PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINE (2)

Editorial

│iii

JURNAL PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH

ECONOMICA SHARIA
SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH (STEBIS) IGM PALEMBANG

Volume 2 Nomor 2 Februari 2017
ISSN : 2461-002X

Penanggung jawab : Dr. Ir. Hj. Neny Rostiati, M.Si
Pimpinan Redaksi : H. Muhammad Siddiq, Lc., M.H.I
Anggota Redaksi

: Havis Aravik, S.H.I., M.S.I
Mustikawati, M.Si
Saprida, M.H.I
Nova Yanti Maleha, S.E., MM


Penyunting Ahli

: Dr. H. Marzuki Alie
Dr. H. Heri Junaidi, MA
Dr. H. Edison Saifullah, Lc. MA
Dr. Drs. A. Rifai Abun, M.Hum
Dr. Sumi Amariena Hanim, MT.
Dr. Tien Yustini, S.E., M.Si
H. Harsi Romli, S.E. Akt., MM., CA
Hamid Halin, S.E., MM

Pelaksana Teknis

: Waldi Nopriansyah, S.H.I., M.S.I

Redaksi menerima sumbangan artikel yang sesuai dengan misi jurnal Economica
Sharia dan belum pernah dipublikasikan. Naskah diketik di atas kertas HVS A4
dengan spasi 1,5 spasi antara halaman 10-15 halaman, dengan kriteria
sebagaimana tercantum pada halaman belakang (ketentuan pembuatan naskah).


Daftar Isi
iv│Editorial

Volume 2 Nomor 2 Februari 2017

ISSN : 2461-002X

ECONOMICA SHARIA
Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Ekonomi Syariah
DAFTAR ISI
 Editorial
 KELEMAHAN SISTEM EKONOMI KAPITALISME DAN SOSIALISME
MENURUT
MUHAMMAD
SHARIF
CHAUDHRY
DALAM
KARYANYA FUNDAMENTAL OF ISLAMIC ECONOMIC SYSTEM .. 1 - 16
Oleh: Hoirul Amri
 EKSISTENSI PKL PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN

EKONOMI KELUARGA MISKIN .............................................................. 17- 33
Oleh: M. Alfan Jamil, Siti Mardiah
 PENGARUH KOMPENSASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA
DOSEN DI STEBIS ...................................................................................... 34 - 57
Oleh: Agustina Heryati
 SISTEM PELAKSANAAN ZAKAT PROFESI DI DESA PRAMBATAN
KECAMATAN ABAB KABUPATEN PALI .............................................. 58 - 71
Oleh: Saprida


PERKEMBANGAN SUKUK DI INDONESIA, MALAYSIA, DAN DUNIA. . ..72 - 84
Oleh: Melis

 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DINAS PENYELAMATAN PEMADAM KEBAKARAN (PKK)
DIKOTA PALEMBANG........................................................................... 85 - 96
Oleh: Suryadi
 ESENSI ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FINANSIAL ISLAMI DALAM
PANDANGAN MUHAMMAD NEJATULLAH SIDDIQI…………. 97 - 108
Oleh: Havis Aravik



Ketentuan Pembuatan Naskah

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│85

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DINAS PENYELAMATAN PEMADAM
KEBAKARAN (PPK) DI KOTA PALEMBANG
Suryadi
(Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Abdi Nusa Palembang)
Email : [email protected]
ABSTRACT

The influence of leadership style to work performance of project workers at
Dinas Penyelamatan Pemadam Kebakaran (PPK) at Palembang City. This
reseach is made for knowing the influence of leadership style to work
performance simultaneously. This reseach Usesndesign survey by collecting
information from respondents using list of questionnaire structurally that
depends on the needs and related with the tittle of this reseeach. The

variable of this reseach are leadership style varisble (X1), and work
performance variable (Y). This reseach in volves 50 respondents. The
instruments for leadersip style, work performance of project worker are
validatet by formula of product moment correlation. The reability
instrument is using alpha cronbach and for the analize, it,s using
regression. The research results showed that leadership style variable les
have positive influences for work performance of project staff at Dinas
Penyelamatan Pemadam Kebakaran (PPK) at Palembang City even
partially.

Kata Kunci : leadership, performance

Pendahuluan
Aktivitas manajemen di dalam sebuah organisasi selalu dimaksudkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi tersebut. Faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kemajuan dan kelangsungan dari sebuah organisasi adalah faktor
Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia merupakan unsur yang penting
dalam suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik di
lembaga pemerintahan maupun pada perusahaan. Oleh karena itu Sumber Daya
Manusia perlu lebih diperhatikan dan dilembagakan.

Kepemimpinan atau leadership adalah bagian tersendiri dari manajemen. Manajer
melaksanakan fungsi-fungsi penciptaan, perencanaan, pengorganisasian, memotivasi,
komunikasi, dan pengendalian. Termasuk dalam fungsi-fungsi itu adalah perlunya

86│Suryadi.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penyelamatan…

pemimpin dan mengarahkan. Bagaimanapun juga kemampuan seorang manajer untuk
memimpin secara efektif akan mempengaruhinya untuk mengelola tetapi seorang
pemimpin hanya membutuhkan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Pemimpin diartikan sebagai orang yang mempunyai tugas utnuk mengarahkan dan
membimbing bawahan dan mampu memperoleh dukungan dari bawahannya sehingga
dapat menggerakkan mereka kearah pencapaian tujuan organisasi.
Wirawan (2003:19) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses pemimpin
menciptakan visi mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan
sebagainya dari pengikut untuk merealisasi visi. Kepemimpinan merupakan suatu
proses bukan sesuatu yang terjadi seketika. Kepemimpinan menurut Siagian (2002:63)
adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang itu
mampu melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi, hal itu mungkin tidak

disenanginya. Sedangkan menurut Imam Mujiono (2002 : 45) menambahkan bahwa ada
empat kepemimpinan yaitu ; Kepemimpinan direktif, Kepemimpinan konsultatif,
Kepemimpinan partisipasi dan Kepemimpinan delegasi.
Karakteristik tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
1. Kepemimpinan direktif yaitu pemimpin pada umumnya membuat keputusankeputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaanya. Semua kegiatan
terpusat pada pemimpin dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi
dan bertindak yang diizinkan.
2. Kepemimpinan konsultatif yaitu pemimpin lebih banyak melakukan interaksi
dengan para staf dan anggota organisasi. Fungsi pemimpin lebih banyak
berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberikan nasehat dalam
rangka mencapai tujuan.
3. Kepemimpinan partisipatif yaitu pimpinan lebih cenderung memberikan
kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai
tanggung jawab mereka. Sementara itu kontak konsultatif terus berjalan.
4. Kepemimpinan delegatif yaitu pemimpin mendorong kemampuan staf untuk
mengambil inisiatif. Kurang interaktif dan kontrol yang dilakukan oleh
pemimpin, sehingga ini hanya bisa berjalan pabila staf memperlihatkan tingkat
kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi.

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│87


Usaha-usaha yang dilakukan oleh pimpinan untuk memacu meningkatkan kinerja
bawahan yang secara komulatif tentunya akan meningkatkan gaya dari organisasi itu
sendiri. Setiap pemimpin memiliki gaya yang berbeda, apakah demokratis atau otoriter.
Untuk mencapai dan membangun kinerja sumber daya manusia sesungguhnya
merupakan proses panjang yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu
faktor penting untuk itu adalah manajerial efektif

dari seorang manajer dalam

mengendalikan dan mengelola sumber daya termasuk sumber daya manusia di dalam
organisasinya.
Mangkunegara (2005:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Soelaiman (2007:1), menyatakan kinerja
sebagai sesuatu yang dikerjakan dan dihasilkan dalam bentuk produk maupun jasa
dalam periode tertentu dan ukuran tertentu oleh seseorang atau sekelompok orang yang
didasarkan pada kecakapan, kemampuan, pengetahuan maupun pengalamannya.
Hasibuan (2007:87), berpendapat penilaian prestasi kerja karyawan dilakukan untuk
mengetahui prestasi yang dapat dicapai karyawan. Apakah prestasi yang dicapai setiap

karyawan baik, sedang atau kurang, dan berguna untuk menetapkan tindakan
kebijaksanaan selanjutnya.
Sedangkan Notoatmodjo (2003:23) kinerja adalah status kemampuan yang diukur
berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai uraian tugasnya. Kinerja merupakan suatu yang
dicapai oleh pekerja dalam bidang pekerjaannya menurut kriteria yang berlaku untuk
suatu pekerjaan tertentu dan dievaluasi oleh orang-orang tertentu. Sehingga akan
tercapai tujuan yang diharapkan.
Nusyirwan (2002:3) menambahkan bahwa informasi kinerja mungkin dikumpulkan
untuk tujuan administrasi, pengarahan dan penyuluhan, serta penelitian.Penelitian
tentang hubungan gaya kepemimpinan dengan kinerja pernah dilakukan oleh Yadi
(2009) dalam penelitiannya Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Disiplin Kerja terhadap
Kinerja pegawai. Hasil penelitiannya Gaya Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja pegawai. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Samsul
Bahri (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan

88│Suryadi.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penyelamatan…

Pelatihan terhadap Kinerja pengawas, menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh gaya

kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.
Gaya kepemimpinan dapat disintasis dalam tiga dimensi dan indikator, yaitu: Gaya
Kepemimpinan direktif yang mempunyai indikator; dalam pembuatan keputusan,
peranan bawahan dalam melaksanakan tugas, dan pelaksanaan tugas sehari-hari. Gaya
Kepemimpinan konsultatif mempunyai indikator; interaksi dan kerja sama, serta
perhatian dan bimbingan. Gaya Kepemimpinan partisipatif mempunyai indikator;
tingkat kepercayaan terhadap bawahannya, dan tanggung jawab terhadap tugas. Gaya
Kepemimpinan delegatif mempunyai indikator; inisiatif bawahan, sasaran organisasi,
serta pemecahan masalah.
Sedangkan yang menjadi indikator dari variabel Kinerja adalah melaksanakan tugas
sehari-hari, menghadiri kegiatan lembaga, menyelesaikan tugas yang diembannya,
kemampuan memecahkan masalah, sikap terhadap anggota, kerja sama tim, cara
bekerja, tindakan yang dilakukan di dalam melaksanakan tugas, tingkat kesalahan dalam
tugas, volume dalam melakukan kerjaan, kesanggupan mengatasi beban kerja, dan
kesanggupan di dalam pemecahan masalah.
Berdasarakan fenomena di atas, maka penelitian ini dipandu oleh hipotesis:
Terdapat pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penyelamatan
Pemadam Kebakaran di Kota Palembang.

Metode Penelitian

Desain penelitian ini adalah menggunakan metode survey, Sugiono (2007:66).
Sedangkan di dalam aplikasinya, penelitian ini dipakai penelitian korelasi (correlation
study). Penelitian tersebut merupakan peneliti yang dirancang untuk menentukan tingkat

pengaruh/hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.
Variable Gaya Kepemimpinan dengan indikatornya pembuatan keputusan, peranan
bawahan dalam melaksanakan tugas, dan pelaksanaan tugas sehari-hari. Sedangkan
yang menjadi indikator dari variabel Kinerja adalah menyelesaikan tugas yang
diembannya, kemampuan memecahkan masalah, sikap terhadap anggota, kerja sama
tim.

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│89

Populasi menurut Haryono (2007:98) adalah totalitas dari semua objek atau
individu yang memliki karakterisitik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di lingkungan Dinas Penyelamatan
Pemadam Kebakaran (PPK), Penelitian ini peneliti mengambil jumlah populasi 50
orang, karena jumlah populasi terbagi atas tingkatan atau golongan, sedangkan semua
tingkatan harus mewakili, maka peneliti menggunakan teknik Stratified random
sampling (secara acak). Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer yang

bearasl dari jawaban responden. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah
kuesioner, selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan bantuan program SPSS.
Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik statistika deskriptif dan statistika
inferensial.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Tabel. 1
DATA PENELITIAN VARIABEL KINERJA (Y)
P
X

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

4.2

3.8

3.9

4.6

4.2

3.5

3.5

3.5

3.7

3.9

4.4

4.7

4

3.9

3.2

4.2

3.6

3.4

Sumber : Perhitungan data tahun 2014

Berdasarkan analisis butir-butir instrument, dari delapan belas pernyataan nilai ratarata yang paling rendah berkisar pada 3,2 pada butir pernyataan nomor 15 yaitu tentang
pengalaman dengan indikator tingkat kesalahan dalam tugas. Sedangkan pernyataan
yang yang paling tinggi terdapat pada butir pernyataan nomor 12, yaitu tentang
indicator kemampuan memecahkan masalah.
Tabel. 2
DATA PENELITIAN VARIABEL GAYA KEPEMIMPINAN (X1)
P
X

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

4.1

3.3

3.9

4.6

4.2

3.9

3.6

3.4

3.5

3.7

4.3

4.1

4,1

3.9

4,8

3.6

3.6

3.2

Sumber : Perhitungan data tahun 2014

Berdasarkan

tabel

analisis

butir-butir

instrument

pada

variabel

Gaya

Kepemimpinan dapat disimpulkan nilai rata-rata yang paling rendah berkisar 3,2 pada
pernyataan nomor 18 yaitu pada indikator inisiatif bawahan. Sedangkan nilai yang

90│Suryadi.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penyelamatan…

paling tinggi dengan rata-rata 4,8 terdapat pada pernyataan nomor 15 dengan indikator
tanggung jawab bawahan terhadap tugas.

Variabel
Penelitian
Y
X1

Tabel.3
Hasil Pengujian Reliabilitas
Hasil
R table
Perhitungan
0,865
0,312
0,945
0,312

Keterangan
Reliabel
Reliabel

Sumber : Data diolah peneliti dengan program SPSS

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai-nilai Cronabch’s Alpha
untuk masing-masing variabel adalah lebih besar dari R tabel (0,312), yang berarti
bahwa nilai masing-masing variabel adalah reliabel.
Tabel.4
Hasil Pengujian Normalitas
No

Variabel

1
2

Y
X1

Asymp.
Sig.
0,366
0,958

α (0,05)

Keterangan

0,05
0,05

Normal
Normal

Sumber : Data diolah peneliti dengan program SPSS

Berdasarkan tabel di atas, nilai Asymp. Sig untuk masing-masing variabel Kinerja
Pegawai (Y) = 0,366, variabel Gaya Kepemimpinan (X1) = 0,958. Nilai Asymp. Sig >
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data variabel Kinerja Pegawai dan variabel Gaya
Kepemimpinan berdistribusi normal.
Tabel.5
Hasil Pengujian Homogenitas
No

Variabel

1
2

Y
X1

Asymp.
Sig.
0,231
0,930

Sumber : Data diolah peneliti dengan program SPSS

α (0,05)

Keterangan

0,05
0,05

Homogen
Homogen

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│91

Berdasarkan tabel di atas untuk kedua variabel (Y dan X1) diperoleh masingmasing sebesar 0,231 dan 0,930 semuanya lebih besar dari α (0,05). Maka dapat
disimpulkan bahwa data populasi memiliki varians homogen.
Tabel.6
Hasil Pengujian Linearitas
No

Variabel

1

Y atas X1

Asymp.
Sig.
0,715

α (0,05)

Keterangan

0,05

Linear

Sumber : Data diolah peneliti dengan program SPSS

Berdasarkan tabel di atas didapat nilai Sig. pada baris Deviation from Liniarity pada
kedua ANOVA Table, diperoleh sebesar 0,715 lebih besar dari α (0,05). Maka Ho
diterima artinya antara variabel Y dengan variabel X1 mempunyai hubungan yang
linear.

Deskriptif Gaya Kepemimpinan (X)
gaya kepemimpinan
10

8

6

4

2

Std. Dev = 5.51
Mean = 70.2
N = 35.00

0
60.0 62.5 65.0 67.5 70.0 72.5 75.0 77.5 80.0

gaya kepemimpinan

Berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa Gaya Kepemimpinan yang
dilakukan pada Dinas Penyelamatan Pemadam Kebakaran kota Palembang sudah
baik, berikut data statistic yang diproses melelui program SPSS 12.00 :
a). N merupakan jumlah data yang valid adalah 35 data dan data yang hilang nol

92│Suryadi.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penyelamatan…

b). Mean untuk skor Gaya Kepemimpinan adalah 70,2
c). Median adalah angka titik tengah data yaitu 70,0
d). Standar Deviasi adalah 5,508 dan Varian merupakan kelipatan standar deviasi
adalah 30,341 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka sebaran data rata-rata
adalah : Rata-rata ± 2 Standar Deviasi
Jadi : 70,2 ± (2 x 5,508) = 59,184 sampai 81,216
e). Ukuran Skewness adalah -0,049 untuk analisis nilai tersebut diubah menjadi
angka rasio : nilai skewness/standar error skewness.
Atau dalam kasus ini rasio skewness adalah -0,049/0,398 = -0,123, dimana jika
rasio skewness berada diantara -2 dan +2 maka distribusi data adalah normal.
f). Range adalah data maksimum – data minimum. Data maximum adalah 80 dan
data minimum adalah 60, sehingga range adalah 20.
g). Sum merupakan jumlah dari semua data yang diproses, yaitu 2457
h). Percentiles :
Skor Gaya Kepemimpinan 10% berada di bawah 65,70 atau juga bisa
dikatakan 20% berada di bawah 73,20, dan seterusnya.
Deskripsi Kinerja Pegawai (Y)
kinerja
10

8

6

4

2

Std. Dev = 3.05
Mean = 74.6
N = 35.00

0
70.0

72.0

74.0

76.0

78.0

80.0

kinerja

Berdasarkan histogram di atas, kinerja pegawai sudah cukup baik, berikut data
statistik yang diperoleh melelui program SPSS, untuk variabel Kinerja Pegawai :
a). N merupakan jumlah data yang valid adalah 35 dan data yang hilang nol.
b). Mean untuk skor Kinerja Pegawai adalah 74,60

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│93

c). Median adalah angka titik tengah data yaitu 75,00
d). Standar Deviasi adalah 3,05 dan Varian merupakan kelipatan standar deviasi
adalah 11,314 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka sebaran data rata-rata
adalah : Rata-rata ± 2 Standar Deviasi
Jadi : 74,60 ± (2 x 3,05) = 68,50 sampai 80,70
e). Ukuran Skewness adalah -0,310 untuk analisis nilai tersebut diubah menjadi
angka rasio : nilai skewness/standar error skewness.
Atau dalam kasus ini rasio skewness adalah -0,310/0,398 = -0,778, dimana jika
rasio skewness berada diantara -2 dan +2 maka distribusi data adalah normal.
f). Range adalah data maksimum – data minimum. Data maximum adalah 81 dan
data minimum adalah 68, sehingga range adalah 13.
g). Sum merupakan jumlah dari semua data yang diproses, yaitu 2616
h). Percentiles :
Skor Kinerja Pegawai 10% berada di bawah 60,00 atau juga bisa dikatakan 20%
berada di bawah 60,20, dan seterusnya.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X1) terhadap Kinerja Pegawai (Y)
Tabel.7
Hasil Analisis Koefesien Regresi Gaya Kepemimpinan (X1)
Terhadap Kinerja (Y)
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients

Model

B
1

(Constant)

gaya
kepemimpinan
(X1)
a Dependent Variable: kinerja (Y)

Standardized
Coefficients

Std. Error

66.405

6.638

.116

.094

t

Sig.

Beta

.622

10.003

.000

1.234

.026

Sumber : Data diolah peneliti dengan program SPSS

Berdasarkan hasil analisis koefesien regresi sederha pada tabel tersebut, maka
rumus persamaan regresi sederhana Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X1) terhadap
Kinerja Pegawai (Y) adalah :
Ŷ = 66,405 + 0,116 X1 + e

94│Suryadi.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penyelamatan…

Dari rumus di atas dapat dijelaskan bahwa konstanta regresi adalah 66,405 dan
koefesien regresi Gaya Kepemimpinan adalah 0,116, artinya jika tidak ada Gaya
Kepemimpinan maka skor Kinerja Pegawai sebesar 66,405. Sedangkan untuk
penambahan satu satuan skor Gaya Kepemimpinan akan meningkatkan skor Kinerja
Pegawai sebesar 0,116.
Berdasarkan tabel di atas Gaya Kepemimpinan (X1) didapat Nilai Sig. t = 0,026 <
0,05, berarti terima H1 dan tolak H0.
Kesimpulan : Terdapat pengaruh positif antara Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Pegawai.
Koefesien Korelasi dan Determinasi ( R 2 )
Tabel. 8
Model Summary(b)

Model
1

R

R Square

Adjusted R
Square

.622(a)
.387
.342
a Predictors: (Constant), gaya kepemimpinan
b Dependent Variable: kinerja

Std. Error of
the Estimate
3.548

Sumber : Data diolah peneliti dengan program SPSS

Kemudian untuk melihat besarnya pengaruh antara variabel tersebut dapat
diketahui melalui koefesien determinasi ( R 2 ) antara Gaya Kepemimpinan (X1) terhadap
Kinerja Pegawai (Y) yaitu sebesar ( R 2 ) = 0,622. Artinya variabel Kinerja Pegawai
dapat dipengaruhi oleh variabel Gaya Kepemimpinan sebesar 62.2%.
Kriteria penilaian untuk nilai R adalah sebagai berikut (Haryono, 2007:190) :
Tabel. 9
Kriteria Nilai R
Nilai R
Nilai 0,8 – mendekati 1
Nilai 0,6 – 0,799
Nilai 0,4 – 0,599
Nilai < 0,4

Hubungan
Sangat erat/kuat
Erat/kuat
Lemah
Sangat lemah

Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan kepengamatan yang lain
dengan dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│95

 Jika ada data yang membentuk pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk
pola tertentu dan teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka
telah terjadi heteroskedastisitas.

 Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Heteroskedastisitas
Normal P-P Plot of Regression Standard
Dependent Variable: Kinerja Pegaw ai (Y
1. 00

. 75

. 50

. 25

0. 00
0. 00

. 25

. 50

. 75

1. 00

Observed Cum Prob

Berdasarkan gambar di atas maka terdapat pola yang jelas serta titik-titik yang
terkumpul rapi di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan
terjadi heteroskedastisitas.
Simpulan Dan Saran
1. Simpulan
Terdapat pengaruh positif Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Dinas
Penyelamatan Pemadam Kebakaran (PPK) di Kota Palembang.
2. Saran
Bagi Pimpinan Dinas Penyelamatan Pemadam Kebakaran kota Palembang agar
meningkatkan Gaya Kepemimpinan dengan baik terhadap pegawainya. Selain
itu juga agar meningkatkan kemampuan para pegawai dalam melaksanakan
tugasnya demi mencapai kinerja yang baik.

96│Suryadi.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penyelamatan…

DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Samsul, 2001. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Pelatihan Terhadap Kinerja
Pengawas. Jurnal Tesis, Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang.
Haryono, Siswoyo, 2007. Statistik Penelitian Manajemen dengan Program SPSS.
Hasibuan, Malayu, S.P, 2007. Organisasi dan Dasar Peningkatan Produktivitas.
Cetakan kedua, Bumi Aksara, Jakarta.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Penerbit Refika Aditama, Bandung.
Mujiono, Imam, 2002, Kepemimpinan dan Organisasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT. Ranika
Cipta, Jakarta.
Nusyirwan, 2002. Kepemimpinan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Sondang P. Siagian, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia , Jakarta, Bumi Aksara.
Soelaiman Sukmalana, 2007. Manajemen Kinerja (Performance Manajemen).
.
Sugiono, 2007, Metodologi Penelitian Administrasi, CV. Alfabeta, Bandung.
Wirawan, 2003. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan jilid I dan II, Yayasan Bangun
Indonesia dan Uhamka press, Jakarta.
Yadi, 2009. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai. Jurnal Tesis, Pascasarjana Universitas Tridinanti, Palembang

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│97

ESENSI ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FINANSIAL ISLAMI
DALAM PANDANGAN MUHAMMAD NEJATULLAH SIDDIQI
Havis Aravik
Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Syariah Indo Global Mandiri (STEBIS
IGM) Palembang
Email : [email protected]

Abstrak
“Studi ini membahas tentang esensi zakat sebagai instrumen finansial
Islami dalam pandangan Muhammad Nejatullah Siddiqi. Hasil studi ini
memperlihatkan bahwa Muhammad Nejatullah Siddiqi merupakan salah
satu ekonomi Islam kontemporer dari golongan mainstrem. Pemikiran
tentang zakat senantiasa terkait dengan ekonomi Islam. Zakat merupakan
kewajiban orang-orang kaya, hak orang-orang miskin, dan negara
mempunyai peran penting dalam pengelolaannya. Di dalamnya
mengandung aspek moral, sosial, dan ekonomi. Zakat adalah poros dan
pusat keuangan negara. Kedudukannya satu sisi dapat menjadi sumber
potensial untuk mengentaskan kemiskinan di sisi lain dapat menjadi modal
kerja bagi orang miskin agar dapat membuka lapangan pekerjaan. Bahkan
dapat dipergunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak
terpuruk ketika kemampuan konsumsi mengalami stagnasi.
Kata Kunci; Muhammad Nejatullah Siddiqi, Zakat, dan Ekonomi Islam

Dasar Pemikiran
Salah satu isu dalam ekonomi Islam kontemporer yang mendapatkan perhatian
cukup serius adalah zakat dan penghapusan riba. Keduanya mendapatkan porsi lebih
karena dianggap merupakan sentral perekonomian dalam Islam. Zakat adalah salah satu
dari lima rukun Islam dan merupakan fundamental dari sistem ekonomi Islam. Zakat
juga ibadah maliyah al-ijtima’iyyah yang memiliki posisi penting, strategis, dan
menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Sebagai suatu ibadah pokok, keberadaan zakat ma’lum min addin bi al-dharurah atau
diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman
seseorang (Sanrego dan Ismail, 2015: 290).

98│Havis Arafik.

Esensi Zakat Sebagai Instrumen Finansial Islami Dalam Pandangan Muhammad…

Sedangkan penghapusan riba merupakan keniscayaan. Menurut al-Ghazali
mempraktekkan riba itu sama artinya dengan memenjarakan uang sedemikian rupa
sehingga uang tidak dapat memainkan fungsi-fungsi utamanya. Di masyarakat, praktek
ini tentu membawa implikasi yang serius pada terciptanya penipuan, kezaliman, dan
ketidakadilan sosio-ekonomi. Maka, salah satu argumentasi mengapa Islam melarang
praktek ekonomi riba ialah untuk menghilangkan semua ketidakadilan ekonomi tersebut
(Hoetoro, 2007: 147).
Tulisan berikut ini akan mengkaji esensi zakat sebagai instrumen finansial islami
dalam pandangan Muhammad Nejatullah Siddiqi. Sebagai salah satu tokoh ekonomi
Islam kontemporer dari madzhab mainstrem, pandangannya tentang zakat penting untuk
diketengahkan untuk melihat lebih jauh posisi pemikiran dan sumbangsihnya terhadap
ekonomi Islam dalam konteks kekinian.

Biografi Muhammad Nejatullah Siddiqi
Muhammad Nejatullah Sidiqi merupakan salah satu tokoh ekonomi Islam dari
mazhab Mainstream yang berkontribusi besar dalam perkembangan ekonomi Islam,
terutama pada periode kontemporer ini (Chamid, 2010: 340). Ia lahir di Gorakhpur,
India pada tahun 1931. Siddiqi menempuh pendidikannya di Aligarh Muslim
University, India. Ia tercatat sebagai murid dari Sanvi Darsgah Jamaat-e-Islami Hind,
Rampur. Ia juga mengeyam pendidikan di Madrasatul Islah, Saraimir, Azamgarh
(http://www.siddiqi.com/mns/mns_cv3.html di akses tanggal 15 Desember 2016, jam
21. 00 WIB).
Karir Siddiqi dimulai saat ia menjabat sebagai Associate Professor Ekonomi dan
Profesor Studi Islam di Aligarh University dan sebagai Profesor Ekonomi di Universitas
King Abdul Aziz Jeddah dan menjadi salah satu pelopor yang mendirikan International
Centre For Research In Islamic Ekonomic. Kemudian Ia juga mendapat jabatan sebagai
fellow di Center for Near Eastern Studies di University of California, Los Angeles.

Setelah itu, ia menjadi pengawas sarjana di Islamic Research & Training Institute,
Islamic Development Bank, Jeddah.

Siddiqi merupakan ekonom India yang memenangkan penghargaan dari Amerika
Finance House Award, tahun 1993, takaful forum, New York, tahun 2000 dan King

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│99

Faizal Internasional Prize dalam bidang studi Islam tahun 2001. Ia juga mendapat
beberapa penghargaan di bidang pendidikan seperti Shah Waliullah Award in New
Delhi (2003), A Prolific Writer in Urdu on Subjects as Islami Adab (1960), Muslim
Personal Law (1971), Islamic Movement in Modern Times (1995).

Karya ilmiah Siddiqi yang berhasil dipublikasikan secara luas dan dicetak dalam
beberapa bahasa terutama bahasa Inggris antara lain : Recent Theories of Profit, A
Critical Examination (1971), Muslim Personal Law (1972), Some Aspects of the Islamic
Economy (1972), Economic Enterprise in Islam (1972), Contemporary Literature on
Islamic Economics (1972), Muslim Economic Thinking (1981), Issues in Islamic
Banking (1983), Banking Without Interest (1983), Partnership and Profit-Sharing in
Islamic Law (1985), Insurance in an Islamic Economy (1985), Teaching Economics in
Islamic Perspective (1996), Role of State in Islamic Economy (1996), Economics, An
Islamic Approach (2001), Islamic Public Economics (2001), Dialogue in Islamic
Economics (2002), Riba, Bank Interest and the Rationale of its Prohibition (2004), dan
Islamic Banking and Finance in Theory and Practice: A Survey of the Art (2006)

(http://www.siddiqi.com/mns/mns_cv3.html di akses tanggal 15 Desember 2016, jam
21. 00 WIB).

Esensi Zakat Sebagai Instrumen Finansial Islami Menurut Muhammad Nejatullah
Siddiqi
Muhammad Nejatullah Siddiqi termasuk salah satu ekonom Islam kontemporer
yang digolongkan ke dalam aliran mainstrem dalam pemikiran ekonomi Islam. Hal ini
karena pendekatan ekonomi Siddiqi pada dasarnya adalah neoklasik yang dimodifikasi,
dengan mencoba untuk menekankan kebutuhan akan adanya persatuan antara fiqh dan
ilmu ekonomi sebagaimana pendekatan neo klasik berbasis fiqh lainnya.
Zakat dan riba merupakan salah satu topik bahasan yang digarap secara serius oleh
Siddiqi. Menurutnya, ciri utama sistem ekonomi Islam adalah implementasi zakat dan
penghapusan riba. Maka tidak dapat disebut sistem ekonomi Islam jika dua ciri utama
ini tidak ada atau diabaikan. Karena keduanya disebutkan secara eksplisit dalam alQur’an dan Sunnah. Zakat bukanlah amal kemurahan hati, bukan pula pajak. Zakat
mencakup semua jenis harta dan batas serta tarif pemungutannya telah ditetapkan

100│Havis Arafik.

Esensi Zakat Sebagai Instrumen Finansial Islami Dalam Pandangan Muhammad…

sepanjang waktu, namun untuk menunjang penerimaan zakat, negara diperbolehkan
memungut pajak lain jika diperlukan (Siddiqi, 1983: 45).
Zakat secara bahasa berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan berkembang).
Kadang-kadang dipakai dengan makna ath-thaharah (suci), al-barakah (berkah). Zakat
dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri, jiwa, dan harta. Seseorang yang
mengeluarkan zakat berarti dia telah membersihkan diri dan jiwanya dari penyakit kikir,
membersihkan hartanya dari hak orang lain. Sementara itu, zakat dalam pengertian
berkah adalah sisa harta yang sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif akan
mendapatkan berkah dan akan berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya
berkurang (QS. At-Taubah [9]: 103). Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta,
maka, zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang
memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula agar
dapat bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan
yang punya) (Sholahuddin, 2014: 265).
Dalam al-Qur’an terdapat 32 buah kata zakat, bahkan sebanyak 82 kali diulang
sebutannya dengan memakai kata-kata yang sinonim dengannya, yaitu sedekah dan
infak. Pengulangan tersebut mengandung maksud bahwa zakat mempunyai keduduakn,
fungsi dan peranan yang sangat penting. Dari 32 kata yang terdapat di dalam al-Qur’an,
29 kata di antaranya bergandengan dengan kata shalat seperti surah al-Muzammil [73]:
20, al-Bayyinah [98]: 5; Maryam [19]: 31; al-Baqarah [2]: 43, 83, 227; al-Anbiya [21]:
73, dan al-Maidah [5]: 12,55. Hal ini memberi isyarat tentang eratnya hubungan antara
ibadah zakat dengan ibadah shalat (Qadir, 2007: 43).
Dalam perspektif fiqh, zakat merupakan mengeluarkan bagian tertentu dari harta
tertentu yang telah sampai nisabnya untk orang-orang yang berhak menerimanya
(mustahiq zakat) dengan syarat-syarat tertentu. Orang yang menjadi mustahiq zakat
berdasarkan surah At-Taubah [9] ayat 60 adalah fakir, miskin, amil, para muallaf,
hamba sahaya (riqab), orang-orang yang berhutang (gharimin), fi sabililah, dan para
musafir (ibn sabil) (Rozalinda, 2014: 248-262).
Zakat adalah tiang agama setelah syahadat dan shalat, dan telah diwajibkan Allah
sejak Nabi Ibrahim a.s dan Nabi-nabi sesudahnya sampai Nabi Isa a.s, dan Nabi
Muhammad SAW (QS. Al-Anbiya’ [21]: 73, Al-Maidah [5]: 12, Maryam [19]: 55,

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│101

Maryam [19]: 31, At-Taubah [9]: 60). Mengingat kedudukan zakat sebagai rukun Islam
ketiga dan memiliki dampak sosial ekonomi yang baik dan efektif. Bahkan, Abu Bakar
Shiddiq, khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW wafat, memerangi orangorang yang enggan membayar zakat (Zuhri, 2000: 9).
Di dalam zakat mengandung aspek moral, sosial, dan ekonomi. Dalam aspek moral,
zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan kelompok orang kaya. Dalam aspek
sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapuskan
kemiskinan

dalam

masyarakat

dengan

menyadarkan

kelompok

kaya

akan

tanggungjawab sosial yang mereka miliki. Sementara dalam aspek ekonomi, zakat
mencegah penumpukan kekayaan dalam tangan segelintir orang, memungkinkan
kekayaan utuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar, dan sangat berbahaya di
tangan para pemiliknya. Zakat merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk
perbendaharaan negara (Mubarak, 2014: 118-119, Huda, dkk, 2015: 10).
Zakat disebut pula sebagai salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta
yang tidak dimiliki dalam bentuk perekonomian lain, karena sistem perekonomian di
luar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta agar menyisihkan
sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam
(Huda, dkk, 2015: 10). Maka dari itu, Islam menjadikan instrumen zakat untuk
memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. Hal ini mengingat tidak semua
orang mampu bergelut dalam kancah ekonomi. Dengan kata lain, sudah menjadi
sunatullah jika di dunia ini ada yang kaya dan miskin. Pengeluaran dari zakat adalah
pengeluaran minimal untuk membuat distribusi pendapatan menjadi lebih merata
(Rozalinda, 2014: 249).
Pada sisi lain, kewajiban setiap muslim membayar zakat pada dasarnya agar
terlaksana keadilan sosial (Qadir, 2001: 145). Keadilan sosial dalam Islam merupakan
kemurnian dan realitas ajaran agama. Orang yang menolak prinsip keadilan sosial ini
dianggap sebagai pendusta agama (QS. Al-Ma’un [107]: 1-7). Dengan demikian,
keadilan sosial dalam Islam merupakan hak dan kewajiban yang pasti dan penting
karena ia merupakan hak dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Ia
merupakan hak yang kudus yang harus dilaksanakan seluruh masyarakat muslim (alKhayyath, t.th: 24). Persoalan keadilan sosial ini akan lebih jelas bila dikaitakan dengan

102│Havis Arafik.

Esensi Zakat Sebagai Instrumen Finansial Islami Dalam Pandangan Muhammad…

aspek ekonomi (QS. an-Nahl [16]: 90; An-Nisa [4]: 58, al-An’am [6]: 152, al-A’raf [7]:
28, dan al-Hadid [57]: 25).
Menurut Siddiqi zakat selain harus dilihat sebagai alat manajemen bagi keadilan
ekonomi, juga harus mempertimbangkan apresiasi atau depresiasi terhadap nilai uang
yang ditentukan pasar (Kamil, 2016: 45). Karena zakat merupakan sumber utama
penerimaan negara, namun tidak dipandang sebagai pajak melainkan lebih sebagai
kewajiban agama, yaitu sebagai salah satu rukun Islam. Karena itulah maka zakat
merupakan poros keuangan negara Islam.
Zakat bersifat tetap dan para penerimanya juga sudah ditentukan (asnaf delapan).
Zakat tidak menyebabkan terjadinya efek negatif atas motivasi kerja. Justru zakat
menjadi pendorong kerja, karena tak seorangpun ingin menjadi penerima zakat sehingga
ia rajin bekerja agar menjadi orang yang senantiasa membayar zakat. Selain itu, jika
seseorang membiarkan hartanya menganggur, maka ia akan semakin kehilangan
hartanya karena dikurangi dengan pengeluaran zakat tiap tahun. Ia harus bekerja dan
hartanya harus produktif.
Kedudukan zakat dalam kebijakan fiskal perlu dikaji lebih mendalam. Salah
satunya dengan melakukan penelusuran sejarah masyarakat muslim sejak masa
Rasulullah saw sampai sekarang. Hal itu penting karena zakat memiliki dua fungsi,
yaitu fungsi spiritual dan fungsi sosial (fiskal). Fungsi spiritual merupakan
tanggungjawab seorang hamba kepada Tuhannya yang mensyariatkan zakat. Sedangkan
fungsi sosial adalah fungsi yang dimainkan zakat untuk membiayai proyek-proyek
sosial yang dapat juga diteruskan dalam kebijakan penerimaan dan pengeluaran negara.
Maka zakat tidak dapat dipahami hanya sekedar kedermawanan (charity) yang tidak
memiliki implikasi terhadap peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi, kendati
faktanya memang hingga saat ini, instrumen zakat masih terkesan dianggap sebagai
instrumen kelas dua dalam konteks kebijakan fiskal (fiscal policy) (Iswanto, 2013: 81).
Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan
kekayaan, dan berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumsi. Zakat berpengaruh pula
terhadap pilihan konsumen dalam hal mengalokasikan pendapatnya untuk tabungan atau
investasi dan konsumsi. Pengaruh-pengaruh baik dari zakat pada aspek sosial ekonomi
memberikan

dampak

terciptanya

keamanan

masyarakat

dan

menghilangkan

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│103

pertentangan kelas karena ketajamannya perbedaan pendapatan. Pelaksanaan zakat oleh
negara akan menunjang terbentuknya keadaan ekonomi yang “growth with equality”;
peningkatan produktifitas yang dibarengi dengan pemerataan pendapatan serta
peningkatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Berkaitan dengan zakat itu, Islam memandang; pertama, akumulasi kekayaan
seseorang dibangun di atas keringat orang-orang miskin, karena di dunia ini tidak ada
seorang kaya pun, baik pedagang, petani, pengusaha konglomerat, dan pejabat sekalipun
yang bisa beraktivitas,tanpa kehadiran orang-orang yang berekonominya lemah. Karena
itu, Zakat Infak dan Sedekah adalah bentuk ucapan terima kasih dan kerja sama
kalangan kaya dan miskin. Kedua, kesenjangan ekonomi akan mengakibatkan
hancurnya sendi-sendi tatanan sosial dan peradaban (Kamil, 2016: 50).
Zakat merupakan sumber potensial untuk mengentaskan kemiskinan bahkan
menjadi salah satu tumpuan utama umat Islam dalam mengentaskan kemiskinan
(Jasafat, 2015: 1). Zakat dapat berfungsi sebagai modal kerja bagi orang miskin agar
dapat membuka lapangan pekerjaan. Dia bisa berpenghasilan dan dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Atau sebagai tambahan modal bagi seseorang yang kekurangan
modal sehingga usahanya dapat berjalan lancar, penghasilannya pun bertambah, dan
dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, beban negara dalam masalah
pengangguran dan kemiskinan bisa terkurangi (Rozalinda, 2014: 271).
Secara riil zakat menekan tingkat pengangguran dapat dilihat pada dua keadaan. (a)
implementasi zakat membutuhkan tengaga kerja dalam pengelolaannya. (b) perubahan
mustahik yang awalnya tidak memiliki akses pada ekonomi menjadi golongan yang
lebih baik secara ekonomi, tentu saja meningkatkan angka partisipasi tenaga kerja
(Sakti, 2007: 188).
Jika dikaji lebih jauh, zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi
perekonomian agar tidak terpuruk ketika kemampuan konsumsi mengalami stagnasi.
Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat minumun akibat
penjaminan konsumsi dasar oleh negara. Zakat dapat memengaruhi perekonomian
melalui penjagaan tingkat perpindahan uang (velocity of money). Apabila tingkat
percepatan perpindahan uang dapat terus didorong dengan keberadaan sektor sosial

104│Havis Arafik.

Esensi Zakat Sebagai Instrumen Finansial Islami Dalam Pandangan Muhammad…

dalam perekonomian Islam. Jadi, zakat sangat signifikan perannya dalam ekonomi
dalam tingkat velocity dalam perekonomian (Rozalinda, 2014: 272).
Pada sisi makro ekonomi, fungsi utama zakat tidak dapat dipisahkan sebagai
variabel utama peningkatan sisi permintahan (demand) dalam sistem ekonomi.
Peningkatan angka konsumsi selanjutnya secara keseluruhan mendorong peningkatan
kinerja perekonomian yang otomatis mendukung pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Pada sisi produksi, mekanisme zakat menjaga transaksi di pasar agar barang
hasil produksi terus dapat diserap oleh pasar. Par produsen yang berperan sebagai
muzakki dalam mekanisme zakat akan memastikan dirinya akan selalu memberikan hak
kaum miskin berupa zakat. Untuk itu, terhadap biaya produksi, zakat mempunyai
pengaruh yang signifikan.
Hal ini dapat dilihat dari dua aspek; pertama, pengaruh kewajiban membayar zakat
terhadap perilaku penawaran. Zakat yang dikenakan kepad hasil produksi dijual dan
hasil penjualan telah mencapai nisab dan haul. Bila nisab dan haul telah terpenuhi, maka
dikenakan zakat sebanyak 2.5 %. Pengenaan zakat terhadap barang perniagaan tidak
berpengaruh terhadap biaya produksi, karena zakat dikeluarkan terhadap keuntungan
sehingga produsen tidak membebankannya kepada biaya produksi. Berbeda halnya
dengan pajak yang dikenakan terhadap barang produksi (pajak tambahan nilai) yang
mengakibatkan komponen biaya meningkat.
Kedua, pengaruh zakat terhadap perilaku mustahik. Di mana jika zakat dialokasikan

untuk kegiatan produktif akan membuka peluang kepada mustahik untuk melakukan
kegiatan produksi. Mustahik yang produktif dengan dana zakat yang ada dapat
menawarkan barang dan jasa yang lebih kompetitif (Rozalinda, 2014: 274).

Analisa dan Kritik Konstruktif
Dari gambaran di atas dapat dipahami bahwa Muhammad Nejatullah merupakan
tokoh ekonomi Islam dari golongan mainstrem. Keseriusannya mengkaji zakat secara
komprehensif karena percaya terdapat kesepakatan tentang landasan filosofis bagi
sistem ekonomi Islam, yaitu tauhid, ibadah, khilafah, dan takaful, serta terdapat
perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang secara jelas disebut dalam al-Qur’an dan

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│105

sunnah, seperti larangan riba dan kewajiban membayar zakat dalam sistem ekonomi
Islam (Ulum, 2013: 2).
Dalam masalah zakat, Siddiqi melihat zakat sebagai rukun Islam yang sangat
strategis, dan masih banyak umat Islam, bahkan ulama yang keliru memahami zakat. Di
tambah lagi kitab-kitab fiqh zakat lama banyak mengemukakan segi-segi perbedaan
pendapat dan belum mengemukakan persoalan kontemporer seperti jenis kekayaan
potensial yang wajib dizakati, hasil jasa, dan berbagai komoditi yang mempunyai nilai
ekonomi lainnya (Qadir, 2007: 70).
Islam memberikan tuntutan untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan jangka pendek
(duniawi) melainkan juga harus memenuhi kebutuhan jangka panjang (akhirat).
Permintaan harus dihentikan setelah kebutuhan dunia terpenuhi, karena ada kebutuhan
akhirat yang harus dibayarkan, yaitu zakat (Aravik, 2016: 115).
Menurut Siddiqi konsep kekayaan (al-Ghany) dalam Islam merupakan karunia dan
pemberian dari Allah. Manusia sifatnya hanya memiliki ‘hak guna’ (amanat), atas
kekayaan yang dimilikinya. Karena pemilik yang sebenarnya adalah Allah SWT
(Chamid, 2010: 344). Sedangkan kedudukan harta dalam Islam, mempunyai nilai
strategis, di satu sisi sebagai alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat, dan di
sisi lain sebagai alat dan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang
waktu (Qasim bin Salam, 1975: 17).
Zakat merupakan salah satu alat dan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup
manusia, karena dengan berzakat seseorang telah membersihkan diri dan jiwanya dari
penyakit kikir, serta membersihkan hartanya dari hak orang lain. Dengan tujuan agar
dapat mencapai derajat ibadurrahman, yakni; rendah hati (QS. al-Furqan [25]: 63),
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak israf (berlebihan) dan tidak (pula) iqtar
(kikir), melainkan berada di tengah-tengah (QS. Al-Furqan [25]: 67), serta tidak pula
boros (QS. al-Isra’ [17]: 26) (Chamid, 2010: 342). Mencapai derajat ibadurrahman
merupakan motivasi utama setiap muslim dalam bidang ekonomi, termasuk
melaksanakan kewajiban zakat. Karena bagi seorang muslim melakukan terhadap
dengan orang lain sebagai bagian dari perilaku memenuhi tanggung jawabnya di
hadapan Allah SWT (QS. al-Muddastsir [74]: 38) (Sudarsono, 2007: 105).

106│Havis Arafik.

Esensi Zakat Sebagai Instrumen Finansial Islami Dalam Pandangan Muhammad…

Ditinjau dari aspek agama, kewajiban berzakat adalah salah satu sendi Islam yang
sangat strategis yang ditempatkan pada posisi tengah antara pilar yang lima. Hal ini
merupakan indikator atas kebenaran keimanan dan kesilaman seseorang, karena ibadah
zakat sebagai barometer harmonisasi hubungan vertikal seseorang dengan Allah SWT,
dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Ibadah zakat memiliki wawasan yang
multi dimensi, yaitu suatu kewajiban spiritual kepada Allah (ibadah mahdhah),
kewajiban mengemban amanah Allah dalam menjalankan fungsi harta benda milik
mutlak-Nya dalam kaspasitas sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan kewajiban sosial
(mu’amalah) dalam membantu dan mendorong golongan ekonomi lemah, fakir miskin
dan para delapan ashnaf lainnya dalam meningkatkan kualitaf hidupnya (Qadir, 2007:
xx).
Kewajiban tersebut jika dilihat secara filosofis maka akan menghasilkan
kesimpulan bahwa kedudukan kaya dan miskin harus dipahami sebagai kerangka
rencana Tuhan dalam menciptakan keseimbangan yang harmonis dan mewujudkan
keadilan yang hakiki serta mendidik manusia supaya menghayati dan menerapkan sikap
dan perilaku yang berkeadilan (ummatan wasatan) (QS. an-Nisa [4]: 32; az-Zukhruf
[43]: 32; an-Nahl [16]: 71, dan al-Hasyr [59]: 7). Sedangkan dari sisi sosiologis, zakat
adalah refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan, keimanan serta ketakwaan yang
mendalam yang harus muncul dalam sikap orang kaya. Karena tidaklah etis sebagai
seorang makhluk sosial mau hidup sendiri tanpa memperhatikan kesulitan orang lain
(Qadir, 2007: 55-56).
Pandangan dan pemikiran Muhammad Nejatullah Siddiqi di atas masih sangat
relevan untuk ditelaah dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, karena
pemikiran-pemikiran tersebut dapat menjadi salah satu solusi atas berbagai
permasalahan yang terdapat dalam ekonomi Islam, khususnya dalam bidang zakat.
Selain itu, paradigma pengelolahan zakat yang berlaku saat ini harus segera
direkonstruksi tidak lagi hanya berpijak semata-mata kewajiban, apalagi amal
kemurahan hati orang-orang kaya, tetapi lebih dari itu, mengeluarkan zakat adalah
semangat untuk memberantas kemiskinan dan kesenjangan ekonomi antara si kaya
dengan si miskin, agar terjadi pemerataan ekonomi.

ECONOMICA SHARIA Volume 2 Nomor 2 Februari 2017│107

Penutup
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Muhammad Nejatullah
merupakan tokoh ekonomi Islam kontemporer dari golongan mainstrem. Siddiqi tentang
zakat senantiasa terkait dengan ekonomi Islam. Karena baginya, ciri utama sistem
ekonomi Islam adalah implementasi zakat dan penghapusan riba. Keduanya disebutkan
secara eksplisit dalam al-Qur’an dan Sunnah. Zakat bukanlah amal kemurahan hati
orang-orang kaya, melainkan hak orang-orang miskin dan negara mempunyai peran
penting dalam pengelolaan agar zakat dapat dioptimalkan keberadaannya.
Zakat memiliki banyak kedudukan satu sisi dapat menjadi sumber potensial untuk
mengentaskan kemiskinan di sisi lain dapat menjadi modal kerja bagi orang miskin agar
dapat membuka lapangan pekerjaan. Bahkan dapat dipergunakan sebagai zakat dapat
digunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak terpuruk ketika
kemampuan konsumsi mengalami stagnasi. Demikian penting kedudukan zakat
tersebut, maka pengelolaan zakat menjadi sangat penting dan signifikan, termasuk
mengkaji kembali pemikiran zakat dalam pandangan Muhammad Nejatullah Siddiqi.

108│Havis Arafik.

Esensi Zakat Sebagai Instrumen Finansial Islami Dalam Pandangan Muhammad…

Daftar Pustaka
Al-Khayyath, Abdul Aziz, t.th, al-Zakah wa al-Dhaman al-Ijtima’i, Mesir: Dar al-Salam.
Aravik, Havis, 2016, Ekonomi Islam; Konsep, Teori, dan Aplikasi, serta Pandangan
Pemikir Ekonomi Islam dari Abu Ubaid sampai al-Maududi, Malang: Empat Dua
Intranspublishing.
Chamid, Nur, 2010, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Huda, Nurul, dkk, 2015, Zakat; Perspektif Mikro-Makro Pendekatan Riset, Jakarta: PT.
Kencana Prenada Media Group.
Kamil, Sukron, 2016, Ekonomi Islam, Kelembagaan, dan Konteks Keindonesiaan, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Mubarok, E. Saefuddin, 2014, Ekonomi Islam; Pengertian, Prinsip dan Fakta, Bogor: In Media.
Qadir, Abdurrachman, 2001., Zakat (dalam Konteks Mahdah dan Sosial), Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Qasim bin Salim, Abu Ubaid, 1975, Kitab al-Amwal, Cairo: Dar al-Fikr.
Rozalinda, 2014, Ekonomi Islam; Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi, Jakarta: .
Raja Grafindo Persada.
Sakti, Ali, 2007, Analisis Teoritis Ekonomi Islam; Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi
Modern, Jakarta: Aqsa Publishing.
Sanrego, Yulizar D, dan Ismail, 2015, Falsafah Ekonomi Islam, Jakarta: CV. Karya Abadi.
Sholahuddin, M., 2014, Lembaga Keuangan dan Ekonomi Islam, Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Siddiqi, M. N, 1983, Banking Without Interest, Leicester: Islamic Foundation.
Sudarsono, Heri, 2007, Ekonomi Islam; Suatu Pengantar, Yogyakarta: Ekonisia
Zuhdi, Saifudin, 2000, Zakat Kontekstual, Semarang: CV. Bima Sejati.
Jurnal dan Penelitian
Fahrur Ulum, 2013. “Dinamika Konstruksi Sistem Ekonomi Islam; Studi Komprarasi Pola
Pemikiran Beberapa Tokoh Ekonomi Islam Kontemporer”, dalam Laporan
Penelitian, Surabaya: Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel.
Iswanto, Bambang, 2013, “Ekonomi Islam dan Politik Hukum di Indonesia”, dalam Jurnal
Mazahib, Vol. XII Nomor 2 Desember 2013.
Jasafat, 2015, “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah Pada Baitul Mal Aceh
Besar”, dalam Jurnal al-Ijtimaiyyah, UIN Ar-Raniry: Prodi Pengembangan
Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry.
Internet
http://www.siddiqi.com/mns/mns_cv3.html di akses tanggal 15 Desember 2016, jam 21. 00 WIB