Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%b/%b) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat

(1)

STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM

STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP

KERETAKAN SABUN MANDI PADAT

SKRIPSI

FAUZAN TAUFIK

070822032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP

KERETAKAN SABUN MANDI PADAT SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FAUZAN TAUFIK 070822032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK

PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP KERETAKAN SABUN MANDI PADAT

Kategori : SKRIPSI

Nama : FAUZAN TAUFIK

Nomor Induk Mahasiswa : 070822032

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui

Medan, Desember 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Firman Sebayang, MS Dr. Ribu Surbakti, MS

NIP. 195607261985031001 NIP. 194507061980031001

Diketahui/Disetujui Oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP

KERETAKAN SABUN MANDI PADAT SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2011

Fauzan Taufik 070822032


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Drs. Firman Sebayang, MS, dan Dr. Ribu Surbakti, MS selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan dan masukan yang telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua Departemen Kimia Dr. Rumondang Bulan, MS., Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, pegawai Departemen Kimia FMIPA USU, dan rekan-rekan mahasiswa selama kuliah di Kimia Ekstensi. Akhirnya, tidak terlupakan kepada bapak, ibu dan semua keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.


(6)

ABSTRAK

Sifat kimia seperti titer point (titik beku), bilangan iodine, perbandingan campuran dari berbagai minyak atau lemak adalah parameter kunci untuk dapat memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan. Sifat kimia seperti titer point, bilangan iodin, campuran minyak (oil blend) adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sabun. Penelitian diawali dengan proses pembuatan sabun, yaitu sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan NaOH dengan perbandingan 3:1 (kg/kg) dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan dibuat. Faktor pertama dimana persentase palm stearine dibuat tetap yaitu 70%, sementara persentase palm oil dan palm kernel oil dibuat berubah. Dan faktor kedua persentase palm oil dibuat tetap yaitu 60%. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle setelah melalui tahap proses pengeringan, kemudian ditambahkan beberapa zat aditif dengan jumlah dan komposisi yang sama pada mesin pencampur (mixer) kemudian diteruskan ke pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan sabun yang diinginkan. Setelah sabun diperoleh, kemudian dilakukan analisis sifat kimia seperti titer point, bilangan iodine dengan menggunakan sampel berupa fatty acid (asam lemak). Selanjutnya dilakukan tes cracking terhadap sabun dengan variasi oil blend. Dari hasil penelitian diperoleh campuran minyak 60/15/25 (PO/PS/PKO) dengan bilangan iodine 40,01 (cg I2/gr sampel), dan titer point

42,20C yang direkomendasikan untuk mencegah keretakan sabun dan dapat disimpulkan bahwa perbandingan campuran minyak dapat mempengaruhi keretakan sabun. Dimana sabun dengan komposisi palm stearine nya sebesar 70% menyebabkan cracking (keretakan), sedangkan sabun yang mengandung palm oil sebesar 60% tidak menyebabkan cracking (keretakan).


(7)

STUDY COMPARISON OF OIL BLEND PALM OIL/PALM STEARINE/ PALM KERNEL OIL (%b/%b) TO CRACKING OF

SOLID TOILET SOAP ABSTRACT

Chemical characteristics like as, Titer Point, Iodine Value, comparison of mixture from various fat or oil is keys parameter to be able to obtain soap with expected quality. Chemical characteristic like point titer is one from so much a lot influence from factors which obliged in making of soap. This study started with process of soap, that soap made through by saponification process between of oil and NaOH with comparison 3 : 1 in a reactor at temperature ± 1250C. Oil which reacted is mixture from some oil raw materials like Palm Oil ( PO), Palm Stearine ( PS), and Palm Kernel of Oil ( PKO) with comparison of oil which reacted is different each other as according to formulasi which have been specified for soap to produce. First factor where percentage of palm stearine made remain 70%, whereas percentage of palm oil and of palm kernel of oil made to change. And second factor is percentage of palm oil made remain 60%. Soap which have been formed in the form of soap noodle after drying process, then added by some additive in the same compositions and amount at mixer (mixing process), then distribute to stamping machine of soap (stamping process) so that formed soap bar or form that we wanted. After soap obtained, then analyse of chemical characteristics like titer point, iodine value by using sampel in the form of fatty acid. And then conducted cracking test to soap with variation of oil blend. From this research result obtained oil mixture 60/15/25 ( PO/PS/PKO) with iodine value 40.01 (cg I2/gr sample), and titer point 42.20C were recommended to prevent

cracking of soap and can be concluded that comparison of oil mixture can influence cracking of soap. Where soap with the composition of palm stearine of equal to 70% causing cracking, while soap concidering oil palm equal to 60% do not cause cracking.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii-ix

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Daftar Istilah xiii

Daftar Singkatan xiv

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Lokasi Penelitian 4

1.7 Metodologi Penelitian 4

Bab2 Tinjauan Pustaka

2.1 Sejarah Sabun 7

2.2 Saponifikasi 8

2.3 Sabun 9

2.3.1 Sifat-sifat Sabun 9

2.3.2 Kegunaan Sabun 10

2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran 10

2.3.4 Jenis-jenis Sabun 11

2.3.5 Metode-metode Pembuatan Sabun 12

2.3.5.1 Metode Batch 12

2.3.5.2 Metode Kontiniu 13

2.3.5.3 Metode Neat Soap 14

2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun Dalam Industri 16 2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak) 16

2.3.6.2 Netralisasi Neat Soap 19

2.3.6.3 Pengeringan Sabun 19

2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun 20

2.3.7 Flow Chart Pembuatan Sabun (Soap Noodle) Dalam Industri 20 2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum 21


(9)

2.4.1 Bahan Baku 22

2.4.1.1 Minyak atau Lemak 22

2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak 22

2.4.1.3 Alkali 27

2.4.2 Bahan Pendukung 28

2.4.2.1 Garam (NaCl) 28

2.4.2.2 Bahan Aditif 28

2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk) 29 2.4.2.2.2 Filler (Bahan Pengisi) 29

2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan 30

2.4.2.2.4 Zat Pewarna (Coloring Agent) 30 2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (Fragrances) 30 2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak Dalam Pembuatan Sabun 31

2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku 32

2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal 33

2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis 33

2.5.4 Kualitas Sabun yang Diinginkan 35

2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci (Laundry) 37 dan Sabun Mandi

2.7 Parameter Kunci Dalam Penentuan Kualitas Sabun 38

2.7.1 Bilangan Penyabunan 38

2.7.2 Bilangan Iodine (Iodine Value, IV) 38

2.7.2.1 Titrasi Iodometri 39

2.7.2.2 Standarisasi Larutan Tiosulfat 41 2.7.2.3 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung 42

2.7.2.4 Indikator Kanji (Amilum) 43

2.7.2.5 Natrium Tiosulfat 44

2.7.2.6 Kalium Dikromat 45

2.7.3 Faktor I.N.S (Iodine Number and Saponification) 45

2.7.4 Titer Point (Titik Beku) 46

2.7.5 Perbandingan Kelarutan (Solubility Ratio, SR) 47 2.7.6 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid, FFA) 47 2.7.7 Jumlah Asam Lemak (Total Fatty Acid, TFA) 48

2.7.8 Kadar Air (Moisture Content) 48

2.7.9 Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH 48

2.7.10 Garam (NaCl) 49

2.7.11 Keretakan (Cracking Phenomena) 49

2.8 Energi Disosiasi Ikatan 50

2.8.1 Pemaksapisahan Heterolitik 50

2.8.2 Pembelahan Homolitik 51

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 53

3.1.1 Alat-alat 53

3.1.2 Bahan-bahan 54

3.2 Prosedur Penelitian 62


(10)

3.2.2 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1N 63

3.2.3 Pembuatan Soap Noodle 63

3.2.4 Pembuatan Sabun Mandi Padat (Oil Blend 60/5/35 PO/PS/PKO) 64 3.2.5 Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi Padat 65 3.2.6 Penentuan Titer Point (AOCS Official Methods Da 13-48) 65

3.2.6.1 Preparasi Alat 65

3.2.6.2 Prosedur Penentuan Titik Beku (Titer Point) 66 3.2.7 Penentuan Bilangan Iodine (AOCS Official Methods Da 13-48) 66

3.2.7.1 Preparasi Sampel 66

3.2.7.2 Prosedur Penentuan Bilangan Iodine 67

3.2.8 Uji Keretakan (Cracking Test) 68

3.3 Bagan Penelitian (Flow Chart) 69

3.3.1 Flow Chart Pembuatan Soap Noodle 69

3.3.2 Flow Chart Pembuatan Sabun (Penyempurnaan Sabun) 71 3.3.3 Flow Chart Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi Padat 72 3.3.4 Flow Chart Penentuan Titer Point 72

3.3.4.1 Preparasi Alat 73

3.3.4.2 Penentuan Titik Beku (Titer Point) 73 3.3.5 Flow Chart Penentuan Bilangan Iodine 74

3.3.6 Uji Keretan (Cracking Test) 75

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Data Percobaan 76

4.2 Pembahasan 79

4.2.1 Perbandingan Campuran Minyak (Oil Blend) 79 4.2.2 Sifat Kepolaran dan Sifat Hidrofil Dari Asam Lemak 79

4.2.3 Bilangan Iodine Asam Lemak 81

4.2.4 Energi Disosiasi Ikatan 81

4.2.5 Titer Point (Titik Beku) Asam Lemak 82

4.3 Reaksi Percobaan 84

4.3.1 Reaksi Penyabunan (Saponifikasi) 84 4.3.2 Reaksi-reaksi Pada Penentuan Bilangan Iodine 85 Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 89

5.2 Saran 90

Daftar Pustaka 91

Lampiran 93


(11)

Halaman

Tabel 1.1 Variasi Persen Palm Oil Dalam Campuran Minyak (PO/PS/PKO) 6 Tabel 1.2 Variasi Persen Palm Oil Dalam Campuran Minyak (PO/PS/PKO) 6 Tabel 2.1 Sumber Asam Lemak dan Sifat Garam Natrium 26 Tabel 2.2 Titik Leleh Dari Beberapa Asam Lemak 27 Tabel 2.3 Perbandingan Harga Palm Stearine dan Tallow 33 Tabel 2.4 Sifat Sabun yang Dibuat Dari Minyak dan Lemak yang Berbeda 36 Tabel 2.5 Persentase Komposisi Kimia Dari Minyak dan Lemak yang 36

Umumnya Digunakan Dalam Sabun

Tabel 2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci dan Sabun Mandi 37 Tabel 2.7 Bilangan Penyabunan Dari Berbagai Jenis Minyak 38 Tabel 2.8 Bilangan Iodine Dari Berbagai Jenis Minyak 38 Tabel 2.9 Pengaruh Panjang Rantai dan Ketidakjenuhan Pada Sifat Sabun 39 Tabel 2.10 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung 42 Tabel 2.11 Nilai I.N.S Dari Berbagai Jenis Minyak 46 Tabel 2.12 Titer Point Dari Berbagai Jenis Minyak 47 Tabel 2.13 Range Titer Point Untuk Berbagai Jenis Sabun 47

Tabel 2.14 Energi Disosiasi Ikatan 52

Tabel 3.1 Tabel Berat Sampel Untuk Iodine Value yang Diharapkan 66 Tabel 4.1 Data Pengaruh Persen PO Terhadap Keretakan Sabun 76 Tabel 4.2 Data Pengaruh Persen PS Terhadap Keretakan Sabun 76 Tabel 4.3 Data Pengaruh Bilangan Iodine Terhadap Keretakan Sabun 77 Tabel 4.4 Data Pengaruh Titer Point Terhadap Keretakan Sabun 78 Tabel 4.5 Bilangan Iodine Dari Berbagai Jenis Minyak 81 Tabel 4.6 Titer Point Dari Berbagai Jenis Minyak 83


(12)

Halaman

Gambar 1. Soap Noodle 16


(13)

Halaman Contoh Perhitungan Formula Sabun Pada Pembuatan Sabun 93 Tabel 1 Bilangan Penyabunan dari Berbagai Jenis Minyak 96 Contoh Perhitungan Analisa Bilangan Iodine dari Variasi Oil Blend 98 Tabel 2 Hasil Analisa Bilangan Iodine dari Variasi Oil Blend 99 Hasil Uji Keretakan Terhadap Berbagai Variasi Oil Blend 101 Gambar 1 Oil Blend 60/5/35 (PO/PS/PKO) 101 Gambar 2 Oil Blend 60/10/30 (PO/PS/PKO) 103 Gambar 3 Oil Blend 60/15/25 (PO/PS/PKO) 105 Gambar 4 Oil Blend 60/20/20 (PO/PS/PKO) 107 Gambar 5 Oil Blend 60/25/15 (PO/PS/PKO) 109 Gambar 6 Oil Blend 60/30/10 (PO/PS/PKO) 111 Gambar 7 Oil Blend 60/35/5 (PO/PS/PKO) 113 Gambar 8 Oil Blend 5/70/25 (PO/PS/PKO) 115 Gambar 9 Oil Blend 20/70/10 (PO/PS/PKO) 117


(14)

Oil Blend : Campuran perbandingan beberapa komponen minyak

Titer Point : Titik dimana asam lemak (cair) berubah wujud menjadi padat Moisture Content : Kandungan air

Iodine Value : Bilangan Iodine, ukuran ketidakjenuhan dari minyak/lemak yaitu jumlah cg iodine yang diserap oleh 1 g minyak/lemak. Saponification Value : Jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g

minyak atau lemak.


(15)

AOCS : American Oil Chemist Standarization PORIM : Palm Oil Research Institute of Malaysia SNI : Standard Nasional Indonesia

SR : Solubility Ratio


(16)

ABSTRAK

Sifat kimia seperti titer point (titik beku), bilangan iodine, perbandingan campuran dari berbagai minyak atau lemak adalah parameter kunci untuk dapat memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan. Sifat kimia seperti titer point, bilangan iodin, campuran minyak (oil blend) adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sabun. Penelitian diawali dengan proses pembuatan sabun, yaitu sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan NaOH dengan perbandingan 3:1 (kg/kg) dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan dibuat. Faktor pertama dimana persentase palm stearine dibuat tetap yaitu 70%, sementara persentase palm oil dan palm kernel oil dibuat berubah. Dan faktor kedua persentase palm oil dibuat tetap yaitu 60%. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle setelah melalui tahap proses pengeringan, kemudian ditambahkan beberapa zat aditif dengan jumlah dan komposisi yang sama pada mesin pencampur (mixer) kemudian diteruskan ke pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan sabun yang diinginkan. Setelah sabun diperoleh, kemudian dilakukan analisis sifat kimia seperti titer point, bilangan iodine dengan menggunakan sampel berupa fatty acid (asam lemak). Selanjutnya dilakukan tes cracking terhadap sabun dengan variasi oil blend. Dari hasil penelitian diperoleh campuran minyak 60/15/25 (PO/PS/PKO) dengan bilangan iodine 40,01 (cg I2/gr sampel), dan titer point

42,20C yang direkomendasikan untuk mencegah keretakan sabun dan dapat disimpulkan bahwa perbandingan campuran minyak dapat mempengaruhi keretakan sabun. Dimana sabun dengan komposisi palm stearine nya sebesar 70% menyebabkan cracking (keretakan), sedangkan sabun yang mengandung palm oil sebesar 60% tidak menyebabkan cracking (keretakan).


(17)

STUDY COMPARISON OF OIL BLEND PALM OIL/PALM STEARINE/ PALM KERNEL OIL (%b/%b) TO CRACKING OF

SOLID TOILET SOAP ABSTRACT

Chemical characteristics like as, Titer Point, Iodine Value, comparison of mixture from various fat or oil is keys parameter to be able to obtain soap with expected quality. Chemical characteristic like point titer is one from so much a lot influence from factors which obliged in making of soap. This study started with process of soap, that soap made through by saponification process between of oil and NaOH with comparison 3 : 1 in a reactor at temperature ± 1250C. Oil which reacted is mixture from some oil raw materials like Palm Oil ( PO), Palm Stearine ( PS), and Palm Kernel of Oil ( PKO) with comparison of oil which reacted is different each other as according to formulasi which have been specified for soap to produce. First factor where percentage of palm stearine made remain 70%, whereas percentage of palm oil and of palm kernel of oil made to change. And second factor is percentage of palm oil made remain 60%. Soap which have been formed in the form of soap noodle after drying process, then added by some additive in the same compositions and amount at mixer (mixing process), then distribute to stamping machine of soap (stamping process) so that formed soap bar or form that we wanted. After soap obtained, then analyse of chemical characteristics like titer point, iodine value by using sampel in the form of fatty acid. And then conducted cracking test to soap with variation of oil blend. From this research result obtained oil mixture 60/15/25 ( PO/PS/PKO) with iodine value 40.01 (cg I2/gr sample), and titer point 42.20C were recommended to prevent

cracking of soap and can be concluded that comparison of oil mixture can influence cracking of soap. Where soap with the composition of palm stearine of equal to 70% causing cracking, while soap concidering oil palm equal to 60% do not cause cracking.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun mandi padat harganya relatif lebih murah. Sabun mandi padat memiliki kelemahan dari sisi keamanan jika dipakai bersama dan sulit untuk dibawa kemana-mana. Tetapi untuk pemakaian pribadi di rumah, sabun mandi padat sangat tepat untuk digunakan. (Anonimous, 2007)

Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk sabun yang beredar di pasaran hanya mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi, yaitu jumlah asam lemak minimum 71%, asam lemak bebas maksimum 2,5%, alkali bebas dihitung sebagai NaOH maksimum 0,1%, bagian zat yang tak terlarut dalam alkohol maksimum 2,5%, kadar air maksimum 15%, dan minyak mineral (negatif). Sementara sifat fisik sabun seperti daya membersihkan, kestabilan busa, kekerasan, dan warna belum memiliki standard. (pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI%2006-3532-1994.pdf)

Kriteria pemilihan minyak dan lemak sangat mungkin untuk mendapatkan sifat sabun yang optimum dari minyak yang diformulasikan. Faktor-faktor yang diharapkan oleh pembuatan sabun ketika pemilihan bahan-bahan yaitu : kualitas sabun yang diharuskan dalam hal warna, busa, kekerasan, kemampuan membersihkan, kelarutan. (Iftikhar Ahmad, 1981).


(19)

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing-masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam lauric) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan

begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-asam lemak yang digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangatsukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam-asam lemak tak

jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi.

Selain pemilihan minyak dan lemak, sifat kimia seperti titer point dan bilangan iodine juga merupakan faktor yang sangat berperan untuk memperoleh sifat sabun yang optimum. Selain itu juga dengan melakukan pencampuran atau perbandingan dari berbagai minyak atau lemak yang berbeda juga dapat memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan untuk mencegah terjadinya keretakan pada sabun (cracking). (Iftikhar Ahmad, 1981)

Keretakan dapat disebabkan sejumlah faktor seperti bentuk batangan (sabun), tingkat distorsi (penyimpangan) kekosongan selama pencetakan (stamping), komposisi jumlah bahan pewangi (fragrance) dan bahan-bahan aditif. Ada dua jenis cracking, dinamakan kering dan basah (dry cracking dan wet cracking). Cracking kering dikarenakan celah yang disebabkan oleh udara yang masuk ke dalam sabun selama tekanan akhir. Ini disebabkan sedikitnya vakum atau ketidakefisienan plodding. Cracking basah terjadi pada batangan sabun selama penggunaan untuk mencuci dan biasanya menimbulkan garis-garis keretakan pada batangan sabun. (Iftikhar Ahmad, 1981)


(20)

Fenomena keretakan sabun (cracking) merupakan satu dari sekian masalah yang cukup serius bagi pembuat sabun. Karena keretakan sabun dapat menimbulkan keluhan konsumen baik sebelum pemakaian maupun setelah pemakaian sabun. Maka untuk memperkecil keluhan konsumen dan berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%b/%b) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat”.

1.2 Permasalahan

Meneliti bagaimana pengaruh variasi campuran minyak atau oil blend (Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil) terhadap tingkat keretakan sabun (cracking), dan juga meneliti bagaimana pengaruh bilangan iodine, dan titer point (titik beku) terhadap keretakan sabun (cracking).

1.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi oleh :

1. Sampel yang digunakan adalah sabun mandi dari PT. Oleochem and Soap Industri.

2. Blending atau campuran minyak (%b/%b) yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah Palm Oil (PO) / Palm Stearin (PS) / Palm Kernel Oil (PKO). Dan variasi oil blend yang digunakan adalah 5/70/25, 10/70/20, 15/70/15, 20/70/10, 25/70/5, 60/5/35/, 60/10/30, 60/15/25, 60/20/20, 60/25/15, 60/30/10, 60/35/5. 3. Uji keretakan sabun (cracking test) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

cracking basah (wet cracking), yaitu sabun dipakai hingga beratnya berkurang ¼ dari berat awal, lalu direndam dalam air selama 1 jam, setelah itu diangkat dan


(21)

dikeringkan selama 24 jam. Dipastikan semua permukaan sabun kering, lalu dilihat keretakannya.

4. Jenis keretakan sabun (cracking) yang terdapat dalam studi ini adalah : none (tidak ada keretakan yang kelihatan), slight (sedikit retak), medium (keretakan tidak begitu parah), dan severe (keretakannya parah dengan kedalaman 2 mm).

1.4Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui penyebab dari keretakan sabun atau cracking yang ditinjau dari sifat kimia dari sabun (oil blend, bilangan iodine, dan titer point).

2. Memperoleh sifat (jenis) keretakan sabun atau cracking dari berbagai variasi campuran minyak (oil blend) yang dipakai dalam pembuatan sabun.

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi berapa perbandingan campuran minyak atau oil blend yang sesuai yang dianjurkan dalam proses pembuatan sabun untuk mencegah terjadinya keretakan sabun. Selain itu hal yang paling utama yaitu memperkecil keluhan konsumen terhadap keretakan sabun sebelum maupun sesudah pemakaian.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium PT. Oleochem and Soap Industri, KIM II, Mabar.


(22)

Penelitian ini adalah hasil studi laboratorium. Diawali dengan proses pembuatan sabun di plant produksi, sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan NaOH dengan perbandingan 3 : 1 dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak (dalam satuan %b/%b) seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle setelah melalui proses pengeringan (drying) kemudian ditambahkan beberapa zat aditif dengan jumlah dan komposisi yang sama pada alat pencampur (mixing) kemudian diteruskan ke alat pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan sabun yang diinginkan. Dalam penelitian ini bentuk batangan sabun, berat sabun, komposisi dan jumlah bahan aditif ditentukan (dibatasi). Kemudian sabun yang telah diperoleh dengan beberapa variasi oil blend dilakukan analisis sifat kimia seperti bilangan iodin dengan menggunakan metode sikloheksana (cyclohexane method) dan titik beku (titer point) yang terlebih dahulu diperoleh asam lemak (fatty acid) nya, juga sifat fisik seperti keretakan sabun yaitu dalam hal ini keretakan basah (wet cracking).

Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel, yaitu sebagai berikut :

1. Variabel bebas (berubah), yaitu variabel yang mempunyai pengaruh terhadap penelitian, dalam hal ini adalah variasi Palm Oil (PO) atau Palm Stearine (PS) , Palm Kernel Oil (PKO).

2. Variabel tetap, yaitu variabel yang dibuat tetap (tidak berubah) agar tidak menyebabkan terjadinya perubahan pada variabel terikat. Yang menjadi variabel tetap dalam penelitian ini adalah jenis sabun yang digunakan dalam uji cracking meliputi (komposisi jumlah bahan aditif dalam sabun, bentuk batangan sabun, berat sabun), tekanan dan suhu pada vakum stamping (pada proses pencetakan sabun). Suhu perendaman, lama perendaman sampel, dan waktu pengeringan selama melakukan uji keretakan (cracking test) pada sabun.

3. Variabel terikat, yaitu variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan, yaitu : bilangan iodine, titer point (titik beku), dan keretakan sabun (wet cracking).


(23)

Adapun perulangan yang dilakukan adalah :

1. Faktor 1 : Variasi persen palm oil dalam komponen campuran minyak (oil blend, PO/PS/PKO) yaitu : 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Dimana persentase palm stearine dibuat tetap yaitu 70%, seperti ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Variasi Persen Palm Oil (PO) dalam Komposisi Campuran Minyak (PO/PS/PKO)

Palm Oil (PO) Palm Stearine (PS) Palm Kernel Oil (PKO)

5 70 25

10 70 20

15 70 15

20 70 10

25 70 5

2. Faktor 2 : Variasi persen palm stearine dalam komponen campuran minyak (oil blend, PO/PS/PKO) yaitu : 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%. Dimana persentase palm oil dibuat tetap yaitu 60%, seperti ditunjukkan pada tabel 1.2 berikut :

Tabel 1.2 Variasi Persen Palm Stearine dalam Komposisi Campuran Minyak (PO/PS/PKO)

Palm Oil (PO) Palm Stearine (PS) Palm Kernel Oil (PKO)

60 5 35

60 10 30

60 15 25

60 20 20

60 25 15

60 30 10


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Sabun

Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa.

Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni.

Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.

Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual


(25)

dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah

Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi kuno. Nama Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci pakaian di sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah asal usul sabun dimulai.

2.2 Saponifikasi

Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun KOH dan K2CO3. Ada dua produk yang

dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan sabun, anatara lain : minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit (palm oil), minyak kedelai (soybean oil) dan lain-lain. Masing-masing mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan. (Wikipedia, 2007)


(26)

2.3 Sabun

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat

dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.1 Sifat – sifat Sabun

1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.


(27)

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat

hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16

(larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar). Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar).

2.3.2 Kegunaan Sabun

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :

1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.

2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran

Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik membentuk permukaan misel yang berhadapan dengan air. Pada sabun biasa, bagian luar


(28)

dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat keliling setiap misel.

Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara singkat cara kerja sabun sebagai penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain.

2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.

3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

2.3.4 Jenis-jenis Sabun

Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat dengan beberapa cara. Sabun batangan yang ada di pasaran terdidri dari sabun mandi kecantikan, sabun kesehatan atau sabun anti bakteri, sabun cair, dan sabun untuk air sadah. Beberapa persamaan terjadi karena sabun kesehatan batangan kesehatan mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran lemak (stearine) dan minyak kelapa (coconut natural oil atau CNO) dengan perbandingan 80/20 atau 90/10, dan sabun yang mempunyai lemak yang berlebih mempunyai perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam lemak bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti Triclosan dan Tri Chloro Carban (TCC) yang merupakan dua senyawa yang banyak digunakan sebagai antimicrobial.


(29)

Penggunaanya secara khas yaitu 0,3-1,0% untuk triclosan, dan 1,0-1,5% triclorocarban. Keduanya termasuk kedalam amulgator dan dan dapat terdispersi atau terlarut dalam pelarut yang sesuai, seperti parfum.

Pada umumnya sabun yang akan diperdagangkan mengandung 10 sampai 30% air, dan jika sabun kekurangan air maka akan sulit larut. Hampir semua sabun memiliki parfum. Hal ini untuk menghilangkan aroma sabun yang asli. Sabun mandi dibuat dengan bahan pilihan yang mengandung 10-15% pelembab.

Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi kecantikan adalah suatu produk sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh dengan formulasi yang sesuai untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang sangat diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan mempertahankan kelembaban kulit serta membantu pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel kulit. Pada sabun kecantikan busa harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis Spitz, 1996).

2.3.5 Metode - metode Pembuatan Sabun

Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode-metode, yang mana metode-metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing.

2.3.5.1 Metode Batch

Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih


(30)

lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.5.2 Metode Kontiniu

Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontiniu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian

dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.

pembuatan-sabun)

Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak) dengan kaustik soda secara langsung untuk menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini hampir sama dengan proses menggunakan ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara kontiniu sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.

Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun dimana trigliserida (lemak/minyak), kaustik soda, larutan elektrolit berupa garam natrium dan alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di dalam autoklaf, dipanaskan dan diaduk pada suhu 1200C dan tekanan 2 Atm. Lebih dari 99.5% lemak berhasil disaponifikasi pada proses ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan dalam sebuah pendingin berpengaduk dengan suhu 85-900C. Disini hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya yaitu sabun dan lye.

Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk mengontrol viskositas larutan. Larutan garam NaCl adalah elektrolit yang biasa digunakan untuk mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian komponen ini diumpan ke turbidisper.


(31)

Turbidisper, mikser, pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam turbidisper yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper, campuran sabun, asam lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran dibagian samping mixer untuk diumpan kembali ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke mixer diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan.

Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum dan zat aditif lainnya dalam mixer. Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun tersebut merupakan tahap terakhir penyelesaian pembuatan sabun. (Luiz Spitz, 1996)

2.3.5.3 Metode Neat Soap

Dalam metode ini turunan trigliserida murni dipanaskan pada mixer dengan jacket panas. Separuh dari jumlah total alkali yang digunakan diumpankan secara perlahan-lahan dengan laju alir volume sekitar 200 ml/15-20 menit. Sisanya kemudian ditambahkan bersamaan dengan EDTA (ethylene diamine tetra acetat) dan natrium klorida. Natrium klorida ditambahkan untuk mengurangi viskositas dari neat soap. EDTA digunakan sebagai zat anti oksidan dan juga sebagai pencegah kontaminasi logam dalam neat soap. Dalam reaksi netralisasi asam lemak untuk menghasilkan sabun, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu :


(32)

1. Suhu Operasi. Suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi tetapi dengan pengadukan yang lambat. Selain itu, juga dapat meningkatkan selektivitas. Biasanya, suhu operasi antara 80-950C.

2. Tekanan Operasi. Peningkatan tekanan akan meningkatkan kinetika reaksi tetapi menurunkan selektivitas.

3. Pengadukan. Meningkatkan kecepatan pengadukan akan dapat meningkatkan kecepatan reaksi dan penurunan selektivitas yang besar.

4. Katalis. Penambahan katalis dapat meningkatkan kinetika reaksi dan sedikit memperkecil selektivitas.

Neat soap yang dihasilkan mengandung 60% total fatty matter (TFM), diperoleh melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut :

1. Pengeringan. Neat soap dikeringkan untuk mengurangi kandungan airnya sebesar 10-15 %. Jika kandungan air terlalu tinggi maka proses terlalu padat sehingga proses berjalan lambat.

2. Pemurnian . Sabun Neat soap yang sudah dikeringkan akan dimurnikan dengan menggunakan roll mill, plodder atau kombinasi keduanya. Dalam tahapan ini, neat soap dimanipulasi kedalam bentuk yang diinginkan, dihomogenkan agar terbentuk struktur sabun yang kristal. Kemudian sabun dipadatkan dengan plodder.

3. Pemotongan dan pembungkusan. Proses selanjutnya adalah pemotongan sabun kedalam bentuk noodle-noodle soap untuk selanjutnya dibungkus atau diolah ke tahapan berikutnya.

4. Pengolahan Noodle Soap. Perusahaan sabun biasanya membeli bahan baku sabun dalam bentuk noodle soap dan kemudian diolah oleh perusahaan tersebut ke tahapan pengolahan berikutnya, seperti pemberian warna, pengharum, dan komponen lain yang dapat menjadikan sabun sebagai merk dagang. Yang pertama dilakukan dalam memproduksi noodle soap untuk memenuhi kebutuhan perusahaan sabun adalah sabun dipadatkan dan dibuat berbentuk silinder padat dan kemudian dibungkus. Spesifikasi


(33)

noodle soap yang diproduksi biasanya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perusahaan sabun yang akan menggunakannya sebagai bahan baku, bentuknya pun dibuat sedemikian rupa agar kelihatan bagus seperti toilet soap, laundry soap, translucent soap dan lain-lain.

Gambar 1. Contoh Soap Noodle

2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun dalam Industri 2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak)

Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor pada suhu ± 1250C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan NaOH dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak setimbang sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama 10 menit dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor.

Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan) diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit sehingga hasil reaksi antara minyak dan NaOH mudah dipisahkan pada proses selanjutnya.


(34)

Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan %b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil, palm stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Setelah reaksi sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan antara sabun dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi ini yang dijadikan sebagai bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut dengan spent lye dengan kemurnian gliserin 20-30%.

Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian dilanjutkan atau dimasukkan ke washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang terkandung di dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh lye (larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn ini terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem and

Soap Industri, 2010)

Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

RCOOCH2 CH2OH

reaksi eksotermik

RCOOCH + 3 NaOH 3 RCOONa + CHOH

RCOOCH2 CH2OH

Minyak/ Natrium Sabun Gliserol

Lemak Hidroksida

(Garam Natrium)


(35)

Reaksi saponifikasi dari Tallow, yang diwakili oleh asam stearat, dan palm stearine yang diwakili oleh asam palmitat, seperti halnya hasil teori dari sabun dan gliserol dapat dengan baik dijelaskan dengan persamaan kimia di bawah ini :

CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH

CHOOC -(CH2)16-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)16COONa

CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH

Tristearine Natrium Gliserol Natrium

Hidroksida 10.33% Stearat

CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH

CHOOC -(CH2)14-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)14COONa

CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH

Tripalmitin Natrium Gliserol Natrium

Hidroksida 11.41% Palmitate

Asam palmitat hasil gliserol nya lebih tinggi ( 11.41% ) dibandingkan dengan asam stearat ( 10.33%). Oleh karena itu, palm sterine akan menghasilkan jumlah gliserol lebih tinggi daripada tallow, karena kandungan asam stearat yang lebih tinggi dalam molekulnya.

Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan sabun seperti laju penyabunan, jumlah alkali yang dibutuhkan untuk saponifikasi dan kekuatan


(36)

elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun setengah jadi dan gliserin yang bervariasi. (Iftikhar Ahmad, 1980)

2.3.6.2Netralisasi Neat Soap (Sabun Hasil Saponifikasi)

Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn selanjutnya dimasukkan ke Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat soapnya. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing coloumn sedangkan sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur adalah Palm Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO ditambahkan dengan tujuan untuk memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat soap sebesar 0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke Crutcher. Didalam crutcher ini neat soap masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian diaduk agar homogen kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

2.3.6.3 Pengeringan Sabun

Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying) dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat Exchanger (HE) dengan speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan tekanan 1,5 bar. Disetting secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka saatnya diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar jangan sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian disimpan dalam suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem & Soap Industri, 2010)

Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat


(37)

digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada dryer sistem tunggal.

2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun

Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran sabun ini klemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.


(38)

2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum

Dibawah ini adalah proses saponifikasi yang biasanya digunakan untuk pembuatan sabun:

( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Minyak atau lemak tumbuhan /hewan Fuller's Earth

Pemurnian ( Perlakuan awal ) Caustic Soda

Proses Penyabunan Natrium Chlorida

Pemisahan

Sabun Dadih Glycerine Mentah

Fitting Pemurnian

Neat Soap Glycerine Murni

Pengeringan, Pemotongan

Aditif /Pengisi Powdered


(39)

2.4 Bahan Pembuatan Sabun 2.4.1 Bahan Baku

2.4.1.1 Minyak atau Lemak

Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.

Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada

temperatur tinggi.

2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak

Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :


(40)

1. Tallow ( Lemak Sapi )

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodine. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.

2. Lard ( Lemak Babi )

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

3. Palm Oil ( Minyak Sawit )

Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah sawit. Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.


(41)

4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )

Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1-0,4%.

7. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.


(42)

8. Castor Oil ( Minyak Jarak )

Biji tanaman jarak terdiri dari 75% daging biji, dan 25% kulit. Daging biji jarak ini bisa memberikan rendemen 54% minyak. Minyak yang dihasilkan dari biji tanaman jarak dikenal sebagai minyak jarak. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan

176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang terdapat pada gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi sabun bila direaksikan dengan kaustik dan reaksi tersebut dikenal dengan saponifikasi. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (G. Brown, 1973)

9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun.

(http://albahar.wordpress.com/2007/06/13/keistimewaan-minyak-zaitun)

10.Campuran Minyak dan Lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan


(43)

stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

Tabel 2.1. Sumber Asam Lemak dan Sifat Garam Natrium

SIFAT GARAM NATRIUM

Jenis Rumus Sumber Utama Kekerasan Kelarutan Kinerja Daya Daya Membersihkan

Asam Lemak Molekul Sabun dalam air dalam air keras Busa

Air Dingin Air Hangat Air Panas

ASAM LEMAK JENUH :

Lauric C11H23COOH Minyak kelapa, PKO √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√

Miristat C13H23COOH Minyak kelapa, PKO √√√ √√√ √√ √√ √√ √ √

Palmitat C15H31COOH Palm Stearin, Palm Oil, √√√ √√ √√ √ √ √ √√

Tallow, Rice Bran Oil,

Cottonseed Oil

Stearat C17H35COOH Tallow √√√ √√ √ x x √ √√√

ASAM LEMAK TAK JENUH :

Oleat C17H33COOH Semua minyak sayur, √ √√ √√ - - - -

Palm Stearin, Palm Oil,

Tallow dan teaseed oil

Linoleat C17H31COOH Cottonseed, Jagung, x √√√ - - - - -

kacang, ricebran, rubber-

seed, safflower, kedelai

minyak bunga matahari

Linolenat C17H30COOH Kedelai, ricebran, x √√ - - - - -

cottonseed, minyak-

bunga matahari

Ricinoleat C17H32(OH)COOH Castor Oil √√ √√ - √ √ √ √

Keterangan : √√√ : Sangat Baik

√√ : Baik

√ : Cukup

(Iftikhar Ahmad, 1981)

Tabel 2.2 menunjukkan titik leleh dari daftar asam lemak yang pada umumnya ditemukan dalam bentuk asam karboksilat dan gliserol dalam lemak dan minyak. Komponen asam lemak yang umumnya ditemukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan merupakan trigliserida yang mengandung atom karbon dengan jumlah yang sama dalam rantai


(44)

hidrokarbon yang tidak mempunyai cabang. Rantai hidrokarbon yang panjang dari asam lemak mungkin dalam bentuk jenuh atau mengandung satu atau lebih karbon-karbon ikatan rangkap. (Ralph J. Fessenden, 1982)

Tabel 2.2. Titik Leleh dari Beberapa Asam Lemak

Jenis Asam Lemak Jumlah

Atom C Formula

Titik Leleh (oC)

Asam Lemak Jenuh :

Laurat 12 CH3(CH2)10COOH 44

Myristat 14 CH3(CH2)12COOH 58

Palmitat 16 CH3(CH2)14COOH 63

Stearat 18 CH3(CH2)16COOH 70

Arachidat 20 CH3(CH2)18COOH 75

Asam Lemak Tidak Jenuh :

Palmitoleat 16 CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH 32

Oleat 18 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH 7

Linoleat 18 CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH -5

Linolenat 18 CH3(CH2)CH=CH-CH2CH=CHCH2-CH=CH(CH2)7-COOH -11

Arachidonat 20 CH3(CH2)4(CH=CHCH2)4CH2CH2COOH -50

2.4.1.3 Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol, monoethanolamine,

dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang

biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu

soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun


(45)

yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

2.4.2 Bahan Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.

2.4.2.1 Garam ( NaCl )

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

2.4.2.2 Bahan Aditif

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum.


(46)

2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)

Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Umumnya yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.4.2.2.2 Filler ( Bahan Pengisi )

Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya supaya lebih murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang memperoleh sabun yang , berwarna putih, gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam air panas dan dingin. TiO2 ada dalam tiga kristal : anatase, brookit, dan rutile. Biasanya

diperoleh secara sintetik.

Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit, plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil terhadap perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole hidrogen dan karbon monoksida. Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih

yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi tinggi dan non toksik. (Supena, 2007)

Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek


(47)

ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam

air.

2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan

EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus, selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode titriametil. (Supena, 2007)

Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid Kurnia, 2009)

2.4.2.2.4 Bahan Pewarna (Coloring Agent)

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (fragrances)

Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal


(48)

dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9 g/ml. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak dalam Pembuatan Sabun

Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (fatty acid) yang digunakan untuk membuat sabun diperoleh dari minyak dan lemak yang berasal dari sayuran atau hewan. Biaya produksi dan sifat karakteristik dari sabun sebagian besar tergantung pada jenis dan sifat dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena konstituennya lebih dari 90% dari bahan baku ini.

Pertimbangan ketika memilih suatu campuran lemak untuk pembuatan sabun, bahwa harus mengandung perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang tepat, panjang dan pendeknya rantai asam lemak untuk memberikan kualitas yang diharapkan seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan kemampuan atau daya membersihkan setelah menjadi produk jadi. Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun adalah coconut oil, palm kernel oil (minyak inti sawit), tallow, palm stearine atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun cuci, dimana lemak atau minyak yang biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan soft oil juga dapat digunakan. Persentase tertinggi dari lemak mengandung asam laurat (lauric acid) dan asam miristat (myristic acid) membuat sabun mempunyai sifat mudah larut dalam air dingin dan mempunyai sifat pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari lemak lunak (soft fats) dan yang mengandung persentase tertinggi asam lemak tak jenuh membuat sabun menjadi sangat


(49)

larut dalam air. Sedangkan lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung persentase tertinggi asam lemak jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun.

Dengan mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk memperoleh sabun jadi dengan sifat-sifat optimum untuk kegunaan yang diharapkan. Faktor-faktor teknis-ekonomis di bawah perlu diperhatikan oleh pembuat sabun ketika memilih komposisinya.

a. Ketersediaan mengenai lemak atau minyak dan biayanya. b. Stabilitas dan perlakuan awal yang dibutuhkan.

c. Karakteristik teknis analisis, contohnya bilangan penyabunan, faktor INS (Iodine Number and Saponification) empiris, titer point (titik beku) dan perbandingan kelarutan.

d. Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun, kemampuan membusa, kekerasan dan daya pembersihan. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku

Produksi sabun tahunan dunia adalah lebih dari 6 juta ton. Jika dirata-ratakan 60% asam lemak diasumsikan dalam pembuatan sabun. Di bawah ini adalah jumlah asam lemak yang dibutuhkan :

C16 dan C18 rantai panjang = 3.009.600 ton

Asam laurat = 752.000 ton

Total asam lemak = 3.761.600 ton

Sumber utama asam lemak C16 dan C18 yang murah dan tersedia adalah tallow dan

palm stearine. Saat ini Malaysia mengekspor lebih dari 40.000 ton palm stearine tiap bulan dan jumlah eksport ini diharapkan meningkat pada tahun ini.


(50)

Keberadaan palm stearine juga digunakan sebagai shortening (minyak sayur) dan campuran dalam produk lain. Tetapi sebagian besar akan digunakan dalam pembuatan sabun.

Perbandingan Harga dari Palm Stearine

Mengenai faktor biaya, palm stearin lebih murah dibandingkan palm oil, dan harganya rendah dibandingkan dengan edible tallow. Ketersediaan palm stearine dan biaya yang lebih rendah, tidak sulit untuk menyatakan bahwa palm stearine akan memainkan peranan penting dalam pasar bahan baku sabun yang akan datang. Tabel 2.3 menjelaskan perbandingan harga palm stearine dan edible tallow. (Iftikhar Ahmad, 1981)

Tabel 2.3. Perbandingan harga Palm Stearine dan Tallow (USD)

Periode Palm Stearine Tallow

Harga Per Ton (Malaysia) Harga per Ton (Australia)

Januari 1980 486 500

Februari 1980 489 520

Maret 1980 511 525

2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal

Mengenai stabilitas dan perlakuan awal, pada stearine mengandung sedikit asam lemak tak jenuh seperti asam oleic ( oleat ) daripada tallow dan bebas dari zat lemas. Oleh sebab itu perlakuan awal yang dibutuhkan sederhana. Palm stearine juga bebas dari bau tidak sedap.

2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis

Di bawah ini adalah parameter analisis yang digunakan oleh pembuatan sabun dalam memilih minyak dan lemak.


(51)

Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali ( basa ) yang dibutuhkan untuk menyabunkan tiap gram lemak atau minyak.

- Bilangan Iodine (Iodine Value, IV)

Bilangan iodine menyatakan ukuran keberadaan ketidakjenuhan, terutama asam oleat dan linoleat. Asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang lebih lembut dan lebih larut. Sedangkan minyak laurat mengandung asam lemak rantai pendek, membuat sabun keras dan mudah larut.

Pada tujuan praktiknya, sebuah unit dikombinasikan dengan menggunakan faktor I.N.S (Iodine Number and Saponification). Yaitu ditentukan dengan cara bilangan penyabunan dikurang dengan bilangan iodine. Dengan meningkatnya faktor I.N.S, maka diperoleh :

1. Sabun lebih keras

2. Mengurangi kelarutan sabun * 3. Lebih berbusa *

4. Kemampuan untuk mengurangi pemakaian bahan ( material ) pengisi 5. Mengurangi ketengikan sabun setelah beberapa lama

Dalam hal memberikan sifat sabun yang optimum, faktor I.N.S biasanya berada diantara 130 – 165. Dengan mencampur minyak yang mempunyai faktor I.N.S yang tinggi seperti coconut oil ataupun palm kernel oil (minyak inti sawit), dengan palm stearine atau tallow dan dengan minyak yang faktor I.N.S nya rendah seperti kacang tanah. Minyak seperti palm stearine atau tallow dianjurkan cocok sebagai dasar pembuatan sabun laundry ( sabun cuci ).

‘* Asam laurat ( lauric acid ) seperti minyak kelapa ( coconut oil ) dan minyak inti sawit adalah pengecualian.


(52)

Beberapa pembuat sabun menggunakan parameter titer point untuk mengontrol kekerasan sabun dari beberapa bahan pengisi minyak atau lemak. Angka titer untuk sabun laundry adalah 38 – 40, dan untuk sabun mandi diantara 40 – 44. - Perbandingan Daya Larut (Solubility Ratio, SR)

Perbandingan daya larut terutama digunakan untuk mengatur jumlah palm stearine atau tallow dalam komposisi minyak atau lemak. Perbandingan daya larut campuran minyak atau lemak dihitung dengan membagi faktor I.N.S dari pengisi minyak dengan jumlah faktor I.N.S dari beberapa minyak yang ada dalam campuran yang mempunyai faktor I.N.S lebih tinggi dari 130 ( diluar minyak inti sawit dan coconut oil ). Jika sangat larut, kecepatan membusa sabun dibutuhkan jumlah palm stearine atau tallow yang sedikit, jika tidak dibutuhkan jumlah yang tinggi. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.5.4 Kualitas Sabun yang Diinginkan

Sebelum proses pembuatan sabun, kualitas dari sabun yang dibuat harus secara jelas ditentukan atau diputuskan. Dengan mencampur minyak – minyak atau lemak yang berbeda memungkinkan untuk memperoleh sebuah sabun akhir dengan kualitas yang diharapkan. Parameter mutu yang biasanya diperhatikan adalah : Tampilan umum (meliputi kepadatan sabun/compact, bercahaya, kesat), kelarutan yang baik, pembusaan yang baik dan stabil, daya membersihkan tinggi, berbuih, tahan terhadap ketengikan, baik dalam air lunak, stabilitas baik (berhubungan dengan warna) Perbedaan minyak dan lemak menghasilkan sabun dengan mutu yang berbeda pula, misalnya warna, konsistensi pembusaan dan daya membersihkan. Tabel 2.4 menunjukkan karakterisasi sabun yang dihasilkan dari beberapa minyak dan lemak yang penting.

Untuk penggunaan yang spesifik, mutu dievaluasi dan lemak-lemak dipilih secara sesuai. Sebagaimana yang dianjurkan pada tabel 2.4, sabun yang terbuat dari palm stearine dan tallow mempunyai persamaan dan kedua komponen-komponennya dapat ditukar dalam bahan pengisi lemak. Satu alasan hasil sabunnya mempunyai sifat yang sama yaitu sifat kimianya. Seperti yang kita lihat dari tabel 2.5 keduanya hanya mempunyai asam lemak rantai pendek . Meskipun persentase asam palmitat dan asam


(53)

stearat bervariasi diantara palm stearine dan tallow, jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh rantai panjang adalah sama.

Tabel 2.4. Sifat Sabun yang Dibuat dari Minyak dan Lemak yang Berbeda

No. Lemak dan Minyak

Warna dan Hasil Konsistensi Daya Sifat Pengaruh

Kegunaan

Sabun Sabun Membusa Membersihkan

pada Kulit

1 Palm Kernel Oil Putih ke kuning

pucat Sangat Keras

Cepat, tetapi busa

Sangat Bagus Sedikit Sabun Cuci dan tidak tahan

lama Sabun Rumah Tangga

2 Coconut Oil Putih ke kuning

pucat Sangat Keras

Cepat, tetapi busa

Sangat Bagus Sedikit

1. Sabun Cuci dan Mandi

tidak tahan

lama 2. Sabun Cukur

3 Palm Stearine Kuning Pucat Cukup Keras tapi tahan Lambat, Cukup Tidak ada Sabun Cuci dan

lama Sabun Rumah Tangga

4 RBD Palm

Stearine Putih Cukup Keras

Lambat,

Cukup Tidak ada

Sabun Mandi dan Sabun

tapi tahan

lama Cuci bermutu baik

5 Tallow Kekuning -

kuningan Cukup Keras

Lambat,

Cukup Tidak ada

Sabun Mandi dan Sabun

tapi tahan

lama Cuci bermutu baik

6

Minyak Biji Kapas

dan Kekuning -

kuningan Agak Lembut

Cepat, agak

Bagus Tidak ada Sabun Rumah Tangga Minyak Kacang

Tanah Berbusa dan Sabun Cuci

7 Rosin ( Damar ) Coklat Lembut dan

Lengket

Lemah dan

Sedang Tidak ada Sabun Rumah Tangga

Berminyak dan Sabun Mandi

(Iftikhar Ahmad, 1981)

Tabel 2.5. Persentase Komposisi Kimia dari Minyak dan Lemak yang Umumnya Digunakan dalam Sabun

Asam Lemak Coconut Palm Kernel Palm Tallow

Oil Oil Stearine

Asam Kaprilat 5 – 9 3 - 5 - -

Asam Kaprat 6 – 10 3 - 7 - -

Asam Laurat 44 – 52 40 - 52 0.1 - 0.4 0.2

Asam Miristat 13 – 19 14 - 18 1.2 - 1.3 2 - 8

Asam Palmitat 8 – 11 7 - 9 52 - 58 24 - 37

Asam Stearat 1 – 3 1 - 3 4.8 - 5.3 14 - 19

Asam Oleat 5 - 8 11 - 19 27 - 32 40 - 45

Asam Linoleat 2 2 6.6 - 8.2 3 - 4


(54)

2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci ( Laundry ) dan Sabun Mandi Sejauh ini kekerasan sabun sangat dikaitkan, secara ilmiah memungkinkan untuk mengontrolnya dengan penggunaan faktor I.N.S dan titer point (titik beku). Sifat dari kelarutan dan kekuatan penyabunan (pembusaan) dikontrol dengan perbandingan kelarutan (Solubility Ratio, S.R). Dengan tingginya S.R mengindikasikan pembusaan dan daya larut yang baik.

Penggunaan I.N.S, titer, dan S.R memungkinkan sipembuat sabun untuk menjaga keseragaman produk nya dengan mencampur dengan lemak-lemak yang berbeda. Untuk sabun cuci, S.R 1,5 – 2,5 pada umumnya direkomenndasikan, sementara untuk sabun mandi S.R 2,0 – 3,0 dan faktor I.N.S 150 – 179 adalah dianjurkan. ( Lihat Tabel 2.6 ).

Walaupun pengisi lemak/minyak berbeda, namun I.N.S, titer point (titik beku), dan nilai S.R berada dalam cakupan spesifik, di semua hal sabun yang dihasilkan akan sama kualitasnya. Apapun lemak yang digunakan, asalkan konstanta seperti I.N.S, titer point (titik beku), dan nilai S.R berada dalam cakupan spesifik, maka sabun dihasilkan akan dapat diterima mutunya. ( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Tabel 2.6. Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci dan Sabun Mandi

No. Pengisi Lemak

A - Sabun Cuci B - Sabun Cuci C - Sabun Cuci D - Sabun Mandi

Jumlah Angka

I.N.S

Nilai

Rata-rata Jumlah Angka

I.N.S

Nilai

Rata-rata Jumlah Angka

I.N.S

Nilai

Rata-rata Jumlah

Angka I.N.S Nilai Rata-rata 1 Palm

Kernel/ 15% 240 20% 240 15% 240 15% 240

Coconut Oil I.N.S = 159 I.N.S = 163 I.N.S = 161 I.N.S = 169 2 Palm

Stearine 35% 166 30% 166 65% 166 75% 166

S.R = 1.91 S.R = 2.02 S.R = 2.95 ( RBD ) S.R = 2.95

3 Inedible 40% 150 35% 150 - - - -

Tallow Titer = 39.0 Titer = 38.3 Titer = 39.6 Titer = 41.1

4 Minyak - - 15% 85 20% 85 10% 85

Lunak

5 Damar 10% 50 - - - - - -


(55)

2.7 Parameter Kunci Dalam Penentuan Kualitas Sabun 2.7.1 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram alkali (potassium hidroksida) yang dibutuhkan untuk menyabunkan tiap gram lemak atau minyak. Suatu ukuran berat molekul rata-rata dari asam lemak yang ada. Bilangan penyabunan ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak. (AOCS Official Methods Cd 3-25)

Tabel 2.7. Bilangan Penyabunan dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak Palm Oil

Palm

Stearine Tallow

Palm Kernel Oil

Coconut

Natural Oil Minyak Minyak ( PO ) ( PS ) ( PKO ) ( CNO ) Dedak Padi Jarak Bil.

Penyabunan 190 – 202 193 - 206 192 - 202 240 - 255 250 - 264 184 - 195 176 - 187

2.7.2 Bilangan Iodine ( Iodine Value, IV )

Bilangan iodine menyatakan ukuran keberadaan ketidakjenuhan, terutama asam oleat dan linoleat. Asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang lebih lembut dan lebih larut. Sedangkan minyak laurat mengandung asam lemak rantai pendek, me mbuat sabun keras dan mudah larut.

Tabel 2.8. Bilangan Iodine dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak Palm Oil Palm Stearine Tallow

Palm Kernel Oil

Coconut

Natural Oil Minyak Minyak

( PO ) ( PS ) ( PKO ) ( CNO )

Dedak

Padi Jarak Bil. Iodine 51 - 55 22 – 48 40 - 56 16 – 20 7 - 12 92 - 120 81 - 98


(56)

Tabel 2.9. Pengaruh Panjang Rantai dan Ketidakjenuhan pada Sifat Sabun

Sifat Sabun

Panjang Rantai antara C12 dan C18 Tidak Jenuh

Panjang Pendek

2 Ikatan Rangkap atau

lebih

1. Kelarutan Sedikit Baik -

2. Daya Membersihkan Baik Kurang Kurang

3. Busa Lambat, stabil Cepat, tidak stabil Medium, Stabil

4. Air Lunak Kurang Baik -

5. Kekerasan Kecil Besar Lunak

6. Stabilitas Terhadap

Oksidasi Baik Baik Kurang

Sabun yang dibuat dari asam miristat ( C14 asam lemak jenuh ) mempunyai sifat

optimum. Karena tidak ada minyak alam tunggal yang mengandung banyak C14. Lemak

harus diblending atau dicampur menurut mutu akhir produk yang diharapkan. Sabun yang banyak mengandung asam lemak laurat mempunyai sifat keras, cepat berbusa, dan cepat larut dalam air. Sabun dari lemak dengan rantai karbon panjang dan ketidakjenuhan yang tinggi adalah lebih lunak, tetapi mempunyai daya membersihkan yang baik dalam air hangat. Lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung persentase tertinggi asam lemak jenuh menghasilkan sabun yang teksturnya keras, kurang larut, dan sedikit berbusa.

Alkali tanah digunakan untuk penyabunan juga sangat penting dalam pembuatan sabun. Seperti sabun yang berasal dari garam natrium, biasanya lebih keras daripada sabun yang berasal dari garam kalium. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.7.2.1 Titrasi Iodometri

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I -(iodide) untuk menghasilkan I2. I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan

larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali. Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini


(57)

disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawaan iodida umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah

equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan

menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3)

dengan indikator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum I2

sampai warna ini tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut :

IO3- + 5 I- + 6H+  3I2 + H2O

I2 + 2S2O32-  2I- + S4O6

2-Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat

bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-)

sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-. Kita menitrasi

langsung antara tiosulfat denga sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasan kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti Besi(II). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah sebagai berikut :

Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi

sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum

ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat


(1)

(2)

Gambar 8. Oil Blend 5/70/35 (PO/PS/PKO) a. Sebelum Uji Keretakan (Wet Cracking Test)


(3)

b. Setelah Uji Keretakan (Wet Cracking Test) Contoh Cracking Jenis “Severe”


(4)

Gambar 9. Oil Blend 20/70/10 (PO/PS/PKO) a. Sebelum Uji Keretakan (Wet Cracking Test)


(5)

b. Setelah Uji Keretakan (Wet Cracking Test) “Contoh Cracking Jenis Medium”


(6)