Analisis Kandungan Besi, Seng, Tembaga dan Timbal Pada Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.) Segar dan Emping Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Melinjo
Menurut Herbarium Medanense (2017), hasil identifikasi tumbuhan melinjo
adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Gnetophyta

Kelas

: Gnetopsida

Ordo

: Gnetales


Famili

: Gnetaceae

Genus

: Gnetum

Spesies

: Gnetum gnemon L.

Nama Lokal

: Melinjo

Di Indonesia, melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar di manamana, serta banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan penduduk desa maupun
penduduk perkotaan. Buah melinjo yang masih muda kulit luarnya berwarna hijau,
kemudian semakin tua warna kulitnya semakin kuning dan berubah menjadi oranye,

dan setelah tua sekali kulitnya berwarna merah tua dan lunak (Sunanto, 1990).
Biji melinjo terbungkus 3 lapisan kulit. Lapisan pertama, kulit luar yang
lunak, lapisan ke dua agak keras berwarna kuning bila biji muda, dan coklat ke
hitaman bila biji tua dan lapisan ketiga berupa kulit tipis berwarna putih kotor.
Daging biji terletak di bawah lapisan kulit ketiga, sebagai persediaan makanan, bagi
lembaga biji bila akan berkecambah (Sunanto, 1990).

6
Universitas Sumatera Utara

Pohon melinjo sudah dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun. Masa panen
buah melinjo terjadi dua kali dalam setahun. Hasil panen melinjo berupa buah,
bunga dan daun. Bunga dan buah umumnya dikonsumsi sebagai sayuran. Panen
buah melinjo untuk bahan baku emping harus dilakukan setelah cukup umur karena
biji yang masih muda akan mengurangi kualitas emping yang dihasilkan. Lain
halnya dengan bunga dan daun melinjo untuk sayuran, justru dipilih yang masih
muda (Tim Penulis PS, 1999).
Kualitas melinjo sangat menentukan emping yang dihasilkan. Biji melinjo
yang kualitasnya paling baik adalah biji melinjo yang ukurannya terbesar dan sudah
tua benar. Untuk mengetahui apakah biji melinjo sudah tua benar adalah:

a. Apabila masih berkulit luar, maka warna kulit luarnya merah tua. Sangat baik
bila biji melinjo yang berkulit luar merah tua tersebut jatuh dari pohon sendiri.
b. Apabila sudah tidak berkulit luar, maka biji melinjo itu mempunyai kulit luar
yang keras, berwarna cokelat kehitam-hitaman, dan mengkilat (Sunanto, 1990).
Kulit melinjo merah atau Gnetum gnemon memiliki potensi untuk
dimanfaatkan sebagai alternatif pewarna alami karena memiliki warna menarik
yang disebabkan adanya pigmen karotenoid suatu turunan senyawa terpenoid.
Karotenoid dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam sediaan lipstik.
Karotenoid merupakan salah satu contoh senyawa metabolit sekunder dari jenis
terpenoid, kelompok pigmen alami yang berwarna merah, oranye atau kuning
(Siregar dan Utami, 2014).
2.1.1 Kegunaan
Melinjo banyak faedahnya, hampir seluruh bagian tanaman ini dapat
dimanfaatkan. Daun muda, kulit melinjo merah sebagai pewarna alami, biji melinjo
tua, dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang cukup popular di kalangan
7
Universitas Sumatera Utara

masyarakat. Semua bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai
kandungan gizi cukup tinggi, selain karbohidrat juga mengandung lemak, protein,

mineral dan vitamin-vitamin (Sunanto, 1990).
2.1.2 Kandungan
Berikut ini adalah macam-macam zat gizi yang terkandung di dalam biji
melinjo dan emping melinjo:
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Biji Melinjo Tua, Daun Melinjo dan Emping Melinjo
No.
Kandungan
Biji Melinjo
Daun Melinjo
Emping Melinjo
(100 gr)
(100 gr)
(100 gr)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

Kalori
66,00 Kalori
99,00 Kalori
Karbohidrat
13,30 gr
21,30 mg
Protein
5,00 mg
Lemak
7,00 mg
1,30 mg
Kalsium
163,00 mg
219,00 mg
Fosfor
75,00 mg
82,00 mg

Besi
2,80 mg
45,00 mg
Vitamin A
1000,00 SI
10000,00 IU
Vitamin B
0,10 mg
0,09 mg
(Sumber: Departemen Pertanian RI, dalam Sunanto 1999)

345,00 Kalori
71,50 gr
120,00 mg
1,00 mg
100,00 mg
400,00 mg
5,00 mg
0,20 mg


2.2 Emping
Emping melinjo adalah jenis makanan ringan yang bentuknya pipih bulat
dibuat dari biji melinjo yang sudah tua. Hampir semua orang menggemari emping
melinjo yang memiliki rasa dan aroma yang khas ini. Harga emping melinjo di
pasaran cukup stabil, hingga membuat emping mulai diekspor ke beberapa negara
(Sunanto, 1990).
Sebenarnya ada dua cara yang dikenal dalam proses pembuatan emping
melinjo, yakni biji-biji melinjo sebelum dipipihkan itu dipanaskan dahulu dengan
cara: (1) disangrai, yaitu dipanaskan sambil diaduk pada wajan alumunium atau
wajan dari tanah; (2) direbus (Sunanto, 1990).

8
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Syarat mutu emping melinjo berdasarkan SNI 01-3712-1995:
No.

Uraian

Satuan


Syarat mutu

1
1.1
1.2
1.3

Keadaan
Bau
Rasa
Warna

-

1.4

Penampakan

2

3
4
5
6
6.1
6.2
6.3
6.4
7
8
8.1

Emping tidak utuh
Air
Abu
Protein
Cemaran logam
Cu
Pb
Hg

Zn
Cemaran Arsen (As)
Cemaran mikroba
Kapang

% b/b
% b/b
% b/b
% b/b

Khas melinjo
Khas melinjo
Normal
Normal, bersih dari kulit ari yang
menempel dan benda asing lainnya
Maksimal 5
Maksimal 12
Maksimal2
Maksimal 10


mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maksimal 30,0
Maksimal 2,0
Maksimal 0,03
Maksimal 40,0
Maksimal 1,0

koloni/kg

Maksimal 104

Pada umumnya proses pembuatan emping melinjo itu dengan cara
disangrai. Dengan dilengkapi pasir, maka biji-biji melinjo yang disangrai akan
dapat masak secara merata, karena pasir sifatnya cepat menerima panas (dari api
tungku atau kompor), dan dengan mencampurkan biji-biji melinjo berbaur dengan
pasir yang panas sambil dibolak-balik, maka kemasakan biji melinjo dapat merata.
Dengan cara menyangrai, aroma dan zat-zat yang terkandung dalam biji melinjo itu
tidak hilang, sehingga akan diperoleh emping melinjo yang rasanya lezat (Sunanto,
1990).
Biji-biji melinjo yang dipanaskan diambil dari wajan dan segera dikupas
kulit kerasnya dalam keadaan masih panas, juga biji itu segera dipukul diatas
telenan untuk dipipihkan untuk menjadi emping. Cara mengupas kulit keras itu
tidak sulit, yaitu dengan menggilaskan palu besi atau batu gandik yang digunakan
untuk memipihkan biji melinjo (Sunanto, 1990).

9
Universitas Sumatera Utara

Setelah biji melinjo pipih atau menjadi emping dan masih melekat pada
telenan, dilepas satu per satu dengan hati-hati. Emping yang sudah telepas dianginanginkan atau dijemur. Lama penjemuran itu sendiri tergantung pada tebal tipisnya
emping (Sunanto, 1990).
2.3 Mineral
Mineral terdapat di dalam tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh
secara keseluruhan. Keseimbangan mineral di dalam tubuh diperlukan untuk
pengaturan kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan asam basa, pemeliharaan
kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier, 2004).
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg
sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier,
2004).
Terdapat mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki
kesehatan dan pertumbuhan yang baik. Yang telah pasti adalah natrium, klor,
kalsium, fosfor, magnesium. Unsur-unsur ini terdapat di dalam tubuh dalam jumlah
yang cukup besar disebut unsur makro atau mineral makro. Sedangkan unsur
mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt, dan fluor hanya
terdapat dalam tubuh dalam jumlah kecil saja, karena itu disebut trace element atau
mineral mikro (Winarno, 2004).
Mineral mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh, namun
mempunyai peranan esensial untuk kehidupan, kesehatan, dan reproduksi.
Kandungan mineral mikro bahan makanan sangat bergantung pada konsentrasi
mineral mikro tanah asal bahan makanan tersebut (Almatsier, 2004).
10
Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Besi
Sumber utama berasal dari daging, dengan tingkat absorbsi 20-30%.
Absorbsi besi lebih rendah pada konsumsi pangan seperti hati (6,3%) dan ikan
(5,9%) atau pada sereal, sayuran dan susu yang memiliki tingkat absorbsi paling
rendah (1,0-1,5%). Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap
penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin
yang terdapat pada daging hewan dapat diserap dua kali lipat dari pada besi-nonhem
(Almatsier, 2004; Belitz, dkk., 2009).
Sebagian besar besi berada di dalam hemoglobin, yaitu molekul protein
yang terdapat di sel darah merah dan mioglobin yang terdapat di otot. Hemoglobin
di dalam darah berfungsi membawa oksigen dari paru-paru menuju ke seluruh
jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida yang berasal dari seluruh
sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai
reservoir oksigen yaitu untuk menerima, menyimpan dan melepaskan oksigen di
dalam sel-sel otot. Sebanyak 2/3 bagian besi terikat oleh Hb, 10% terdapat pada
mioglobin dan juga terdapat enzim dan protein (Almatsier, 2004; Widowati, dkk.,
2008).
Pada protein terdapat ferritin dan hemosiderin dimana pada ferritin
mengandung besi kurang lebih sebesar 28%, sedangkan kandungan besi dalam
hemosiderin lebih rendah. Ferritin dan hemosiderin mengikat besi yang tidak
dibutuhkan dan akan dilepaskan ketika kebutuhan besi meningkat (Almatsier, 2004;
Widowati, dkk., 2008).
Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang
seimbang atau gangguan absorpsi besi. Disamping itu kekurangan besi dapat terjadi

11
Universitas Sumatera Utara

karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang
mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal (Almatsier, 2004).
2.3.2 Seng
Mineral Zn bukan senyawa toksik dan merupakan unsur esensial bagi
pertumbuhan semua jenis hewan dan tumbuhan. Zn ditemukan pada hampir semua
sel. Zn merupakan unsur sangat penting untuk pertumbuhan manusia, hewan,
maupun tanaman yang menempati urutan kedua setelah Fe (Widowati, dkk., 2008).
Zn merupakan komponen alami yang terdapat didalam kerak bumi dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan. Zn terdapat di batuan, tanah,
udara, air, udara dan biosfer (Widowati, dkk., 2008).
Kekurangan seng kronis mengganggu pusat sistem saraf dan fungsi otak.
Karena kekurangan seng menggangu metabolisme vitamin A, sering terlihat gejala
yang terdapat pada kekurangan vitamin A. Kekurangan juga mengganggu fungsi
kelenjar tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman
indra rasa serta memperlambat penyembuhan luka. Disamping itu dapat terjadi
diare dan gangguan fungsi kekebalan (Almatsier, 2004).
2.3.3 Tembaga
Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara
membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin dan melepas simpanan
besi di dalam hati. Sebagai bagian dari enzim seruloplasmin, tembaga berperan
dalam perubahan asam amino tirosin menjadi melanin, yaitu pigmen rambut dan
kulit. Disamping itu tembaga berperan dalam pengikatan silang kolagen yang
diperlukan untuk menjaga kekuatannya (Almatsier, 2004).
Unsur Cu bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) batuan mineral, debudebu, dan partikulat Cu dalam lapisan udara yang dibawa turun oleh air hujan.
12
Universitas Sumatera Utara

Kandungan alamiah logam berat di lingkungan dapat berubah-ubah, tergantung
pada kadar pencemaran oleh aktivitas manusia atau perubahan alam, seperti erosi.
Kandungan logam berat dapat meningkat apabila limbah perkotaan, pertambangan,
pertanian, dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat masuk ke dalam
lingkungan (Widowati, dkk., 2008).
Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setelah
beberapa tahun. Logam berat bersifat sangat akumulatif di dalam tubuh organisme
dan konsentrasinya mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dalam tingkatan
trofik yang lebih tinggi dalam rantai makanan. Keracunan Cu pada manusia bisa
menimbulkan kerusakan otak, penurunan fungsi ginjal, dan pengendapan Cu dalam
kornea mata (Widowati, dkk., 2008).
2.3.4 Timbal
Timbal merupakan bahan kimia yang termasuk dalam kelompok logam
berat. Logam ini merupakan bahan kimia golongan logam yang sama sekali tidak
dibutuhkan oleh tubuh. Bila masuk ke dalam tubuh organisme hidup dalam jumlah
yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif terhadap fungsi fisiologis tubuh
(Palar, 1994).
Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas
manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di udara, lingkungan air
maupun darat. Pada tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang
terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan
lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi
terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Pb bisa merusak
jaringan saraf, fungsi ginjal, menurunnya kemampuan belajar dan membuat anak-

13
Universitas Sumatera Utara

anak bersifat hiperaktif. Selain itu, Pb juga mempengaruhi organ-organ tubuh
(Widowati, dkk., 2008).
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala
untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk
gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam dalam
matriks yang kompleks. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam
dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada bentuk molekul dari logam dalam
sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan
yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana dan
interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan
energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak
atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2007).
Secara garis besar prinsip sepektrofotometri serapan atom ini sama saja
dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada
bentuk

spektrum,

cara

pengerjaan

sampel

dan

peralatannya.

Metode

spektrofotometri serapan atom ini mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh
atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam (atau suatu
senyawa logam) dialirkan ke dalam suatu nyala maka terbentuklah uap yang
mengandung atom-atom logam itu. Atom logam dalam bentuk gas tersebut tetap
berada pada keadaan tidak tereksitasi atau dalam kondisi dasar. Jika cahaya dengan
panjang gelombang yang khas dengan logam tersebut dilewatkan pada nyala yang

14
Universitas Sumatera Utara

mengandung atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap
dan penyerapan tersebut menyebabkan elektron tereksitasi ke tingkat yang lebih
tinggi. Inilah asas yang mendasari spektrofotometri serapan atom (Gandjar dan
Rohman, 2007).
2.4.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
Instrumen spektrofotometri serapan atom meliputi berikut:
1. Sumber Sinar
Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode
lamp). Lampu katoda ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung katoda
dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau
dilapisi dengan logam tertentu yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Tempat Sampel
Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang
masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk
mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya yaitu:
a. Dengan nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
nyala bergantung gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen - udara: 2200oC.
Pada sumber nyala ini, asetilen sebagai pembakar dan udara sebagai agen
pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Fungsi nyala adalah untuk
memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh
lampu katoda tabung. Pada umumnya, peralatan yang digunakan untuk mengalirkan
sampel menuju nyala adalah nebulizer yang dihubungkan dengan pembakar
(burner). Sebelum menuju nyala, sampel mengalir melalui pipa kapiler dan
15
Universitas Sumatera Utara

menghasilkan aerosol oleh aliran gas pengoksidasi. Kemudian, aerosol yang
terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju burner. Sampel yang menuju
burner hanya sekitar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat
pembuangan. Sampel yang berada pada nyala lalu diatomisasi dan cahaya dari
lampu katoda tabung dilewatkan melalui nyala. Sampel yang berada pada nyala
akan menyerap cahaya tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007). Beberapa temperatur
nyala yang lain dapat dilihat pada:
Tabel 2.3 Temperatur Nyala
Bahan Bakar
Oksidan Udara

Oksidan Oksigen

N2O

Hidrogen

2100

2780

-

Asetilen

2200

3050

2955

Propana

1950

2800

-

Sumber: Khopkar (1985).
b. Tanpa nyala
Atomisasi sempurna sampai saat ini sulit dicapai, meskipun sudah banyak
kombinasi bermacam gas. Belakangan ini ada kecenderungan untuk menggunakan
tungku grafit yang dengan mudah dalam beberapa detik dapat mencapai temperatur
2000-3000oK (Khopkar, 1985).
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena: atom gagal
mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan
proses atomisasi kurang sempurna. Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit.
Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa ȝl), lalu diletakkan dalam tabung
grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara
melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan
dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan
suatu sinar yang berasal dari lampu katoda sehingga terjadilah proses penyerapan

16
Universitas Sumatera Utara

energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif. Pada umumnya waktu dan
suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram (Gandjar dan
Rohman, 2007).
3. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian
banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Ada du acara yang dapat digunakan dalam system deteksi yaitu: (a)
yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b)
yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman,
2007).
5. Amplifier
Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari
detektor sehingga dapat dibaca sebagai alat pencari hasil (Readout) (Gandjar dan
Rohman, 2007).
6. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau juga diartikan sebagai pencatat
hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

17
Universitas Sumatera Utara

Sistem peralatan spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar
berikut ini:

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom (Harris, 2007)
2.4.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada SSA adalah peristiwa yang
menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau
lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguangangguan yang dapat terjadi pada SSA adalah sebagai berikut:
1. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption)
Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh
partikel pengganggu yang berada di dalam nyala. Cara mengatasinya adalah kerja
pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi Jika
kedua cara ini masih belum bias membantu menghilangkan gangguan ini, maka
satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan menggunakan
sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu (Gandjar dan Rohman, 2007).

18
Universitas Sumatera Utara

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi banyaknya atom dalam nyala
Pembentukan atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas di dalam
nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu:
a. Dissosiasi senyawa - senyawa yang tidak sempurna
Dissosiasi ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa refraktorik (sukar
diuraikan dalam api), sehingga akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di
dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Ionisasi atom - atom dalam nyala
Ionisasi terjadi akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi. Prinsip dengan
spektrofotometri serapan atom adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang
berada dalam keadaan asas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran
absorbansi atom netral (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Gangguan spektrum
Gangguan spektrum dalam spektrofotometri serapan atom timbul akibat
terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang
dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan
karena rendahnya resolusi monokromator pada spektrofotometri serapan atom
(Gandjar dan Rohman, 2007).
d. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala.
Sifat-sifat matriks sampel yang dapat mengganggu analisis adalah yang
mempengaruhi laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah
viskositas dan berat jenis (Gandjar dan Rohman, 2007).

19
Universitas Sumatera Utara

2.5 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa
parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis
menurut Harmita, (2004) adalah sebagai berikut:
1. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
ditentukan dengan dua cara, yaitu:
a. Metode simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya).
b. Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat
ditemukan kembali.
20
Universitas Sumatera Utara

2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang
memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen
lain yang ada di dalam sampel.
4. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam
sampel. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), linearitas suatu metode merupakan
ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (Y)
dengan konsentrasi (X).
5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi (Limit of Detection, LOD) merupakan jumlah terkecil analit
dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan,
sedangkan batas kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) merupakan kuantitas
terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan
seksama.

21
Universitas Sumatera Utara