GURU IDEAL DAN KONDISI GURU DI INDONESIA

APPOARCH OF SUPERVISION

EDUCATION, ACADEMIC POSITIONS, AWARDS
AND PUBLICATIONS OF TEACHER

By :
LUTFI
NIM. 17171 / 2010

ADMINISTRATION OF EDUCATION
FACULTY OF EDUCATION
PADANG STATE UNIVERSITY
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas ini dengan penuh kejujuran. Shalawat beserta salam juga penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW, sosok Nabi yang sikap dan tingkah lakunya dapat
kita jadikan teladan untuk hidup didunia ini.
Alhamdulillah, Pembuatan Tugas ini terlaksana atas bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Rusdinal M.Pd. yang telah
membimbing penulis dalam Mata kuliah Pendekatan Supervisi.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan Tulisam ini.
Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk evaluasi dan
penyempurnaan. Semoga Tugas ini bermanfaat dan berguna untuk kita semua,
terutama bagi penulis sendiri. Amin.

Padang, Mei 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pendidikan merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan yang bermutu akan terwujud jika
semua kalangan akademika secara sadar berkomitmen menjalankan prinsipprinsip pendidikan.
Salah satu unsur yang paling bertanggungjawab dalam mewujudkan
tujuan pendidikan berada ditangan pendidik. Menurut UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen Pasal 1 : “Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, dasar, dan menengah. Jika dilihat dari fakta yang terjadi
dilapangan masih ada sebagian oknum guru yang tidak bekerja sesuai dengna
ketentuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pendidikan hanya akan menjadi cacatan dalam kertas jika
kompetensi guru tidak selaras dengan perkembangan teknologi yang begitu
pesat. Sesuai data dari sekretaris BNSP, secara rasional jumlah guru SD tidak
layak mengajar mencapai 609.217 orang atau sekitar 49,3 persen dari seluruh
tenaga pendidik di Indonesia.” (KOMPAS, 1 April 2009). Hal ini tidak bisa
dibiarkan, harus ada upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi
permasalahan ini.

Menurut Sanusi (2006:203), “Guru belum dapat diandalkan dalam
berbagai aspek kinerjanya yang standar, karena ia belum memiliki : keahlian

dalam isindari bidang studi, pedagogis, didaktik, dan metodik, keahlian
pribadi dan sosial, khususnya berdisiplin dan bermotivasi, kerja tim antar

sesama guru, dan tenaga kependidikan lain”. Untuk itu perlu adanya usaha
yang serius yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kompetensi
guru disekolah. Salah satu cara untuk membantu guru yang mempunyai
masalah dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan supervisi.
Supervisi yang baik diharapkan akan membantu meningkatkan kompetensi
guru.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Guru Ideal

Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Guru
diartikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar
dan menengah”. Untuk itu Indonesia membutuhkan Tenaga Pendidik yang

profesional untuk meningkatkan tujuan pendidikan.
Guru dikatakan ideal apabila telah memnuhi standar kompetensi Guru.
Adapun standar kompetensi guru yang dapat dijadikan pedoman tertuang
dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru,
yaitu kompetensi kepribadian, sosial, pedagogi dan profesional. Selain itu
dalam permendiknas tersebut juga dijelaskan bahwa Kualifikasi akademik
guru SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA minimum diploma empat (D-4) atau
sarjana (S-1). Keempat kompetensi ini terintegrasi dalam kinerja guru
Dalam melakukan tugasnya guru bukanlah sebatas kata-kata, akan
tetapi juga dalam bentuk perilaku, tindakan, dan contoh-contoh (Syaiful
Sagala : 2011). Dengan kompetensi yang dimilikinya seorang Guru
diharapkan mampu membentuk watak peserta didik kearah yang lebih.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita simpulkan, guru dikatan ideal
apabila sudah memahami dan mampu menerapkan ke empat standar
kompetensi guru.

B. Fakta dan Data Guru Indonesia.
Menurut Anis Baswedan Ph.D Guru merupakan garda terdepan dalam
peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Untuk itu guru yang berkualitas
harus dimiliki Indonesia agar tujuan pendidikan mampu direalisasikan dengan


baik. Jika kita lihat kondisi guru dilapangan, maka hanya sedikit guru yang
bisa dikatakan profesional. Hal ini dapat kita lihat dari data Ditjen PMPTK
yang menyatakan bahwa, “Hingga 2007 tercatat baru 16,57 persen guru SD
yang berkualifikasi S-1 dan Guru SMP sebanyak 61,31 persen. Dijenjang
pendidikan menengah guru SMA yang berkualifikasi S-1 sebanyak 83,34
persen dan SMK sebesar 77,53 persen.” (KOMPAS, 11 April 2009).
Menurut Sanusi (2007 : 11), “Guru belum dapat diandalkan dalam
berbagai aspek kinerjanya yang standar, karena ia belum memiliki : keahlian
dalam isi dari bidang studi, pedagogis, diadktik, dan metodik, keahlian pribadi
dan sosial, khusunya berdisiplin dan bermotivasi, kerja tim antar sesama guru,
dan tenaga kependidikan yang lain.” Selain masalah kualifikasi yang harus
dipenuhi oleh Guru, masalah lain yang menjadi tanggung jawab pemerintah
adalah belum layaknya seorang guru dalam mengajar peserta didiknya. Hal ini
sesuai dengan data dari Sekretaris BNSP, secara rasional jumlah guru SD yang
tidak layak mengajar mencapai 609.217 orang atau sekitar 49,3 persen dari
seluruh tenaga pendidik di Indonesia.” (KOMPAS, 1 April 2009)
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidkan harus bertanggung
jawab untuk menjamin kesejahterahan guru, karena imposible kinerja guru
akan baik jika kesejahterahannya tidak dijamin. Kesejahterahan tidak hanya

dari segi finansial untuk memenuhi biaya hidup, tetapi juga dari segi akademik
guru tersebut. Fenomena ini dapat kita pelajari dalam kasus yang terjadi di
Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, “Guru tidak
dapat melanjutkan ke jenjang S-1 disebabkan dana yang mereka miliki sangat
terbatas sehingga dana yang tersedia lebih baim digunakan untuk membiayai
sekolah anak-anak mereka.” (KOMPAS, 4 April 2009).
Menurut Jejen Mustafa (2011 : 5), “Jika mutu guru rendah, maka
mereka akan sulit dan/atau kalah berkompetensi dengan guru yang lebih
bermutu, sehingga berakibat hilangnya kesempatan untuk meningkatkan
kompetensi mereka. Sekitar 77,85 persen, guru disekolah dasar tidak layak
menjadi guru karena pendidikannya tidak memenuhi syarat. Selain itu

penugasan terhadap materi pelajaran yang diajarkan kepada muridnya juga
lemah (KOMPAS, 27 Oktober 2009).
Berdasarkan data yang dijelaskan diatas, maka dapat dikatan masih ada
sebagian guru di Indonesia yang belum memenuhi Standar Kualifikasi dan
kompetensi yang diharuskan. Namun dari semua data tersebut, bukan berarti
tidak ada guru yang bekerja dengan baik. Contoh guru yang ideal dapat kita
pelajari dari seorang Guru Bahasa Inggris – MTs Baabussalam, Bandung.
Manik sangat terpukul manakala kejujuran dikebiri . Dia menemukan

kecurangan dalam Ujian Nasional pada 2007. Salah satu bentuknya adalah
ketika murid diminta untuk datang lebih pagi, kemudian mereka dibagikan
jawaban soal-soal UN. Manik secara tegas melawan kecurangna tersebut,
(Apa yang berbeda dari guru Hebat : 2009)
C. Faktor penyebab rendahnya Kompetensi guru.
Kompetensi guru yang rendah juga disebkan mutu pendidikan yang
rendah. Untuk itu perlu kita ketahui Rendahnya mutu pendidikan Indonesia
yang secara umum tidak terlepas dari faktor lain yang mempengaruhinya.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah
lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hasil survey

Indonesia Legal

Roundtabel tentang Indeks persepsi negara hukum Indonesia tahun 2012 :
Indonesia mendapatkan poin 4,72 (skala 1-10). Sementara independensi
kekuasaan kehakiman (4,72). Hal ini tentu berkaitan dengan penegakan
hukum disegala aspek pemerintah termasuk pada penegakan hukum diduniua
pendidikan. Sehingga hal ini dapat menurunkan kualitas pendidikan indonesia.
Berikut ini faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan
Indonesia adalah :

1. Lemahnya penegakan Hukum
a. Masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan para pengambil
keputusan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dapat kita lihat dari

bukti korupsi dilapangan. Banyaknya dana pendidikan yang dikorupsi
oleh oknuk-oknum yang tidak bertanggung jawab.
b. Lemahnya pemberian sanksi untuk oknum yang melanggar hukum.
Kedisiplinan terhadap aturan dapat berpengaruh terhadap sikap
seseorang dalam menjalankan tugasnya. Maka jika sanksi yang
diberikan tidak mampu memberikan efek jera, maka sanksi tersebut
terlalu ringan untuk dijalankan.
2. Lemahnya Pengawasan Pendidikan.
a. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Dinas Pendidikan
Sumatera Barat, disampaikan bahwa masih banyak Kepala Sekolah
yang diangkat tidak berdasarkan Standar Kompetensi Permendikas No.
16 tahun 2007. Hal ini disebakan lemahnya pengawasan Para
Pengawas sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Bahwa
Kepala sekolah yang tidak memenuhi Standar tidak dievaluasi dengan
Tegas.
b. Pengawas yang sengaja melanggar peraturan. Lemahnya mutu

pendidikan di Indonesia juga disebabkan para pengawas yang notabene
mengawasi pendidikan yang bertanggung jawab, justru mereka sendiri
yang melanggar peraturan tersebut. Sehingga penegakan hukum tidak
berjalan sebagaiman mestinya.

3. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab Civitas pendidikan. akan
pentingnya arti pendidikan.
a. Pemerintahan
Kurangnya kesadaran para pemangku jabatan dapat dilihat dari
perekrutan tenaga pendidik yang tidak sesuai dengan kompetensi yang
dimilikinya. Selain itu para pegawai di dinas pendidikan yang notabene

memastikan jalannya sistem pendidikan disuatu daerah/kota justru
tidak memahami apa tupoksi mereka sendiri. Banyak kita temukan
bahwa kualifikasi mereka yang tidak sesuai dengan bidang ilmu yang
mereka garap di institusi pendidikan tersebut.
b. Pengawas Sekolah
Kurangnya kesadaran para pengawas dalam melakukan pengawasan
dan supervisi juga berdampak pada mutu pendidikan. Jika mereka
tidak menjalankan fungsi pengawasan maka mutu pendidikan yang

dicita-citakan hanya sebatas wacana. Pengawasan dilakukan hanya
sebatas syarat tidak pada substansi dari tujuan pengawasan tersebut.
Sehingga tidak diketahui mana guru yang harus disupervisi.
c. Kepala Sekolah
Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa banyak kepala sekolah
yang tidak menjalankan fingsinya sebagai pengawas manajerial dan
pengawas akademik. Tidak terpgrogramnya supervisi sudah cukup
dijadikan bukti bahwa tidak adanya usaha yang tegas dari kepala
sekolah dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu dan bermatabat.
Sehingga peningkatan kompetensi guru sulit diimplementasikan.

d. Guru
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, guru merupakan garda
terdepan dalam pembentukan watak peserta didik yang berkarakter.
Jika guru dengan sengaja tidak menjalankan tugasnya dengan baik,
maka kehancuran dalam dunia pendidikan dapat kita rasakan seperti
sekarang ini. Berdasarkan penelitian mini yang penulis lakukan

terdapat oknum guru yang sengaja tidak mau mengikuti program
supervisi, dan tidak mau introspeksi diri dalam perbaikan belajarmengajar. Selain itu rendahnya kompetensi guru juga tidak terlepas

dari permasalahan pribadi yang dihadapi oleh guru tersebut. Hal ini
dapat dilihat dari data yang mengungkapkan “ Sebanyak 99 persen
guru di Lampung misalnya, telah “tergadaikan” atau berutang di bankbank Lampung demi kesejahterahan. Akibatnya para guru sulit
memfokuskan diri untuk menyiapkan kegiatan belajar mengajar yang
berkualitas. (KOMPAS, 1 April 2009).
D. Solusi untuk meningkatkan Kompetensi Guru
1. Penyetaraan guru berdasarkan kualifikasi ilmunya.
Penyetaraan guru berdasarkan kualifikasi dapat dilakukan dengan
memberikan kesempatan bagi guru untuk meningkatkan kualifikasi
pendidikannya. Contoh guru yang berkualifikasi S1 diberikan beasiswa
untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S2.
2. Memberikan pelatihan kompetensi kepada Guru.
Menurut Jejen Mustafa (2011 : 61) Pelatihan emberikan pengaruh yang
sangat signifikan terhadap efektifitas sekolah. Pelatihanmemberikan
kesempatan kepada guru untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap baru yang , mengubah perilakunya, yang pada akhirnya akan
meningkatkan prestasi belajar. Untuk itu dapat dilakukan sebagai salah
satu solusi untuk meningkatkan kompetensi guru. Adapun pelatihan yang
diberikan berdasarkan kebutuhn guru yang bersangkutan.
3. Meningkatkan kesejahterahan guru.

Kesejahterahan guru merupakan salah satu poin terpenting dalam
meningkatkan kulitas mengajar guru. Dalam sebuah wawancara disalah
satu telvisi swasta, anis baswedan menjelaskan. “impossible mutu
pendidikan akan naik jika kesejahterahan gurunya tidak dijamin.”
4. Memberikan Supervisi pendidikan
Supervisi merupakan upaya yang diberikan supervisor untuk membantu
guru dalam menigkatkan kompetensinya. Hal inilah yang harus menjadi
perhatian utama bagi supervisor dan pengawas sekolah. Guru yang
memiliki kompetensi yang rendah harus diberikan supervisi yang tepat dan
dilakukan secara kontinue.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan observasi mini yang penulis lakukan maka dapat
disimpulkan :

1. Belum ada upaya yang serius yang dilakukan oleh Kepalas Sekolah dalam
melakukan supervisi yang baik.
2. Supervisi belum dijalankan dengan baik.
3. Supervisi tidak berjalan dengan baik juga disebabkan oleh kemauan guru
yang kurang dalam meningkatkan kompetensi diri.
4. Kendala yang dihadapi dalam menjalankan supervisi adalah kurangnya
kesadaran kepala sekolah dan guru tentang konsep supervisi pembelajaran
khususnya, dan supervisi pendidikan umumnya.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah :
1. Kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota padang agar serius mengawasi
pekerjaan bawahan, dan memberikan sanksi kepada oknum yang sengaja
melalaikan tugasnya.
2. Pengawas sekolah yang ditugaskan secara fungsional lebih serius dalam
menjalankan tugasnya sebagai pengawas sekolah.
3. Kepada kepala sekolah agar dapat menjalankan program supervisi yang
telah dirancang, sehingga dapat diketahui kompetensi apa yang harus
diperbaiki pada masing-masing guru.
4. Kepada guru yang disupervisi agar bersedia dan berkomitmen untuk
mengikuti program supervisi, karena garda terdepan dalam meningkatkan
kualitas murid disekolah nerada ditangan guru tersebut.