INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS (1)
INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS
Identitas
:
Nama
: Siti Sarah Harahap
Nim
: 71154050
Prodi\Sem
: ILMU KOMPUTER 1 \ III
Fakultas
: Sains Dan Teknologi (SAINTEK)
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negri Sumatra Utara (UIN-SU)
Dosen Pengampu : Dr. Ja'far MA
Matakuliah
: Akhlak Tasawuf
Tema
:Integrasi Tasawuf Dan Sains
Buku
: Gerbang Tasawuf
Identitas Buku : Ja'far, Gerbang Tasawuf, Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum
Sufi (Medan : Perdana Publishing, 2016)
Buku
: Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam
Identitas Buku : Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam
( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997)
Buku
: Buku Saku Tasawuf
Identitas Buku : Bagir Haidar, Buku Saku Tasawuf, Buku Saku Tasawuf
( Bandung: Mizan, 2006.)
SUB 1 : INTEGRASI DALAM SEJARAH ISLAM
SUB 2 : INTEGRASI DALAM RANAH ONTOLOGI
SUB 3 : INTEGRASI DALAM RANAH EPISTEMOLOGI
SUB 4 : INTEGRASI DALAM RANAH AKSIOLOGI
INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS
A. Integrasi dalam Sejarah Islam
Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal dan
dikembangkan dengan canggih. Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli
biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur yanng mempuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman
seperti tauhid, fikih, tafsir, hadist, dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam
bidang ilmu-ilmu kealaman, para pemikir Muslim klasik menempuh pola hidup sufitis, dan
kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan religius dan
spiritual.(ja‟far,2016,102)
Upaya untuk melakukan islamisasi ilmu, menurut beberapa sumber, kali pertama diangkat
Sayyid Husein Nasr dalam beberapa karyanya sekitar tahun 1960-an. Saat itu, Nasr berbicara dan
membandingkan antara metodologi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum, terutama ilmu
alam, matematika, dan metafisika. Menurutnya, apa yang dimaksud ilmu dalam Islam tidak
berbeda dengan “scientia” dalam istilah Latin; yang membedakan di antara keduanya adalah
metode yang dipakai. Ilmu-ilmu keislaman tidak hanya menggunakan metodologi rasional dan
cenderung positivistik, tetapi juga menerapkan berbagai metodologi, rasional, tekstual, dan
bahkan instuitif, sesuai dengan objek yang dikaji. (Bagih )aidir : 2006 : 69)
Para filsuf dari mazhab peripatetik merupakan pemikiran Mmuslim yang berhasil
mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumberkan kepada Alquran dan
Hadist, lantaran tema-tema filsafat Yunani diIslamisasikan dan disesuaikan dengan pradigma
islam.(ja‟far,2016, 102)
B. Integrasi dalam Ranah Ontologi
ontologi berfungsi menetapkan substansi yang ingin dicapai yaitu memahami manusia sesuai
dengan sunnatullahnya. Mengingat al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling
dapat diandalkan, maka ayat-ayat yang membicarakan terma-terma seperti insan, basyar, nafs,
aql, ruh, qalb dapat dijadikan rujukan. Dengan patokan, sejauh mana metodologi itu dapat
mengejar makna dan esensi, bukan hanya gejala.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan logos
yang bermakna teori, sedangkan dalam bahasa latin disebut ontologia, sehingga ontologia
bermakna teori keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut. Ontologi merupakan bagian dari
metafisika yang merupakan bagian dari filsafat; dan membahas teori tentang keberadaan seperti
makna keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan. Suriasumantri menyimpilkan bahwa
ontologi sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu membahas tentang hakikat dari objek ilmu
dengan manusia sebagai pencari ilmu. Dengan demikian, ontologi adalah ilmu tentang teori
keberadaan, dari istilah ontologi ditujukan pada pembahasan tentang objek kajian ilmu. (Ja‟far,
2016:105)
Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dari sufi berpendapat bahwa ada
hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn „Arabi (w. 1240), alam diciptakan
Allah Swt. Melalui proses tajalli (penampakan diri)-Nya pada alam empiris yang majemuk.
Tajalli Allah Swt. Mengambil dua bentuk: Tajalli dzati dalam bentuk penciptaan potensi; dan
tajalli syuhudi dalam bentuk penampakan diri dalam citra alam semesta. (Ja‟far, 2016:106)
C. Integrasi dalam Ranah Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme yang maknanya pengetahuan, dan
logos yang maknanya ilmu atau eksplanasi, sehingga epistemologi berarti teori pengetahuan.
Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran,
dan kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih
pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui.(ja‟far,2016,107,108)
Ibn Arabi dan filsuf seperti Ibn Sina memanfaatkan praktik-praktik ibadah yang kerap
dilakuakan oleh kaum sufi, seperti zkir dan shalat untuk mendapatkan ilmu menegnai banyak
hal, terutama pemahaman terhadap dunia fisik dan non-fisik. (ja‟far,2016,109)
Kajian-kajian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang
disebut dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan tasawuf mengandalkan
metode irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafs.(ja‟far,2016,108)
Secara epistemologi, metodologi Psikologi Islam merupakan jalan untuk mencari
kebenaran perihal substansi yang ingin diungkapkan, epistemologi membicarakan apa yang
dapat diketahui dan bagaimana cara mengetahuinya. Dalam masalah ini, pemaknaan aksiologik
sangat berperan di dalam menentukan kebenaran epistemologik. Dengan demikian, dasar
epistemologinya adalah hubungan (nisbah) akal dan intuisi.
D. Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan logos yang
bermakna teori. Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi terhadap asal, kriteria, dan dan status
metafisik dari nilai tersebut. Menurut Bunin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai
dan penilaian, termasuk makna, karakteristik, dan klasifikasii nilai, serta dasar dan karakter
pertimbangan nilai. Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir dari segala
sesuatu.ja‟far,2016,109,110)
Suriasumantri menyimpulkan bahwa aksiologi sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu
membahas tentang kegunaan dan penggunaan ilmu. Jadi, aksiologi membahas tentang nilai
kegunaan ilmu, tujuan pencarian dan pengembangan ilmu.(ja‟far,2016,110)
Menurut Maksudin (2003).Sains dan agama nondikotomik sarat muatan nilai yang
merupakan bagian nilai tak terpisahkan di dalam kajian aksiologi sains dan agama itu sendiri.
Keberadaan nilai-nilai tersembunyi di balik fenomena empirik. Pendapat Max Scheler esensi
nilai dalam perspektif fenomenologis mencakup (1) nilai sebagai pusat moralitas (2) nilai
mendahului pengalaman (3) nilai bersifat mutlak dan apriori (4) nilai ditemukan bukan
diciptakan (5) nilai dirasakan bukan dipikirkan (6) nilai berhierarki.
Kajian-kajian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang disebut
dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf mengandalkan
metode ‘irfani yang biasa disebut metode takziyah al-nafs. Meskipun ada perbedaan metode,
tetapi kedua metode bisa melengkapi dan mendukung satu sama lain. (Ja‟far, 2016:108)
Kesimpulan
1. Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal dan
dikembangkan dengan canggih. Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli
biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur yanng mempuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman
seperti tauhid, fikih, tafsir, hadist, dan tasawuf.
2. ontologi berfungsi menetapkan substansi yang ingin dicapai yaitu memahami manusia sesuai
dengan sunnatullahnya. Mengingat al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling
dapat diandalkan, maka ayat-ayat yang membicarakan terma-terma seperti insan, basyar, nafs,
aql, ruh, qalb dapat dijadikan rujukan.
3. Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan
pembenaran, dan kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia
meraih pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui.
4. Menurut Maksudin (2003).Sains dan agama nondikotomik sarat muatan nilai yang merupakan
bagian nilai tak terpisahkan di dalam kajian aksiologi sains dan agama itu sendiri. Keberadaan
nilai-nilai tersembunyi di balik fenomena empirik. Pendapat Max Scheler esensi nilai dalam
perspektif fenomenologis mencakup (1) nilai sebagai pusat moralitas (2) nilai mendahului
pengalaman (3) nilai bersifat mutlak dan apriori (4) nilai ditemukan bukan diciptakan (5) nilai
dirasakan bukan dipikirkan (6) nilai berhierarki.
RELEVANSI DENGAN BIDANG ILMU KOMPUTER
Menuntut ilmu adalah hal yang mulia, dan seorang yang berilmu melakukan hal-hal yang
bermanfaat sesuai dengan ajaran tasawuf di bidang sains, menghubungkan ilmu dengan agama
yang menjadikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain,
menggunakan ilmu-ilmu yang sejalan dengan ajaran Allah swt.
Identitas
:
Nama
: Siti Sarah Harahap
Nim
: 71154050
Prodi\Sem
: ILMU KOMPUTER 1 \ III
Fakultas
: Sains Dan Teknologi (SAINTEK)
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negri Sumatra Utara (UIN-SU)
Dosen Pengampu : Dr. Ja'far MA
Matakuliah
: Akhlak Tasawuf
Tema
:Integrasi Tasawuf Dan Sains
Buku
: Gerbang Tasawuf
Identitas Buku : Ja'far, Gerbang Tasawuf, Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum
Sufi (Medan : Perdana Publishing, 2016)
Buku
: Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam
Identitas Buku : Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam
( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997)
Buku
: Buku Saku Tasawuf
Identitas Buku : Bagir Haidar, Buku Saku Tasawuf, Buku Saku Tasawuf
( Bandung: Mizan, 2006.)
SUB 1 : INTEGRASI DALAM SEJARAH ISLAM
SUB 2 : INTEGRASI DALAM RANAH ONTOLOGI
SUB 3 : INTEGRASI DALAM RANAH EPISTEMOLOGI
SUB 4 : INTEGRASI DALAM RANAH AKSIOLOGI
INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS
A. Integrasi dalam Sejarah Islam
Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal dan
dikembangkan dengan canggih. Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli
biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur yanng mempuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman
seperti tauhid, fikih, tafsir, hadist, dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam
bidang ilmu-ilmu kealaman, para pemikir Muslim klasik menempuh pola hidup sufitis, dan
kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan religius dan
spiritual.(ja‟far,2016,102)
Upaya untuk melakukan islamisasi ilmu, menurut beberapa sumber, kali pertama diangkat
Sayyid Husein Nasr dalam beberapa karyanya sekitar tahun 1960-an. Saat itu, Nasr berbicara dan
membandingkan antara metodologi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum, terutama ilmu
alam, matematika, dan metafisika. Menurutnya, apa yang dimaksud ilmu dalam Islam tidak
berbeda dengan “scientia” dalam istilah Latin; yang membedakan di antara keduanya adalah
metode yang dipakai. Ilmu-ilmu keislaman tidak hanya menggunakan metodologi rasional dan
cenderung positivistik, tetapi juga menerapkan berbagai metodologi, rasional, tekstual, dan
bahkan instuitif, sesuai dengan objek yang dikaji. (Bagih )aidir : 2006 : 69)
Para filsuf dari mazhab peripatetik merupakan pemikiran Mmuslim yang berhasil
mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumberkan kepada Alquran dan
Hadist, lantaran tema-tema filsafat Yunani diIslamisasikan dan disesuaikan dengan pradigma
islam.(ja‟far,2016, 102)
B. Integrasi dalam Ranah Ontologi
ontologi berfungsi menetapkan substansi yang ingin dicapai yaitu memahami manusia sesuai
dengan sunnatullahnya. Mengingat al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling
dapat diandalkan, maka ayat-ayat yang membicarakan terma-terma seperti insan, basyar, nafs,
aql, ruh, qalb dapat dijadikan rujukan. Dengan patokan, sejauh mana metodologi itu dapat
mengejar makna dan esensi, bukan hanya gejala.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan logos
yang bermakna teori, sedangkan dalam bahasa latin disebut ontologia, sehingga ontologia
bermakna teori keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut. Ontologi merupakan bagian dari
metafisika yang merupakan bagian dari filsafat; dan membahas teori tentang keberadaan seperti
makna keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan. Suriasumantri menyimpilkan bahwa
ontologi sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu membahas tentang hakikat dari objek ilmu
dengan manusia sebagai pencari ilmu. Dengan demikian, ontologi adalah ilmu tentang teori
keberadaan, dari istilah ontologi ditujukan pada pembahasan tentang objek kajian ilmu. (Ja‟far,
2016:105)
Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dari sufi berpendapat bahwa ada
hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn „Arabi (w. 1240), alam diciptakan
Allah Swt. Melalui proses tajalli (penampakan diri)-Nya pada alam empiris yang majemuk.
Tajalli Allah Swt. Mengambil dua bentuk: Tajalli dzati dalam bentuk penciptaan potensi; dan
tajalli syuhudi dalam bentuk penampakan diri dalam citra alam semesta. (Ja‟far, 2016:106)
C. Integrasi dalam Ranah Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme yang maknanya pengetahuan, dan
logos yang maknanya ilmu atau eksplanasi, sehingga epistemologi berarti teori pengetahuan.
Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran,
dan kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih
pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui.(ja‟far,2016,107,108)
Ibn Arabi dan filsuf seperti Ibn Sina memanfaatkan praktik-praktik ibadah yang kerap
dilakuakan oleh kaum sufi, seperti zkir dan shalat untuk mendapatkan ilmu menegnai banyak
hal, terutama pemahaman terhadap dunia fisik dan non-fisik. (ja‟far,2016,109)
Kajian-kajian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang
disebut dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan tasawuf mengandalkan
metode irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafs.(ja‟far,2016,108)
Secara epistemologi, metodologi Psikologi Islam merupakan jalan untuk mencari
kebenaran perihal substansi yang ingin diungkapkan, epistemologi membicarakan apa yang
dapat diketahui dan bagaimana cara mengetahuinya. Dalam masalah ini, pemaknaan aksiologik
sangat berperan di dalam menentukan kebenaran epistemologik. Dengan demikian, dasar
epistemologinya adalah hubungan (nisbah) akal dan intuisi.
D. Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan logos yang
bermakna teori. Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi terhadap asal, kriteria, dan dan status
metafisik dari nilai tersebut. Menurut Bunin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai
dan penilaian, termasuk makna, karakteristik, dan klasifikasii nilai, serta dasar dan karakter
pertimbangan nilai. Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir dari segala
sesuatu.ja‟far,2016,109,110)
Suriasumantri menyimpulkan bahwa aksiologi sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu
membahas tentang kegunaan dan penggunaan ilmu. Jadi, aksiologi membahas tentang nilai
kegunaan ilmu, tujuan pencarian dan pengembangan ilmu.(ja‟far,2016,110)
Menurut Maksudin (2003).Sains dan agama nondikotomik sarat muatan nilai yang
merupakan bagian nilai tak terpisahkan di dalam kajian aksiologi sains dan agama itu sendiri.
Keberadaan nilai-nilai tersembunyi di balik fenomena empirik. Pendapat Max Scheler esensi
nilai dalam perspektif fenomenologis mencakup (1) nilai sebagai pusat moralitas (2) nilai
mendahului pengalaman (3) nilai bersifat mutlak dan apriori (4) nilai ditemukan bukan
diciptakan (5) nilai dirasakan bukan dipikirkan (6) nilai berhierarki.
Kajian-kajian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang disebut
dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf mengandalkan
metode ‘irfani yang biasa disebut metode takziyah al-nafs. Meskipun ada perbedaan metode,
tetapi kedua metode bisa melengkapi dan mendukung satu sama lain. (Ja‟far, 2016:108)
Kesimpulan
1. Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal dan
dikembangkan dengan canggih. Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli
biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur yanng mempuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman
seperti tauhid, fikih, tafsir, hadist, dan tasawuf.
2. ontologi berfungsi menetapkan substansi yang ingin dicapai yaitu memahami manusia sesuai
dengan sunnatullahnya. Mengingat al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling
dapat diandalkan, maka ayat-ayat yang membicarakan terma-terma seperti insan, basyar, nafs,
aql, ruh, qalb dapat dijadikan rujukan.
3. Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan
pembenaran, dan kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia
meraih pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui.
4. Menurut Maksudin (2003).Sains dan agama nondikotomik sarat muatan nilai yang merupakan
bagian nilai tak terpisahkan di dalam kajian aksiologi sains dan agama itu sendiri. Keberadaan
nilai-nilai tersembunyi di balik fenomena empirik. Pendapat Max Scheler esensi nilai dalam
perspektif fenomenologis mencakup (1) nilai sebagai pusat moralitas (2) nilai mendahului
pengalaman (3) nilai bersifat mutlak dan apriori (4) nilai ditemukan bukan diciptakan (5) nilai
dirasakan bukan dipikirkan (6) nilai berhierarki.
RELEVANSI DENGAN BIDANG ILMU KOMPUTER
Menuntut ilmu adalah hal yang mulia, dan seorang yang berilmu melakukan hal-hal yang
bermanfaat sesuai dengan ajaran tasawuf di bidang sains, menghubungkan ilmu dengan agama
yang menjadikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain,
menggunakan ilmu-ilmu yang sejalan dengan ajaran Allah swt.