Uji Aktivitas Antibakteri Dari Hasil Hidrolisis Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman berkeping
satu yang termasuk dalam family Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa
yunani Elaoin atau minyak sedangkan nama spesies guineensis berasal dari kata
Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman
golongan palm yang terdapat pertama kali di pantai Guinea. Salah satu dari
beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq). Tanaman Elaeis guineensis Jacq ini juga dikenal
dengan nama: kelapa sawit (Melayu), kelapa sewu (Jawa) (Fauzi, et al., 2004).
Kelapa sawit diperkenalkan di Asia Tenggara sebagai tanaman hias.
Ditanam pertama kali pada tahun 1884 di Kebun Raya Bogor, Indonesia
(Gunstone, 2002). Hampir semua bagian kelapa sawit dapat dimanfaatkan. Batang
pohon sawit dapat digunakan untuk pembuatan pulp, bahan kimia turunan, sumber
energi, papan partikel dan juga bahan kontruksi. Buah kelapa sawit memiliki nilai
ekonomis yang tinggi, dapat diolah menjadi minyak sawit yang bermanfaat untuk
bidang pangan maupun non pangan. Bagian lainnya seperti sabut, tanda kosong,
cangkang, minyak inti kelapa sawit dapat dimanfaatkan. (Muchtadin, 1992).
Perkembangan tanaman kelapa sawit dimulai secara komersial di Indonesia

pada tahun 1911. Namun sebelum tahun tersebut, kelapa sawit telah ditanam pada
tahun 1848 di bogor. Tetapi pada masa penjajahan Jepang, pembudidayaan dan
eksportir kelapa sawit di Indonesia sempat terhenti dan kemudian berkembang
pada tahun 1957 dan terus berkembang hingga saat ini (Sofwan, 2014).

6
Universitas Sumatera Utara

Tumbuhan ini tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 2000 mm/tahun dengan kisaran 22-23o C serta ketinggian 0-500 m
dari permukaan laut dengan kelembapan 80-90%. Masa berbuah tanaman ini
setelah berumur 2,5 tahun dan pemanenan berdasarkan pada saat kadar minyak
mesokarp mencapai tingkat kematangan dengan ciri-ciri buah lepas atau jatuh
sekurang-kurangnya 5-10 buah per tandan dan secara umum batas usia eonomis
kelapa sawit berkisar 25 tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat
pemeliharaan yang dilakukan termasuk cara pemanenan (Ketaren, 1986).
2.1.1 Klasifikasi kelapa sawit
Menurut Suwarto (2014), klasifikasi tumbuhan kelapa sawit adalah sebagai
berikut:
Kingdom


: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Aracales

Famili

: Aracaceae

Genus


: Elaeis

Spesies

: Elaeis guineensis Jacq.

Nama Lokal

: Kelapa sawit

2.1.2 Morfologi kelapa sawit
Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan pohon yang besar
yang tingginya mencapai 30 m, batangnya silindris dan berdiameter 40-60 cm,
tidak bercabang, arah tumbuh tegak lurus, dan termasuk dalam tanaman menahun.
Pohon kelapa sawit memilki akar serabut dan pelepah daun yang memiliki bulubulu halus dengan panjang mencapai 1,20 m, jumlah anak daun dalam satu
7
Universitas Sumatera Utara

pelepah mencapai 120-160 pasang. Pohon kelapa sawit memiliki bunga dan buah

yang merupakan bagian generatifnya dan juga memiliki biji yang terdiri dari
cangkang dan inti (Fauzi, et al., 2004).
2.1.3 Jenis minyak kelapa sawit
Minyak kelapa sawit dihasilkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.). Buah tanaman kelapa sawit terdiri dari eksokarp (kulit paling
luar), mesokarp (serabut, mirip serabut kelapa), endokarp (tempurung), dan kernel
(inti kelapa sawit) (Suwarto, 2014).
Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dihasilkan dari mesokarp buah kelapa
sawit atau daging buah kelapa sawit, sedangkan minyak yang dihasilkan dari inti
kelapa sawit disebut minyak inti kelapa sawit (MIS). Perbedaan kedua jenis
minyak ini terutama terletak pada kandungan karotenoidnya (Fauzi, et al., 204)
dan jumlah rantai pendek, sedang serta panjang rantai karbon asam lemak
(Kouski, 2015).
a. Crude Palm Oil
Minyak kelapa sawit dihasilkan oleh tumbuhan kelapa sawit rata-rata 3,5
ton minyak/ha/tahun. Minyak ini diekstrak dari mesokarp buah kelapa sawit yang
disebut Crude Palm Oil (lebih sering dikenal dengan nama CPO) dan merupakan
95% jumlah total dari buah kelapa sawit. Sejak tahun 2006, minyak kelapa sawit
menjadi minyak yang paling penting didunia yang pemakaiannya mencapai 25%
dari total minyak dan lemak yang diproduksi (Oil World Ista Mielke GmbH,

2007).
Komponen mayor CPO yaitu asam palmitat (C16:0) sebesar 39.93%; asam
oleat (C18:1) 35.99% dan asam linoleat (C18:2) 14.53 (Sudram, et al., 2003).
Selin itu, CPO memiliki kandungan nutrisi yang sangat banyak meliputi karoten,
8
Universitas Sumatera Utara

tokoferol dan tokotrienol. Karoten (terutama β-karoten) paling penting sebagai
prekursor pembentuk vitamin A pada manusia sehingga dapat mencegah
terjadinya defesiensi vitamin A yang menyerang indera penglihatan. β-karoten
dalam CPO mencapai 15 kali lebih tnggi dibandingkan wortel dan 300 kali lebih
banyak daripada tomat (Choo, 1994). Tokoferol dan tokotrienol adalah prekursor
untuk vitamin E yang penting pada organ reproduksi manusia (Sambanthamurthi,
et al., 2000).
b. Palm Kernel Oil
Palm kernel Oil (PKO) diekstrak dari kernel atau inti dari buah kelapa
sawit yang banyak mengandung asam lemak jenuh yang disebut asam laurat
(C12:0) dan asam lemak mayor lainnya adalah miristat (C14:0) serta asam oleat
(C18:1) (Rossell, et al., 1985; Nik Norulaini, et al., 2004; Alamu, et al., 2008;
Kok, et al., 2011). Asam lemak ini berbentuk cairan yang konsisten pada suhu

kamar (Rossell, 1985).
PKO merupakan sumber alami rantai asam lemak pendek sampai asam
lemak rantai sedang terbaik sehingga minyak itu dapat meningkatan kesehatan
manusia (Helmi, 2009). Asam lemak tidak jenuh dapat menurunkan kadar LDL
didalam darah dan meningkatkan jumlah HDL sehingga dapat menurunkan resiko
sakit jantung karena memiliki ikatan rantai karbon ganda dalam molekulnya
(Q&A, 2009).

2.2 Asam Lemak
Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida
atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam lemak merupakan
asam karboksilat yang berantai karbon panjaang (Poedjiadi, 2011).
9
Universitas Sumatera Utara

Gliseril (C3H5) yang mempunyai berat molekul 41 merupakan bagian dari
molekul trigliserida. Gliseril ini bergabung dengan radikal asam lemak (R-COO-)
yang mempunyai berat molekul antara 650-970. Itulah sebabnya bahwa asam
lemak


terkontribusi

antara

95-96%

dari

berat

molekul

lemak

total

(Sastrohamidjojo, 2009).
Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh
(SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak

(PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap
yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000;
Silalahi dan Tampubolon, 2002). Asam lemak jenuh yang sudah diidentifikasi
sebagai penyusun lemak dan minyak mempunyai atom C4 hingga C26. Asam
lemak jenuh yang banyak pemakaiannya antara lain: laurat (c12), miristat (C14) dan
stearat (C18). Asam lemak tidak jenuh kurang dari C10 belum dapat diperoleh dari
alam. Asam lemak tidak jenuh paling banyak terdapat pada atom C18 yaitu Oleat,
linoleat dan linolenat yang masing-masing mempunyai ikatan rangkap dua: satu
pada C9, dua pada atom C9 dan C12, dan tiga pada atom C9, C12, dan C15
(Sastrohamidjojo, 2009).
Selain berdasarkan tingkat kejenuhan, asam lemak dibagi juga berdasarkan
bentuk isomer geometrisnya yaitu asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans.
Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap
ikatan rangkap. Bagian rantai karbon akan saling mendekat atau saling menjauh.
Jika saling mendekat disebut isomer cis (berarti berdampingan), dan apabila saling
menjauh disebut trans (berarti berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam
bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti
10
Universitas Sumatera Utara


hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih
tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul
dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak
jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi
dan Tampubolon, 2002). Identifikasi asam lemak utama dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1 Identifikasi asam lemak utama
Nama Umum
Identifikasi
Miristat
C14:0
Palmitat
C 16:0
Stearat
C18:0
Palmitoleic
C16:1, n-7 cis
Oleat
C18:1, n-9 cis
Elaidic

C18:1, n-9 trans
Linoleat
C18:2, n-9, 12 cis
α-Linolenic
C18:3, n-9 12, 15 cis
Arachidonic
C20:4, n-5, 8, 11, 14 cis
Sumber : Wiseman, 1984.

Asam lemak
Tetradecanoic
Hexadecanoic
Octadecanoic
9-hexadecenoic
9-octadecenoic (cis)
9-octadecenoic (trans)
9,12 octadecadienoic
9,12,15octadecatrienoic
5,8,11,14-eicosatetraenoic


Perbedaan asam lemak yang dimiliki setiap minyak membuat proses
pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh berbeda. Perlu diketahui bahwa
semua minyak sayur yang banyak dijual dipasaran tergolong asam lemak rantai
panjang. Jenis-jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak sayur (kedelai,
jagung, biji bunga matahari) terdiri atas 18 atau lebih atom karbon dan sebagian
besar adalah golongan asam lemak tidak jenuh. Berbeda dengan minyak kelapa
yang 92% yaitu asam lemak golongan rantai karbon medium (MCFA) yang terdiri
atas 12 atom karbon yang diikat jenuh (tidak ada ikatan rangkap) (Gani, 2005).
PKO merupakan sumber alami rantai asam lemak pendek sampai asam
lemak rantai sedang terbaik sehingga minyak itu dapat meningkatan kesehatan
manusia (Helmi, 2009). Asam lemak tidak jenuh dapat menurunkan kadar LDL

11
Universitas Sumatera Utara

didalam darah dan meningkatkan jumlah HDL sehingga dapat menurunkan resiko
sakit jantung karena memiliki ikatan rantai karbon ganda dalam molekulnya
(Q&A, 2009). Asam lemak yang dihidrolisis juga banyak mengandung asam
lemak linoleat (C18:2) sehingga dapat aman juga untuk dikonsumsi.
CPO dan PKO meskipun memiliki perbedaan secara visual dan
penggunaan secara umum, tetapi CPO dan PKO memilki kandungan mayor yang
sama, yaitu asam lemak. Tetapi CPO dan PKO memiliki perbedaan kandungan
asam lemak yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Jumlah asam lemak dalam CPO dan PKO
Jenis asam lemak
Caproic acid (6:0)
Caprylic acid (8:0)
Capric acid (10:0)
Lauric acid (12:0)
Myristic acid (14:0)
Palmitic acid (16:0)
Stearic acid (18:0)
Oleic acid (18:1)
Linoleic acid (18:2)
Linolenic acid
Arachidic acid (20:0)
Total SFAs
Total MUFAs
Total PUFAs
Sumber: Mancini (2015)

CPO
0.2
1.1
44.0
4.5
39.2
10.1
0.4
0.1
49.9
39.2
10.5

PKO
0.2
3.3
3.5
47.8
16.3
8.5
2.4
15.4
2.4
0.1
82.1
15.4
2.4

2.3 Hidrolisis Minyak
Hidrolisis merupakan proses dimana ditambahkan atom hidrogen pada
ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh yang berguna untuk memperpanjang
waktu paruh dari minyak (Xiao, 2007) dan untuk dikembangkan pada industri
sebagai minyak sayur untuk makanan (Jang et al., 2005), dikembangkan untuk
menghasilkan margarin, shortening, minyak goreng (Murzin and Simakova, 2008)
12
Universitas Sumatera Utara

Pada reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan minyak.
Reaksi hidrolisis ini dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak.
Reaksi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak (Ketaren, 2005).
Hidrolisis dari minyak atau trigliserida akan menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan bantuan enzim lipase
atau dengan mereaksikannya secara kimia. Reaksi hidrolisis yang dilakukan
dengan penggunaan zat kimia akan menghasilkan produk lemak dengan distribusi
asam lemak yang acak yaitu akan menghidrolisis pada semua posisi sn dalam
produk lemak (lebih dikenal dengan proses penyabunan). Proses ini banyak
digunakan dalam industri untuk menghasilkan gliserol. Reaksi hidrolisis dengan
menggunakan enzim lebih efisien dan mudah dikontrol karena spesifik pada posisi
tertentu sehingga dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak sesuai
dengan yang diinginkan (Aehle, 2004). Selain enzim, penambahan jumlah air,
waktu pengadukan dan waktu hidrolisis juga dapat meningkatkan jumlah asam
lemak bebas yang dihasilkan. Hal-hal diatas mengeser konversi reaksi sehingga
meningkatkan asam lemak bebas pada proses hidrolisis (Puguh, 2012).
Prinsip proses hidrolisis enzimatik bertujuan untuk menghasilkan produk
monogliserida, digliserida atau gliserol dan asam lemak bebas dari posisi sn yang
diinginkan dengan penambahan enzim lipase dengan spesifikasi tertentu pada
minyak dan lemak dengan adanya air (Aehle, 2004). Hidrolisis triasilgliserol
secara enzimatik dengan enzim lipase yang spesifik pada posisi sn1,3 akan
menghasilkan produk 2-MAG dan asam lemak bebas dari asam lemak pada posisi
sn-1,3 (Loung, 2014). Berbagai macam enzim lipase yang bekerja berdasarkan
spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
13
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya
Klasifikasi enzim lipase Spesifikasi
Spesifik pada substrat
Monoasilgliser
ol
Mono-,
diasilgliserol
dan
Triasilgliserol
Regiospesifik
Posisi sn-1,3

Sumber
Jaringan lemak pada tikus
Penicillium camembertii

Penicillium sp.
Pankreas babi
Mucor miehei
Aspergillus niger
Thermomyces lanuginose
Rhizomucor meihei

Nonspesifik

Posisi sn-2

Candida antartica A

-

Penicillium expansum
Aspergillus sp.
Pseudomonas cepacia
Penicillium roqueforti
Lambung bayi
Getah Carica papaya
Geotrichum candidum

Asilspesifik pada lemak Asam lemak
rantai pendek
Asam lemak
jenuh cis-9
Asam lemak
jenuh rantai
panjang

Botrystis cinerea

Humicola lanugunose
Pseudomonas aeruginose
Posisi sn-3
Fusarium solani cutinase
Lambung kelinci
Sumber : Aehle (2004); Villeneuve dan Foglia (1997)
Stereospesifik

Posisi sn-1

2.4 Enzim Lipase
Kata enzim berasal dari “en-zyme” yang berarti dalam ragi (yeast), mulai
dipakai sejak 1877. Sebelumnya telah dikenal diastase (A.Payen dan
J.Persoz,1833),

pepsin

(T.Schwan,1836),

emulsion

(J.V.Liebig

dan

F.Wohler,1837), masing – masing adalah senyawa organik yang dapat
menghidrolisis pati, protein dan glikosida (Siregar, 2011).

14
Universitas Sumatera Utara

Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan
molekul yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga
membantu mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun
enzim ikut serta dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi,
enzim akan kembali kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai (Siregar,
2011). Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih
besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya.
Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk
samping. Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja
menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik
menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas
metabolik yang berbeda (Siregar, 2011).
Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada
kata yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama
jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim (Siregar, 2011) seperti pada enzim lipase
(E.C.3.1.1.3) adalah enzim untuk hidrolisis asil gliserida. kelompok Enzim lipase
dapat menerima berbagai jenis substrat dengan berat molekul tinggi sepeti ester
maupun tiol ester, amida, poliol dan lain – lain (Gandhi, 1997).
2.4.1 Sifat-sifat enzim lipase
Tergantung dari asal dan substratnya, keaktifan optimum lipase sangat
tergantung pada pH dan suhu. Enzim lipase pada pankreas misalnya mempunyai
pH optimal antara 8 dan 9, tetapi dapat menurun menjadi antara 6 – 7 bila
substratnya berbeda. Keaktifan optimal enzim lipase tegantung juga dari senyawa
pengemulsi yang digunakan dan ada tidaknya garam dalam substrat. Enzim lipase
yang berasal dari susu mempunyai pH optimal sekitar 9 (Siregar, 2011).
15
Universitas Sumatera Utara

Suhu optimum enzim lipase pada umumnya berkisar antara 30o – 40oC.
Meskipun telah ditemukan adanya lipase yang masih aktif pada suhu -29oC,
terutama pada ikan dan udang yang dibekukan (Siregar, 2011).
2.4.2 Sumber – sumber enzim lipase
Enzim lipase dapat diperoleh atau diisolasi dari bakteri (Selvamoha et al,
2012) dan jamur (Mahmoud et al, 2015) serta terdapat secara alami didalam
tumbuhan seperti pada buah kelapa sawit sehingga menghasilkan asam lemak
bebas pada CPO dan PKO (Ngando-Ebongue, et al., 2013).
Berbagai mikroba dapat memproduksi lipase misalnya Candida dan
Torulopsis.

Demikian

juga

kapang

Rhizopus,

Penicillium,

Aspergillus,

Pseudomonas, Achromobakter, dan Staphylococcus (Winarno, 1983).

2.5 Bakteri
2.5.1 Uraian umum
Istilah bakteri berasal dari kata “bakterion” dari bahasa Yunani yang berarti
tongkat atau batang.Sekarang istilah bakterion sering dipakai untuk menyebut
sekelompok mikroorganisme yang bersel satu (Adam, 1991). Bakteri dapat
dibedakan berdasarkan morfologi (bentuk), komposisi kimia, kebutuhan nutrisi,
aktivitas biokimia dan sumber energy (Pratiwi, 2008).
a. Morfologi sel bakteri
Menurut Dwijoseputro (1978) dan Pratiwi (2008), Ada beberapa bentuk
dasar bakteri, yaitu:
− Bentuk Bulat (tunggal: coccus, jamak: cocci) adalah bakteri berbentuk bulat
atau oval yang bila membelah diri, sel-sel tetap melekat satu sama lain.
Beberapa bakteri coccus membentukseperti rantai, kubus dan anggur.
16
Universitas Sumatera Utara

− Bentuk batang atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli) adalah bakteri
yang berbentuk tongkat pendek atau silindris yang membelah melalui sumbu
pendeknya (dalam satu bidang). Beberapa bacilli tampak menyerupai cocci
yang disebut coccobacilli.
− Bentuk Spiral adalah bakteri yang berbentukbatang melengkung atau
melingkar-lingkar dan tidak dalam bentuk lurus. Bakteri ini dibedakan
beberapa jenis berdasarkan bentuknya yaitu, vibrio, spirilla dan spirochaeta
(Pratiwi, 2008).
b. Struktur eksternal bakteri
Struktur eksternal bakteri menurut Pratiwi (2008) meliputi:
− Glikokaliks (selubung gula) merupakan istilah bagi substansi yang mengelilingi
sel, dan digambarkan sebagai kapsul (struktur yang yang sangat terorganisir
dan tidak mudah dihancurkan). Glikokaliks bakteri umumnya mengandung
polisakarida dan polipeptida yang biaanya dibuat di bagian internal sel dan
disekresikan ke permukaan sel (Radji, 2009).
− Slime (lapisan lendir) merupakan material kapsul yang sebagian besar
diekskresikan oleh bakteri ke dalam media pertumbuhan, tidak terorganisir
yang baik dan mudah dihilangkan).
− Flagel merupakan filamen yang mencuat dari sel bakteri dan berfungsi untuk
pergerakkan bakteri. Flagel merupakan bagian bakteri yang berbentuk seperti
benang dengan diameter 12-30 nanometer dan umumnya mengandung protein
yang disebut dengan flagelin.
− Filamen aksial (endoflagela) merupakan kumpulan benang pada ujung sel di
bawah selaput luar sel dan berpilin membentuk spiral pada sekeliling sel.

17
Universitas Sumatera Utara

− Fimbria (jamak: fimbriae) adalah golongan protein yang disebut lektin yang
dapat mengenali dan terikat pada residu gula khusus pada polisakarida
permukaan sel.
− Pili (tunggal: pillus) berperan khusus pada transfer molekul genetika (DNA)
dari satu bakteri ke bakteri lainnya pada peristiwa konjugasi.
− Dinding sel merupakan struktur kompleks dan berfungsi sebagai penentu
bentuk sel, pelindung sel dari kemungkinan pecah ketika tekanan air di dalam
sel lebih besar dibandingkan di luar sel (Pratiwi, 2008). Selain sebagai
pelindung bakteri, dinding sel juga memiliki peran dalam proses pembelahan
sel, melaksanakan biosintesis sendiri unutk membentuk dinding sel, beberapa
lapisan tertentumerupakan determinan antigentik dari bakteri tersebut sehingga
dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi jenis bakteri secara serologi (Radji,
2009).
c. Struktur internal bakteri
Struktur di dalam dinding sel bakteri disebut juga dengan struktur internal
sel bakteri. Struktur internal bakteri yang meliputi:
− Membran plasma (inner membrane) adalah struktur tipis yang terdapat di
sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel yang tersusun atas
fosfolipid berlapis ganda dan protein yang membentuk model mosaik cairan.
− Nukleoid (daerah inti) yang mengandung kromosom bakteri.
− Ribosom yang berperan pada sintesis protein
− Badan inklusi yang merupakan organel penyimpan nutrisi
− Endospora (resting cell) yaitu struktur dengan dinding tebal dan lapisan
tambahan yang dibentuk disebelah dalam membran sel (Pratiwi, 2008).

18
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Fase pertumbuhan
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu
− Fase lag yang merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak ada peningkatan jumlah
sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada
kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Pada
− Fase log merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada
kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media,
dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa
yang bertambah secara eksponensial. Fase ini sangat bergantung terhadap
nutrisi dalam media.
− Fase stationer adalah fase dimana pertumbuhan mikroorganisme terhenti dan
terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang
mati. Kematian sel diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui
pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepasakan oleh sel-sel
mati karena mengalami lisis.
− Fase dead adalah fase dimana jumlah sel yang mati meningkat. Faktor
penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan
yang toksik sehingga bakteri dalam biakan tidak mampu membentuk sel-sel
baru, bertumbuh dan membelah. Zat-zat toksik yang dihasilkan dari proses
metabolisme

mikroorganisme

pertumbuhannya

yang

akan

menyebabkan

tertimbun

dang

kematian

menghambat

terhadap

sel-sel

mikroorganisme. Untuk organisme aerob, nutrisi yang membatsi pertumbuhan
adalah biasanya adalah oksigen (Pratiwi, 2008).

19
Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Faktor-faktor lingkungan pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh faktor fisik pada
pertumbuhan dan faktor kimia pada pertumbuhan (Pratiwi, 2008).
1. Pengaruh faktor fisik pada pertumbuhan
a. Temperatur
Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi
kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperatur yang sangat tinggi akan
terjadi denaturasi protein yang bersifat ireversibel, sedang pada temperatur yang
sangat rendah aktivitas enzim akan berhenti. Pada temperatur pertumbuhan
optimal akan terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel
yang maksimal.

Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:
− Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada temperature maksimal 200C,
optimal 0-150C.
− Bakteri psikrofil fakultatif, yaitu bakteri yang tumbuh pada temperatur
maksimal 30oC, optimal 20-30oC, serta dapat tumbuh pada 0oC.
− Bakteri termofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada temperatur minimal 45oC,
optimal 55-60oC, optimal 55-65oC, maksimal pada temperatur 100oC.
− Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada temperatur minimal 1520oC, maksimal 45oC, optimal pada 20-45oC (Pratiwi, 2008)
b. pH
pH merupakan indikasi penurunan ion hidrogen, peningkatan dan
penurunan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan timbulnya ionisasi
gugus-gugus dalam protein, asam amino, dan karboksilat. Hal ini dapat

20
Universitas Sumatera Utara

menyebabkan

denaturasi

protein

yang

mengganggu

pertumbuhan

sel.

Mikroorganisme asidofil tumbuh pada kisaran pH 1,0-5,5; mikroorganisme
neutrofil tumbuh pada kisaran pH 5,5-8,0; mikroorganisme alkalofil tumbuh pada
pH 8,5-11,5 sedangkan mikroorganisme alkalofil eksterm tumbuh pada pH
kisaran ≥10 (Pratiwi, 2008).
c. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen, dikenal mikroorganisme yang bersifat
aerob dan anaerob. Mikroorganisme aerob memerlukan oksigen untuk bernafas,
sedangkan mikroorganisme anaerob tidak memerlukan oksigen, adanya oksigen
justru akan menghambat pertumbuhannya (Pratiwi, 2008).
2. Pengaruh faktor kimia pada pertumbuhan
a. Zat makanan (nutrisi)
Kebutuhan nutrisi bervariasi antarspesies dan dapat pula berubah dalam
spesies yang sama akibat mutasi. Organisme prototroph merupakan organisme
yang menggunakan semua nutrisi yang dibutuhkan oleh hampir semua spesies
yang sama. Organisme auksotrof merupakan organisme yang tidak mampu
menyintesis nutrisi esensial yang dibutuhkan sehingga membutuhkan precursor
dari lingkungannya. Selain itu, organisme dapat juga dibedakan berdasarkan
kemampuan untuk mensintesis kebutuhan akan nutrisinya yaitu organisme
autrotof (dapat berfotosintesis) dan heterotrof (tida berfotosintesis) (Pratiwi,2008).
Kebanyakan bakteri memerlukan zat-zat anorganik seperti garam-garam
yang mengandung natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg), besi (Fe), klor
(Cl), sulfur (S), dan fosfor (P), sedang beberapa spesies tertentu masih
membutuhkan tambahan mineral seperti mangan (Mn) dan molybdenum (Mo)
(Dwijoseputro,1978).
21
Universitas Sumatera Utara

b. Media kultur
Bahan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri di laboratorium
disebut media kultur. Berdasarkan konsistensi media kultur dikelompokkan
menjadi media cair (liquid media) yang merupakan ekstrak kompleks material
biologis dan media padat (solid media) yang menggunakan bahan pembeku
(solidifying agent), misalnya agar dari kompleks polisakarida yang berasal dari
alga merah (red algae) (Pratiwi,2008). Sejumlah bakteri yang diinokulasikan pada
sebuah media kultur disebut inokulum. Bakteri yang tumbuh dan berkembang
biak dalam media perbenihan itu disebut biakan bakteri (Radji, 2009)
Media kultur yang digunakan menurut Radji (2009) harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Harus mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan
dibiakan.
2. Kelembapan harus cukup, pH sesuai, dan kadar oksigen cukup baik.
3. Media perbenihan harus steril dan tidak mengandung mikroorganisme lain.
4. Media diinkubasi pada suhu tertentu.
2.5.4 Jenis-jenis Bakteri
a. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri berbentuk batang dengan
ukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal,
berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa
termasuk bakteri Gram negatif. Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif,
oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi
glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan
mempunyai flagel monotrika sehingga selalu bergerak (Mayasari, 2006).
22
Universitas Sumatera Utara

Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia.
Bakteri ini kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi
apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, Bakteri ini disebut
patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan
inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia
yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus normal dan pada kulit
manusia (Mayasari, 2006).
b. Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus merupakan bakteri Gram positif yang hidup sebagai flora
normal pada kulit seperti, Staphylococcus epidermidis yang dapat hidup sebagai
flora normal di tubuh, seperti pada hidung, tenggorokan, rambut dan kulit tetapi
juga dapat menimbulkan infeksi ringan serta pembentukan abses serta dapat
berifat patogen jika sistem imunitas lemah (Radji,2013). Bakteri Staphylococcus
epidermidis adalah bakteri berbentuk bulat seperti rantai. Staphylococcus
epidermidis merupakan kelompok koagulase negative staphylococci (CoNS) dan
merupakan bakteri yang tidak berbahaya jika diluar tubuh tetapi sangat berbahaya
jika mencapai organ dalam tubuh manusia (Pinhero, 2008).
Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang paling banyak
menyebabkan infeksi nosokomial baik pada neonatal maupun pada orang dewasa
didunia (Strateva, et al., 2009 dan Villari, et al., 2000). Bakteri ini biasanya
dijumpai pada aliran darah (33,3%), kateter pada organ jantung (17,3%), mata
(24,7%), pembuluh endotracheal atau pada bronchial (18,5%), dan cairan tubuh
lainnya (6,2%). Bakteri ini menyebabkan infeksi nosokomial 30,4% sedangkan
Staphylococcus aureus 27,2% dari seluruh infeksi, Klebsiella pneumoniae 16,3%
dan Candida albicans 9,2% (Villari, et al., 2000).
23
Universitas Sumatera Utara

2.1 Aktivitas Antibakteri
Aktifitas antibakteri dari asam lemak dipengaruhi oleh pH yang merupakan
faktor penentu bakteri dapat mati atau hanya terinaktivasi. pH dari asam lemak
rantai pendek (asam kaproat, asam kaprilat, dan asam kaprat) yang berfungsi baik
sebagai antimikroba adalah 6,5-7,5. Namun untuk asam lemak rantai sedang
(asam laurat dan asam miristat), pH minimum 6,5 sudah mampu membunuh
bakteri (Syah, 2005).
Aktivitas antibakteri dari asam lemak dan derivatnya seperti pada ester
monogliserol dan ester alcohol di pelajari sejak tahun 1970. Dilaporkan bahwa
aktivitas antibakteri dari asam lemak dipengaruhi oleh panjang rantai dan
ketidakjenuhan rantai karbon. Asam lemak jenuh seperti asam laurat (C12:0)
adalah yang paling aktif dalam melawan Gram positif mikroorganisme. Asam
monoenoat (C18:1) lebih aktif dalam menghambat bakteri dibandingkan asam
lemak jenuh palmitat (C16:0), tetapi aktivitas asam dienoat (C18:2) kurang baik
dibandingkan asam monoenoat dan asam palmitat. Ester monogliserol, laurat
monogliserol (monolaurin) paling aktif aktivitasnya terhadap bakteri

tetapi

digliserida dan trigliserida tidak memiliki aktifitas antibakteri (Kabara, et al., 1972
dan Conley, et al., 1973)
Menurut Ditjen POM (1995) ada dua metode yang dapat digunakan untuk
penentuan aktivitas antibakteri dari suatu zat. Yang pertama yaitu penentuan
aktivitas antibakteri dengan menggunakan lempeng silinder. Berdasarkan difusi
antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam
cawan petri sehingga bakteri yang ditambahkan akan dihambat pertumbuhannya
pada daerah berupa lingkaran atau zona bening disekeliling silinder yang berisi
larutan antibiotik. Metode kedua yaitu penentuan dengan cara menggunakan
24
Universitas Sumatera Utara

tabung atau turbidimetri. Metode ini berdasarkan atas hambatan pertumbuhan
biakan mikroba dalam larutan media cair yang dapat menumbuhkan mikroba
dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik. Aktivitas asam lemak dari berbagai
literatur pada bakteri dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Aktivitas antibakteri asam lemak jenuh dan tidak jenuh dari berbagai
literatur.
Bakteri
Gram
Positif

Asam lemak
C20:4n-6
C10:0, C12:0
C10:0, C12:0, C14:0, C16:1
C15:0, C16:0, C17:0, C18:0,
C18:1, C18:4, C20:4, C20:5,
C22:0, C22:4, C22:5
Gram
C8:0, C10:0, C12:0, C14:0, C16:0,
Negatif
C18:0, C18:1, C18:2, C18:3
C10:0, C12:0, C14:0, C14:1,
C16:0, C16:1, C18:1, C18:2,
C18:3
C8:0, C9:0, C10:0, C11:0, C12:0,
C13:0, C14:0, C14:1n-5, C16:1n7, C16:1n-7t, C18:2n-6, C18:3n-3,
C18:3n-6, C20:1n-9, C20:3n-6,
C20:3n-3, C20:4n-6, C22:2n-6,
C22:3n-3, C20:4n-6, C22:6n-3
C16:1n-10
C15:0, C18:1, C18:4, C20:4,
C20:5, C22:0, C22:4, C22:5
Sumber : Debois dan Valerie (2009).

Sumber
Knapp and Melly (1986)
Bergsson et al. (1998)
Bergsson et al. (1999)
Benkendorff et al. (2005)

Galbraith et al. (1971)
Kabara et al. (1972)

Feldlaufer et al. (1993)

Wille dan Kydonieus (2003)
Benkendorff et al. (2005)

25
Universitas Sumatera Utara