Analisis Tawuran Pelajar di Indonesia

Analisis Tawuran Pelajar di Indonesia
I. PENDAHULUAN
Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah
oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa
tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja.
Tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat
dengan peradaban yang lebih maju.
Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang
melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk kelas pada kegiatan belajar mengajar.
Tawuran tersebut telah menjadi kegiatan yang turun temurun pada sekolah tersebut. Sehingga
tidak heran apabila ada yang berpendapat bahw tawuran sudah membudaya atau sudah
menjadi tradisi pada sekolah tertentu.
Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya menimpa korban dari
tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat mereka melakukan aksi
tersebut. Tentunya kebanyakan dari para pelaku tawuran tidak mau bertanggung jawab atas
kerusakan yang mereka timbulkan. Biasanya mereka hanya lari setelah puas melakukan
tawuran. Akibatnya masyarakat menjadi resah terhadap kegiatan pelajar remaja.
Keresahan tersebut sendiri merupakan kerugian dari tawuran yang bersifat psikis.
Keresahan ini akan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap generasi muda yang seharusnya
menjadi agen perubahan bangsa. Dari segi politik, hal tersebut dimanfaatkan oleh para
pemegang otoritas untuk melanggengkan status quo-nya. Mereka memanfaatkannya dengan

cara membangun opini publik bahwa para pemuda di Indonesia masih balum mampu
menduduki otoritas kekuasaan politis di Indonesia.
“Tawuran sudah jadi tradisi dari dulu”. Ungkap Adi alias cacing yang merupakan
alumni dari SMA Negeri 4 Yogyakarta. Dari peryataan tersebut semakin menguatkan bahwa
tawuran antar pelajar telah menjadi kegiatan yang sifatnya kultural pada tiap sekolah,
terutama sekolah menengah. Kondisi tersebut memancing pertanyaan terutama dari sudut
pandang sosiologis.

Menurut seorang sosiolog asal Jerman, Emille Durkheim, tindakan para pelajar
dalam tawuran merupakan perilaku menyimpang atau deviance. Faktor penyebab deviance
sendiri beraneka ragam sehingga diperlukan analisis dengan perspektif sosiologi konflik
untuk menemukan upaya rekonsiliasi yang mampu mengamodasi permasalahan tersebut.
II. PERMASALAHAN
Permasalahan tersebut, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bukan
merupakan permasalahan yang baru saja muncul. Di salah satu kota besar di Indonesia seperti
Jakarta misalnya, terdapat sekolah menengah di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan yang
sejak dahulu ‘rutin’ melakukan tawuran. Hingga kini sekolah tersebut menjadi buah bibir
pelajar sekolah menengah di Jakarta. Dalam sekolah tersebut, tawuran tidak hanya terjadi
antara sekolah tersebut dengan sekolah lainnya, tetapi juga sering terjadi perkelahian internal
sesama pelajar di sekolah tersebut terutama yang bersifat senioritas.

Hal yang serupa terjadi pada pelajar sekolah menengah di Yogyakarta. Para
pelajar di sebuah sekolah telah dapat membedakan mana sekolah yang menjadi ‘kawan’ serta
mana pula yang menjadi ‘lawan’. Hal ini telah diturunkan dari suatu angkatan ke angkatan di
bawahnya.
Permasalahan tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah
tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti
terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. efek yang ditimbulkan tersebut diantaranya
adalah pemerasan, penodongan, pembajakan angkutan umum hingga ke tindakan penculikan.
Namun sayangnya, tindakan ini masih dianggap sebagai deviance dalam masyarakat.
Deviance terjadi apabila tingkat penyimpangan yang diasosiasikan terhadap keinginan atau
kondisi masyarakat rata-rata telah melanggar batas-batas tertentu yang dapat ditolerir sebagai
masalah gangguan keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari mesyarakat termasuk dinamika dan
gejala-gejala yang terjadi didalamnya yang dapat ditangkap dan dianalisis.[1] Tawuran
pelajar sekolah menengah yang terus mengalami perkembangan yang mengarah kepada
tindakan kejahatan merupakan sebuah gejala sosiologis yang dapat dipelajari dan ditelusuri
sebabnya. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kejahatan merupakan fenomena yang

selalu dihadapi oleh setiap masyarakat. Kejahatan tidak mungkin dihilangkan, tetapi
kejahatan hanya dapat dikurangi intensitas dan kualitasnya.

Sekalipun hanya dikurangi, namun hingga kini belum ada upaya konkrit untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Akibatnya fenomena tersebut kini mengkristal menjadi hal
yang bersifat sistemik. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam alasan. Mulai dari
kecemburuan sosial, altruisme berlebihan, bahkan sampai ke pembalasan dendam.
Ada pula anggapan yang menyatakan bahwa prosedur pendidikan di Indonesia
juga berpengaruh terhadap koflik yang marak terjadi di Indonesia. Pendidikan di Indonesia
cenderung memaksakan seorang pelajar untuk berpikir sesuai dengan kurikulum yang dibuat
oleh pemerintah. Kurikulum tersebut cenderung mengeksploitasi kemampuan berpikir dari
pelajar. Akibatnya para pelajar merasa dipenjara oleh fakta sosial pendidikan yang ada
sehingga ingin melakukan hal yang menurut mereka di luar dari fakta sosial tersebut dan
bersifat deviance.
Pendidikan sebenarnya hanyalah sekumpulan konsep dari rumus, teori, ujian, dan
tidak lebih dari itu. Hal tersebut tidak dapat ditawar oleh pelajar dan akhirnya menciptakan
kondisi yang mereka anggap sama diantara pelajar tersebut. Kemudian muncul ikatan
kelompok yang cukup kuat seperti gank-gank ataupun sejenisnya, sehingga mendorong sikap
altruistik di kalangan pelajar. Sikap altruistik menunjukkan ikatan yang terlalu kuat dengan
kehidupan kolektif remaja tersebut. Wajib belajar 12 tahun telah berhasil mewujudkan sikap
kolektivitas di kalangan remaja. Kolektivitas inilah yang pada akhirnya menjadikan sikap
altruisme di kalangan remaja dan membentuk kelompok-kelompok. Pada kelompokkelompok ini tawuran bisa terjadi oleh faktor spontanitas kolektif untuk membela ikatan
mereka ataupun paksaan dikarenakan seorang pelajar dianggap sebagai pengecut oleh rekanrekannya dalam lingkungan tersebut. Tidak jarang anggota kelompok yang lainnya

memancing tawuran dengan alasan membalaskan dendam anggota kelompoknya.
Di sisi bersamaan, dalam melakukan tawuran biasanya para pelaku tawuran
membutuhkan perlengkapan ataupun fasilitas yang lainnya. Tidak jarang mereka membajak
angkutan umum untuk mobilitas mereka ke tempat mereka akan melakukan tawuran.
III. ANALISIS SUMBER KONFLIK

Dalam memahami dan mengkaji secara mendalam konflik antar pelajar di
Indonesia, maka salah satu caranya adalah dengan menggunakan empat asumsi dasar tentang
konflik. Asumsi dasar ini biasanya dijadikan dasar untuk pengembangan teori atau orientasi
dalam melihat konflik sehingga dapat menemukan rekonsiliasi yang sesuai. Keempat asumsi
dasar tersebut berlandaskan pada teori konflik dari Ralf Dahrendorf.
Asumsi dasar yang pertama adalah konflik terdapat dimana-mana. Berlandaskan
asumsi ini dapat dipahami bahwa konflik antar remaja juga ada dimana-mana serta
merupakan hal yang lumrah terjadi dalam masyarakat. Asumsi ini didasari karena sejak awal,
manusia memang dilahirkan berbeda sehingga terkadang perbedaan tersebut sengaka
ditonjolkan oleh beberapa pihak dan memunculkan konflik. Perbedaan tersebut akhirnya
memunculkan persengketaan yang sarat akan kekerasan. Dalam persengkataan tersebut
biasanya suatu pihak akan berusaha untuk menghilangkan hak orang lain bahkan sampai
kepada hak hidup. Hal tersebut terbukti dengan adanya tawuran remaja yang berbeda
kelompok yang tidak jarang berbuntut pada penghilangan nyawa seseorang.

Asumsi yang kedua adalah bahwa di dalam konflik diperlukan aktor-aktor untuk
mendukung terjadinya konflik sosial tersebut. Selain aktor, ternyata terdapat juga skenario
yang memang sengaja dibuat untuk mewujudkan konflik tersebut. Hal ini terbukti dari
pernyataan yang menyatakan bahwa pihak-pihak alumni ataupun senior juga berperan dalam
sebuah konflik yang terjadi dengan cara melakukan provokasi terhadap bawahannya.
Asumsi yang ketiga adalah bahwa konflik memiliki dampak perubahan.
Perubahan tersebut dapat menjadi negatif, bahkan dapat pula menjadi positif. Sehingga
terkadang ada pula pendapat yang menyatakan bahwa konflik memiliki dua sisi. Dalam kasus
perkelahian antar pelajar di Indonesia, dampak negatif yang ditimbulkan adalah aksi
kekerasan yang

bersifat

anarkis.

Sedangkan

dampak

positifnya


adalah

semakin

terintegrasinya sebuah kelompok tertentu.
Asumsi yang keempat adalah bahwa konflik dapat menyebar ke seluruh
masyarakat. Terbukti bahwa dalam kasus ini, konflik yang pada awalnya hanya merupakan
konflik antar individu, telah berubah menjadi konflik antar kelompok.
Sumber konflik

Dalam menganalisa sumber konflik, perlu diidentifikasi penyebab tersebut
berdasarkan dimensi-dimensinya. Sumber konflik struktural berkaitan dengan kebijakan dan
pengambilan keputusan yang salah, dari pemerintahan pusat kepada daerah. Hal tersebut
sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kurikulum yang ditetapkan
pemerintah juga turut serta dalam perwujudan konflik antar pelajar. Hal inni disebabkan
karena para pelajar merasa terkekang dalam kurikulum yang telah mengeksploitasi waktu
serta pikiran mereka. Walhasil, mereka akan melakukan upaya untuk terbebas dari aturanaturan tersebut dengan melampiaskannya dalam konfrontasi fisik.
Dimensi yang kedua adalah dimensi kultural. Dilihat dari dimensi ini, konflik
antar pelajar remaja telah menjadi adat dari remaja itu sendiri. Hal ini menciptakan suatu nilai

dalam remaja bahwa yang tidak ikut dalam tawuran adalah remaja yang pengecut. Atas dasar
inilah, para remaja menjadi bersikap militan terhadap kelompoknya sekalipun mereka tidak
mengetahui sebab konflik itu terjadi.
“Sebab konfliknya tidak jelas. Biasanya dipanas-panasin sama senior”. Ungkap
Jojo yang merupakan alumni dari SMA Negeri 1 Depok, Sleman. Ungkapan ini menguatkan
pendapat bahwa tawuran juga memasuki dimensi kultural yang telah mengakar dalam
kehidupan para remaja pelajar.
Dimensi yang ketiga adalah dimensi perilaku. Hal ini berkaitan erat dengan spek
psikologis dari para pelajar remaja di Indonesia. Konflik sosial psikologis berkaitan dengan
persoalan salah persepsi, stereotip, sikap yang negatif, bahkan hingga ke persoalan identitas
kelompok dan daerah. Salah dalam persepsi mengambil jalan pintas akan menimbulkan
stereotip, dan akhirnya stigmatisasi terhadap suatu kelompok terbentuk. Sementara itu,
identitas kelompok yang mengeras dan ekslusif menimbulkan jarak dengan kelompok lain,
dan amat mudah bergesekkan dan menimbulkan konflik.
Dimensi inilah yang dimanfaatkan oleh para provokator untuk menyulut konflik
antar sekolah. Terkadang tujuan provokasi tersebut adalah hanya untuk mencari-cari kegiatan
tawuran.
Dari ketiga dimensi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan konflik
antar pelajar bukan lagi hal yang bisa ditolelir oleh masyarakat. Sehingga dibutuhkan upaya
rekonsiliasi secepatnya agar tidak muncul efek yang lebih besar lagi.


IV. REKONSILIASI
Dari uraian di atas, dapat diperoleh beberapa upaya rekonsiliasi untuk mengurangi
konflik yang terjadi pada pelajar remaja. Namun upaya rekonsiliasi tersebut membutuhkan
peran serta berbagai pihak dalam pelaksanaanya.
Dari segi struktural, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menata ulang
kurikulum pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan kultur budaya di Indonesia. Hal ini
dapat membuat siswa menjadi nyaman dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Apabila
siswa merasa nyaman, maka mereka tidak akan mencari kegiatan lain yang dapat
mencelakakan diri dan orang lain serta cenderung untuk tidak melakukan penyimpangan.
Dari segi kultural, upaya yang dapat dilakukan adalah pihak sekolah selaku
institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa. Pihak
sekolah juga harus mampu membuat kegiatan yang dapat mengisi waktu luang para
siswanya. Dan yang terakhir, dari dimensi perilaku yaitu upaya yang dapat dilakukan adalah
kontrol dari lembaga inti yakni lembaga keluarga. Dalam sebuah kelarga hendaknya terdapat
hubungan yang komunikatif sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
dalam anggota keluarganya.
V. REFERENSI
Francis, Diana. 2002. Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial. Yogyakarta:
Quills Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2008. Teori Sosiologi dari teori sosiologi

klasik sampai perkembangan mutakhir teori sosial modern. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Disusun Oleh : Trya Kiromim Baroroh

I. PENDAHULUAN

Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah
oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap
bahwa tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak
usia remaja. Tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang
seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju.

Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang
melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk kelas pada kegiatan
belajar mengajar. Tawuran tersebut telah menjadi kegiatan yang turun temurun
pada sekolah tersebut. Sehingga tidak heran apabila ada yang berpendapat
bahw tawuran sudah membudaya atau sudah menjadi tradisi pada sekolah
tertentu.

Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya menimpa korban dari

tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat mereka
melakukan aksi tersebut. Tentunya kebanyakan dari para pelaku tawuran tidak
mau bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka timbulkan. Biasanya
mereka hanya lari setelah puas melakukan tawuran. Akibatnya masyarakat
menjadi resah terhadap kegiatan pelajar remaja.

Keresahan tersebut sendiri merupakan kerugian dari tawuran yang bersifat
psikis. Keresahan ini akan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap generasi
muda yang seharusnya menjadi agen perubahan bangsa. Dari segi politik, hal
tersebut dimanfaatkan oleh para pemegang otoritas untuk melanggengkan
status quo-nya. Mereka memanfaatkannya dengan cara membangun opini publik
bahwa para pemuda di Indonesia masih balum mampu menduduki otoritas
kekuasaan politis di Indonesia.

II. PEMBAHASAN
Makalah Fenomena Tawuran Di Indonesia

1. Pengertian Tawuran Pelajar

Dalam kamus bahasa Indonesia tawuran dapat diartikan sebagai perkelahian

atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang. Sedangkan pelajar
adalah adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga tawuran pelajar adalah
perkelahian yang dilakukan oleh orang yang masih dalam proses belajar . Ada
juga yang mengartikan Tawuran atau Tubir adalah istilah yang sering digunakan
masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau
tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun
masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal
serius yang menjurus pada tindakan bentrok.

2. Macam - macam Tawuran

a. Tawuran di tingkat sekolah

Tawuran paling banyak diartikan sebagai perkelahian massal antara dua kubu
siswa suatu sekolah. Misalnya tawuran antar SMA XX melawan SMA X yang
sering diakibatkan oleh hal-hal sepele, mulai dari saling mengejek, "berebut"
siswa/i (contoh kasus:

siswa SMA XX sukaterhadap salah satu siswi SMA x yang ternyata sudah
merupakan seorang kekasih dari salah seorang siswa SMA X. Maka dengan fakta
seperti itu, tawuran sulit dihindarkan), sampai tawuran karena salah satu sekolah
memang ingin mengajak tawuran sekolah lain karena hanya ingin bersenangsenang.

b. Tawuran di tingkat fakultas

Tawuran di tingkat fakultas (kampus) biasanya dilakukan antar mahasiswa
kampus itu sendiri, namun berbeda faklutas. Misalnya mahasiswa fakultas XXX
mempunyai masalah dengan fakultas lain; maka tawuran biasanya akan terjadi
di dalam area universitas/kampus. Sebab tawuran di tingkat fakultas
biasanyahampir sama dengan sebab tawuran di tingkat sekolah, namun sudah
mencapai tingkat kekerasan yang lebih serius.

c. Tawuran antar warga

Tawuran antar warga masyarakat biasanya dimulai dengan hal-halsepele, dan
juga karena memang kedua kubu masyarakat sudahmenjadi saingan sejak awal

3. Faktor - factor Penyebab Tawuran

Ada dua faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yaitu factor internal
dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal disini adalah faktor
yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam
menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku
merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap
lingkungan sekitar. Dalam pandangan psikologis, setiap perilaku merupakan
interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (internal), yang sering
disebut dengan kepribadian, walau tidak selalu tepat. Sedangkan kondisi di luar
(eksternal) adalah factor yang terjadi pada diri individu itu sendiri.

a. Faktor internal

Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi
pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks disini berarti adanya
kenekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi,dan semua rangsang dari
lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya
menimbulkan tekanan pada setiap orang.

Tapi pada remaja yang terlibat tawuran, mereka kurang mampu untuk
mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya.
Mereka biasanya putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan
orang lain/pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara
singkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi,
ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustasi, memilki
emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan mamiliki
perasaan rendah diri yang kuat.

Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan . Faktor internal ini terjadi
didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri
yang keliru dalam menyelesaiakn permasalahan disekitarnya dan semua
pengaruh yang dating dari luar.

b. Factor Eksternal


Faktor keluarga.

Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknyasebuah rumah
tanggab. perlindungan lebih yang diberikan orang tuac. penolakan orang tua,
ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab
sebagai ayah dan ibud. pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal
dantindakan asusila.


Faktor lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupabangunan sekolah
yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas,
tanpa ruangan olah raga,minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid di dalam
kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan sanitasi yang buruk danlain
sebagainya.


Lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan
bagi pendidikan dan perkembangan remaja.



Dampak Karena Tawuran Pelajar

a. Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban.
Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian.

b. Masyarakat sekitar juga dirugikan.
c. Terganggunya proses belajar mengajar.
d. Menurunnya moralitas para pelajar.
e. Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai.

f. Rusaknya sarana prasarana umum, seperti bus, halte dan fasilitas lainnya.
Serta fasilitas pribadi seperti kendaraan sendiri.


Peran Guru BK dalam Mengatasi Tawuran Pelajar

a. Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar.
b. Menjadi seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar.
c. Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang
mencari jati diri.

d. Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau dilingkungan
sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya.
Contohnya : membentuk ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat
acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi
atau ekstrakulikuler disekolahnya


Solusi

Untuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar, di sini penulis akan mengambil
dua teori. Yang pertama adalah dari Kartini Kartono. Dia menyebutkan bahwa
untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya
adalah:
1. Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri dan
melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan
tidak menuntun

2. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan
cara yang baik dan sehat

3. Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan
kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan
perkembangan bakat dan potensi remaja

Teori yang kedua adalah dari Dryfoos, dia menyebutkan untuk mengatasi
tawuran pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya harus diadakan program
yang meliputi unsur-unsur berikut:



a. Program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus
pada kenakalan



b. Program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidakada
satu pun komponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yangdapat
memerangi kenakalan



c. Program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak
untuk mencegah masalah belajar dan berperilaku



d. Sekolah memainkan peranan penting.



e. Upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada pada
perubahan
individual,
yang
menjadi
titik
berat
adalah
meningkatkankualitas pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntung



f. Memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang
program unik bagi setiap anak merupakan faktor yang penting
dalammenangani anak-anak yang berisiko tinggi untuk menjadi nakal



g. Manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat
program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan
program yang sifatnya berkesinambungan.

Kesimpulan

Tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh orang yang masih dalam
proses belajar. Tetapi macam -macam tawuran ada 3 yaitu : a. Tawuran di tingkat
pelajar, b. Tawuran di tingkat universitas, serta c. Tawuran antar warga.

Faktor yang menyebabkan tawuran remaja tidaklah hanya datang dari individu
siswa itu sendiri. Melainkan juga terjadi karena faktor-faktor lain yang datang
dari luar individu, diantaranya faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
lingkungan.

Para pelajar yang umumnya masih berusia remaja memiliki kencenderungan
untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang mana kemungkinan dapat
merugikan dirinya sendiri dan orang lain, maka inilah peran orangtua dituntut
untuk dapat mengarahkan dan mengingatkan anaknya jika sang anak tiba-tiba
melakukan kesalahan. Keteladanan seorang guru juga tidak dapat dilepaskan.
Guru sebagai pendidik bisa dijadikan instruktur dalam pendidikan kepribadian
para siswa agar menjadi insan yang lebih baik. Begitupun dalam mencari teman
sepermainan. Sang anak haruslah diberikan pengarahan dari orang dewasa agar
mampu memilih teman yang baik. Masyarakat sekitar pun harus bisa membantu

para remaja dalam mengembangkan
keberadaanya.

potensinya dengan

cara mengakui

DAFTAR PUSTAKA


http://daimabadi.blogdetik.com/2010/04/27/tawuran-pelajar/commentpage-1/



http://yakubus.wordpress.com/2009/02/25/makalah-sosiologi/



http://www.mail-archive.com/permias@listserv.syr.edu/msg03171.html



Hartono, Agung., Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Jakarta.,2006

Penulis: Ibrahim MA
Judul Makalah: Makalah Fenomena Tawuran Di Indonesia
Semoga Makalah ini memberi manfaat bagi anda, tidak ada maksud apa-apa
selain keikhlasan hati untuk membantu anda semua. Jika terdapat kata atau
tulisan yang salah, mohon berikan kritik dan saran yang membangun. Jika anda
mengcopy dan meletakkannya di blog, sertakan link dibawah ini sebagai
sumbernya :

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50