Analisis Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras dan Non Beras (Studi Kasus : Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pola Konsumsi Pangan
Pola Konsumsi Pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah
bahan makanan rata-rata perorang per hari yang umum dikonsumsi/dimakan
penduduk dalam jangka waktu tertentu. Hasil Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004 menetapkan bahwa Angka Kecukupan
Gizi/Energi (AKG/AKE) di tingkat konsumsi sebesar 2.000 Kkal per kapita per
hari dan protein 52 gram per kapita per hari, dan 57 gram per kapita per hari
ditingkat ketersediaan (BKP Bengkulu, 2011).
Bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 9
(sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masing-masing kelompok dapat
berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya pangan yang tersedia. Secara
nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut :
a.

Padi-padian

: beras, jagung, sorghum dan terigu


b.

Umbi-umbian

: ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, sagu,
dan umbi lainnya

c.

Pangan hewani

: ikan, daging, susu dan telur

d.

Minyak dan lemak

: minyak kelapa, minyak sawit (minyak
goreng, minyak jagung, margarin)


e.

Buah/biji berminyak

: kelapa, kemiri, jambu mete dan
coklat

8

8
Universitas Sumatera Utara

9

f.

Kacang-kacangan

: kedelai, kacang tanah, kacang hijau,

kacang merah, dan kacang lainnya

g.

Gula

: gula pasir, gula merah

h.

Sayur dan buah

: semua jenis sayuran dan buah-buahan
yang biasa dikonsumsi

i.

Lain-lain

: teh, kopi, sirup, bumbu-bumbuan,

makanan dan minuman jadi.

Seperti diketahui bersama ketahanan pangan nasional akan terwujud apabila
didukung langsung oleh ketahanan pangan skala rumah tangga. Pola konsumsi
pangan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan
ketahanan pangan rumah tangga sekaligus ketahanan pangan nasional. Dimana
pola konsumsi pangan sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi rumah
tangga, seperti pendapatan, harga pangan, selera dan kebiasaan makan
(BKP Langkat, 2015).
Untuk melihat situasi pola konsumsi pangan masyarakat di Desa Selotong,
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dilakukan pendataan kebiasaan
konsumsi pangan masyarakat sehingga diperoleh gambaran tentang kualitas dan
kuantitas konsumsi pangan di daerah penelitian tersebut.
2.1.2 Pola Pangan Harapan
Penilaian terhadap pengembangan pola konsumsi pangan tingkat Nasional dan
Regional dilaksanakan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) dan
menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Pola Pangan
Harapan (PPH) merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang

Universitas Sumatera Utara


10

dianjurkan untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Pola
Pangan Harapan (PPH) dapat digunakan sebagai ukuran keseimbangan dan
keanekaragaman pangan dengan terpenuhi kebutuhan energi dari berbagai
kelompok pangan. Skor pola konsumsi pangan mencerminkan mutu gizi konsumsi
pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan serta mencerminkan susunan
konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif
(BKP Bengkulu, 2011).
Tabel 3. Standar Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional
No
Kelompok Pangan
Skor PPH
1
Padi-padian
25
2
Umbi-umbian
2,5

3
Pangan Hewani
24
4
Minyak dan Lemak
5
5
Buah/Biji Berminyak
1
6
Kacang-kacangan
10
7
Gula
2,5
8
Sayur dan Buah
30
9
Lain-lain

0
Total
100
Sumber : BKP Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015
PPH berguna untuk :
1) Sebagai alat atau instrumen perencanaan konsumsi pangan, ketersediaan
pangan dan produksi pangan.
2) Sebagai instrumen evaluasi tingkat pencapaian konsumsi pangan, penyediaan
pangan dan produksi pangan.
3) Dapat pula digunakan sebagai basis pengukuran diversifikasi dan ketahanan
pangan.

Universitas Sumatera Utara

11

2.1.3 Tingkat Konsumsi
Tingkat konsumsi menggambarkan jumlah bahan makanan yang rata-rata
dikonsumsi anggota masyarakat. Terdapat 3 (tiga) cara untuk menjelaskan tingkat
konsumsi, yaitu :

1) Berdasarkan jenis atau macam dan jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi
rumah tangga.
2) Menurut pengelompokan penggunaan komoditi.
3) Menurut nilai (pengeluaran) dari komoditas yang dikonsumsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras adalah sebagai berikut :
1) Tingkat Pendapatan Rumah Tangga
Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang tersedia
akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang
berpenghasilan

rendah,

sebagian besar pendapatannya digunakan

untuk

mencukupi kebutuhan pangan, sehingga persentase pengeluaran untuk pangan
akan relatif besar. Akan tetapi karena kebutuhan pangan relatif terbatas, maka
mulai pada tingkat


pendapatan tertentu pertambahan pendapatan akan

dialokasikan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan non pangan, sehingga pada
kondisi tersebut persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun. Peningkatan
pendapatan menyebabkan timbulnya kebutuhan-kebutuhan lain selain pangan,
sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam peningkatannya
tidak sebesar pengeluaran non pangan (Fatimah,1995).

Universitas Sumatera Utara

12

2) Jumlah Anggota Rumah Tangga
Jumlah anggota rumah tangga juga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Bagi
rumah tangga dengan anggota rumah tangga banyak, pada kondisi tersebut maka
tingkat konsumi pangan akan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah anggota
rumah tangga yang lebih kecil. Untuk mencukupi konsumsi pangan seluruh
anggota rumah tangga maka pada kondisi ini pula lebih mengutamakan kuantitas
dibandingkan kualitas pangan.
3) Umur

Memahami umur konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda umur
akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan umur juga akan
mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan, 2004).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Konsumsi
Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis) yang dikemukakan
oleh Keynes, menduga bahwa fungsi konsumsi memiliki karakteristik :
1) Kecenderungan mengkonsumsi merupakan fungsi yang stabil dan besarnya
konsumsi agregat ditentukan oleh besarnya pendapatan agregat.
2) Konsumsi akan meningkat jika pendapatan meningkat, tetapi peningkatan
konsumsi yang terjadi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan.
3) Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar jarak (gap) antara
pendapatan dan konsumsi. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendapatan, semakin besar proporsi dari pendapatan yang ditabung.

Universitas Sumatera Utara

13

4) Peningkatan pendapatan akan diikuti dengan peningkatan tabungan, dan

turunnya pendapatan akan diikuti dengan penurunan tabungan dalam jumlah
yang lebih besar (Supriana, 2013).
Konsumsi adalah fungsi linier dari pendapatan yang dapat dibelanjakan. Hal ini
dituliskan sebagai berikut :

C = a + bYd

Konsumsi

C

C = a + bYd

Yd
Pendapatan yang Dapat Dibelanjakan

Gambar 1. Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis)
Persamaan di atas dinamakan fungsi konsumsi, di mana a adalah titik potong
(intersep) dan b adalah kemiringan (slope) fungsi konsumsi. Slope dari fungsi
konsumsi adalah kecenderungan untuk mengkonsumsi (Marginal Propensity to
Consume = MPC). MPC sebesar b dapat diartikan sebagai penambahan sebesar 1
satuan pendapatan yang dapat dibelanjakan akan menaikkan konsumsi sebesar b,
di mana 0 < b < 1.

Universitas Sumatera Utara

14

2.3 Penelitian Terdahulu
Haga Prana P. Bangun (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pola
Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras Di Desa Sentra Produksi Padi
(Studi Kasus: Desa Sidoarjo Dua Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli
Serdang) menyimpulkan bahwa pola konsumsi pangan masyarakat di Desa
Sidoarjo Dua Ramunia tersebut masih didominasi oleh beras dibandingkan bahan
pangan lainnya. Tingkat konsumsi beras di Desa Sidoarjo Dua Ramunia berada di
atas tingkat konsumsi beras Kabupaten Deli Serdang dan di bawah tingkat
konsumsi beras Sumatera Utara. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
konsumsi beras di Desa Sidoarjo Dua Ramunia adalah jumlah anggota keluarga
dan tingkat pendapatan.
Monalisa Hasibuan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pola
Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat di Kecamatan Medan
Tuntungan menyimpulkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat di
Kecamatan Medan Tuntungan sebesar 64,73 gr/kap/hari. Kelompok pangan padipadian sebesar 33,54 gr/kap/hari dan kelompok umbi-umbian sebesar 31,19%.
Pola Pangan Harapan (PPH) dari kelompok padi-padian sebesar 3,05 dan
kelompok umbi-umbian sebesar 0,94. Faktor-faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat per kapita adalah
pendapatan rumah tangga, jumlah tanggungan, umur, dan tingkat pendidikan.
Secara serempak keempat faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap konsumsi
pangan non beras sumber karbohidrat, sedangkan secara parsial hanya pendapatan
rumah tangga dan jumlah tanggungan yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi
pangan non beras sumber karbohidrat.

Universitas Sumatera Utara

15

2.4 Kerangka Pemikiran
Penelitian dilakukan di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat dengan sasaran responden masyarakat (ibu rumah tangga) di Desa
Selotong. Setiap masyarakat memiliki pola konsumsi pangan tersendiri. Pola
konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi
mayarakat dan dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan mayarakat. Pola
konsumsi pangan tersebut dapat diketahui dengan menghitung tingkat konsumsi
beras dan non beras masyarakat. Tingkat konsumsi beras dan non beras
membentuk skor berupa Pola Pangan Harapan (PPH) di daerah penelitian (Desa
Selotong). Selanjutnya PPH di Desa Selotong akan dibandingkan dengan PPH
Ideal Nasional. Sehingga dapat diketahui PPH di Desa Selotong ideal atau tidak
ideal.
Selain pola konsumsi pangan, tingkat konsumsi beras dan non beras diperlukan
juga data pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur, dan
tingkat konsumsi non beras. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya
pengaruh tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur,
dan tingkat konsumsi non beras terhadap tingkat konsumsi beras masyarakat di
Desa Selotong.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diuraikan skema kerangka pemikiran pada
Gambar 2.

Universitas Sumatera Utara

16

Masyarakat

Pola Konsumsi
Pangan
1.

Tingkat
Konsumsi
Non Beras

Pola Pangan
Harapan

Ideal

2.

Tingkat
Konsumsi
Beras

3.
4.

Tingkat Pendapatan
Rumah tangga
Jumlah Anggota Rumah
Tangga
Umur
Tingkat Konsumsi Non
Beras

Pola Pangan
Harapan Ideal

Tidak
Ideal

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pola Konsumsi
Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras dan Non Beras

Keterangan :
Menyatakan Alur
Menyatakan Pengaruh
Menyatakan Perbandingan

Universitas Sumatera Utara

17

2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian adalah: ada pengaruh
tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur, dan
tingkat konsumsi non beras terhadap tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa
Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat baik secara serempak
maupun parsial.

Universitas Sumatera Utara