PROBLEMA DAN TANTANGAN PROFESI GURU Maka (3)

PROBLEMA DAN TANTANGAN PROFESI GURU
Makalah
Diajukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Profesi Keguruan
Dosen Pengampu
Reksiana, MA. Pd

Disusun oleh:
Afifah Syadza

15311498

Badhriyatul Khoiriyah

15311503

Ratu Prawati

15311488

Program Study Pendidikan Agama Islam (PAI)

Fakultas Tarbiyah
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tahun Ajaran 2017/2018 M

1

KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah SWT. yang telah menciptakan manusia dan
mengajarkan Al-Qur’an dengan kalam kepada mereka. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., para keluarga, sahabat, dan pengikut
kebaikan sampai akhir zaman.
Terimakasih kepada Ibu Reksiana, MA. Pd yang telah memberikan tugas ini
sehingga penyusun terpacu untuk menjadi dan memberikan yang terbaik bagi para
pembaca. Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh sekali dari
kesempurnaan, untuk itu penyusun mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga dalam proses pembutannya lebih baik lagi kedepannya.

Senin, 20 November 2017


Kelompok 9

I

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Massalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Problematika Profesi Guru ................................................................... 3
2. Tantangan Profesi Guru ............................................................................. 8

3. Solusi dalam Mengahadapi Problematika Guru ................................... 12
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN .................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15


II

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Problem guru merupakan topik yang tidak habis-habisnya dibahas dalam
berbagai seminar, diskusi, dan workshop untuk mencari berbagai alternatif
pemecahanbterhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh guru dalam
menjalankan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dilingkungan sekolah.
Pekerjaan mendidik bukanlah pekerjaan yang mudah. Hasil pekerjaan itu
tidak dapat sama sekali kita tentukan lebih dahulu seperti halnya dengan orang
yang mencetak kue atau membuat benda-benda lain. Hasil dari pekerjaan
mendidik tidak hanya ditentukan oleh kehendak si pendidik sendiri, tetapi juga
ditentukan oleh banyak faktor lain. Di dalam pendidikan, faktor-faktor
lingkungan (milieu) dapat mempengaruhi dan bahkan turut pula mempengaruhi
pertumbuhan anak didik; demikian pula anak itu sendiri tidak dapat diabaikan.
Penyebabnya karena berdasarkan sejumlah penelitian pendidikan, guru
diyakini sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan anak

didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta
internalisasi etika dan moral. Karena itu tidaklah berlebihan apabila para
pemerhati pendidikan senantiasa mengarahkan perhatiannya pada persoalan guru
dan keguruan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana problematika profesi guru?
2. Bagaimana tantangan profesi guru?
3. Bagaimana solusi dalam menghadapi problematika profesi guru?

1

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui problematika profesi guru
2. Untuk mengetahui tantangan profesi guru
3. Untuk mengetahui solusi dalam menghadapi problematika profesi guru

2

BAB II

PEMBAHASAN

1. Problematika Profesi Guru
a. Pengertian Problematika
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
Problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan;
yang

menimbulkan

masalah;

permasalahan;

situasi

yang

dapat


didefinisikan sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, di atasi
atau disesuaikan.1Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
problematika mempunyai arti: masih menimbulkan masalah, hal yang
masih belum dapatdipecahkan permasalahan.
Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai persoalanpersoalan sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang
datang dari individu (faktor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan
SDM atau guru dalam dunia pendidikan.

b. Problematika Profesi Guru
Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi
menjadi 2 kelompok besar, yaitu problem yangberasal dari diri guru yang
bersangkutan dan problem yang berasal dari dalam diri guru lazim
disebut problem internal, sedangkan yangberasal dari luar disebut
problem eksternal.
1) Problem Internal
Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar
pada kompetensi profesional yang dimilikinya, baik bidang kognitif
seperti penguasaan bahan/materi, bidang sikap seperti mencintai
profesinya (kompetensi kepribadian) dan bidang perilaku seperti

1

Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer , (Surabaya: Karya Utama, 2002), hlm. 499

3

keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa (kompetensi
pedagogik) dan lain-lain.2
a) Menguasai Bahan/Materi
Menguasai

materi

harus

dimulai

dengan

merancangdan


menyiapkan bahan ajar/materi pelajaran yang merupakan
faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari
guru kepada anak didiknya. Agar proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik, rancangan dan penyiapan bahan ajar
harus cermat, baik dan sistematis. Rancangan atau persiapan
bahan ajar/materi pelajaran berfungsi sebagai pemberi arah
pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar
dapat terarah dan efektif. Namun hendaknya dalam merancang
dan menyiapkan bahan ajar disertai pula dengan gagasan/ide
dan perilaku guru yang kreatif, dengan memperhatikan
segenap hal yang terkandung dalam makna belajar peserta
didik.3
b) Mencintai Profesi Keguruan
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru
dan adanya keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang
baik, persoalan profesi guru di sekolah terus menarik untuk
dibicarakan, didiskusikan, dan menuntut untuk dipecahkan,
karena masih banyak guru yang punya anggapan bahwa
mengajar hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru merupakan

faktor dominandalam pendidikan formal pada umumnya karena
bagi siswa, guru sering dijadikan teladan dan tokoh panutan.
Untuk itu guru seyogyanya memiliki perilaku dan kemampuan
yang memadai dalam mengembangkan peserta didik secara utuh.
Peran guru adalah perilaku yang diharapkan (expected behavior )
oleh

masyarakat

dari

2

seseorang

karena

status

yang


Nana Sujana, Cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar , (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 1998), hlm. 41
3
Iskandar Agung, Meningkatkan kreativitas pembelajaran bagi guru, (Jakarta: Bestari Buana Murni,
2010), hlm. 54

4

disandangnya. Status yang tinggi membuat seorang guru
mengharuskan

tampilnya

perilaku

yang

terhormat


dari

4

penyandangnya. Dewasa ini masyarakat tetap memgharapkan
perilaku yang paling baik dan terhormat dari seorang guru.
c) Keterampilan Mengajar
Guru harus memiliki

beberapa

komponen

keterampilan

mengajar agar proses pembelajaran dapat tercapai, di antaranya
yaitu 10 kompetensi guru yang merupakan profil kemampuan
dasar bagi seorang guru. Adapun 10 kompetensi guru tersebut
Depdikbud,5meliputi:

menurut

(1)menguasai

bahan,

(2)mengelola program belajar mengajar, (3)mengelola kelas,
(4)penggunaan media atau sumber, (5)mengelola interaksi
belajar mengajar, (6)menilai prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran,

(7)mengenal

fungsi

layanan

bimbingan

dan

penyuluhan (BP), (8)mengenal menyelenggarakan administrasi
sekolah (9)memahami prinsipprinsip, (10)menafsirkan hasil
penelitian pendidikanguru untuk keperluan pengajaran.
d) Menilai Hasil Belajar Siswa
Evaluasi diadakan bukan hanya ingin mengetahuitingkat
kemajuan yang telah dicapai siswa saja, melainkan ingin
mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan siswa atau
peserta didik yang telah dicapai. Evaluasi adalah suatu kegiatan
yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana
kerberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru
dalam

mengajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru

dengan memakai instrument penggali data seperti tes perbuatan
tes tertulis dan tes lisan.6

4

H. A. R Tilaar, Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru, (Jakarta: Gramedia
Widiyasarana Indonesia, 2002), hlm. 296
5
E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2006), hlm. 4-5
6
Syaiful Bahri Djamara, Guru dan Anak Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 20

5

2) Problem Eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu
sendiri. Kualitas pengajaran juga ditentukan oleh karakteristik
kelas dan karakteristik sekolah.7
a) Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar,
fasilitas dan sumber belajar yang tersedia.
b) Karakteristik sekolah yangdimaksud misalnya disiplin sekolah,
perpustakaan yang ada di sekolah memberikan perasaan yang
nyaman, bersih, rapi dan teratur.
Pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan
tertuju pada betapa rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah
yang ditunjukkan dengan hasil nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya
skor tersebut akan senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan
rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah kualitas guru dan
kualitas pendidikan guru.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan
guru telah dilaksanakan dengan pembaharuan pendidikan misalnya
diintroduksinya proyek perintis sekolah pembangunan, pengajaran dengan
sistem modul dan lainnya,8 dan adanya beberapa masalah yang
mempengaruhi kinerja profesi guru yang menjadikan usaha-usaha tersebut
tidak berjalan lancar, diantaranya:
1) Mengabaikan Guru
Sebagai contoh adalah diintroduksinya pendekatan Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar-mengajar. Keyakinan para
pengambil kebijaksanaan CBSA telah mendorong dikeluarkannya
penetapan keharusan guru untuk menggunakan pendekatan tersebut

7

Nana Sujana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar , (Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 1998), hlm. 42-43
8
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan , (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001), hlm.
51

6

dalam proses belajar mengajar. Barangkali keyakinan ini tidak hanya
bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan hasil-hasil penelitian.
Tersendat-sendatnya pelaksanaan CBSA dewasa ini merupakan
bukti bahwa setiap kebijaksanaan dibidang pendidikan apabila
pengajaran di kelas yang meninggalkan pandangan guru sebagai
orang yang paling tahu keadaan kelas cenderung mengalami
kegagalan sebab "pandangan guru" sangat diperlukan dalam setiap
usaha peningkatan kualitas hasil pendidikan.9
2) Mentalitas dan Vitalitas
Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa
meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya
sampai jenjang kepangkatan tertinggi.Pertama, para guru harus
memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi
dengan peserta didik. Kedua, akan lebih baik kalau apa yang
dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para
guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para
guru

sendiri.

Ketiga,

guru

harus

membiasakan

diri

untuk

mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya
lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru
meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.10
3) Peran PGRI
Sebagai suatu organisasi profesi guru yang memiliki anggota
lebih dari dua juta, PGRI secara moral mempunyai tanggung jawab
untuk mendorong dan memberikan agar para guru bisa melaksanakan
tiga kegiatan di atas.PGRI bisa memperbanyak pertemua-pertemuan
ilmiah, menerbitkan pedoman-pedoman penelitian yang dapat cepat
dicerna guru, menerbitkan jurnal-jurnal sebagai media komunikasi

9

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan , (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001), hal.

52-54
10

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan , (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001),

hal. 52-54

7

ilmiah

para

anggota.Untuk

itu,

kiranya

meningkatkan kualiatas tubuhnya sendiri.

PGRI

perlu

lebih

11

2. Tantangan Profesi Guru
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan yang
dihadapi

oleh profesi

keguruan dalam usaha untuk

meningkatkan

kewibaannya di mata masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Dedi
Supriadi, (1999: 104-106) sebagai berikut:
a. Berkenaan dengan definisi profesi keguruan, masih ada kekurang jelasan
tentang definisi keguruan, bidang garapannya yang khas, dan tingkat
keahlian yang dituntut dari pemegang profesi ini. Profesi keguruan
berbeda misalnya dengan profesi kedokteran yang bidang tugas dan
tingkat keahlian yang dituntutnya profesi telah begitu jelas serta dirinci
sedemikian rupa.
b. Kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah profesi keguruan menunjukan
bahwa desakan kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru, maka
profesi ini tidak cukup terlindungi dari terjadinya “gangguan” dari luar.
Di masa lalu bahkan hingga dewasa ini, ada kesan bahwa siapapun boleh
berdiri di muka kelas untuk mengajar tanpa memperdulikan latar
belakang dan tingkat pendidikannya. Di zaman kemerdekaan, asal
seseorang bisa menulis, membaca, dan berhitung dan mau membagikan
kemauannya kepada orang lain, dapat langsung berdiri di muka kelas.
Sekalipun hal tersebut sekarang, pengaruh dari masa lalu itu masih
terasa hingga sekarang. Di samping itu, kualifikasi pendidikan guru kita
amat beragam, mulai hanya lulusan SLTP hingga S-3. Dapat
dibayangkan betapa sulitnya menarik suatu generalisasi utuh tentang
tingkat profesionalisme guru. Sekali lagi, bandingkan misalnya dengan
profesi kedokteran yang anggotanya hanya terdiri atas dokter dengan
kualifikasi pendidikan yang jelas dan seragam.12

11

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan , (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001), hal.

52-54
12

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 104

8

c. Penambahan jumlah guru secara besar-besaran membuat sulitnya standar
mutu guru dikendalikan dan dijaga. Hal ini terjadi hampir pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan. Akibatnya, ada untuk anggapan seakanakan tidak ada relevansinya untuk berbicara tentang profesionalisme
guru di tengah mendesaknuya kebutuhan akan guru dalam jumlah
besar.13
d. PGRI sendiri cenderung bergerak di “ pertengahan” antara pemerintah
dan guru-guru. PGRI belum banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan
yang secara sistematis dan langsung berkaitan dengan profesionalisme
guru; misalnya melalui penerbitan profesional dan kegiatan ilmiah
lainnya. Kurangnya dana, langkanya tenaga profesional dan potensi
“pasar” untuk mengkonsumsi penerbitan profesional, menjadi sebab
sulitny PGRI bergerak ke arah itu. Hal serupa juga berlaku dalam upaya
memperjuangkan nasib n-para guru. Diakui bahwa pada beberapa tahun
terakhir PGRI makin aktif menyuarakan aspirasi guru, namun secara
umum tidak berlebihan bila dikatakan bahwa PGRI masih harus berbuat
banyak untuk menjadi penyalur dan penyambung lidah para guru dalam
menyampaikan aspirasinya untuk perbaikan statusnya.14
Baik sebagai wahana untuk meningkatkan profesionalisme maupun
untuk memperjuangkan nasib guru, PGRI memang masih sebelum
“secanggih” oraganisasi serupa di negara lain. Misalnya, NEA (National
Education Assocoation) di AS benar-benar aktif melakukan pembinaan

terhadap profesionalisme guru; sedangkan AFT (American Federation of
Teacher )

lebih

berurusan

dengan

upaya

memperjuangkan

hak-hak

guru.Guru-guru yang kurang puas dengan kondisi kerja banyak bergabung
dengan AFT. Di Inggris, NUT (National Teacher Union) merupakan
kekuatan yang ampuh baik sebagai sarana untuk pembinaan profesionalisme

13

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 104
14
Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 104

9

guru maupun dalam mempengaruhi opini publik tentang pendidikan dan
guru.15
Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah
membuat guru makin ditantang.Perubahan yang terjadi dalam masyarakat
melahirkan tuntutan-tuntutan baru terhadap peran (Role Expectation) yang
seharusnya dimainkan oleh guru.Akibatnya, setiap penambahan kemampuan
guru selalu berpacu dengan meningkatnya kemampuan dan harpan
masyarakat tersebut yang kadang-kadang lebih cepat dari kemampuan guru
untuk memenuhinya.Masalah terjadi apabila harapan atas peran guru
bertambah, sementara kemampuan giri memenuhinya terbatas.Bila dimasa
lalu guru menjadi sumber utama untuk menjawab ketidaktahuan siswa,
sekarang bukan lagi. Di rumah tersedia radio, televisi, surat kabar, bahkan
komputer dan internet. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dengan
pengecualian pedesaan barisan depan dalam irama perubahan masyarakat
sebagaimana dipercayai di masa lalu, melainkan pengikut perubahan
masyrakat yang bergerak jauh di depan mereka. Dalam situasi demikian,
tidak mudah menegakkan profesi keguruan.Jadi, betapa peliknya problematik
dan betapa beratnya tantangan yang dihadapi profesi keguruan.16
Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan
dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh.Sosok
guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan
tidak ada alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk
membela dirinya.Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar
kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa
ketar-ketir.Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada

15

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 105
16
Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 105

10

peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputusasaan mental
generasi bangsa ini.17
Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah
menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan
persoalan dunai pendidikan.Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang
guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan
terjun di tengah masyarakatnya.Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan
beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu:
a. pembelajaran, bukan pengajaran;
b. guru sebagai fasilitator, bukan instruktur;
c. siswa sebagai subjek, bukan objek;
d. multimedia, bukan monomedia;
e. sentuhan manusiawi, bukan hewani;
f. pembelajaran induktif, bukan deduktif;
g. materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal;
h. keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.18
Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga
menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh.Pola dan strategi
pendidikan yang menitik bertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik
pada dirinya sendiri dan lingkungannya.
Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan
ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk
disembuhkan. Seorang guru sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap
guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru
seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti,
semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan
melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka
17

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 105
18
Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 106

11

menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang
disampaikannya sama seperti yang kemarin.
Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan
membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik
hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan
seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi
pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir
pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang
mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karakter
siswa yang manusiawi.19
Beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam
membangun suasana kelas yang familiar dan manusiawi.Suasana kelas yang
tak lagi hadir sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari
guru.Tetapi ruang kelas yang mampu menggali potensi siswa dan
menjernihkan nalar pikir anak didik dalam memahami dan mengaplikasikan
kemampuannya untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.Kreatifitas guru
tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model
pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah metode dan
aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.20
3. Solusi dalam Menghadapi Problematika Guru
Untuk

mengatasi

problematika

pendidikan

yang

berkaitan

dengan

profesionalisme, guru diperlukan kerja sama antara dunia pendidikan dengan
instansi-instansi lain, mengintegrasikan seluruh sumber informasi yang ada di
masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar, penanaman tanggung jawab
yang tinggi terhadap tugas yang diembannya dan pembudayaan akhlaqul
karimah dalam setiap perbuatan kesehariannya serta diperlukan kerja sama

19

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 106
20
Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru , (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
1998), hlm. 106

12

dari berbagai pihak, utamanya pemimpin lembaga pendidikan dan pemerintah
sebagai pembuat kebijakan.
Guru dalam proses pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan berfungsi
sebagai mediator dalam penyampaian materi-materi yang diajarkan kepada
peserta didik, untuk kemudian ditindak lanjuti oleh peserta didik dalam
kehidupan nyatanya, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Dalam
proses pembelajaran ini, untuk menjadi guru yang profesional, hendaknya
guru memiliki dua kategori, yaitu capability dan loyality, artinya guru itu
harus memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai
perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan,
yakni loyal kepada tugas-tugas keguruan yang tidak semata-mata di dalam
kelas, tapi sebelum dan sesudah di kelas.21

21

Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya bagi Peningkatan Kualitas
Pendidikan, Jurnal Surakarta, 2014, hlm. 104

13

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Problematika pengembangan profesionalisasi guru dapat dilihat

dari

kurangnya minat guru untuk meneliti, guru sekarang masih banyak yang belum
sejahtera, kurang kreatifnya guru dalam membuat alat peraga dan media
pembelajaran.
Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari
kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti,
mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru
untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu
semua dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.
Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah
membuat guru makin ditantang. Tantangan serta berbagai persoalan kegagalan
dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sososk
guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Maka perbaikan
dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk
dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunia pendidikan.

14

DAFTAR PUSTAKA
Agung, Iskandar. Meningkatkan Kreatifitas Pembelajaran bagi Guru.
Jakarta: Bestari Buana Murni. 2010
Djamara, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik. Jakarta: Rineka Cipta. 2005
Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Rosda Karya. 2006
Rajasa, Sutan. Kamus Ilmiyah Populer . Surabaya: Karya Utama. 2002
Sujana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar .
Bndung: Sinar Baru Algesindo. 1998
Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa, 1998
Tilaar, H. A. R. Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta:
Gramedia Widiyasarana Indonesia. 2002
Wibowo, Catur Hari. Problematika Profesi Guru dan Solusinya bagi
Peningkatan Kualitas Pendidikan, Jurnal Surakarta, 2014
Zamroni. Paradigma
Publishing. 2001

Pendidikan Masa

15

Depan. Yogyakarta: Bigraf