RELASI IMAN DAN ILMU PENGETAHUAN DALAM P
RELASI IMAN DAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Sebuah Kajian Tafsir Maudhui)
Ali Masrur Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan STFI Sadra
Komplek Citra AB 2 No. 6, Bumi Panyileukan Cipadung Kidul, Kec. Panyileukan Ujung Berung Kota Bandung, Indonesia.
E-mail: alimasruryahoo.com _________________________
Abstract
This writing studies on relation between faith and science in the perspective of the Quran: a study of thematical interpretation. After studying Quranic verses on relation between faith and science using thematical method and unearthing interpretations from contemporary Quranic interpreters, such as Fazlur Rahman, Quraish Shihah, and Nurcholish Madjid, the result of this research are: Firstly, science is a tool to find a Qur‟anic truth and God‟s truth itself. Science given by God to mankind as stock for mankind to be vicegerent of God in the earth. Therefore, science can not be separated with faith. By having science and faith, God will raise a standart of mankind, not only in this world, but also in the hereafter. Thus, the developing of science and technology has to be efforted to strengten faith of man to his God and to make man be nearer to his God. Secondly, confrontation between science and faith, did not caused by the teachings of the Qur‟an, but because man has weeknesses: first, he has a carnal desire encouraging a man to fulfil his desire. In turn, it will be conflict of interest with another man. Second, narrowness of his reason. It means that human being emphasize short step (dunyā) more that long step (ākhirah).
Keywords:
Faith; Science; Quran.
Abstrak
Tulisan ini mengkaji relasi iman dan ilmu pengetahuan dalam perspektif Al-Qur>an: Sebuah Kajian tafsir Maudhu>‟i. Setelah mengkaji ayat-ayat Al-Qur‟a>n tentang relasi iman dan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode maudhui dan menggali berbagai penafsiran dari para penafsir Al-Quran kontemporer, seperti Fazlur Rahman, Quraish Shihah, dan Nurcholish Madjid, dapat diperoleh beberapa kesimpulan di bawah ini: Pertama, Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia adalah sarana untuk menemukan kebenaran Al-Quran dan kebenaran Tuhan itu sendiri. Ilmu pengetahuan dalam perspektif Al-Qur‟a>n diberikan kepada manusia sebagai bekal manusia menjadi khalifah di muka bumi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan manusia tidak dapat dipisahkan dari keimanannya. Dengan ilmu pengetahuan dan iman yang dimilikinya, Allah akan mengangkat derajat manusia, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Pengembangan Dua hal tersebut mesti selalu diupayakan dalam rangka memperkuat keimanan kepada Allah dan semakin mendekatkan diri manusia kepada Allah Swt. Kedua, Pertentangan yang terjadi antara ilmu pengetahuan dan iman, bukan disebabkan oleh oleh ajaran Al-Quran, tetapi karena manusia memiliki beberapa kelemahan: pertama, memiliki hawa nafsu yang mendorong manusia ingin menuruti keinginannya yang menyebabkan konflik kepentingan dengan sesamanya b. Kesempitan pikiran, yakni manusia lebih mementingkan kepentingan jangak pendek dari pada kepentingan jangka panjang.
Kata Kunci:
Iman; Ilmu Pengetahuan; Al-Qur’an. __________________________
A. PENDAHULUAN 1
teknologi seharusnya tidak saling bertabrakan
ilmu satu sama lain. Pengembangan keimanan agama
pengetahuan begitu cepat sehingga seringkali diharapkan tidak menghambat pengembangan mengganggu keimanan seorang mukmin. ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan Pengembangan
keimanan
agama
dan pengembangan ilmu
pengembangan ilmu pengetahuan dan
1 Mengenai ilmu, filsafat, dan agama dapat dibaca Endang Saifuddin Anshari. Ilmu Filsafat dan Agama.
Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990.
pengetahuan dan teknologi seharusnya juga menjadi dua bagian: bagian pertama tidak mengganggu pengembangan keimanan mengikuti garis pongid yang menjadi kera
dan kehidupan beragama. modern, sedangkan bagian yang lain
Sebagai contoh, terdapat polemik di surat mengikuti garis manusia yang berkembang kabar tentang tayangan televisi swasta yang melalui proses revolusi dari manusia kera dianggap tidak sesuai pada beberapa waktu purba sampai ke manusia modern. Hal
yang lalu, yaitu mengenai nilai-nilai agama. tersebut berbeda ketika Guru agama Islam
Misalnya, penonjolan aurat wanita, cerita mengajarkan bahwa, manusia itu diciptakan perselingkuhan dan sebagainya. Pihak yang oleh Allah Swt, berdasarkan dalil-dalil naqli. berkeberatan dengan acara seperti itu (Lihat buku teks Biologi SMU untuk kelas mengatakan bahwa hal itu dapat merusak tiga dan bandingkan denngan buku teks moral masyarakat. Namun, pihak yang tidak Pendidikan Agama Islam di SMU). berkeratan dengan acara seperti itu
Ini adalah pertentangan teori klasik, antara
mengatakan bahwa “kalau anda tidak suka teori evolusi dan teori penciptaan, yang pernah dengan acara itu, matikan saja televisinya.” melanda Amerika Serikat beberapa tahun lalu.
Perusahaan televisi swasta tentu harus Hal tersebut masih berlangsung dalam dunia
memikirkan keungtungan dengan selalu ilmu pengetahuan, sampai sekarang walaupun menayangkan film-film yang digemari oleh pendukung terhadap teori penciptaan ini masyarakat pada umumnya. Jika masyarakat jumlahnya
semakin
sedikit apabila
menyukasi film-film seks dan sadis, maka film dibandingkan
dengan
mereka yang
semacam tentu memperoleh rating tinggi dan mempercayai teori evolusi. Di bidang ilmu, diminati oleh pemasang iklan. Kebijkan konflik antara teori yang satu dengan yang tersebut merupakan pemikiran sekuler yang lain adalah wajar dan merupakan rahmat memisahkan antara urusan bisnis dengan karena konflik semacam inilah yang urusan agama. Tugas pengusaha adalah menimbulkan paradigma baru dalam ilmu mencari keungtungan sebanyak-banyaknya, pengetahuan dan menghasilkan teori-teori sedangkan tugas mendidik keimanan dan baru. Akan tetapi, jika konflik semacam ini kehidupan beragama masyarakat adalah tugas diajarkan di sekolah tanpa diselesaikan maka
guru agama, ustadz dan ulama. kebingunganlah yang akan menjadi akibatnya.
Polemik semacam ini seharusnya dapat Seperti keputsan yang dilakukan oleh diberikan solusi dengan cara menerapkan pendidikan Amerika, untuk menyelesaikan sensor internal dari perusahaan televisi swasta konflik ini dengan melarang diajarkannya sehingga keimanan dan kehidupan beragama teori penciptaan di seluruh negeri.
masyarakat tidak terganggu. Berbeda halnya di Indonesia, konflik di
Seperti konflik antara ajaran agama dan sekolah ini tidak diselesaikan dan dianggap ajaran ilmu pengetahuan dengan cara tidak
ada. Pelajaran biologi hanya
menganggapnya “tidak ada atau sudah selesai” mengajarkan teori evolusi dalam bidang padahal ada dan belum diselesaikan. Sebagai biologi. Hal tersebut kontras terlihat dalam contoh ialah teori mengenai asal usul manusia buku, Pendidikan Agama Islam yang yang diajarkan di sekolah. Guru Biologi yang mengajarkan
teori
penciptaan dan
mengajarkan bahwa dalam sejarahnya, menyalahkan teori evolusi tanpa menjelaskan manusia itu berasal dari suatu jenis tertentu letak kesalahan teori evolusi itu padahal, yang kemudian pecah.
sampai saat ini, teori evolusi ini masih menjadi tulang punggung ilmu hayat (biologi). Secara teoritis, keadaan seperti ini akan
2 Arief Furchan. Peranan Agama dalam
menghasilkan lulusan SMU yang bingung
Pembangunan Iptek Nasional 1, 8. Diunduh pada
mengenai asal usul manusia dan boleh jadi
tanggal 24 Januari 2013 dari http:www.pendidikan
gurunya juga bingung.
islam.netindex.phpmakalah41-makalah-tertulis272- peranan-agama-dalam-pembangunan-iptek.
Peranan Agama dalam Pembangunan Iptek Nasional 1; Mengenai dampak negatif ilmu pengetahuan dan teknologi, lebih lanjut dapat dibaca A.B. Shah,
3 Arief
Furchan.
36 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Setelah mengamati berbagai polemik dan
Jika terjadi pertentangan antara keduanya,
konflik antara pengembangan keimanan apa sebab-sebab pertentangan antara keduanya keagamaan dan pengembangan iptek di atas, menurut Alquran? tentunya hal itu menimbulkan sebuah pertanyaan. Apa yang mesti dilakukan oleh
B. LANDASAN TEORITIS
para ulama di bidang ilmu agama maupun di
1. Tinjauan Pustaka
Nurcholish Madjid dalam Islam Doktrin
menyikapi pertentangan dan konflik semacam dan Peradaban menulis bahwa sikap orang- itu? Sebagai umat Islam kita memiliki sumber- orang muslim begitu positif terhadap berbagai sumber ajaran Islam: Yakni Alquran, sunnah,
4 budaya bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, Ijmā’, dan Qiyās. Semua persoalan sudah peradaban Islam menjadi maju dan mampu
dicari menyatukan khazanah bersama secara
jawabannya dari sumber-sumber pokok Islam internasional dan kosmopolit. Sebelum tersebut, termasuk persoalan relasi antara peradaban Islam, ilmu pengetahuan memang keimanan dan kehidupan beragama, di satu sudah ada, hanya saja ia bersifat nasionalistik sisi, dan pengmebangan ilmu pengetahuan dan dan parokialistik, dengan ketertutupan teknologi, di sisi lain. Oleh karena itu, masing-masing dari pengaruh luar karena pertanyaan pokok bagi penelitian ini adalah merasa paling benar. Nurcholish Madjid juga bagaimana relasi Iman dan ilmu pengetahuan berpendapat bahwa umat Islam klasik menjadi dalam perspektif Alquran? Mengapa terjadi pemimpin intelektual dunia sekurang- pertentangan antara keduanya? Bagaimana kurangnya selama 4 abad, masa keemasannya solusinya ketika terjadi pertentangan antara pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid dan
keduanya menurut Alquran? Al-Makmun, putranya, yang secara berurutan
Setelah mengkaji dan mendiskusikan memerintah dari tahun 783 hingga 933. Di perkembangan ilmu
pengetahuan
dan saat itu, barat (Eropa Kristen) masih dalam
teknologi yang seringkali menimbulkan kegelapan mutlak, bahkan pada tahun 1000 polemik dan konflik dengan doktrin keimanan masih sedemikian terbelakangnya dan mesti dan kehidupan beragama, dapat dirumuskan bersandar secara total terhadap ilmu beberapa masalah yang merupakan fokus bagi
pengetahuan dunia Islam.
penelitian ini. Masalah-masalah itu adalah:
Singkatnya, Umat Islam pada masa klasik
1. Bagaimana pandangan Alquran tentang benar-benar menjadi ummatan wasathan, relasi iman dan ilmu pengetahuan.
umat penengah, dan umat yang maju, baik dari
2. Apakah iman dan ilmu pengetahuan itu segi kebudayaan maupun peradabannya. sejalan atau bertentangan?
Quraish Shihab dalam Wawasan Alquran
3. Menurut Alquran, apakah iman menyatakan bahwa teknologi dan hasil- keagamaan mendukung pengembangan ilmu
hasilnya di menjadi alat untuk mengingatkan
pengetahuan?
manusia kepada Allah, serta mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala yang ada di alam
Metodologi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Yayasan Obor
raya ini.
Indonesia, 1986), 7-9.
Jika alat atau mesin dijadikan sebagai
Abdul Wahhab Khallaf, „Ilmu Ushul al-Fiqh (Tk.:
gambaran konkret teknologi, dapat dikatakan
Dar al-Rasyid, 2008), 21-69. Selain empat sumber di
bahwa pada mulanya teknologi merupakan
atas, Abdul Wahhab Khallaf juga menyebutkan beberapa sumber Islam yang lain, seperti istihsān,
perpanjangan organ manusia. Lalu manusia
mashlahah mursalah, „urf, ishtishhāb, syar’u man
menciptakan pisau sebagai alat pemotong, alat
qablanā, dan madzhab shahāb. Lihat dalam buku ini halaman 70-86. Mengenai dampak negatif ilmu
5 Nurcholish Madjid. Islam Doktrin dan Peradaban:
pengetahuan dan teknologi, lebih lanjut dapat dibaca 7- 9.
Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, cet. ii. (Jakarta: Paramadina, 1992), 135, 143, dan 152.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Seandainya penggunaan dari teknologi
tersebut disesuaikan terhadap kebutuhan dan melalaikan manusia dari dzikir dan tafakur, organ manusia. Alat itu sepenuhnya tunduk serta mengantarkannya kepada keruntuhan kepada pemakainya, melebihi tunduknya nilai-nilai kemanusiaan, maka pada saat itu, budak kepada tuannya. Kemudian teknologi bukan hasil teknologinya yang mesti ditolak, berkembang, dengan memadukan sekian melainkan kita harus memperingatkan dan banyak alat sehingga menjadi mesin. Kereta, mengarahkan manusia dalam menggunakan mesin giling, dan sebagainya, semuanya teknologi tersebut. Jika hasil teknologi dari berkembang, khususnya ketika mesin tidak semula dapat mengalihkan manusia dari jati lagi menggunakan sumber energi manusia atau diri dan tujuan penciptaannya, sejak awal binatang, melainkan air, uap, api, angin, dan tentu kehadirannya pasti ditolak oleh Islam, sebagainya. Pesawat udara, misalnya, adalah karena tidak sesuai fitrah mansuia yang mesin. Kini, pesawat udara tidak lagi menjadi mempunyai „ruh‟ dan aqal. Maka tentunya perpanjangan organ manusia, tetapi perluasan perlu mengarahkan teknologi berjalan seiring atau penciptaan organ baru manusia. dengan nilai-nilai Rabbani, atau dengan kata Bukankah manusia tidak memiliki sayap yang lain bagaimana memadukan pikir dan dzikir, memungkinkannya untuk terbang? Namun
ilmu dan iman?
dengan pesawat, ia seperti memiliki sayap. Maka alat atau mesin tidak lagi menjadi
Rafael Raga Manan dalam Agama Iptek
6 dan Masa Depan Kita menyatakan bahwa budak, tetapi menjadi kawan manusia. menguasai dan mengembangkan iptek modern
Dari hari ke hari tercipta mesin-mesin yang yang canggih merupakan suatu tuntutan semakin canggih. Masin-mesin tersebut - mendesak, yakni demi terwujudnya kemajuan melalui daya akal manusia - digabung- dan kemakmuran. Namun kita harus tetap gabungkan dengan yang lainnya, yang hati-hati dan bersikap waspada. Dalam membuat semakin kompleks, serta tidak bisa perkembangan iptek modern yang canggih lagi dikendalikan oleh seorang saja. Tetapi dapat menjadi suatu kekuatan otonom yang akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang mampu menyingkirkan agama dari kehidupan dulu mesti dilakukan banyak orang. Pada masyarakat, seperti yang telah terjadi di dunia tahap ini, mesin telah menjadi semacam barat. Suatu masyarakat yang kehilangan “tandingan” manusia, atau lawan yang harus agamanya, cepat atau lambat, akan menjadi disiasati agar mau mengikuti kehendak masyarakat yang kehilangan jati dirinya.
manusia. Menurutnya, agama dan iptek memiliki
Dewasa ini telah lahit teknologi- khususnya hubungan yang komplementer. Agama dalam bidang rekayasa genetika-yang memberi landasan moral bagi pengembangan menumbulkan kekhawatiran menjadikan alat iptek. Sementara iptek dapat memperjelas sebagai majikan, karena mampu menciptakan peranan agama yang hakiki. Oleh karena itu, bakal-bakal “majikan” yang akan diperbudak agama dan iptek hendaknya saling terbuka. dan ditundukkan oleh alat. Jika begitu, jelas Hubungan yang
demikian hendaknya
ini bertentangan dengan kedua catatan yang dipertahankan jika kita ingin mewujudkan
disebutkan terdahulu. masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
Berdasarkan petunjuk Alquran, umat Islam berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 karena dapat menerima hasil teknologi yang agama dan iptek pada hakekatnya adalah 8 sumbernya netral, dan tidak menyebabakan ancilla vitae, abdi kehidupan. maksiat, serta bermanfaat bagi manusia, baik yang mengenai unsur “debu tanah” manusia maupun unsur “ruh Ilahi” manusia
7 M. Quraish Shihahb, Wawasan Al-Qur’an:
Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat., 446.
M. Quraish Shihahb, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, cet. iv.
(Bandung, Mizan. 1996), 445-446.
38 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
2. Kerangka Teori
pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan
Ada beberapa kemungkinan relasi antara
penghayatan
dan
pengamalan agama
iman keagamaan dan iptek: 1) berseberangan
seseorang karena keduanya berada pada
atau bertentangan, 2) bertentangan tetapi dapat
wilayah yang berbeda. Pola hubungan seperti
beriringan secara damai, 3) satu sama lain
ini biasanya terjadi di masyarakat sekuler
tidak bertentangan, 4) Satu sama lain saling
yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan
pengembangan iptek atau iptek mendasari agama dari urusan negaramasyarakat.
penghayatan agama. Pola ke tiga merupakan pola hubungan
Pola hubungan pertama merupakan pola netral. Kebenaran ajaran agama tidak hubungan negatif, yag saling menolak satu bertentangan atas kebenaran ilmu pengetahuan sama lain. Apa yang dianggap benar oleh ilmu namun tidak saling mempengaruhi. Dalam pengetahuan dan teknologi tidak dianggap masyarakat di mana pola hubungan seperti ini benar oleh Agama. Pola hubungan seperti ini, terjadi, penghayatan agama tidak mendorong pengembangan iptek akan menjauhkan orang untuk mengembangkan iptek dan seseorang dari keyakinan akan kebenaran pengembangan iptek tidak mendorong orang agama dan pendalaman terhadap agama akan untuk mendalami dan menghayati ajaran
menjauhkan dari keyakinan terhadap agama. Hal dapat terjadi di masyarakat
kebenaran ilmu pengetahuan. Hal tersebut sekuler, karena masyarakatnya sudah terbiasa daoat dicontohkan pada zaman Galileio- dengan pemisahan agama dann egara Galilei. Ketika berpendapat bahwa bumi masyarakat,
maka.
ketika agama
gereja bersinggungan dengan ilmu, persinggungan
berpendapat bahwa matahari yang mengitari itu tidak banyak mempunyai dampak karena bumi, lalu Galileo dipersalahkan dan ia tampak terasa aneh jika dikaitkan. Boleh jadi mendapatkan hukuman karena dianggap secara individu dampak itu ada, tetapi secara
menyesatkan masyarakat. komunal pola hubungan ini cenderung tidak
Pola hubungan ke dua merupakan menimbulkan dampak apa-apa. perkembangan dari pola hubungan pertama. Pola hubungan yang ke empat adalah pola
hubungan yang positif. Terjadinya pola
ketika kebenaran iptek yang bertentangan hubungan seperti ini mensyaratkan tidak dengan kebenaran agama tidak dapat adanya pertentangan antara ajaran agama dan disangkal, tetapi keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya yang tidak sekuler. Secara teori, pola adalah menerima kebenaran keduanya dengan hubungan ini terjadi dalam tiga wujud: ajaran asumsi bahwa masing-masing mempunyai agama mendukung pengembangan iptek tetapi wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran pengembangan iptek tidak mendukung ajaran
agama, pengembangan iptek mendukung
agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran
ajaran agama tetapi ajaran agama tidak
ilmu pengetahuan. Konflik antara agama dan mendukung pengembangan iptek, dan ajaran
ilmu, apabila terjadi diselesaikan dengan agama mendukung pengembangan iptek dan
menganggapnya berada pada wilayah yang
demikian pula sebaliknya.
berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini,
8 Rafael Raga Maran. “Agama Iptek dan Masa Depan Kita”, dalam Buletin Ilmiah Tarumanagara Th.
Peranan Agama dalam
Pembangunan Iptek Nasional 1, 5-6.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Dengan menggunakan empat kemungkinan
4. Kitab-kitab tafsir Al-Quran baik yang
tentang pola hubungan antara iman keagamaan
klasik, abad tengah, maupun moderen
dan ilmu pengetahuan sebagai kerangka teori,
untuk membantu memahami relasi iman
penelitian ini hendak mencari jawaban
dan ilmu pengetahuan. Untuk tafsir abad
mengenai relasi keduanya dalam perspektif
tengah akan digunakan kitab tafsir Al- Alquran. Quran Al-„Adzim karya Ibnu Katsir Al- Qurasyi Al-Dimasyqi (w. 774 H). Untuk
C. METODE PENELITIAN tafsir moderen dan kontemporer akan Penelitian ini menggunakan metode tafsir digunakan beberapa karya berikut ini:
maudhu’i
a) Fazlur Rahman, Major Themes of The
menganalisa ayat-ayat Alquran yang berkaitan
Quran;
dengan relasi iman dan ilmu pengetahuan
b) Quraisy Shihab, tafsir Al-Misbah,
untuk mendapatkan satu gambaran yang utuh
Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i
mengenai persoalan yang dikaji. Namun
atas Pelbagai Persoalan Umat;
sebelumnya, penulis perlu menguraikan dua
c) Tulisan Nurcholish Madjid tentang iman bentuk metode tafsir maudhu’i. dan ilmu pengetahuan dalam Islam
Penelitian ini adalah penelitian terhadap
Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah
teks Alquran yang berbicara tentang relasi
Kritis tentang Masalah Keimanan,
iman dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
Kemanusiaan, dan Kemoderenan.
yang menjadi sumber utama dalam penelitian
Pengumpulan data dan analisa data
ini adalah Alquran itu sendiri yang kemudian dilakukan dengan menggunakan metode tafsir diperkaya dengan penjelasan dari hadis nabi, mawdhu’i yang telah digagas oleh Ahmad penafsiran shahabat dan tabiin, dan penafsiran Sayyid al-Kumy dan kemudian dipertegas para mufassir Alquran, baik dari periode oleh „Abd al-Hayy al-Farmawi sebagai klasik, maupun periode abad pertengahan dan berikut:
periode modern. 1. Memilih atau menetapkan masalah
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
penelitian Alquran yang akan dikaji secara
(library research). Oleh karena itu, jenis data
maudhu‟i (tematik)
yang digunakan adalah data-data kepustakaan,
2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang
bukan data-data lapangan. Untuk mengkaji
berkaitan dengan masalah yang telah
dan meneliti relasi iman dan ilmu pengetahuan
ditetapkan, apakah ia termasuk ayat
dalam perspektif Al-Quran, diperlukan
Makkiyyah atau Madaniyyah.
beberapa sumber yang relevan baik sumber-
3. Menyusun
secara
runtut ayat-ayat
sumber primer maupun sumber-sumber
berdasarkan kronologi masa turunnya,
sekunder. Sumber primer adalah sumber
disertai dengan pengetahuan mengenai latar
utama untuk mengkaji persoalan yang akan
belakang turunnya ayat (asbāb al-nuzūl)
diteliti. Dalam hal ini sumber primer yang
4. Mencari korelasi (munāsabah) ayat-ayat akan digunakan adalah: tersebut di dalam masing-masing suratnya.
1. Al-Quran Al-Karim.
5. Tema bahasan disusun dengan kerangka
2. Kitab-kitab ilmu Al-Quran dan ilmu tafsir
yang tepat, sistematis, sempurna, dan utuh
yang berhubungan dengan kajian asbabun
(outline).
nuzul, munasabah, makiyyah dan
6. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan
madaniyyah, nasikh mansukh dan lain-lain.
hadis-hadis, sebagai penyempurna dari
3. Kamus Al-Quran yang akan digunakan
bahasan
untuk mencari dan menghimpun ayat-ayat
7. Menganalisa ayat-ayat tersebut secara
tentang relasi iman dan ilmu pengetahuan.
tematik dan komprehensif dengan cara
menghimpun ayat-ayat yang mengandung
Arief Furchan. Peranan Agama dalam Pembangunan Iptek Nasional 1., 6.
40 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52 40 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
terhadap sebagian ayat yang tidak tepat.
Oleh sebab itu, kata “iman” selalu
Inilah sesungguhnya yang dimaksud menunjukan rasa “aman” dan membuat orang dengan metode mawdhu‟i, sebuah metode mempunyai “amanat” itu tentu lebih daripada tafsir yang baru di Fakultas Ushuluddin, yang hanya “percaya”, dalam arti sekedar percaya sampai sekarang terus dikembangkan oleh akan adanya Tuhan. (Dapat dicatat bahwa
para mufassir dan telah melahirkan banyak setan yang terkutuk pun percaya kepada
Dengan Tuhan, bahkan iblis sempat “berdialog” dan
menggunakan metode tafsir mawdhu’i ini, “berargumentasi” langsung dengan Tuhan).” penulis akan meneliti relasi iman dan ilmu Karena pengertian iman sebagai “percaya”
pengetahuan dalam perspektif Alquran. tanpa konsekwensi yang nyata bisa tak bermakna
atau
absurd, mungkin
D. HASIL DAN PEMBAHASAN (mempercayai atau menaruh kepercayaan)
1. Makna Iman dan Ilmu Pengetahuan kepada Tuhan akan sedikit lebih memperjelas
dalam Al-Qur’an
makna iman. jika perkataan “mempercayai
Iman berasal dari kata amana yu’minu
Tuhan” atau “menaruh kepercayaan” kepada-
imanan yang artinya percaya. Secara Nya terkandung pengertian sikap ataupun istilah,sebagaimana terdapat dalam Al-Quran pandangan hidup yang penuh kepasrahan, dan Hadis Nabi Saw., iman adalah percaya menyandarkan diri (tawakkal) kepada Tuhan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan kembali (ruju’ atau inabah) kepada-Nya. rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir-Nya. Sebab, salah satu wujud rasa iman ialah sikap Iman itu sebenarnya melahirkan nilai-nilai hidup yang memandang Tuhan sebagai tempat yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menyandarkan diri dan menggantungkan (rabbaniyyah), yaitu tata nilai yang dijiwai harapan. Oleh karena itu, konsistensi iman oleh kesadaran bahwa hidup itu berasal dari ialah (husnuzhzhan, berbaik sangka, yakni Tuhan dan menuju kepada Tuhan (Inna lillahi sikap optimis) kepada Tuhan, serta wa inna ilayhi raji’un), “Sesungguhnya kita kemantapan kepadanya sebagai Yang Maha berasal dari Tuhan dan kita akan kembali Kasih dan Maha Sayang, Ar-Rahman dan Ar- kepada-Nya, maka Tuhan adalah “sangkan Rahim). Justru rahmah (kerahmanan dan paran” dumadi, yakni asal dan tujuan hidup kerahiman), di samping pengetahuan („ilm),
seluruh makhluk. adalah sifat Tuhan yang paling komprehensif
Sebagaimana pernah kita singgung dan serba meliputi. sebelumnya, perkataan iman sering diartikan
Iman adalah sikap seseorang yang sifatnya sebagai percaya. Pemberian arti demikian itu lebih mendalam dan tempatnya adalah di
hati. Seperti terdapat dalam Surat Al-Hujurat
ayat 14 di bawah ini,
Mawdhu’i: Suatu Pengantar, terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 45-46; Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur’a: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, cet. i.
12 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban,
(Bandung, Mizan, 1992), 114-115.
94-95.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Dengan
yang mencerminkan kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
sikap
berbuat baik kepada sesama manusia.
atau kaum politeis. Dengan perkataan lain, problemnya ialah bagaimana mengubah
manusia dari menganut paham Tuhan yang banyak kepada paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kitab suci, memang disebutkan adanya suatu kelompok yang biasanya
Orang-orang Arab dusun itu ditafsirkan sebagai kelompok penganut
berkata: Kami beriman. Katakan: ateisme, tetapi dituturkan hanya sepintas saja,
tetapi yang mengisyaratkan bahwa kelompok itu
katakanlah Kami telah tunduk kecil sekali dalam masyarakat. Sebaliknya, (berislam). Keimanan itu belum kelompok yang paling banyak menantang nabi masuk ke dalam hatimu. Dan kalau Saw. ialah kaum musyrikin. kamu mengikuti perintah Allah dan
Meskipun kasusnya terjadi di Mekkah dan
Rasul-Nya, maka tidak akan dikurangi sekitarnya, Hijaz khususnya dan Jazirah nilai pekerjaan kamu sedikitpun. Arabiyah umumnya, sekitar 15 abad yang lalu, Sesungguhnya Allah itu Maha signifikansinya
dapat
digeneralisasikan
Pengampun dan Penyayang. (QS. Al- meliputi seluruh umat manusia sejagad sampai
Hujurat (49): 14) sekarang, yaitu bahwa problem pokok umat
Nurchlish Madjid, ketika memahami ayat- manusia ialah politeisme. Sampai saat-saat ayat tentang iman, menyatakan bahwa terakhir, di zaman modern ini, pandangan dan Ketuhan Yang Maha Esa adalah inti semua sikap hidup politeistik tetap merupakan agama yang benar. Setiap kelompok umat sumber masalah dan kesulitan umat manusia. manusia telah mendapatkan ajaran mengenai
Ateisme, sebagai problema, memang cukup
Ketuhanan Yang Maha Esa melalu para rasul nyata. Namun dari pengamatan terhadap Tuhan. Karena itu, ada titik temu (kalimah praktik orang-orang komunis abad ke-20 ini
sawa’) antara semua agama yang mencoba mengembangakan dan
muslim menerapkan ateisme secara ilmiah dan
diperintahkan dan mengembangakn titik temu profesional, ternyata hasilnya justru lebih tersbut untuk dijadikan landasan hidup banyak berupa bentuk-bentuk politeisme yang
bersama. Tuhan adalah pencipta semua wujud sangat kasar dan dengan keras memenjarakan
yang lahir dan batin, dan Dia telah kemanusiaan. Hal ini bisa dilihat dari, menciptakan manusai sebagai puncak ciptaan, misalnya, politeisme dalam bentuk pemujaan untuk diangkat menjadi wakil (khalifah)-Nya dan kultus kepada para pemimpin seperti di bumi. Oleh karena itu, manusia harus Stalin, Mao, dan Kim. Bahkan dapat juga berbuat
sesuatu
yang
dapat dikatakan bahwa komunisme telah tumbuh
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya, baik dan berkembang menjadi padanan agama di dunia maupun di akhirta. Orang muslim (religion equevalent) dan para pemimpin hendapknya berpandangan hidup bahwa, demi komunis menjadi tandingan-tandingan Tuhan kesejahteraan dan keselamatan (salam, (God Equevalets, dalam bahasa Al-Qur‟an, salamah) mereka sendiri di dunia maupun dinamakan andad). Bahkan berbagai tingkah
diakhirat. laku orang komunis, seperti sikap penuh
khidmat mereka ketika menyanyikan lagu-
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban .,
lagu tertentu atau membaca kutipan-kutipan
1-2.
karya seorang pemimpin, telah tumbuh dan berkembang menjadi semacam ibadah atau padanan ibadah. Mungkin di kalangan mereka, memang terdapat orang-orang ateis tulen, seperti adanya kaum dahriyyun di kalngan
42 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52 42 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
tulen itu kecil sekali.
Jika perhatikan secara seksama berbagai praktik politeistik yang ada, baik zaman dulu maupun yang modern, kita akan dapat mengerti mengapa politeisme atau syirik itu dalam kitab suci disebut sebagai dosa yang sangat besar, yang tak akan diampuni Tuhan. Yaitu
menghasilkan efek pemenjaraan harkat dan martabat manusia dan pemerosotannya. Ini berarti melawan natur atau fithrah manusia sendiri. Sebagai makhluk yang paling tinggi dan dimuliakan Tuhan. Sebab hakekat syirik, sama dengan mitos, adalah pengangkatan sesuatu selain Tuhan secara tidak benar, sedemikian rupa sehingga memiliki nilai lebih tinggi daripada nilai manusia sendiri. Dengan kata lain, orang yang melakukan syirik akan dengan sendirinya secar apriori menempatkan diri dan harkat serta martabatnya lebih rendah daripada obyek yang disyirikkan itu. Jika seseorang mensyirikkan suatu obyek atau gejala alam atau malah sesama manusia sendiri, dengan jalan menumbuhkan dan mengembangkan
berbagai
pandangan
mitologis kepada obyek, gejala, atau manusia itu, orang itu secara apriori menempatkan dirinya di bawah kekuasaan obyek, gejala atau manusia yang disyirikkannya itu. Dalam keadaan yang berkelanjutan, orang itu dapat terjerumus ke dalam pola dan sikap hidup atas belas kasihan sesuatu yang dimitoskan itu. Inilah salah satu hakekat bahwa ia telah kehilangan
kemanusiaannya yang tinggi. Ia tidak lagi mewujudkan pribadi manusia merdeka, dan ia dengan sendirinya menjadi budak atau hamba
yang dimuliakannya.
Karena itu, demi harkat dan martabatnya sendiri, manusia harus menghambakan diri hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam gambaran grafisnya, manusia harus melihat ke atas, hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta, dan kepada alam harus melihat ke bawah. Sedangkan kepada sesamanya, manusia harus melihat secara mendatar atau
14 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban .,
95-96.
15 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban .,
96-97.
horizontal. Hanya dengan itu, manusia menemukan dirinya yang fithri dan alami sebagai makhluk dengan harkat dan martabat yang tinggi. Dengan kata lain, manusia menemukan kepribadiannya yang utuh dan integral hanya jika memusatkan orientasi transendental hidupnya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya, bagi manusia, menempatkan diri secara harkat dan martabat di bawah sesamanya atau, apalagi, di bawah obyek dan gejala alam akan membuatnya berkepribadian tak utuh. Karena ia akan kehilangan kebebasannya dan hilangnya kebebasan itu, mengakibatkan pula hilangnya kesempatan
dan
kemungkinan
mengembangkan diri ke tingkat yang setinggi- tingginya.
Di sini, kita bertemu dengan makna iman lebih lanjut, yaitu menjadikan Tuhan Ynag Maha Esa sebagai satu-satunya (secara monoteistik, arah dan tujuan kegiatan hidup kita. Ungkapan sehari-hari bahwa kita berbuat sesuatu lillahi ta‟ala dan demi ridha Tuhan menggambarkan adanya pengarahan tujuan hidup kepada-Nya. Menjadikan Tuhan sebagai tujuan hidup, dalam gambaran grafisnya, seperti diberikan oleh ajaran agama berarti menempuh hidup mengikuti jalan lurus, shirathal mustaqim, yang membentang antara dirinya sebagai das sein dan Tuhan sebagai das solen. Dalam realita kesehariannya, berarti manusia harus selalu berjuang untuk hidup sejalan dengan bisiskan suci hati nurani, bersifat cahaya, jadi suci dan baik. Dan hanya
menghendaki kesucian dan kebikan.
Kata Ilmu dengan berbagai bentuknya disebutkan dalam Al-Qur‟an sebanayak 854 kali. Kata ini dipakai dalam arti proses pencapaian
pengetahuan. „Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala yang terbentuk dari akar kata „Ilm memiliki ciri kejelasan. Misalnya, kata „alam (bendera), „ulmat (bibir sumbing), „a’lam (gunung- gunung), „alamat (alamat), dan lain sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Meskipun demikian,
16 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban ., 97-98.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Manusia menurut Al-Qur‟an, memiliki
(mengetahui), „arif (orang yang mengetahui),
potensi
untuk
meraih ilmu dan
dan ma’rifah (pengetahuan).
mengembangkannya dengan izin Allah. Oleh
Dalam Al-Quran, Allah Swt. tidak
sebab itu, banyak sekali ayat yang
dinamakan „arif, tetapi „alim yang memiliki memerintahkan manusia untuk menempuh kata kerja (Dia mengetahui). Biasanya Al-
berbagai cara untuk mewujudkan hal itu.
Qur‟an menggunakan kata ini untuk Allah
Berkali-kali juga Al-Qur‟an menunjukkan dalam hal-hal yang diketahuinya, walaupun betapa tinggi kedudukan orang-orang yang
dirahasiakan. berilmu dan berpengetahuan.
Perhatikan objek-objek pengetahuan berikut
Pandangan Al-Qur‟an mengenai ilmu
ini yang dinisbatkan kepada Allah: ya’lamu pengetahuan
dapat
diketahui prinsip-
ma yusirrun (Allah mengetahui apa yang
prinsipnya setelah menganalisa wahyu
mereka rahasiakan), ya’lamu ma fil arham pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad (Allah mengetahui sesuatu yang berada di Saw. dalam rahim, ma tahmilu kullu untsa (apa yang
dikandung
oleh
setiap
betinaperempuan), ma fi anfusikum (yang ada
dalam dirimu), ma fis samawat wa ma fil ardhi
(yang ada di langit dan di bumi), kha’inat al- a’yun wa ma tukhfi al-shudur (kedipan mata
dan yang disembunyikan dalam dada. Demikian juga kata „ilm yang disandarkan
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu
kepada manusia. Semuanya mengandung
17 yang menciptakan. Dia telah menciptakan makna kejelasan. manusia dari „alaq. Baalah, dan Tuhanmu
Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah Maha Pemurah. Yang mengajar manusia keistimewaan yang menjadikan manusia lebih dengan pena, mengajar manusia apa yang unggul daripada makhluk-makhluk yang lain tidak diketahuinya (QS Al-Alaq (96): 1-5). untuk menjalankan fungsi kekhalifahannya.
Kata „iqra’ diambil dari akar kata yang
Hal ini tercermin dari kisah kejadian manusia berarti
menghimpun.
Dari makna
pertama yang dijelaskan oleh Al-Qur‟an dalam menghimpun lahirlah aneka makna seperti
surat Al-Baqarah (2): 31-32: menyampaikan,
menelaah mendalami,
meneliti, mengetaui ciri sesuatu, dan membaca
baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus
dibaca karena Al-Qur‟an menginginkan umatnya membaca apa saja selama bacaan itu
bismi rabbik, dalam arti atas nama Tuhan dan oleh
bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah,
karena itu,
dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu: bacalah Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri
Adam, nama-nama (benda-benda) sendiri, yang tertulis maupun yang tidak
semuanya.
Kemudian
Dia tertulis. Jadi, obyek dari perintah iqra’
mengemukakannya kepada para malaikat mencakup segala sesuatu yang dapat seraya berfirman, “Sebutkanlah kepada- dijangkaunya.
Ku nama-nama benda-benda itu jika kamu
Pengulangan perintah membaca dalam
memang orang-orang yang benar. Mereka wahyu
pertama itu
bukan sekedar
(para malaikat) menjawab, “Maha Suci menunjukkan bahwa kecakapan membaca Engkau, tiada pengetahuan kecuali yang tidak akan diperoleh kecuali dengan telah Engaku ajarkan. Sesungguhnya mengulanmg-ulang bacaan atau membaca Engaku Maha Mengetahui lagi Maha hendaknya dilakukan sampai mencapai batas
Bijaksana. maksimal kemmapuan. Namun hal itu untuk
mengisyaratkan abhwa mengulang-ulang
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, 434-435.
44 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52 44 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Ilmu pengetahuan atau science adalah
akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan prasyarat untuk mewujudkan salah satu tujuan baru, walaupun yang dibaca masih itu juga. diciptakannya alam raya ini, yaitu untuk Selain itu, dari wahyu pertama Al-Qur‟an manfaat manusia. Namun, ilmu pengetahuan diperoleh isyarat bahwa ada dua cara itu diberikan oleh Allah kepada manusia perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu melalui kegiatan manusia sendiri dalam upaya Allah mengajar dengan pena yang telah memahami alam raya ini. Hal ini berbeda diketahui oleh manusia lain sebelumnya, dan dengan agama yang diberikan dalam bentuk mengajar manusia dengan tanpa pena yang pengajaran atau wahyu lewat para utusan belum diketahuinya. Cara pertama adalah. Allah. Perbedaan itu disebabkan oleh Cara pertama adalah mengajar dengan perbedaan obyeknya: apa yang harus dipahami peralatan atau atas dasar usaha manusia. manusia melalui ilmu pengetahuan ialah hal- Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu hal lahiriah dengan segala variasnya, termasuk
sumber yaitu Allah Swt. yang tampak seperti gaib, misalnya, medan
Dalam perspektif Al-Qur‟an, sebagaimana magnit atau gravitasi dan kenyataan-kenyatan diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu itu lain yang menjadi bahan kajian fisika terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu yang subatomik dan fisika baru lainnya, yang diperoleh, tanpa upaya manusia yang sampai sekarang masih menjadi bahan dinamakan ilmu ladunni, seperti disebut dalam kontroversi), sedangkan yang harus dipahami
Al-Qur‟an surat Al-Kahfi (18): 65: olehmanusia melalui wahyu ialah kenyataan-
Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu kenyataan yang tidak empiris, sehingga tidak dengan seorang hamba dari hamba-hamba ada klemungkinan manusia mengetahuinya Kami yang telah kami anugerahkan kepada- kecuali melalui sikap percaya dan menerima 20 Nya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami (iamn dan islam) atas khabar para nabi.
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Dengan demikian, alam menjadi objek
Kedua, ilmu yang diperoleh atas usaha pemahaman sekaligus sumber pelajaran.
manusia yang dinamakan „ilmu kasbi. Ayat-
Dalam upaya memahami alam sekitar itu,
ayat yang berbicara „imu kasbi jauh lebih manusia mengerahkan dan mencurahkan banyak daripada yang berbicara tentang ilmu akalnya. Oleh karena itu alam menjadi obyek ladunni. Pembagian ini disebabkan karena pemahaman sekaligus sumber pelajaran hany dalam andangan Al-Qur‟an, ada hal-hal yang untuk mereka yang berfikir saja. Bentuk ada, tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya kegiatan memahami alam itu ialah akal („aql, manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tidak sebagai kata benda konkrit, melainkan tampak seperti ditegaskan berkali-kali oleh Al- sebagai kata benda abstrak atau mashdar dari
Qur‟an, antara lain dalam firman-Nya, kata kerja aqala ya’qilu yang artinya berfikir,
Aku bersumpah dengan yang kamu lihat jadi berupa kegiatan memahami atau dan yang tidak kamu lihat (Al-Haqah (69): mempelajari dan mengambil pelajaran. Oleh
38-39) karena itu, akal bukanlah alat pada manusia
Oleh karena itu, obyek ilmu dalam untuk menciptakan kebenaran, melainkan perspektif Al-Qur‟an meliputi materi dan non- untuk memahami atau barangkali menemukan materi, fenomena dan nomena. Bahkan ada kebenaran yang memang dari semula sudah wujud yang tidak hanya tidak dapat dilihat, ada dan berfungsi dalam lingkungan di luar
tetapi juga tidak dapat diketahui. diri manusia.
Secara tepat hukum kepastian Allah atau
2. Ilmu Pengetahuan Mendukung Iman
takdir-Nya itu. Maka ilmu pengetahuan yang
Secara aktual manusia memang belum, dan
benar akan dengan sendirinya bermanfaat mungkin tidak akan pernah, memahami untuk manusia.
18 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an ., 433-434.
20 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban,
19 I M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an., 436.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Oleh karena itu, sekalipun amnusia adalah
dalam diri manuisia sendiri maupun makro makhluk tertinggi dan khalifah Allah di bumi, dalam seluruh cakrawala, maka pada saat dan sekalipun alam ini dibuat lebih rendah itulah manusia akan menyadari sepenuhnya (taskhir) agar dapat digunakan oleh manusia, kebenaran ilahi.
tetapi hubungan manusia dengan alam sekitarnya harus disertai dengan sikap rendah
hati yang sewajarnya, dengan melihat alam sebagai sumber ajaran dan pelajaran untuk
menerapkan sikap tunduk kepada Allah (islam). Manusia harus menyertai alam
sekitarnya dalam bertashbih memuji Allah, antara lain dengan memelihara keseimbangan
Akan Kami perlihatkan kepada mereka (m
alam itu dan menunbuhkannya ke arah yang
anusia) tanda-tanda Kami di seluruh
lebih baik (ishlah), bukan dengan cara
cakrawala dan dalam diri mereka sendiri,
melakukan kerusakan dan pengrusakan di
sehingga akan menjadi jelas bagi mereka
bahwa Al-Qur‟an atau bisa juga Tuhan itu
muka bumi (fasad fil ardhi)
benar adanya. QS. Fushshilat (41): 53
Dengan demikian, ilmu pengetahuan empiris tidak akan ada artinya, jika tidak
Namun manusia, dalam memanfaatkan menjaga persepsi batin manusia mengenai
alam itu harus tidak membatasi diri hanya keadaannya, potensi-potensinya, resiko-resiko untuk tujuan mengeksploitasi alam, tetapi ia yang dihadapinya sebagai manusia, dan harus memanfaatkan alam itu sebagai sumber nasibnya di akhirat nanti. pengambnilan pelajaran dalam mendekati Allah dan dalam membina hubungan yang serasi dan harmonis dengan sesama makhluk. Maka, selain tidak bersikap eksploitatif, manusia harus juga menunjukkan sikap-sikap
yang lebih apresiatif terhadap alam lingkungannya. Sebab, meskipun alam ini memang benar berkedudukan lebih rendah
Tidak pernahkah mereka berjalan di atas
daripada manusia, namun hal itu terjadi hanya
bumi sehingga mereka memiliki hati untuk
dalam hirarki kosmis yang bersifat batiniyyah,
memahami dan memiliki telinga untuk
yang terbebas dari dimensi ruang dan waktu,
mendengar? Karena yang buta bukanlah
seluruh alam dan manusia adalah sama-sama
mata, tetapi hati di dalam hati mereka. (Al-
makhluk Allah.
Seperti dalam ayat berikut
Hajj22: 46) Itulah
ini: Al-Qur‟an
sebabnya
mengapa
mementingkan tiga macam pengetahuan untuk
Tidaklah seekor pun binatang yang melata
manusia. Pertama, pengetahuan menganai alam
di bumi, dan tidak pula seekorpun burung
yang telah dibuat oleh Allah tunduk kepada
yang terbang dengan kedua sayapnya
manusia atau sains-sains alamiah. Kedua,
melainkan umat-umat seperti kamu juga.
pengetahuan sejarah dan geografi. Dalam hal
Penegasan ini terkait dengan berbagai
ini, Al-Qur‟an senantiasa mendesak manusia
penjelasan tentang alam raya yang selalu agar “berjalan di muka bumi” sehingga dapat bertashbih kepada Allah, demikian juga semua
menyaksikan apa yang terjadi pada kebudayaan-
benda-benda tanpa kecuali juga selalu
kebudayaan di masa lampau dan mengapa
bertashbih kepada Allah Swt.
kebudayaan-kebudayaan itu bisa bangkit dan
Seluruh langit yang tujuh dan bumi
runtuh. Ketiga, pengetahuan mengenai dirinya
bertashbih memujinya,dan juga makhluk sendiri karena “Kami akan memperlihatkan hidup di dalmnya. Dan tiada sesuatu
kepada mereka tanda-tanda
apapunkecuali bertashbih memuji-Nya,
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban,
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban .,
46 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 35-52
Kami di dalam cakrawal dan di dalam diri-diri Sebagai landasar teori (grand theory) dalam mereka sendiri sehingga mereka dapat meneliti dan menyelidiki ayat-ayat Tuhan memahami kebenaran – Tidak cukupkah yang tersebar alam, diri manusia dan sejarah. Tuhanmu sebagai saksi tyerhadap sestiap Sebaliknya, maka temuan-temuan inilah yang
sesuatu? (41:53) harus dipakai untuk menjustifikasi kebenaran
Ilmu pengetahuan ini adalah ilmu kalam Tuhan yang tersurat dalam Al- 24 pengetahuan ilmiah karena didapatkan dari Qur‟an. hasil pengamatan dengan mata dan telinga,
Akan Kami perlihatkan ayat-ayat Kami
tetapi ilmu pengetahuan ini pada akhirnya harus “sampai ke hati” dan mampu yang terdapat di berbagai ufuq dan dalam
diri mereka sendiri sampai menjadi jelas
menghidupkan iman dan persepsi batin
bahwa ayat-ayat yang tersurat dalam Al-
manusia. Tanpa memiliki persepsi batin ini,
Qur’an adalah benar. Belum cukupkah
ilmu pengetahuan dan teknologi itu dapat
bahwa Tuhanmu Maha menyaksikan segala
menjadi kekuatan yang sangat berbahaya.
sesuatu. (Qs. Hamim As-Sajdah: 53).
Dengan demikian, pengembangan ilmu pengetahuan, di satu sisi, haruslah dibarengi
Seandainya
penelitian ilmiah
dengan kekuatan iman dan penajaman persepsi menggunakan prosedur sebagaimana yang
diungkapkan Alquran maka dapat dikatakan ia
batin di sisi lain.
merupakan seorang yang ulul albab. Yakni,
Dari sini dapat dikatakan bahwa menurut
orang-orang yang tidak hanya berdzikir dalam
Al-Qur‟an, tiga daya yang dapat dipakai untuk
keadaan duduk, berdiri, dan berbaring, tetapi
memahami kebenaran, yaitu al-fikr, al-„aql,
juga mereka berpikir, meneliti, dan
dan al-fu’ad atau al-qalb merupakan satu
merenungkan fenomena alam semesta, diri