KORUPSI DALAM SISTEM HUKUM DAN PERUNDANG

KORUPSI DALAM SISTEM
HUKUM DAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA
Oleh :
ISMAYA HERA WARDANIE, SH, MHum.

PENGERTIAN KORUPSI




Korupsi berasal
“CORRUPTION”,
busuk.

dari kata bahasa Latin
yang artinya perbuatan

Arti harfiah Korupsi
Menurut Kamus Lengkap Oxford :

KORUPSI
merupakan
penyimpangan
atau perusakan
integritas
dalam
pelaksanaan
tugas-tugas publik dengan
penyuapan atau balas jasa.





Menurut Kamus Perguruan Tinggi Webster :
KORUPSI merupakan bujukan untuk berbuat salah
dengan
cara - cara yang tidak pantas atau
melawan hukum (seperti penyuapan).
Menurut Bank Dunia :

KORUPSI adalah penyalahgunaan jabatan publik
untuk keuntungan pribadi

KORUPSI HARAM


Ulama Fiqih telah sepakat mengatakan bahwa
perbuatan korupsi adalah haram dan dilarang :
1. Curang dan penipuan (peringatan Allah agar
kecurangan dan penipuan itu dihindari QS. Ali
Imran : 161)
2. Khianat (Berkhianat terhadap amanat adalah
perbuatan terlarang dan berdosa QS. Al. Anfal :
27)
3. Aniaya
(dzalim)(seorang
pejabat
yang
memperkaya dirinya dari harta masyarakat
masuk dalam golongan yang celaka besar QS.

Az Zukhruf : 65)
4. Suap dan gratifikasi (Allah melaknat orang yang
menyuap dan menerima suap HR. Ahmad dan
Hambali)

SEJARAH PERUNDANGAN KORUPSI DI
INDONESIA




Peraturan
Penguasa
Militer
Nomor
:
Prt/PM/06/1957
tentang
Pemberantasan
Korupsi.

Arti : suatu perbuatan-perbuatan yang
merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Peraturan
Penguasa
Militer
Nomor
:
Prt/PM/08/1957 tentang : tentang Pemilikan
Harta Benda.

Memberi wewenang kepada penguasa Militer untuk
mengadakan pemilikan terhadap harta benda seseorang
atau suatu badan yang kekayaannya diperoleh secara
mendadak dan mencurigakan (Prt/PM/011/1957 : dgn
mensita atau merampas).


Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala
Staf
Angkatan

Darat
Nomor
:
Prt/PEPERPU/013/1958 tanggal 16 April 1958
tentang : tentang Pengusutan, Penuntutan
dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana
dan Pemilikan Harta Benda.
1.
2.

Perbuatan Korupsi Pidana (melakukan kejahatan
atau pelanggaran)
Perbuatan Korupsi Lainnya (perbuatan melawan
hukum), sanksinya : perampasan harta benda hasil
korupsi.





PERPPU 24/1960 tanggal 9 Juni 1960 tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan
Tindak Pidana Korupsi, kemudian menjadi UU
No. 1/1961 disebut UU No. 24/Prp/1960.
Dalam tindak pidana korupsi harus dibuktikan
kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan.
UU No. 3/1971 tentang Pemberatasan Tindak
Pidana Korupsi.
Pertimbangan :
1. Korupsi
sangat
merugikan
keuangan/perekonomian
negara
dan
menghambat pembangunan nasional.
2. UU sebelumnya kurang mencukupi.



UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Perhatikan :
1.
2.
3.

Pengertian PNS (ps 1 butir 2) diperluas.
Pengertian keuangan dan perekonomian negara.
Pengertian “secara melawan hukum” dan rumusan
sebagai delik formil (penjelasan ps 2 ayat (1))
4. Korporasi sebagai subyek tindak pidana korupsi
yang
dapat dikenakan sanksi.
5. Ancaman pidana (minimum, denda lebih tinggi,
pidana mati, pidana penjara pengganti bagi yang tidak
membayar uang pengganti)
6. Tindak pidana yang sulit pembuktiannya, dibentuk tim,
diketuai Jaksa Agung.
7. Pembuktian terbalik, terbatas dan berimbang.

8. Peran Kejaksaan sebagai JPN.
9. Peran serta masyarakat.
10. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.



Menurut Undang – Undang No. 31 tahun 1999 jo
Undang - Undang No. 20 Tahun 2001 ttg
Tindak
Pidana Korupsi, yang dapat digolongkan sebagai
tindak pidana korupsi adalah :
1. Perbuatan melawan hukum /
penyalahgunaan
kewenangan /
jabatan
yang
merugikan
keuangan/perekonomian negara (pasal 2 & 3).
2. Pemberian
suap

kepada
Pegawai
Negeri
(pasal 5).
3. Pemberian suap kepada Hakim (pasal 6).
4. Pemborong yang berbuat curang (pasal 7).

5. Pegawai Negeri menggelapkan uang atau
surat berharga milik
negara (pasal
8).
6. Pegawai
Negeri
memalsukan
buku
administrasi
(pasal 9).
7. Pegawai Negeri atau Hakim menerima
suap
(pasal 11 dan

12).
8. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
menerima gratifikasi (pasal 12
B).

10 (SEPULUH ) AREA RAWAN KORUPSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

SEKTOR PENGADAAN BARANG DAN JASA
PEMERINTAH.
SEKTOR KEUANGAN.

SEKTOR PERPAJAKAN.
SEKTOR MIGAS.
SEKTOR BUMN/BUMD.
SEKTOR KEPABEANAN DAN CUKAI.
SEKTOR PENGGUNAAN APBN/APBD.
SEKTOR ASET NEGARA/DAERAH.
SEKTOR PERTAMBANGAN.
SEKTOR PELAYANAN UMUM.

LATAR BELAKANG TERJADINYA KORUPSI :
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.

LEMAHNYA MORAL DAN MENTAL PELAKU.
MINIMNYA PENGETAHUAN TTG HUKUM.
MINIMNYA PENGHASILAN/PENGHASILAN TDK
SEBANDING DGN. KEBUTUHAN.
ADANYA
PELUANG
KARENA
LEMAHNYA
PENGAWASAN.
LEMAHNYA SANKSI PIDANA YANG DIJATUHKAN
HAKIM.
STRUKTUR DAN SISTEM BIROKRASI SERTA
MANAJEMEN YANG KURANG BAIK.
MODERNISASI.
KEPENTINGAN POLITIK.

POLA MODUS OPERANDI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

MARK UP.
PENGGELAPAN UANG/BARANG NEGARA.
DOBEL ANGGARAN.
PUNGUTAN LIAR / SUAP.
PEMBUKUAN GANDA.
PENGADAAN BARANG/JASA YANG TIDAK
SESUAI KONTRAK.
REKAYASA DLM PENGADAAN BARANG/JASA.
PERJALANAN DINAS FIKTIF.
PEMALSUAN DOKUMEN.
PENERIMAAN FEE, DISKON, KOMISI, DLL.

PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
1.

2.

3.

PENYELENGGARA NEGARA :
a. PEJABAT NEGARA PADA LEMBAGA TERTINGGI NEGARA.
b. PEJABAT NEGARA PADA LEMBAGA TINGGI NEGARA.
c. MENTERI.
d. GUBERNUR.
e. HAKIM.
f. PEJABAT NEGARA LAIN SESUAI UU YG BERLAKU.
g. PEJABAT LAIN YG MEMILIKI FUNGSI STRATEGIS.
PEGAWAI NEGERI :
ORANG YANG MENERIMA GAJI ATAU UPAH DARI
KORPORASI
YANG
MENGGUNAKAN
MODAL
ATAU
FASILITAS DARI NEGARA ATAU MASYARAKAT.
SETIAP ORANG.

PERBUATAN YANG DILARANG
1.

KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN
NEGARA, YAITU :
- MELAWAN HUKUM UNTUK MEMPERKAYA DIRI
SENDIRI ATAU ORANG LAIN ATAU SUATU
KORPORASI ;
- MENYALAHGUNAKAN
KEWENANGAN
ATAU
KESEMPATAN ATAU SARANA YANG ADA
PADANYA
KARENA
JABATANNYA,
MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI, ORANG LAIN
ATAU SUATU KORPORASI.

2.

PERBUATAN SUAP MENYUAP, YAITU :
- MENYUAP PEGAWAI NEGERI ;
- MEMBERI HADIAH KEPADA PEGAWAI NEGERI
KARENA JABATANNYA ;
- PEGAWAI NEGERI MENERIMA SUAP ;
- PEGAWAI NEGERI MENERIMA HADIAH KARENA
JABATANNYA ;
- MENYUAP HAKIM ;
- MENYUAP ADVOKAD ;
- HAKIM DAN ADVOKAD YANG MENERIMA SUAP;

3.

KORUPSI YANG TERKAIT PENGGELAPAN DALAM
JABATAN, YAITU :
- PEGAWAI NEGERI YANG MENGGELAPKAN
UANG ATAU MEMBIARKAN PENGGELAPAN ;
- PEGAWAI NEGERI MEMALSUKAN BUKU UNTUK
PEMERIKSAAN ADMINISTRASI ;
- PEGAWAI NEGERI MERUSAKKAN BUKTI ;
- PEGAWAI NEGERI MEMBIARKAN ORANG LAIN
MERUSAKKAN BUKTI ;
- PEGAWAI NEGERI MEMBANTU ORANG LAIN
MERUSAKKAN BUKTI

4.

5.

KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN PEMERASAN,
YAITU :
- PEGAWAI NEGERI MEMERAS ;
- PEGAWAI NEGERI MEMERAS PEGAWAI NEGERI
YANG LAIN.
KORUPSI
TERKAIT
DENGAN
PERBUATAN
CURANG, YAITU :
- PEMBORONG BERBUAT CURANG ;
- PENGAWAS
PROYEK
MEMBIARKAN
PERBUATAN CURANG ;
- REKANAN TNI/POLRI BERBUAT CURANG ;
- PENGAWAS PROYEK TNI/POLRI MEMBIARKAN
PERBUATAN CURANG

6.

KORUPSI
TERKAIT
DENGAN
BENTURAN
KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN, YAITU :
PEGAWAI NEGERI TURUT SERTA DALAM
PENGADAAN YANG DIURUSNYA.

7.

KORUPSI TERKAIT DENGAN GRATIFIKASI, YAITU :
PEGAWAI NEGERI MENERIMA GRATIFIKASI DAN
TIDAK MELAPORKANNYA KPD KPK.

TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK
PIDANA KORUPSI :
1. SETIAP ORANG YANG DENGAN SENGAJA
MENCEGAH,
MERINTANGI
ATAU
MENGGAGALKAN SECARA LANGSUNG ATAU
TIDAK LANGSUNG, PENYIDIKAN, PENUNTUTAN
DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
TERHADAP TERSANGKA DAN TERDAKWA
ATAUPUN PARA SAKSI DALAM PERKARA
KORUPSI.
2. SETIAP ORANG YANG SENGAJA TIDAK
MEMBERIKAN
ATAU
MEMBERIKAN
KETERANGAN YANG TIDAK BENAR.

3.

DALAM PERKARA KORUPSI, MELANGGAR
KETENTUAN PASAL 220, 231, 421, 422, 429 ATAU
430 KUHP.

4.

SAKSI YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN
PASAL 31 UU NO. 31 TAHUN 1999.

STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI
DI INDONESIA
1.

PREVENTIF :
a. PENYEMPURNAAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN.
b. PENYEMPURNAAN KELEMBAGAAN DAN TATA
KERJA BIROKRASI.
c. PENYULUHAN DAN PENERANGAN HUKUM.
d. PEMANTAUAN TERHADAP PROYEK-PROYEK
YANG
RAWAN KKN.

2.

REPRESIF :
PENEGAKAN HUKUM MELALUI :
1.
PENYELIDIKAN.
2.
PENYIDIKAN
3.
PENUNTUTAN.
4.
UPAYA
HUKUM (BANDING, KASASI).
5.
EKSEKUSI

PERAN SERTA MASYARAKAT
PASAL 41 AYAT (1) UU NO. 31 TAHUN 1999 JO UU
NO. 20 TAHUN 2001 :
MASYARAKAT
DAPAT
BERPERAN
SERTA
MEMBANTU
UPAYA
PENCEGAHAN
DAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

BENTUK PERAN SERTA MASYARAKAT
PASAL 41 AYAT (2) :

a.

b.

HAK MENCARI, MEMPEROLEH DAN MEMBERIKAN
INFROMASI ADANYA DUGAAN TELAH TERJADI
TINDAK PIDANA KORUPSI.
HAK UNTUK MEMPEROLEH PELAYANAN DALAM
MENCARI , MEMPEROLEH DAN MEMBERIKAN
INFROMASI ADANYA DUGAAN TELAH TERJADI
TINDAK PIDANA KORUPSI KEPADA PENEGAK
HUKUM YANG MENANGANI PERKARA TINDAK
PIDANA KORUPSI.

c.

d.

e.

HAK MENYAMPAIKAN SARAN DAN PENDAPAT
SECARA
BERTANGGUNG JAWAB KEPADA
PENEGAK HUKUM
YANG
MENANGANI
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI.
HAK UNTUK MEMPEROLEH JAWABAN ATAS
PERTANYAAN
TTG
LAPORANNYA
YANG
DIBERIKAN KEPADA PENEGAK HUKUM DALAM
WAKTU
PALING LAMA
30 (TIGA PULUH)
HARI.
HAK UNTUK MEMPEROLEH PERLINDUNGAN
HUKUM
DALAM HAL :
1. MELAKSANAKAN HAKNYA SEBAGAIMANA
DIMAKSUD HURUF a, b DAN c.
2. DIMINTA HADIR DALAM PROSES LID, DIK
DAN SIDANG SEBAGAI SAKSI PELAPOR,
SAKSI ATAU AHLI.

3.

MASYARAKAT MEMPUNYAI HAK DAN TANGGUNG
JAWAB DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
4. HAK DAN TANGGUNG JAWAB TSB DILAKSANAKAN
DENGAN BERPEGANG TEGUH PADA ASAS-ASAS
ATAU KETENTUAN YANG DIATUR DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERLAKU DENGAN MENTAATI NORMA AGAMA
DAN NORMA SOSIAL LAINNYA.
PASAL 42 :
PEMERINTAH MEMBERIKAN PENGHARGAAN KPD
ANGGOTA
MASYARAKAT
YANG
BERJASA
MEMBANTU
UPAYA
PENCEGAHAN,
PEMBERANTASAN
ATAU
PENGUNGKAPAN
TINDAK PIDANA KORUPSI.

PP NO. 71 TAHUN 2000
PASAL 1 ANGKA 1 :
PERAN SERTA MASYARAKAT ADALAH PERAN
AKTIF PERORANGAN, ORGANISASI MASYARAKAT
ATAU LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI.
PASAL 2 AYAT (1) :
SETIAP ORANG, ORGANISASI MASYARAKAT ATAU
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT BERHAK
MENCARI, MEMPEROLEH DAN MEMBERIKAN
INFROMASI ADANYA DUGAAN TELAH TERJADI
TINDAK PIDANA KORUPSI SERTA MENYAMPAIKAN
SARAN DAN PENDAPAT KPD PENEGAK HUKUM
MENGENAI PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI.

PASAL 2 AYAT (2) :
PENYAMPAIAN INFORMASI, SARAN DAN PENDAPAT
ATAU
PERMINTAAN
INFORMASI,
HARUS
DILAKUKAN SECARA BERTANGGUNG JAWAB
SESUAI
DENGAN
KETENTUAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU, NORMA
AGAMA, KESUSILAAN DAN KESOPANAN.

PASAL 3 AYAT (1) :
INFORMASI, SARAN ATAU PENDAPAT DARI
MASYARAKAT HARUS DISAMPAIKAN SECARA
TERTULIS DAN DISERTAI :
a. DATA MENGENAI NAMA DAN ALAMAT PELAPOR,
PIMPINAN ORGANISASI MASYARAKAT ATAU
PIMPINAN
LSM
DENGAN
MELAMPIRKAN
FOTOCPY KTP ATAU IDENTITAS DIRI LAIN.
b. KETERANGAN MENGENAI DUGAAN PELAKU
TINDAK
PIDANA
KORUPSI
DILENGKAPI
DENGAN
BUKTIBUKTI PERMULAAN.

HAK DAN TANGGUNGJAWAB MASYARAKAT DALAM
MEMPEROLEH PERLINDUNGAN HUKUM
PASAL 5 AYAT (1) :
SETIAP ORANG, ORGANISASI MASYARAKAT ATAU
LSM BERHAK ATAS PERLINDUNGAN HUKUM, BAIK
MENGENAI STATUS HUKUM MAUPUN RASA AMAN.
PASAL 5 AYAT (2) DAN (3):
PERLINDUNGAN MENGENAI STATUS HUKUM TIDAK
DIBERIKAN APABILA DARI HASIL LID, ATAU DIK
TERDAPAT
BUKTI
YANG
CUKUP
YANG
MEMPERKUAT KETERLIBATAN PELAPOR DALAM
TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAPORKAN,
ATAU DIKENAKAN TUNTUTAN DALAM PERKARA
LAIN.

PEMBERIAN PENGHARGAAN
PASAL 7 AYAT (1) :
SETIAP ORANG, ORGANISASI MASYARAKAT ATAU
LSM YANG TELAH BERJASA DALAM USAHA
MEMBANTU
UPAYA
PENCEGAHAN
ATAU
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
BERHAK MENADAPAT PENGHARGAAN.
PASAL 7 AYAT (2) :
PENGAHARGAAN TSB DAPAT BERUPA PIAGAM
ATAU PREMI.
PASAL 9 :
BESAR PREMI PALING BANYAK 2 PERMIL DARI
NILAI KERUGIAN NEGARA YANG DIKEMBALIKAN.

PASAL 10 AYAT (1) :
PIAGAM DIBERIKAN KEPADA PELAPOR SETELAH
PERKARA DILIMPAHKAN KE PENGADILAN.
PASAL 10 AYAT (2) :
PENYERAHAN PIAGAM DILAKUKAN OLEH PENEGAK
HUKUM ATAU KPK.
PASAL 11 AYAT (1) :
PREMI DIBERIKAN KEPADA PELAPOR SETELAH
PUTUSAN PENGADILAN YANG MEMIDANAKAN
TERDAKWA MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM
TETAP.
PASAL 11 AYAT (2) :
PENYERAHAN PREMI DILAKUKAN OLEH JAKSA
AGUNG RI ATAU PEJABAT YANG DITUNJUK.

TERIMA KASIH