mengosongkan rumah yang notabene sudah sah secara hukum
berpindah kepemilikan kepada kreditor.

9 Lihat penjelasan umum angka 9 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak
tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
10 Lihat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 3201 K/Pdt/1984
tertanggal 30 Januari 1986.

12

Inkonsistensi yang terjadi pada UUHT dan ditambah dengan
adanya tindakan tidak terpuji yang kerap dilakukan pihak debitor
untuk menghalangi proses eksekusi menimbulkan pertanyaan terkait
keefektifan pasal 6 UUHT yang di dalamnya memperkenankan parate
executie.
Suatu hukum dikatakan efektif menurut Lawrence M.
Friedman, bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum tergantung pada
tiga elemen, yaitu: substansi, struktur, dan kultur. Sehingga tiga
elemen tersebut berpengaruh terhadap efektif atau tidaknya suatu
putusan perceraian terhadap pemenuhan nafkah bekas istri dan anak.
Tiga elemen tersebut yaitu:
a. Substansi
Substansi ialah tersusun dari peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana instusi-instusi itu harus
berperilaku. Terkait dengan substansi, apakah di dalam pasal 6
yang memperkenankan parate executie telah memberikan suatu
kepastian hukum atau tidak sehingga menyebabkan pihak kreditor
merasa.
Secara substansi, pasal 6 UUHT telah sering digunakan
oleh bank BRI cabang Martadinata Malang untuk melawan gugatan
yang kerap dilakukan oleh pihak debitur. Bank BRI cabang
Martadinata Malang berpegang teguh pada pasal ini dikarenakan
terjemahan dari pasal 6 UUHT ini telah kuat memutuskan untuk
melakukan parate executie secara langsung secara sendiri tanpa
adanya campur tangan oleh pihak pengadilan. Di sisi lain pihak
bank meyakini pasal ini mempunyai dasar yang kuat untuk
dipergunakan dengan di latar belakangi oleh pengertian akan
parate executie itu sendiri, baik pengertian secara bahasa yang
kemudian diterjemahkan lalu dipelajari dan dikaji lebih dalam
maupun dengan dukungan doktrin para ahli hukum yang juga

13

mengatakan bahwa inti pengertian parate executie merupakan
pelaksanaan penjualan barang jaminan secara langsung (siap di
tangan) bilamana debitur wanprestasi tanpa melalui proses
peradilan dengan meminta fiat eksekusi dari hakim. Menurut
kamus hukum, parate executie mempunyai arti pelaksanaan yang
langsung tanpa melewati proses (pengadilan atau hakim). J. Satrio
dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan, Hak Jaminan
Kebendaan, Hak Tanggungan mengatakan bahwa Parate executie
secara etimologis berasal dari kata “paraat” artinya siap ditangan.
Dapat dilihat juga kekuatan dari parate executie dalam UUHT pada
pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) yang menyebutkan sekaligus
menegaskan bahwa sertifikat hak tanggungan yang berirah-irah
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA” bersifat sama secara kualitas dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang
berlaku sebagai penggati groose acte Hypotheek sepanjang
mengenai

hak

atas

tanah

sekaligus

mempunyai

kekuatan

eksekutorial. Pasal 6 UUHT yang menjadi tumpuan dilaksanakanya
parate eksekusi oleh bank BRI cabang Martadinata Malang selalu
menang untuk mengatasi kredit macet meskipun masih banyak
perlawanan dari pihak debitur.
b. Struktur
Struktur sebuah sistem adalah kerangka badannya, ia adalah
bentuknya permanen, tubuh instusional dari sistem tersebut, tulangtulang keras yang kaku yang agar menjaga proses mengalir dalam
batasan-batasannya. Struktur adalah sebuah sistem yudisial yang
berbicara tentang jumlah para hakim, yuridiksi pengadilan,
pengadilan lebih tinggi berada diatas pengadilan yang lebih rendah
dan orang-orang yang terkait dengan berbagai jenis pengadilan.
Terkait dengan struktur, apakah para penegak hukum khususnya
hakim yang memberikan putusan perceraian telah sesuai dengan

14

kode etik profesi kehakiman dalam menjalankan perannya sehingga
menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak
hukum itu sendiri.
Secara struktur, Pеran hakim sangat bеrpеngaruh dalam
tingkat kеbеrhasilan dilaksanakannya parate executie, dalam hal ini
para hakim tеlah mеlaksanakan kеwajibannya dеngan mеmbеrikan
bеrbagai macam fasilitas yang dibеrikan kеpada kеdua bеlah pihak.
Pеran hakim tеlah mеmbеrikan putusan yang membenarkan akan
pelaksanaan parate executie terhadap debitur yang wanprestasi,
pengadilan juga memperkenankan kreditur untuk melakukan
pelelangan atas barang jaminan yang sebelumnya milik debitur dan
kemudian berpindah kepemilikan secara sah menurut hukum
menjadi milik kreditur dengan

melewati Kantor Pelayanan

Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai upaya mengatasi
kredit macet. Pihak dari pengadilan sebelum dilakukanya
persidangan juga melakukan upaya mediasi yang berperan sebagai
mediator antara pihak bank BRI cabang Martadinata sebagai
kreditur dengan pihak debitur untuk sebisa mungkin menyelesaikan
masalah ini diluar meja sidang, pada saat mediasi pihak pengadilan
memberikan penawaran kepada debitur agar melunasi hutangnya
kepada pihak bank BRI cabang Martadinata Malang sebelum
dilakukanya eksekusi terhadap barang jaminan tersebut, dengan
catatan sebelum risalah lelang atas barang jaminan yang akan
dieksekusi tersebut dikeluarkan oleh pihak KPKNL. Dikarenakan
bilamana risalah lelang tersebut telah keluar berarti sama dengan
keluarnya risalah pemenang, sebab pihak pengadilan bersifat
mengikuti dan melaksanakan risalah lelang yang dikeluarkan oleh
pihak KPKNL. sehingga penggadilan tidak akan mau menerima
gugatan yang dilakukan oleh debitur.
Selain itu Majеlis juga hakim mеmbеrikan pеrtimbangan
bеrdasarkan kеpatutan yang memperbolehkan penggunaan aparat

15

negara untuk melakukan eksekusi barang jaminan yang apabila
pihak terlawan selaku debitur enggan memberikan ataupun
meninggalkan tanah ataupun tanah beserta bangunan yang
notabenya barang jaminan dan sudah sah secara hukum menjadi
milik pihak bank BRI cabang Martadinata Malang.
c. Kultur
Kultur hukum adalah elemen sikap dan nilai sosial, kultur
hukum mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum,
adat kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir yang mengarah
pada kekuatan-kekuatan sosial menuju atau menjauh dari hukum
dan cara-cara tertentu.substansi, struktur, dan kultur. Terkait dengan
kultur, berkaitan dengan sikap masyarakat itu sendiri khususnya
kepada bekas suami dalam menjalankan putusan perceraian
tersebut.
Secara kultur, sikap kerelaan debitur dengan dieksekusinya
barang jaminan secara sah menurut hukum merupakan faktor
penting agar masalah kredit macet dapat teratasi secara efektif.
Keadaan debitur yang enggan merelakan dieksekusinya
barang jaminan, yang mana secarah hukum sah untuk dieksekusi
sebagai pengganti pembayaran yang tidak sanggup dilanjutkan oleh
debitur, memaksa pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Kantor Cabang Martadinata Malang menggunakan aparat negara
dalam hal ini seperti juru sita dari pengadilan, pihak pemerintah
kelurahan ataupun desa, Polisi, Satuan Polisi Pamong Praja
(SATPOL PP) untuk melakukan eksekusi. Dalam faktanya, juga
terkadang berkoordinasi dengan pihak tentara bila diperlukan,
namun ini jarang sekali terjadi.
Hal semacam ini biasa terjadi pada barang jaminan yang
berupa rumah. Pada saat debitur melakukan kredit dengan
menjaminkan rumahnya sebagai barang jaminan, namun dalam

16

pelaksanan pembayaran kredit tersebut debitur wanprestasi maka,
otomatis rumah tersebutlah yang yang akan dieksekusi. Dalam
kenyataanya pelaksanaan eksekusi paksa atau parate executie yang
bertujuan untuk mempercepat pelunasan piutang yang belum
dibayar oleh debitur kepada kreditur yang dibenarkan dan sah
secara hukum dengan aturan yang telah menyebutkanya tetap tidak
diindahkan oleh debitur dengan perlakuannya.
Perlakuan debitur yang tidak mengindahkan bermula saat
debitur yang sebelumnya telah diperingatkan untuk mengosongkan
isi rumah dengan mengeluarkan barang-barang yang berada di
dalamnya agar eksekusi lebih mudah dan mengantisipasi agar
jangan sampai pihak kreditur menggunakan kekerasan sedikit pun
melalui pihak aparat tidak digubris. Sehingga, mau tidak mau
kreditur dengan dibantu aparat sebagai eksekutor melakukan
pengosongan sendiri atas rumah tersebut dengan pemaksaan. Lebih
dari itu, tindakan lain yang kurang terpuji dari debitur adalah
menghalang-halangi aparat yang sedang melakukan tugasnya
tersebut. Faktor Pendorong Dan Penghambat Efektivitas Pasal 6
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
Pada Kredit Macet.
a. Faktor Pendorong Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Pada Kredit Macet.
1) Faktor Pendorong Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Pada
Kredit Macet adalah adanya peran serta aparat penegak
hukum yang mana dalam hal ini adalah juru sita dari
pengadilan, pihak pemerintah kelurahan ataupun desa,
Polisi, Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) yang
dipergunakan untuk melakukan eksekusi.
17

b. Faktor

Penghambat

Dalam

Putusan

Nomor

1552/Pdt.G/2015/PA.Mlg
1) Salah satunya penghambat efektivitas pasal 6 UUHT pada
kredit macet di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Kantor Cabang Martadinata Malang adalah adanya pihak
debitur yang sengaja mengulur waktu agar pihak bank BRI
Cabang Martadinata Malang tidak dapat mengeksekusi
barang jaminan secara efektif.
2) Faktor penghambat lainnya yang dirasakan oleh PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Martadinata
Malang adalah debitur yang secara sah menurut hukum
wanprestasi namun tetap tidak mau untuk meninggalkan
tanah atau bangunan yang dijadikannya sebagai barang
jaminan yang telah sah secara hukum untuk dilakukan
eksekusi oleh pihak kreditur. Dengan terpaksa, untuk
memperoleh haknya kreditur menggunakan aparat untuk
melakukan eksekusi pemindahan barang-barang yang bukan
merupakan barang jaminan ke sekitar tanah atau bangunan
tersebut.
D. PENUTUP
Dari seluruh pembahasan diatas yang dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan dan memberikan saran yaitu:
1. Pasal 6 Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dalam
penyelesaian masalah kredit macet di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk. Kantor Cabang Martadinata Malang terbukti tidak efektif.
2. Faktor pеndorong Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah Pada Kredit Macet, yaitu:
a. Faktor pendorong dan penghambat Efektivitas Pasal 6 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Pada Kredit

18

Macet adalah peran serta peran serta aparat penegak hukum yang
dipergunakan untuk melakukan eksekusi.
b. Faktor Pеnghambat Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda Yang Berkaitan Dengan Tanah Pada Kredit Macet, yaitu:
1) Pеnghambat Efektivitas Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah Pada Kredit Macet adalah adanya
iktikad tidak baik yang dilakukan oleh debitur dengan cara
mengulur waktu agar pelaksanaan parate executie menjadi lebih
lama.
2) Adanya tindakan-tindakan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh
pihak debitur seperti menghalangi eksekutor saat sedang
melaksanakan ekesekusi terhadap barang jaminan, seperti
melakukan perlawanan fisik kepada eksekutor saat eksekusi
pengosongan rumah dilakukan.

19

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1 ,
Kencana, Jakarta, 2010
Atmasasmita, Romli,Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia &
Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2001
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan
Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi
Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Citra Abadi, Jakarta 1997
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Kedua,
Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005
Herowati Poesoko, Dinamika Hukum Parate Executie Obyek Hak
Tanggungan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan
Buku 2, PT. Citra Aditya, Bandung, 1998
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan
Buku 1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
Kamus Hukum Edisi Lengkap, Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris, Aneka,
Semarang, 1997
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainya, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005
Lawrence M.Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Nusa
Media, Bandung, 2011
M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki
Agung, Jakarta, 2002
M. Yahya Harahap, Ruang lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang
Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai
Dan Fidusia Cetakan Ke IV, Alumni, Bandung, 1987
Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Permasalahan Hukum Hak
Jaminan Hukum Bisnis Vol.II, Alumni, Bandung, 2000

20

Muchadarsyah Sinungan, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit,
Bina Aksara, Bandung, 1991
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Jakarta, 1982
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta,
2009
Rudyanti Dorotea Tobing, Hukum Perjanjian Kredit (Konsep Perjanjian
Kredit Sindikasi yang Berasaskan Demokrasi Ekonomi),
Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2014
Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1993
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Ramadja
Karya, Bandung, 1988
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda,
Liberty, Yogyakarta, 1981
Subekti, Pelaksanaan Perikatan, Eksekusi Riil dan Uang Paksa, Dalam:
Penemuan Hukum dan Pemecahan Masalah Hukum, MARI,
Jakarta, 1990
Sudirman, Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Efektivitas Pelayanan,
Primaki Akademika, Bandung, 2002
Tartib, Catatan Tentang Parate Eksekusi, Artikel dalam Majalah Varia
Peradilan Th. XI, No. 124, Januari 1996
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 1990
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta, 1988

21

Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undangundang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

Putusan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986

Nomor:

3201

Website
etheses.uin-malang.ac.id (10 Oktober 2017)
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9994/SKRIPSI
%20LENGKAP-ACARA-ANDI%20DEWI
%20PURNAMASARI.pdf?sequence=1 (10 oktober 2017)
landasanteori.com (10 Oktober 2017)

22