LITERASI INFORMASI DALAM LINGKUNGAN KERJ

LITERASI INFORMASI DALAM LINGKUNGAN KERJA
ORGANISASI PERUSAHAAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Literasi
Informasi

Oleh:
Rinawati
NIM 13040114140077
Kelas B

S-1 ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, segala aspek kehidupan telah berkembang dengan pesatnya,
perkembangan tersebut beriringan pula dengan perkembangan masyarakat, dari

masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern, kemudian secara
otomatis perkembangan tersebut menuntut masyarakat menuju kearah globalisasi.
Perubahan yang paling terasa adalah penggunaan teknologi informasi seperti
smartphone, komputer dan koneksi internet. Perusahaan merupakan salah satu
aspek masyarakat yang harus mengikuti perkembangan zaman, menuntut para
pekerja untuk menerapkan globalisasi yang membuat para pekerja mau tidak mau
harus terjun dalam era informasi yang sangat menantang.
Informasi merupakan masalah yang krusial dalam lingkungan kerja. Para
pekerja merasa acuh tak acuh dengan proses pencarian informasi yang akan
digunakan. Banyaknya tuntutan pemenuhan informasi ditambah sedikit waktu
luang yang diberikan, membuat informasi tidak sempat dinilai atau dipahami. Hal
ini diperparah dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
semakin canggih, hingga akhirnya menciptakkan kelimpahruahan informasi yang
menyebabkan pekerja semakin kesulitan dalam mencari informasi yang relevan
dengan kebutuhan mereka sendiri.
Inti dari sebuah perusahaan adalah manajemen informasi. Informasi
seolah-olah menjadi penguasa dalam sebuah organisasi perusahaan. Apabila
perusahaan mengalami kesulitan memanajemen informasi, maka menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas suatu perusahaan. Perusahaan akan kesulitan
mengelola semua unsur internal didalamya hingga akhirnya menyebabkan kesenjangan antara tujuan perusahaan dengan proses kerja yang ada yang

akhirnya menyebabkan suatu perusahaan sukar berkembang. Tanpa keterampilan
yang tepat untuk menangani informasi serta teknologi yang terkait, seorang
pekerja akan mengalami berbagai masalah. Timbulnya dinamika informasi dan
komunikasi, ledakan informasi (information explosion), percepatan laju

pertumbuhan informasi dengan segala penyebabnya, serta perubahan globalisasi
yang sekarang sedang terjadi merupakan masalah nyata yang harus dihadapi
perusahaan. Untuk mengatasi semua masalah tersebut, sesorang pekerja harus
memiliki kemampuan mencari, menemukan, menganalisi, mengevaluasi, dan
menciptakan informasi baru atau disebut dengan literasi informasi.
Namun, kenyataannya masih banyak perusahaan belum memahami makna
dan manfaat dari penerapan literasi informasi. Mereka beranggapan bahwa
diterapkan atau tidaknya literasi informasi tidak akan memberikan dampak
signifikan diperusahaan. Kesadaran manajer tentang pentingnya literasi dalam
perusahaan merupakan hal paling diharapkan. Karena melalui penerapan literasi
informasi pekerja mampu melewati era informasi yang semakin rumit, yang
secara langsung berkaitan dengan keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuan.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Literasi Informasi Dalam Lingkungan Kerja
Literasi informasi dalam tempat kerja merupakan bentuk kolaboratif
dari praktek hubungan sosial budaya dalam konteks lingkungan yang spesifik
(Bawden & Robinson 2002) yang terdiri dari 'kumpulan berbagai
keterampilan, praktek dan proses' (Lloyd 2006). Literasi informasi dalam
tempat kerja bukan hanya sekedar pengalaman individual. Tetapi sebaliknya,
justru literasi informasi berkembang secara kolektif dalam konteks
berpengalaman individu yang dikombinasikan dengan organisasi. (Somerville
dan Howard 2008). Seperti yang diidentifikasi oleh Billett (1999), empat
kunci sumber pembelajaran dalam lingkungan kerja meliputi kegiatan kerja,
tempat kerja, pekerja lainnya, serta praktik mendengarkan dan mengamati.
(Bruce 1999) dalam studinya mengenai literasi informasi dalam tempat kerja,
menunjukkan bahwa ada korespondensi menunjukkan hubungan yang erat
antara aspek literasi informasi dan kegiatan kerja pada umumnya (Bruce
1999). Lloyd (2005) menemukan bahwa literasi informasi dalam tempat
kerja

adalah


proses

belajar

berupa

konteks

yang

spesifik

yang

menghubungkan sumber informasi dengan praktek pembelajaran yang
dibutuhkan untuk mengaksesnya. Literasi informasi memfasilitasi perubahan
sistem pengetahuan dari individu ke praktek kolektif berupa kompetensi dan
konteks integrasi.
Lloyd (2004) mendefinisikan literasi informasi sebagai kemampuan
seseorang untuk mau melibatkan informasi, mempergunakan, memperbanyak,

dan mewujudkan informasi secara fisik, sosial, dan prosedural yang
merupakan bentuk kolaboratif informasi. Definisi tersebut meliputi proses
sosialisasi dalam konteks tempat kerja, sebagai tempat untuk memfasilitasi
pelaksanaan literasi informasi sebagai sebuah proses kolaboratif, serta sebagai
tempat informal yang digunakan untuk menempa hubungan sosial (Lloyd

2006). Pertukaran informasi dan terciptanya pengetahuan baru terjadi dalam
organisasi melalui interaksi sosial sehari-hari dengan rekan kerja. Literasi
informasi tidak hanya mengenai proses tetapi juga hasil dari informasi dan
pengetahuan yang tercipta dari hubungan sosial.
(O'Sullivan 2002),menganggap bahwa literasi informasi sangat penting
dalam lingkungan kerja, karena dengan menerapkan kemampuan literasi
informasi tenaga perusahaan mampu menemukan, mengevaluasi dan
menggunakan informasi secara efektif yang merupakan kunci keberhasilan
dari banyak organisasi perusahaan. Mengingat betapa besar hasil dari
pemanfaatan literasi informasi, perusahaan mampu berkembang secera
evaluatif apabila mampu mengajarkan literasi informasi bagi seluruh tenaga
kerjanya.
Literasi informasi sudah banyak diterapkan dalam lingkungan
akademik, namun hal itu berbeda dengan lingkungan kerja, masih banyak

perusahaan dan pekerja yang kurang menyadari pentingnya peran literasi
informasi. Contoh negatif dari berbagai konteks nyata dalam tempat kerja
yang kurang menerapkan literasi informasi, seperti pekerja tidak dapat
mengetahui sifat dan kebutuhan informasi, tidak dapat mengambil informasi
secara efektif dari sistem informasi, tidak menyadari berbagai sumber daya
yang

tersedia,

tidak

tau

dengan

informasi

yang

dibutuhkan


dan

ketidakmampuan untuk sepenuhnya memanfaatkan sumber informasi, yang
dapat mengakibatkan pada peningkatan biaya operasional perusahaan.
Padahal, literasi informasi dapat memberikan manfaatkan yang positif yakni
menjadi sarana penunjang dalam mencapai tujuan suatu perusahaan. Klusek
dan Bornstein (2006:4) syarat dalam sebuah lingkungan kerja adalah
kesadaran tentang pentingnya melek informasi. Ada beberapa penyebab
kenapa perusahaan tidak memiliki menerapkan atau kemampuan ini, hal ini
biasanya disebabkan oleh perbedaan hasil penelitian (bahasa) tentang literasi
informasi dilingkungan perguruan tinggi dengan tempat kerja.

Memasuki dunia kerja, pekerja harus meningkatkan kesadaran mereka
tentang pentingnya keterampilan literasi informasi. Tujuannya adalah untuk
mendukung dan mengembangkan profesionalitas mereka serta mendorong
berkembangnya perusahaan dengan berinvestasi pada program literasi
informasi. (Klusek dan Bornstein, 2006:4). Ada dua dari teori kunci untuk
mencapai tujuan itu. Pertama, tempat kerja harus memusatkan perhatiannya
kepada literasi informasi. Kedua, menghubungan literasi informasi tempat

kerja untuk belajar dan menggunakannya sebagai "organisasi pembelajaran"
(Mutch,1992). Perusahaan sebagai organisasi pembelajaran adalah sebuah
konsep yang dipopulerkan oleh Peter M. Senge dalam bukunya yang berjudul
Disiplin Kelima. Dalam organisasi pembelajaran, karyawan didorong untuk
berpikir kritis dan berbagi pengetahuan. Pembelajaran individual secara
berkelanjutan dan mendukung budaya pembelajaran dalam perusahaan
(Dewan Konferensi, 2000). Literasi informasi

sangat penting dalam

lingkungan kerja. Keterampilan literasi informasi penting untuk mendukung
karakter perusahaan sebagai organisasi pembelajaran (Bruce, 1999).
Sesungguhnya ada dua inti pokok dari penggunaan literasi informasi dalam
perusahaan yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan
jangka pendek, penggunaan literasi informasi mampu membantu para pekerja
dalam meneyelesaikan tugas mereka, sedangkan untuk tujuan jangka panjang,
literasi

informasi


mampu

mendukung

pencapaian

finansial

sebuah

perusahaan. Lloyd (2011:279), literasi informasi di lingkungan kerja saat ini
ibarat terjebak di antara batu dan tempat yang sulit. Makna dari batu adalah
konsep literasi informasi yang digunakan untuk mewakili keterampilan atau
kompetensi literasi informasi, namun terbatas pada kemampuan pekerja untuk
mengakses dan penggunaan informasi serta alat seperti teknologi komputer.
Sedangkan maksud dari tempat yang sulit yaitu upaya untuk menerjemahkan
dan menerapkan konsep literasi informasi pada suatu tempat dimana
pebelajarannya kurang terstruktur dan sistematis (tempat kerja). Sebenarnya
banyak pekerja yang memiliki ketrampilan dalam menggunakan teknologi
komputer, namun bukan berarti karyawan sadar akan melek informasi.


Bahkan meskipun perusahaan dan pekerja mengakui adanya literasi
informasi, mereka tetap tidak menerapkannya sebagai kompetensi inti
(O'Sullivan, 2002).
B. Pemanfaatan Informasi di Lingkungan Kerja
Informasi merupakan komponen pokok

dalam

menunjang

berkembangnya suatu perusahaan. Menurut George H. Bodnar informasi
merupakan data yang diolah sedemikian rupa, sehingga bisa dijadikan dasar
dalam mengambil sebuah keputusan yang tepat dan benar. Informasi mampu
menjawab semua kebutuhan baik pekerja maupun seluruh aspek dalam
perusahaan tersebut. Seiring dengan berkembangnya teknologi, untuk
memperoleh dan mengolah informasi semakin mudah. Literasi informasi
sangat

dibutuhkan


dalam

lingkungan

perusahaan.

Informasi

dalam

perusahaan digunakan untuk memanajemen seluruh sumber yang ada, baik
struktur organisasi, data keuangan, jobdesk tenaga kerja dan lain-lain. (Karim
dan Hussein, 2008), menyatakan bahwa informasi yang berkualitas baik dapat
meningkatkan kemampuan dalam membuat keputusan, meningkatkan
efisiensi dan memungkinkan organisasi untuk mendapatkan keuntungan
kompetitif. Dukungan penelitian, memanfaatkan literasi untuk memecahkan
masalah, selalu up to date dan berkomunikasi dengan pekerja merupakan
tugas untuk mengungkapkan betapa pentingnya keterampilan literasi
informasi berada di pekerjaan mereka. Informasi dalam dunia bisnis dapat
digunakan sebagai sarana untuk membantu tenaga kerja dalam menangani
sejumlah informasi yang muncul dalam lingkungan kerja dan kehidupan
sehari-hari mereka.
Perusahaan berpandangan bahwa informasi adalah aset utama
perusahaan yaitu sebagai sumber keuangan perusahaan, properti, dan
investasi yang dapat dimanfaatkan menjadi daya saing yang kuat dengan
menggunakan aset informasi secara tepat dan terukur. Pemanfaatan informasi
dilingkungan kerja hampir sama dengan pemanfaatan informasi dilingkungan
pendidikan. Dalam melakukan pencarian dan penggunaan informasi yang
menjadi dasar proses pembangunan pengetahuan, sedangkan bagi siswa yang

belajar, catatan hafalan atau ringkasan, analisis, interpretasi, semua hal
tersebut merupakan pemahaman atau penerapan yang juga diperlukan di
tempat kerja (Cheuk 1998).
Balcombe (1999) mendefinisikan pengetahuan manajemen sebagai
memperoleh, menyebarkan, menggunakan dan mensisntesis informasi baru
untuk menambah nilai organisasi. O'Sullivan (2002) telah mengidentifikasi
hal tersebut seperti manajemen waktu, manajemen informasi, manajemen
jaringan, manajemen kerja sama tim, manajemen ekplorasi data, manajemen
analisis, manajemen pencarian informasi secara online, keterampilan
komputer (untuk membuat, menyimpan dan menyajikan informasi),
manajemen pengelolaan sumber daya dan anggaran serta manajemen
keterampilan yang diinginkan untuk mendukung kinerja untuk mencapai
tujuan organisasi. Semau istilah tesebut merupakan fitur dalam deskripsi
pekerjaan, kriteria seleksi, penilaian kinerja dan program pengembangan
keahlian, atau biasa disebut sebagai manajemen pengetahuan atau melek
informasi.
Perusahaan berisiko membuang-buang investasi teknologi yang
digunakan untuk mengelola informasi apabila tidak mampu mengatasi aspek
“sumber daya manusia” yang telah di diidentifikasi sebagai fokus utama
dalam manajemen pengetahuan (Abell 2000). Menurut (Permen 1998) para
pekerja selalu memiliki masalah dalam hal informasi, diantaranya :
1. Informasi yang overload
Informasi overload disebabkan semakin berkembangnya teknologi dan
media penyebaran informasi yang akhirnya mengakibatkan para pekerja
kesulitan dalam menemukan informasi yang relevan, kredibel dengan
2.

kebutuhan mereka dan tidak mengatahui kesahihan informasi itu sendiri.
Kecemasan informasi
Kecemasan informasi terjadi akibat melimpahruahnya informasi dan
kegiatan informasi. Pekerjaan manajemen perusahaan yang sebagian besar
bertumpu pada informasi semakin sulit diatasi. Pengambilan keputusan
semakin rumit, meskipun informasi sangat banyak. Banyak perusahaan
besar yang jatuh, mundur atau kurang berhasil karena tidak dapat atau
tidak tepat memanfaatkan informasi. perusahaan akan mampu terus

berkembang apabila terus berevaluasi untuk menghadapi arus informasi
yang tidak kunjung henti. Informasi tidak sempat dinilai atau dipahami.
Umumnya pekerja yang mememiliki kecemasan informasi akan merasakan
kecemasan akan tenggelam dalam arus informasi, kecemasan akan
kekurangan informasi, kekurangan pemahaman mengenai makna dan nilai
informasi, kekhawatiran dalam menghadapi teknologi komunikasi dan
3.

informasi.
Disinformasi atau informasi yang keliru
Banyak pekerja yang kesulitan dalam menemukan informasi yang
dibutuhkan, hal ini semakin diperkeruh dengan membludaknya informasi
yang mengakibatkan pekerja kesulitan dalam memilah informasi yang
benar tidak mampu memilah informasi yang kredibel, relevan yang
mengakibatkan kesalahan dalam mengambil informasi yang berujung pada

4.

penurunan kebutuhan informasi untuk perusahaan.
Tidak cukup waktu
Karena informasi yang semakin massive, para pekerja semakin
membutuhkan banyak waktu yang diperlukan guna mengumpulkan,
menyimpan, mengolah dan menganalisanya. Padahal waktu yang
disediakan manajer sangat terbatas. Akibatnay informasi yang disuguhkan

5.

untuk perusahaan menjadi abal-abal.
Keterampilan teknologi yang tidak memadai
Banyak perusahaan yang telah menggunakan komputer untuk
mengakses berbagai informasi, namun pada kenyataannya masih banyak
pekerja yang kurang memahami teknologi tersebut, sehingga kesusahan
dalam memanfaatkan komputer untuk melakukan pencarian informasi.
Semua masalah tersebut sering dihadapi oleh karyawan atau pekerja

dalam lingkungan kerja, padahal informasi dianggap sangat penting dalam
kebanyakan organisasi (Permen 1998). Untuk menghadapi semua permasalah
tersebut perusahaan harus memberikan pelatihan dan sosialiasi mengenai
literasi informasi untuk memberikan pengerahan dalam pemanfaatan sumber
daya pengetahuan, agar perusahaan tidak mengeluarkan biaya operasional
lebih untuk mengetasi masalah manajemen informasi. Masalah informasi
yang ditemukan di tempat kerja sering 'berantakan dan sangat luas' (Mutch

2000) atau 'lebih kompleks' (Kuhlthau dan Tama 2001) tugas untuk mencari
informasi yang kompleks merupakan ciri khas dalam lingkungan kerja
(Kuhlthau dan Tama 2001). Kirk (2004) penggunaan informasi bukanlah
aktivitas individu sebagai seperti yang disimpulkan dalam model lainnya,
melainkan menanam hubungan sosial yang merupakan bagian dari setiap
tempat kerja. Pertukaran informasi dan interaksi dengan rekan-rekan dalam
berbagi informasi, melakukan penilaian dan mengambil keputusan bersama,
serta mempengaruhi orang lain untuk tidak hanya menggunakan informasi,
tetapi menggunakan informasi sesuai konteks budaya dan nilai-nilai dalam
perusahaan. (Lloyd 2004)
C. Model Literasi Informasi Dalam Lingkungan Kerja
Ada berbagai jenis model literasi informasi, salah satu model literasi
informasi yang cocok diterapkan dalam tempat kerja adalah Seven Face
Bruce’s ( Bruces 1999). Kategori- kategori tahapanya meliputi :
1. Wajah pertama, literasi informasi digunakan untuk melek teknologi
informasi dan komunikasi.
2. Wajah kedua, literasi informasi digunakan untuk menemukan sumber
informasi yang tepat.
3. Wajah ketiga, literasi informasi digubakan untuk melaksanakan proses.
4. Wajah keempat, informasi literasi digunakan untuk mengendalikan
informasi.
5. Wajah kelima,

literasi

informasi

digunakan

untuk

membangun

pengetahuan baru yang menarik.
6. Wajah keenam, literasi informasi digunakan sebagai media untuk
menerapkan pengetahuan baru yang bersumber dari wawasan dan
pandangan baru pribadi.
7. Wajah ketujuh, literasi informasi digunakan untuk memanfaatkan
informasi secara bijaksana untuk hal lainnya.
Semua ketegori tersebut dapat diterapkan dilingkungan pekerjaan,
mengingat lingkungan pekerjaan termasuk dalam konteks yang spesifik.
Manfaat dari tahapan-tahapan tersebut adalah memberikan pelatihan kepada
para pekerja untuk memanfaatkan semua aspek dalam perusahaan seperti
rekan kerja, teknologi, informasi yang tersedia dan menghubungkan semua
aspek tersebut untuk mencapai tujuan perusahaan.

D. Peran Perpustakaan Khusus Dan Pustakawan Dalam Mendukung
Penerapan Literasi Informasi Di Lingkungan Kerja
Peran perpustakaan khusus adalah melakukan perubahan. Dalam
beberapa dekade terakhir tidak mudah untuk menerapkan sektor ini, banyak
banyak kendala misalnya perpustakaan bercampur, dikurangi, bahka ditutup
(Gawne 2001). Ada juga perbedaan hubungan kelompok antara pengguna
dengan staff perpustakaan. Oleh karena itu banyak konsep, pengalaman dan
penelitian yang mendukung literasi informasi sektor akademik yang
kemudian dialihkan ke tempat kerja, hal harus disesuaikan dan pustakawan
khusus harus dimodifikasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri (Cheuk
1998). Pustakawan dan perpustakaan khusus harus mampu mengajarakan
kepada para pekerja tentang literasi informasi, khususnya pilar-pilar yang
menyokong literasi informasi, diantaranya :
1. Literasi media
Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis,
dan memanfaatkan media yang ada. Kemampuan untuk melakukan hal
ini ditujukan agar para pekerja sebagai konsumen media menjadi sadar
(melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.
Pustakawan mengajarkan kepada para pekerja tentang bagaimana cara
memanfaatkan dan mengolah informasi di komputer, bagaimana
menentukan kata kunci yang tepat dalam melakukan pencarian informasi
melalui komputer, memberitahukan tentang ciri-ciri sumber yang teruji
kesahihannya dan mengajarkan untuk menganalisi pesan visual dari
sebuah media.
2.

Kemampuan menelusur informasi diperpustakaan
Pustakawan juga perlu mengajarkan kepada para pekerja dalam
melakukan penelusuran informasi diperpustakaan, informasi memang
dapat diperoleh melalui komputer namun informasi yang tersedia dalam
komputer kadang belum jelas siapa penulisnya, sehingga masih
diragukan kebenarannya. Berbeda dengan inforasi yang bersumber dari
perpustakaan, semua koleksinya jelas siapa penulisnyae, latar belakang
pendidikan

dan

lainnya.

Kemampuan

menelusur

informasi

diperpustakaan dimulai dari menentukan kebutuhan informasi pekerja,
mengetahui letak koleksi, mampu mengidentifikasi informasi dalam
koleksi, mengevaluasi informasi dan mensisntesis semua sumber
informasi untuk kemudian informasi tersebut dapat bermanfaat untuk
3.

pekerja.
Berfikir kritis
Literasi informasi juga dapat membetuk pribadi yang berpikir kritis,
untuk itu sangat penting memiliki kemampuan berpikir kritis karena
melalui kemampuan ini, seseorang tidak mudah percaya begitu saja
dengan informasi yang ada serta didapatnya. Kemampuan seperti inilah
yang dapat mendorong seseorang untuk selalu ingin tahu segala
informasi yang selalu berkembang dan menemukan informasi yang
benar. Literasi informasi digunakaman untuk memberikan pemahaman
tentang sumber informasi dan bagaimana memperoleh atau mengakses
sumber-sumber tersebut. Literasi informasi didasari dari hubungan antara
orang, benda, teks dan pengalaman jasmani yang memungkinkan
seseorang untuk mengembangkan sikap subjektif dan intersubjektif
(Lloyd, 2010:26). Pustakawan dilingkungan kerja diharapkan mampu
mengajarkan atau mengasah ketrampilan berfikir kritis para pekerja,
dengan melakukan pelatihan dan bimbingan berkelanjutan kemampuan
berfikir kritis pekera akan terus meningkat seiring meningkatnya kinerja
untuk mengolah informasi perusahaan.

4.

Etika informasi
Masih banyak pekerja yang kurang menerapkan etika dalam
pemanfaatan informasi. terkadang mereka hanya melakukan copy paste
dan tidak menyebutkan sumber darimana informasi berasal. Mereka
belum sadar tentang hak cipta dan ketentuan lainnya mengenai informasi
yang digunakan. Peran pustakawan khusus lingkungan kerja inilah yang

memberikan pengarahan kepada pekerja mengenai etika yang harus
dilakukan saat menggunakan informasi atau karya orang lain.
Dalam masyarakat informasi perlu adanya peran spesialis informasi,
dan kebanyakan pustakawan khusus melihat peluang, mereka mampu
menyesuaikan perubahan lingkungan agar mereka tidak terpinggirkan apabila
tidak masuk dalam organisasi serta mengambil tantangan era diera informasi.
Oleh karena itu pustakawan harus berkembang dengan sikap dan layanan
mereka jika mereka agar tetap relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna
(Boelens 2001). Mereka harus proaktif dan mampu mengambil peluang yang
menjadi tersedia dan untuk terlibat dengan sektor-sektor lain di tempat kerja,
mereka melakukan percampuran antara sumber daya manusia dan teknologi
informasi, untuk memperluas peran mereka dalam organisasi dan untuk
memperkuat posisi mereka sebagai spesialis informasi (O'Sullivan 2002).
Bottazzo

(2005)

peran

pustakawan

atau

information

specialist

di

perpustakaan khusus yang telah mengaplikasikan teknologi informasi adalah
(1) memahami dengan baik informasi yang dibutuhkan untuk organisasinya,
(2) harus dapat memahami dan kemudian mengevaluasi sumber-sumber
informasi yang dimiliki dan relevan dengan organisasinya serta sekaligus juga
membina kerja sama informasi dengan sumber-sumber informasi tersebut, (3)
pustakawan harus menjadi promotor yang menentukan dalam organisasi
untuk pengadaan materi informasi perpustakaan, indeksing, berita dan
aktivitas lain. Banyak dokumen yang signifikan, baik cetak maupun digital,
tidak pernah ditambahkan sebagai koleksi perpustakaan tetapi diedarkan
secara umum di tempat kerja. Pustakawan khusus harus terlibat tidak hanya
mengumpulkan, mengorganisir, pengindeksan dan menyajikan informasi
tersebut, tetapi juga harus mampu melatih pekerja untuk melakukan tugastugas ini.
Henczel (2004) menjelaskan tiga peran utama dari perpustakaan khusus
sebagai pusat pengetahuan organisasi yakni menyediakan produk atau jasa
informasi jasa serta meyesuaikannya dengan kebutuhan organisasi, mendidik

orang dalam menggunakan produk-produk dan jasa, serta menjadi fasilitator
dalam berbagi informasi dan pengetahuan. Perlu adanya dukungan perubahan
agar konsep perpustakaan menjadi lembaga yang menyediakan layanan untuk
menjadi

bagian

inti

suatu

perusahaan

atau

organisasi.

Dengan

memperkenalkan aspek program literasi informasi merupakan salah satu cara
untuk membantu perpustakaan khusus untuk terus berkembang dalam
organisasi. Sebagian beasr praktisi beranggapan bahawa peran literasi
informasi ditempat kerja berbeda dengan lingkungan pendidikan. Dalam
lingkungan pendidikan hubungan antara pustakawan dan siswa berbeda
dengan hubungan antara pustakawan dengan rekan kerja dalam sebuah
hierarkis organsisasi dimana pustakawan lebih sering berhubungan dengan
siswa yakni sebagai pihak yang berada dibawahnya (Secker 2002).

BAB III
KESIMPULAN
Literasi informasi bukan hanya layak diterapkan dalam lingkungan
akademikn melainkan dapat diterapkan pula dalam lingkungan kerja. Literasi
informasi mampu membawa peran positif, yakni membantu para pekerja
menyelesaikan tugas mereka yang pada akhirnya berujung pada perkembangan
perusahaan. Didukung manajemen informasi, arus informasi dalam perusahaan
dapat terkontrol dengan baik. Melalui berbagai pelatihan literasi informasi, serta

ditunjang peran pustakawa dan perpustakaan khusus akan mempermudah pekerja
dalam mempergunakan informasi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.
Model literasi informasi Bruce’s merupakan salah satu model literasi
informasi yang cocok diterapkan dalam tempat kerja, mengingat informasi yang
ada dalam perusahaan bersifat spesifik. Tahapan-tahapan kategori model literasi
Bruce’s akan mempermudah pekerja dalam memperoleh informasi yang akhirnya
mampu menjadi tolak ukur kualitas perusahaan, semakin baik kualitas informasi
semakin baik pula kualitas suatu perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Faisal .2009. Kecemasan Informasi. diakses pada tanggal 12 Juni 2016
melalui

http://artikeldanopini.blogspot.co.id/2009/08/kecemasan-

informasi.html
Kirton, Jennifer & Barham, Lyn .2005. Information literacy in the workplace, The
Australian

Library

Journal,

54:4,

365-376,

DOI:

10.1080/00049670.2005.10721784 diakses pada tanggal 09 Juni 2016 melalui
http://eresources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1080/00049670.2005.10721784
Klusek, Louise & Bornstein, Jerry. 2006. Information Literacy Skills for Business
Careers, Journal of Business & Finance Librarianship, 11:4, 3-21, DOI:

10.1300/J109v11n04_02 diakses pada tanggal 10 Juni 2016 melalui http://eresources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1300/J109v11n04_02
Lloyd, Annemaree & Williamson, Kirsty. 2008. Towards an Understanding of
Information Literacy in Context Implications for Research, Journal Of
Librarianship And Information Science, Vol 40 (1): 3–12 DOI:
10.1177/0961000607086616 diakses pada tanggal 10 Juni 2016 melalui
http://lis.sagepub.com.ezproxy.ugm.ac.id/content/40/1/3.full.pdf
Lloyd, Annemaree. 2011. Trapped between a Rock and a Hard Place: What
Counts as Information Literacy in the Workplace and How Is It
Conceptualized?, Library Trends, 60.2 (Fall 2011): 277-296. Diakses pada
tanggal

10

Juni

2016

melalui

http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/860122177/fulltextPD
F/66773870D3764933PQ/4?accountid=13771
M. Somerville, Mary & Howard, Zaana. 2008. Systems thinking: an approach for
advancing workplace information literacy, The Australian Library Journal,
57:3, 257-273, DOI: 10.1080/00049670.2008.10722479 diakses pada tanggal
09

Juni

2016

melalui

http://e-

resources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1080/00049670.2008.10722479
Sokoloff , Jason (2012) Information Literacy in the Workplace: Employer
Expectations, Journal of Business & Finance Librarianship, 17:1, 1-17, DOI:
10.1080/08963568.2011.603989 diakses pada tanggal 12 Juni 2016 melalui
http://eresources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1080/08963568.2011.603989
Zhang, Xue et all. 2010. Environmental Scanning: An Application of Information
Literacy A skills at the Workplace, Journal of Information Science, 36 (6)
2010, pp. 719–732 DOI: 10.1177/0165551510385644 diakses pada tanggal 11
Juni

2016

melalui

http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/918114303/60C4E575
80E4CE8PQ/1?accountid=13771